Você está na página 1de 15

skip to main | skip to sidebar

Namakumaro
Thursday, May 27, 2010
PEMBERANTASAN CACING HATI PADA KAMBING (MAKALAH
PENYULUHAN)
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit parasit cacing merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kambing penderita akan
mengalami hambatan pertambahan berat tubuh. Akibat dari serangan cacing adalah cacing
menyerap sebagian zat makanan yang seharusnya untuk pertambahan berat tubuh, cacing
merusak jaringan-jaringan organ ternak kambing dan cacing menyebabkan kambing menjadi
kurang nafsu mengkonsumsi makanan. Selain itu, cacing hati menyebabkan kerusakan yang
sangat, terutama pada kambing yang masih muda, yang bisa menjadi kurus dan bisa
menyebabkan kematian. Selain itu, menurunkan produksi susu dan reproduksi ternak. Kerasnya
penyakit yang dipengaruhi oleh banyaknya cacing-cacing dalam saluran empedu dan daya tahan
kambing itu sendiri. Kematian merupakan hasil infeksi yang sangat kronis.
Beberapa cacing yang sering menyerang hati dan pembuluh empedu hewan – hewan domestik
adalah dari keluarga Fasciolidae, Dicrocoeliidae dan Opisthorchiidae. Spesies – spesiesnya
antara lain F. hepatica, F. gigantica, Fascioloides magna. Cionella lubrica, Formica fusca,
Metorchis conjunctus dan Amphimerus pseudofelineus
BAB II
ISI
Fasciola gigantica
Penyebab penyakit cacing hati pada kambing terutama yang hidup di daerah tropis
adalah dari spesies Fasciola gigantica. Fasciola gigantica hidup dalam pembuluh empedu
sapi, kambing, domba dan mamalia lain diseluruh dunia, tetapi tampaknya tidak di Amerika
Selatan. Ia menggantikan kedudukan F. hepatica di Timur jauh dan berkembang lebih baik
di daerah tropis seperti Indonesia. Ia berbeda dengan F. hepatica karena ia lebih besar
dengan panjang 25 - 75 mm dan lebar sampai 12 mm ( pada F. hepatica panjang 25 – 30
mm) dan tidak ada “bahu” yang menonjol seperti pada F. hepatica. Telurnya mirip dengan
F. hepatica tetapi lebih besar, mencapai 200x105 mikron. Siklus hidupnya mirip dengan F.
hepatica, siput genus Radix merupakan induk semang antara, dan metaserkaria terdapat pada
tumbuh-tumbuhan. Tubuhnya lebih transparan, jumlah telur 156 – 197 dengan ukuran 90 –
104 µm.
Siklus hidup Fasciola gigantica
Siklus hidup cacing F. gigantica adalah sebagai berikut. Telur masuk ke duodenum
melewati saluran dan meninggalkan kambing dengan perantara tinja. Telur berkembang
dengan baik pada suhu 26O C dan menetas dalam kurun waktu 17 hari. Mirasidium berenang
sampai menjumpai siput spesies Radix auricularia yang menyukai pH sedikit asam.
Mirasidium mati apabila tidak menjumpai siput dalam waktu kurang dari sehari. Pada suhu
yang hangat seperti di Afrika Timur, dibutuhkan 75 hari untuk berkembang dalam tubuh
siput, sedangkan pada suhu yang dingin sampai 175 hari.
Mereka memasuki siput, melepaskan silia yang menyelubungi diri dan menjadi
sporokist yang memanjang. Dinnik, 1964 menememukan bahwa satu sampai enam generasi
pertama redia bisa berkembang dari satu sporokis F. gigantica pada suhu 26O C, sporokist
tumbuh dan menjadi masak dalam waktu satu setengah minggu atau lebih, dan memproduksi
redia generasi kedua. Redia mengeluarkan serkaria yang belum masak akan berkembang
selama 13 hari atau lebih dalam tubuh siput dan kemudian keluar. Serkaria berenang di
dalam air untuk waktu yang tidak lebih dari beberapa jam dan kemudian mengkista pada
tumbuh-tumbuhan membentuk metaserkaria yang berwarna hampir hitam. Metaserkaria
mengkista pada tumbuhan di bawah air seperti di lingkungan tanaman padi. Metaserkaria
bisa bertahan sampai empat bulan pada tumbuhan dan demikian infeksi bisa terjadi dengan
memakan jerami padi.
Cacing muda masuk tubuh kambing melewati saluran pencernaan, tetapi cacing muda
ini berkesempatan masuk ke saluran sirkulasi dan bisa terdistribusika di lokasi yang salah.
F. gigantica dewasa mencapai saluran empedu setelah migrasi di parenkim hati, sembilan
sampai 12 minggu setelah infeksi. Telur mulai terproduksi sekitar tiga bulan sampai
beberapa tahun. Kondisi saluran empedu pada waktu cacing hidup di dalamnya adalah
sangat padat dan rapat, sering dengan dinding yang mengkapur dan fungsi normal hati
sangat terpengaruhi.
Radix auricularia
Radix auricularia adalah jenis spesies dari genus Radix. Nama umumnya radix telinga
besar, adalah spesies keong air tawar yang berukuran menengah, sebuah moluska gastropoda
air dari keluarga Lymnaeidae.
Cangkang tipis, bulat disekeliling dan sangat menggembung, seperti lingkaran terakhir
yang terdiri dari 90% volume tubuhnya. Cangkangnya memThe shell has a rounded and
broad spire that pinches in steeply at the apex memmemmmmmmmenklnbulat dengan
puncak yang melebar dan sangat mencuram.The spire short, conic, very small compared
[ 1 ]
with the body whorl. Puncaknya pendek, mengkerucut, dan sangat kecil dibandingkan
[4] [5]
dengan lingkaran tubuh. There are 4–5 whorls with deep sutures between them. The
whorls are convex, inflated, smooth and rapidly increasing.Ada 4-5 lingkaran dengan jahitan
yang dalam diantara. Lingkarannya cembung, menggembung, halus dan dengan cepat
meningkat. The body whorl is large and spreading. Lingkaran tubuh besar dan menyebar.
The surface is shining, lines of growth are fine, wavy, crowded, with occasionally a heavy
ridge representing a rest period. permukaan bersinar, garis-garis pertumbuhan halus dan
bergelombang.The color of the shell is yellow, beige or tan. Warna kulit berwarna kuning
atau cokelat.
[ 5 ]
Cangkang The shell of the species can grow to ~30 mm in height and 25 mm in
[ 4 ]
width as a full grown adult.cangkangccc dari spesies ini bisa tumbuh sekitar tinggi 30
mm dan lebar 25 mm.However, most individuals in a population only grow to
approximately half the maximum size. [ 4 ] The width of the shell is from 12-18 mm, and the
height of the shell is 14-24 mm. [ 3 ] The shell of Radix auricularia has a width to length ratio
greater than 0.75. Namun, sebagian besar individu dalam populasi hanya tumbuh kira-kira
setengah ukuran maksimal. Lebar cangkang adalah 12-18 mm, dan tingginya adalah 14-24
mm. Cangkang Radix auricularia memiliki rasio panjang ke lebar lebih besar dari 0,75.
Tubuh berbintik-bintik putih kecil di bagian belakang kepala dan tentakel, tetapi tidak
pada kaki. Mantelnya berpigmen dengan garis titik gelap sepanjang tepi nya, bintik-bintik
tidak beraturan ditemukan juga di cangkang.The foot is roundly elongated, 18 × 11 mm. [ 1 ]
[ 1 ]
Kaki ini terus terang memanjang, sekitar 18 × 11 mm. The head is broad, auriculated.
This species also has tentacles that are large, flat, lobate, triangular, fan-shaped and wider
[ 9 ] [ 1 ]
than they are high. Kepalanya luas. Spesies ini juga memiliki tentakel yang besar,
datar, berbentuk kipas dan lebih luas daripada yang tingginya.The blood contains blue
[ 10 ]
hemocyanin . The heart pulsations are slow and regular: thirty-four per minute. Darah
mengandung hemocyanin biru. Denyut jantung lambat dan teratur : tiga puluh empat per
menit. The animal is slow and deliberate in its movements. [ 1 ]Hewan ini lambat dan hati-hati
dalam bergerak.
Spesies ini ditemukan di danau air tawar, kolam, dan sungai yang berarus lambat
dengan dasar lumpur. Dapat hidup pada batu atau vegetasi dalam arus lingkungan yang
tinggi maupun rendah.It has been found in environments with a pH from 6.0–7.1. [ 5 ] [ 17 ] Its
average thermal preference is ~19°C, but there is great fluctuation around this mean,
[ 18 ]
depending on the photoperiod for the time of year. In Great Britain, the species is
[ 19 ]
restricted to hard water. It can tolerate polysaprobic waters, or areas of major pollution
and anoxia with high concentrations of organic matter, sulfides and bacteria . [ 20 ] [ 21 ] Hewan
ini ditemukan dalam lingkungan ber-pH 6,0-7,1 dengan suhu rata-rata 19 ° C.
Penanggulangan cacing Fasciola gigantica
Siklus hidup cacing F. gigantica sangat tergantung pada induk semangnya, yaitu siput.
Untuk memberantas cacing ini tidak selalu harus membunuh induk semangnya supaya
cacing ini tidak bisa hidup, walaupun cara ini memang efektif tetapi sebuah ekosistem bisa
rusak, karena masih ada hewan yang membutuhkan makanan dari siput. Infeksi bisa
dihindari dengan menggembalakan kambing pada tanah yang lebih luas dan menghindari
danau, rawa, sungai dan beberapa tempat berair lainnya. Cacing ini menyerang kambing
pada semua usia dan dalam pencegahan hendaknya kambing dihindari pemberian makanan
kasar atau hijauan pakan yang terkontaminasi siput dan diusahakan agar hijauan pakan
sebelum diberikan pada ternak kambing dicuci lebih dahulu.
Kambing yang sudah terinfeksi bisa diobati dengan menggunakan rafoxanide 7 – 5
mg/kg dan oxyclozanide 15 mg/kg dapat mengurangi jumlah telur 97 – 99 % (Kadhim &
Jabbir, 1974). Rafoxanide 100 % effektif terhadap parasit dewasa ketika dikonsumsikan
dengan dosis 2,5 – 5 mg/kg dan 10 mg/kg membunuh 87 % yang belum dewasa sekiar umur
delapan minggu (Troncy & Vasseau-Martin, 1976). Brotianide 15 – 20 mg/kg dan niclofolan
4 – 6 mg/kg membunuh 90% lebih F. gigantica dewasa pada fase migrasi (Karrasch, 1975).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Memberantas cacing hati pada kambing tidak harus dengan memberantas siput. Karena
infeksi bisa dihindari dan walaupun sudah terinfeksi masih ada obat – obatan yang tersedia
DAFTAR PUSTAKA
Levine, Norman D. 1990. buku pelajaran PARASITOLOGI VETERINER. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta
Chandler, Asa C. 1955. Introduction to PARASITOLOGI – 9thEdition –. Chapman &
Hall, Ltd. : London
Soulsby, E. J. L. 1982. HELMINTHS, ARTHROPODS AND PROTOZOA OF
DOMESTICATED ANIMAL – Seventh Edition –. The English Book Society and Bailliere Tindall
: London
Sastry, N.S.R. & Thomas, C.K. 1976. FARM ANIMAL MANAGEMENT. Vikas
Publishing Hause PVT LTD : India
Murtidjo, Bambang Agus. 1993. Kambing. Sebagai ternak potong dan perah. Penerbit
Kanisius : Yogyakarta
http://en.wikipedia.org/wiki/Radix_auricularia

Posted by Namakumaro at 7:20 PM


0 comments:
Post a Comment
Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Followers

Blog Archive
• ▼ 2010 (6)
○ ▼ May (6)
 PEMBERANTASAN CACING HATI PADA KAMBING (MAKALAH
PE...
 BREEDING MENCIT KELOMPOK 4
 LAPORAN PRAKTIKUM ZOOTEKNIK
 HAM pada Pekerja Seks Komersial
 PERTUKARAN GAS (MAKALAH FISIOLOGI UMUM)
 SISTEM DIGESTI BABI

About Me

Umar Adi Yulian


View my complete profile
� PYZAM.COM

BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS �


skip to main | skip to sidebar

jempol
Blog ini
Di-link Dari Sini
Web
Blog ini

Top of Form
Bottom of Form
Di-link Dari
Sini

Web

Selasa, 18 Januari 2011


contoh makalah Filariasis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Skenario
Cegah Filariasis …
Kecamatan As memiliki kondisi geografis terdiri atas rawa dan semak belukar. Kondisi ini
memungkinkan sekali berkembangbiaknya semua spesies nyamuk. Berdasarkan data Kecamatan
As sebesar 35.000 jiwa. Rata-rata mata pencaharian penduduk buruh tani dan nelayan serta
sebagian besar pendidikan masyarakat adalah SD dengan kondisi lingkungan dan perumahan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hasil survei kesehatan menunjukan peningkatan angka
kejadian filariasis yaitu tahun 2008 terdiri atas 57 kasus 3 orang diantaranya meninggal dan
tahun 2009 terdiri atas 98 kasus 7 orang diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Hampir
semua kasus terjadi pada usia produktif. Menurut keterangan salah seorang warga diketahui
bahwa mereka sering keluar malam dan tanpa menggunakan pakaian tebal panjang, acuh
terhadap kebersihan lingkungan serta ketika bekerja tidak menggunakan alas karena dianggap
mengganggu. Bagaimana tindakan saudara jika berperan sebagai kepala Puskesmas?

B. Analisa Kasus
1. Langkah 1. Klarifikasi / Identifikasi Istilah (Clarify Term)
a. Identifikasi Istilah :
1. Filariasis
2. Spesies
3. Kondisi Geografis
4. Usia Produktif
5. Survei

b. Klarifikasi Istilah:
1. Filariasis adalah penyakit kaki gajah dari cacing filaria yang ditularkan oleh nyamuk.
2. Spesies adalah sinonim dari jenis yang merupakan tingkatan paling rendah dalam taksonomi.
3. Kondisi geografis adalah keadaan lingkungan dari suatu wilayah.
4. Usia produktif adalah usia dimana seseorang sudah atau masih mampu menghasilkan sesuatu.
5. Survei adalah mengamati, pemeriksaan secara bertahap.

2. Langkah 2. Membuat Daftar Masalah (Define The Problem)


a. Bagaimana hubungan antara filariasis dengan usia produktif dan mengapa banyak terjadi pada
usia tersebut?
b. Bagaimana kondisi yang memungkinkan perkembangbiakan semua spesies nyamuk sehingga
muncul kejadian filariasis?
c. Apa syarat-syarat kesehatan lingkungan perumahan yang baik?
d. Bagaimana tindakan menghadapi permasalahan fillariasis jika berperan sebagai Kepala
Puskesmas?
e. Bagaimana penularan penyakit filariasis?
f. Apa gejala-gejala penyakit filariasis?
g. Apa saja faktor risiko yang mengakibatkan filariasis?
h. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyakit filariasis?
i. Apa saja spesies nyamuk yang menyebabkan penyakit filariasis?
j. Mengapa pekerjaan dan pendidikan dapat mempengaruhi kejadian penyakit filariasis?
k. Bagaimana cara kerja/siklus cacing filaria sampai menyebabkan kematian?
3. Langkah 3. Menganalisis Masalah (Analyze The Problems)
a. Usia produktif berhubungan dengan filariasis karena pada usia produktif lebih sering
melakukan pekerjaan atau aktivitas di luar rumah sehingga lebih besar kemungkinannya kontak
dengan nyamuk pembawa larva filaria.
b. Kondisi yang memungkinkan perkembangbiakan semua spesies nyamuk sehingga muncul
kejadian filariasis adalah lingkungan yang terdapat genangan air yang kotor.
c. Syarat-syarat kesehatan lingkungan perumahan yang baik yaitu:
1. Adanya pencahayaan yang baik.
2. Apabila rumahnya terbuat dari kayu disemprotkan desinfektan.
3. Adanya ventilasi (diberi kawat nyamuk).
4. Saluran air yang mengalir dengan baik.
5. Adanya tempat penampungan sampah.
6. Lantai rumah tidak langsung tanah, kalau bisa dari semen.
d. Tindakan yang dilakukan untuk menghadapi permasalahan fillariasis jika berperan sebagai
Kepala Puskesmas antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan upaya promotif seperti melakukan pemberitaan pada berbagai media, baik media
elektronik atau media cetak sebagai upaya menginformasikan permasalahan filariasis.
2. Melakukan upaya preventif seperti survei lapangan untuk mengidentifikasi masyarakat yang
memiliki gejala-gejala filariasis dan pengadaan penyuluhan tentang filariasis dengan
menggunakan bahasa yang sederhana agar mudah diterima oleh masyarakat.
3. Melakukan upaya kuratif dengan pengobatan secara massal dan pembagian obat secara gratis.
4. Melakukan upaya rehabilitatif seperti pengembalian kepercayaan diri penderita yang telah
sembuh dan menyadarkan masyarakat agar mau menerima penderita yang sudah sembuh.
e. Cara penularan filariasis yaitu nyamuk menggigit manusia yang sudah terinfeksi penyakit
filaria kemudian nyamuk menggigit manusia yang belum terinfeksi, sehingga manusia tersebut
juga tertular filaria.
f. Gejala-gejala filariasis yaitu demam dan pembengkakan di daerah lipatan paha.
g. Faktor risiko filariasis adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan yang terdiri dari lingkungan fisik seperti rawa, lingkungan kimia seperti kualitas
air yang menyebabkan perkembangbiakan nyamuk dan lingkungan biologi seperti organisme
yang hidup di lingkungan tersebut seperti enceng gondok yang dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk dan mengurangi kadar oksigen dalam air sehingga ikan pemakan
jentik tidak dapat bertahan hidup.
2. Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
3. Kebersihan lingkungan dan sikap manusia yang acuh terhadap kesehatan diri sendiri
(lingkungan sosial-ekonomi).
h. Pencegahan filariasis adalah sebagai berikut:
1. Menghindarkan kontak langsung dengan vektor pembawa.
2. Menggunakan alas kaki.
3. Menggunakan alas kaki yang lengkap dan tebal.
4. Mengganti konstruksi bangunan rumah warga.
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk.
Penanggulangan filariasis adalah pemberian pengobatan secara missal.
i. Vektor pembawa penyakit filariasis adalah semua spesies nyamuk.
j. Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi kejadian filariasis karena pengetahuan tentang
penyakit tersebut kurang diketahui. Sedangkan pekerjaan mempengaruhi juga disebabkan
aktivitas yang sering dikerjakan di luar rumah memungkinkan kontak langsung terhadap
nyamuk.
k. Belum diketahui filariasis dapat menyebabkan kematian. Kemungkinan ada faktor lain yang
menyebabkan kematian tersebut.
4. Langkah 4. Pohon Masalah (Problem Tree)

Gambar 1. Pohon Masalah (Problem Tree) “Cegah Filariasis …”


5. Langkah 5. Menetapkan Sasaran Belajar (Formulate Learning Objective)
a. Aspek Epidemiologi
1) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian filariasis.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang penyebab filariasis.
3) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang spesies nyamuk yang dapat menjadi parasit filaria.
4) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang faktor risiko filariasis.
5) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang cara penularan filariasis.
6) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tanda dan gejala filariasis.
7) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang angka kematian akibat filariasis.
8) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang distribusi frekuensi dari filariasis.
9) Mahasiswa mampu menjelaskan surveilans filariasis.

b. Aspek Kesehatan Lingkungan


1) Mahasiswa mampu menjelaskan higiene perorangan dan higiens lingkungan.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang sanitasi perumahan.
3) Mahasiswa mampu menjelaskan siklus hidup vektor pembawa larva filaria.
4) Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang menjadi sumber penularan filariasis.

c. Aspek Promosi Kesehatan


1) Mahasiswa mampu menjelaskan upaya pencegahan dan penanggulangan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi filariasis.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang usaha-usaha Puskesmas pada daerah tersebut untuk
mengatasi permasalahan filariasis yang meliputi perilaku masyarakat.

d. Aspek Administrasi Kebijakan Kesehatan


1) Mahasiswa mampu menjelaskan kebijakan pemerintah dan tindakan Kepala Puskesmas
tentang program pencegahan dan penanggulangan filariasis.
2) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang perencanaan dan evaluasi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan filariasis,

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Kasus
1. Aspek Epidemiologi
a. Batasan Filariasis
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi nematoda dari famili filariodea, yang
cacing dewasanya hidup dalam cairan dan saluran limfe, jaringan ikat dibawah kulit, dan dalam
rongga badan. Cacing dewasa betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan di dalam
darah, hidrokel, kulit, sesuai dengan sifat tiap-tiap spesiesnya (1).
Parasit filaria berbentuk panjang seperti benang yang hidup di dalam jaringan untuk waktu yang
lama. Manifestasi klinis biasanya terjadi bertahun-tahun setelah terinfeksi, sehingga penyakit ini
jarang ditemukan pada anak. Microfilaria adalah larva imatur yang ditemukan di darah atau kulit
dan mencapai tingkat infektif di dalam tubuh nyamuk (2).
Meskipun diketahui lebih dari 200 spesies parasit filaria, hanya sedikit yang menginfeksi
manusia. Dari parasit filaria yang diketahui pada manusia, empat diantaranya yaitu Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus, merupakan penyabab infeksi
yang paling sering dan menimbulkan gejala sisa patologis. Wuchereria bancrofti dan Brugia
malayi hidup didaerah tropis seperti Indonesia, sedangkan Onchocerca volvulus hidup di Afrika
(2).
Biasanya stadium larva infektif setelah masuk kedalam kulit melalui lubang tusukan, langsung
ikut aliran limfe perifer dan bersarang di dalam saluran dan kelenjar limfe setempat. Di sini
mereka akan menjadi dewasa dan kawin. Selajutnya, cacing dewasa akan mengeluarkan
microfilaria dan waktu yang diperlukan kurang lebih 1 tahun (1).
Cacing dewasa yang hidup dalam saluran limfe merupakan benda asing yang merangsang sel
endotel saluran limfe dan pada akhirnya menimbulkan reaksi prolimferatif berjonjot (1).
Bila mati, cacing dewasa akan mengalami degenerasi serta desintegrasi sehingga reaksi terhadap
jaringan sekitarnya akan lebih hebat lagi, disertai endapan fibrin atau thrombus sekitar cacing
yang mati (1).
Disekitar cacing dan saluran limfe sering pula tampak masa nekrotik. Saluran pada tempat ini
lama-kelamaan akan tersumbat, sedangkan zat-zat hasil desintegrasi cacing dewasa yang mati
merupakan rangsangan pembentukan granuloma yang proliferatife (1).
Bentuk granuloma seperti tuberkel dengan mikrosis disertai sel epiteloid dan limfosit. Disamping
itu, tampak sebukan sel eosinofil dan sel plasma. Baik disekitar saluran limfe atau yang
tersumbat maupun dalam sinus kelenjar limfe terjadi reaksi sel retikuloendotel berupa sel
makrofag dan sel datia (1).
Sekitar sisa-sisa desintegrasi cacing, lama-kelamaan dapat terjadi perkapuran disertai fibrosis. Di
dalam kelenjar limfe dapat ditemukan sel eosinofil yang berlebihan, terutama dalam sinusoid.
Akibat peradangan dengan fibrosis dapat terjadi penyumbatan aliran limfe, sehingga tekanan
hidrostatik meningkat dan akhirnya terjadi edema jaringan dan organ (1).

b. Faktor Risiko Filariasis


Faktor risiko yang berpengaruh terhadap angka kejadian filariasis adalah faktor risiko internal
dan faktor risiko eksternal. Faktor risiko internal merupakan faktor risiko yang berasal dari
organism sendiri antara lain berupa umur dan jenis kelamin sedangkan faktor risiko yang berasal
dari lingkungan salah satunya adalah kondisi sosial ekonomi. Kondisi sosial ekonomi masyarakat
dapat dinilai antara lain berdasarkan tingkat pendidikan dan pendapatan (3,4).
c. Cara Penularan Filariasis
Penularan filariasis dapat terjadi bila ada 3 unsur, yaitu :
1. Adanya sumber penularan, yakni manusia atau hospes resevior yang mengandung microfilaria
didarahnya.
2. Adanya vektor, yakni nyamuk yang dapat menularkan filariasis.
3. Manusia yang rentan terhadap filariasis.
Seseorang dapat tertular filariasis, apabila orang tersbut mendapat gigitan nyamuk infektif, yaitu
nyamuk yang mengandung larva infektif (larva stadium3-L3). Pada saat nyamuk infektif
menggigit manusia, maka larva L3 akan keluar dari probosisnya, larva L3 akan masuk melalui
luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak ke sistem limfe. Larva L3 Brugia malayi dan Brugia
timori akan menjadi cacing dewasa dalam kurun waktu kurang lebih 3,5 bulan, sedangkan
Wucheria Bancrofti memerlukan waktu kurang lebih 9 bulan. Masa inkubasi ekstrinsik untuk
Wucheria Bancrofti antara 10-14 hari sedangkan Brugia malayi dan Brugia timori antara 8-10
hari. Khusus untuk Brugia malayi, nyamuk Mansonia menggigit manusia, kucing, atau kera yang
microfilaria dalam darah tepi masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang dalam tubuh
nyamuk yang mengandung L3 (larva infektif) (5).
d. Tanda dan Gejala Filariasis
Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah
(kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit
kaki gajah. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya
hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang menyerang bagian
kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis
subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca
volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea).
Banyak penderita filariasis (penyakit kaki gajah) tidak menunjukan gejala sama sekali, mereka
terlihat sehat tetapi di dalam tubuhnya sudah terdapat jutaan cacing dewasa dan anak cacing yang
beredar dalam darah.

Tahap awal/ akut:


Demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-5 hari, lalu demam sembuh sendiri
tanpa diobati, timbul benjolan dan terasa nyeri pada lipat paha atau ketiak, terasa adanya urat
seperti tali yang berwarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan
kearah ujung kaki atau tangan.

Tahap Lanjut /Kronis:


Pada awalnya terjadi pembesaran yang hilang timbul pada kaki, tangan, kantong buah zakar,
payudara, dan alat kelamin wanita, akhir nya lama kelamaan menjadi cacat menetap.

Selain itu untuk mengetahui seseorang menderita Filariasis secara pasti adalah dengan
pemeriksaan darah jari diketahui terdapat anak cacing (mikrofilaria) ( Emilia SP at Sunday,
December 20, 2009, kaki gajah-filariasis, http://belajarmengajar.blogspot.com

Angka Kematian Akibat Filariasis


CDR
Prevalensi

Distribusi frekuensi dari filariasis


Surveilans filariasis.

e. Aspek Kesehatan Lingkungan


5) Mahasiswa mampu menjelaskan higiene perorangan dan higiens lingkungan.
6) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang sanitasi perumahan.
7) Mahasiswa mampu menjelaskan siklus hidup vektor pembawa larva filaria.
8) Mahasiswa mampu menjelaskan faktor-faktor yang menjadi sumber penularan filariasis.

f. Aspek Promosi Kesehatan


3) Mahasiswa mampu menjelaskan upaya pencegahan dan penanggulangan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi filariasis.
4) Mahasiswa mampu menjelaskan tentang usaha-usaha Puskesmas pada daerah tersebut untuk
mengatasi permasalahan filariasis yang meliputi perilaku masyarakat.

NB : TUGAS KELOMPOK 2 IKMT SEKENARIO TENTANG FILARIASIS PSKM FK


UNLAM, BANJARBARU KALSEL
Diposkan oleh acce di 17:32
0 komentar:
Poskan Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting Lama Beranda
Langgan: Poskan Komentar (Atom)
welcome
to acce blog
blog ancoeer lebuur
Total Tayangan Laman
406

Cari Blog Ini


Top of Form

Cari

didukung
oleh
Bottom of Form

Blog Archive
• ▼ 2011 (1)
○ ▼ Januari (1)
 contoh makalah Filariasis
• ► 2010 (18)
○ ► Juli (4)
 "Eclipse" Pecahkan Rekor Dengan 30 Juta Dolar
 Airmata Fans Warnai Pemakaman Park Yong Ha (aktor ...
 Kota-kota Ini Macetnya Luar Biasa
 Tinjauan "Eclipse": Bella Terombang-ambing Antara ...
○ ► Juni (6)
 Waktunya Pelatih Asli Inggris
 Indonesia Pengguna Opera Mini Terbesar di Dunia
 Wimax Turunkan Tarif Internet 40 Persen
 Dubai Bangun Bandara Terbesar di Dunia
 sedikit tentang piala dunia
 Lee Min Ho Rayakan Ultah Bersama Fans & Sahabat
○ ► Mei (1)
 ^^
○ ► April (1)
 pameeeeeeeeeer part 2
○ ► Maret (6)
 pameeeeeeeeeer
 Kapan????
 benar ga?????
 tugas kku
 my best friend
 first

About Me

grace merissa
confusing people,I am also confused. why many are going to be my friends.... do you
agree with my opinion? haha
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Você também pode gostar