Você está na página 1de 7

Al-Qur'an ( "Qor-Ann") adalah Pesan dari Tuhan (Allah) kepada umat manusia.

Itu
ditularkan kepada kita dalam rantai mulai dari Yang Mahakuasa sendiri kepada malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad . Pesan ini diberikan kepada Nabi berkeping-keping
selama rentang sekitar 23 tahun (610 Masehi hingga 622 Masehi). Nabi berumur 40
tahun ketika Al Qur'an mulai diturunkan kepadanya, dan ia 63 ketika wahyu
selesai. Bahasa pesan asli Arab, tetapi telah diterjemahkan ke banyak bahasa lainnya.

Al Qur'an adalah satu kaki dari dua yang membentuk dasar Islam. Kaki kedua adalah
Sunnah Nabi . Apa yang membuat Al-Qur'an berbeda dengan sunnah terutama
bentuknya. Tidak seperti sunnah, Al-Quran secara harfiah adalah Firman Allah,
sedangkan Sunnah diilhami oleh Allah, tetapi kata-kata dan tindakan Nabi. Al-Qur'an
belum diungkapkan dengan menggunakan kata-kata setiap manusia. Dengan kata-kata
adalah surat surat untuk diperbaiki oleh siapa pun selain Allah.

Muhammad adalah Rasulullah akhir umat manusia, dan oleh karena itu Al Qur'an
adalah Pesan terakhir yang Allah telah dikirimkan kepada kami. Pendahulunya seperti
Taurat, Zabur, dan Injil semuanya telah superceded. Ini adalah kewajiban - dan berkat -
untuk semua yang mendengarkan Al-Qur'an dan Islam untuk menyelidiki dan
mengevaluasi untuk diri mereka sendiri. Allah telah menjamin bahwa Dia akan
melindungi Alquran dari gangguan manusia, dan hari ini pembaca dapat menemukan
salinan tepat ke seluruh dunia. Al-Qur'an hari ini adalah sama dengan Al-Qur'an
diturunkan kepada Muhammad .

Dalam Islam, kata Arab sunnah telah datang untuk menunjukkan jalan Nabi
Muhammad , Rasulullah, menjalani hidupnya. Sunnah adalah sumber kedua hukum
Islam, yang pertama adalah Alquran. Kedua sumber sangat diperlukan; orang tidak dapat
menerapkan Islam tanpa berkonsultasi dengan mereka berdua. Kata Arab hadis (jamak
hadits) sangat mirip dengan Sunnah, tapi tidak identik. Sebuah hadis adalah
sebuah narasi tentang kehidupan Nabi atau apa yang disetujui - sebagai lawan dari
kehidupan itu sendiri, yang merupakan Sunnah sebagaimana telah disebutkan.

MM Azami Dalam Studi di Hadis Metodologi dan Sastra, berikut definisi yang tepat dari
sebuah hadits yang diberikan,

Menurut Muhaddithiin [ulama hadis-ed.] Itu singkatan dari 'apa yang dipancarkan pada
otoritas Nabi, perbuatannya, ucapan, persetujuan diam-diam, atau keterangan dari sifaat
(fitur) yang berarti penampilan fisiknya. Namun, penampilan fisik Nabi tidak termasuk
dalam definisi yang digunakan oleh para ahli hukum. "

Jadi literatur hadits berarti sastra yang terdiri dari riwayat kehidupan Nabi dan hal-hal
yang disetujui oleh-Nya. Namun, istilah ini digunakan kadang-kadang dalam arti lebih
luas untuk menutup riwayat tentang sahabat [Nabi-ed.] Dan tabiin [untuk para sahabat-
ed.] Juga.

Ledakan Islam di abad ke-7 dan 8 ulama Islam dihadapkan dengan tugas yang
menakutkan: untuk melestarikan pengetahuan tentang Sunnah Nabi . Oleh karena itu,
ilmu hadis evaluasi dilahirkan. Kami menyarankan Anda membaca "Pengantar Ilmu
Hadis" di bawah ini untuk memahami upaya-upaya yang luar biasa yang diperlukan untuk
menyaring laporan yang benar dari laporan palsu. Keberhasilan ulama awal juga
ditangkap di bawah ini oleh beberapa koleksi hadis.

1. Pengertian Hadits
Menurut bahasa kata hadits memiliki arti;
1) al jadid minal asyya (sesuatu yang baru), lawan dari qodim. Hal ini
mencakup sesuatu (perkataan), baik banyak ataupun sedikit.[1]
2) Qorib (yang dekat)
3) Khabar (warta), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya.[2] Dari
makna inilah diambil perkataan hadits Rasulullah saw.[3]
Jamaknya adalah hudtsan, hidtsan dan ahadits. Jamak ahadits-jamak
yang tidak menuruti qiyas dan jamak yang syad-inilah yang dipakai jamak
hadits yang bermakna khabar dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, hadist-
hadits Rasul dikatakan ahadits al Rosul bukan hudtsan al Rosul atau yang
lainnya.
Ada juga yang berpendapat ahadits bukanlah jamak dari hadits,
melainkan merupakan isim jamaknya.
Dalam hal ini, Allah juga menggunakan kata hadits dengan arti khabar,
dalam firman-Nya;

‫فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين‬.


"maka hendaklah mereka mendatangkan khabar
yang sepertinya jika mereka orang yang benar" (QS. At Thur;
24).
Adapun hadits menurut istilah ahli hadits hampir sama
(murodif) dengan sunah, yang mana keduanya memiliki arti segala sesuatu
yang berasal dari Rasul, baik setelah dingkat ataupun sebelumnya. Akan
tetapi kalau kita memandang lafadz hadits secara umum adalah segala
sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat
menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh
sebab itu, sunah lebih umum daripada hadits.[4]
Menurut ahli ushul hadits adalah segala pekataan Rosul, perbuatan dan taqrir
beliau, yang bisa bisa dijadikan dalil bagi hukum syar'i.[5] Oleh karena itu,
menurut ahli ushul sesuatu yang tidak ada sangkut pautnya dengan hukum tidak
tergolong hadits, seperti urusan pakaian.[6]
2. Pengertian sunah
Sunah menurut bahasa adalah perjalanan (jalan yang ditempuh), baik
terpuji atau tidak.[7] Jamaknya adalah sunan.
Sunah menurut istilah Muhadditsin adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, kelakuan, maupun perjalanan
hidup, baik setelah diangkat ataupun sebelumnya.
Sunah menurut istilah ahli ushul fiqh adalah segala sesuatu yang berasal dari
Nabi-selain al Qur'an- baik berupa perkataan, perbuatan ataupun taqrir yang bisa
dijadikan dalil bagi hukum syar'i.
Suah menurut istilah Fuqoha adalah sesuatu yang diterima dari Nabi Muhammad
saw, yang bukan fardlu ataupun wajib.
3. Pengertian khabar
Khabar menurut bahasa adalah berita yang disampaikan dari seseorang
kepada orang lain.
Khabar menurut Muhadditsin adalah warta dari Nabi, Shahabat, dan Tabi'in. oleh
karena itu, hadits marfu', maukuf, dan maktu' bisa dikatakan sebagai khabar. Dan
menurutnya khabar murodif dengan hadits.[8]
Sebagian ulama berpendapat bahwasannya hadits dari Rosul, sedangkan khabar
dari selain Rosul. Dari pendapat ini, orang yang meriwayatkan hadits disebut
Muhadditsin dan orang yang meriwayatkan sejarah dan yang lain disebut Akhbari.
Adapun secara terminologi terdapat perbedaan pendapat terkait definisi khabar,
yaitu:
1. Kata khabar sinonim dengan hadits;
2. Khabar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan seseorang selain
Nabi Muhammad. Sedangkan hadits adalah perkataan, tindakan, dan
ketetapan Nabi Muhammad.
3. Khabar mempunyai arti yang lebih luas dari hadits. Oleh karena itu, setiap
hadits dapat disebut juga dengan khabar. Namun, setiap khabar belum tentu dapat
disebut dengan hadits[9].
4. Pengertian Atsar
Secara etimologi atsar berarti sisa reruntuhan rumah dan sebagainya.
[10] Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat mengenai definisi
atsar ini. Pertama, kata atsar sinonim dengan hadits. Kedua, atsar adalah
perkataan, tindakan, dan ketetapan Shahabat.
B. Pengertian al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi
1) Pengertian al-Qur'an
Para ulama berbeda pendapat terkait dengan pengertian al-Quran dari
segi etimologi. Muhammad Ali Daud dalam kitab Ulum al-Quran wa al-
Hadits, menyebutkan enam pendapat berkenaan pengertian al-Quran dari
segi etimologi ini, yaitu:
1. Imam Syafi’i berpendapat bahwa al-Quran merupakan nama
yang independent, tidak diderivasi dari kosakata apapun. Ia merupakan
nama yang khusus digunakan untuk firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad.
2. Menurut Imam al-Fara’ kata al-Quran diderivasi dari noun (kata
benda) qarain, bentuk jama’ (plural) dari qarinah yang mempunyai
arti indikator. Menurutnya, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad disebut dengan al-Quran karena sebagian ayatnya
menyerupai sebagian ayat yang lain, sehingga seakan-akan ia menjadi
indikator bagi sebagian ayat yang lain tersebut.
3. Imam al-Asy’ari dan sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa kata
al-Quran diderivasi dari masdar (abstract noun, kata benda
abstrak) qiran yang mempunyai arti bersamaan atau beriringan.
Menurut mereka, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad disebut dengan al-Quran karena surat, ayat, dan huruf
yang ada di dalamnya saling beriringan.
4. Imam al-Zajaj berpendapat bahwa kata al-Quran diderivasi
dari noun (kata benda) qur-u yang mempunyai arti kumpulan. Menurut
al-Raghib, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dinamakan dengan al-Quran karena ia mengumpulkan intisari
beberapa kitab yang diturunkan sebelum al-Quran.
5. Sebagian ulama mutaakhirin tidak sependapat dengan pandangan yang
menyatakan bahwa al-Quran bersumber dari fi’il (verb, kata
kerja) qaraa yang mempunyai arti mengumpulkan dengan dalil firman
Allah:

‫جْمَعُه َوُقْرآَنُه‬
َ ‫عَلْيَنا‬
َ ‫ن‬
ّ ‫ِإ‬
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya”. (Q. S al-Qiyamah: 17).
Menurut mereka, kata kerja qaraa mempunyai arti memperlihatkan
atau memperjelas. Dengan demikian, orang yang sedang membaca al-
Quran berarti ia sedang memperlihatkan dan mengeluarkan al-Quran.
6. Menurut al-Lihyani kata al-Quran diderivasi dari fi’il qaraa yang
mempunyai arti membaca. Oleh karena itu, kata al-Quran
merupakan masdar yang sinonim dengan kata qiraah. Pendapat ini
merupakan pendapat yang paling kuat[11].
Adapun definisi al-Quran secara terminologi adalah Firman Allah yang
berbahasa Arab, dapat melemahkan musuh, diturunkan kepada Nabi
Muhammad, ditulis di dalam mushaf, dan ditranformasikan
secara tawattur[12] serta membacanya termasuk ibadah[13].
Contoh wahyu al-Quran adalah:
‫سورة الخلص‬. ‫قل هو ال احد ال الصمد لم يلد ولم يولد إلخ‬
2. Pengertian Hadits Qudsi
Secara etimologi Hadits Qudsi merupakan nisbah[14] kepada kata
Quds[15] yang mempunyai arti bersih atau suci[16]. Sedangkan secara
terminologis, pengertian hadits qudsi terdapat dua versi. Yang pertama
hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik dalam sturiktur maupun
substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai penyampai Yang kedua
hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari perkataan
tersebut berasal dari Allah SWT. Maka dalam redaksinya sering
memakai 17] .‫]قال ال تعالى‬.
3. Pengertian Hadits Nabawi
Adapun menurut istilah, pengertian hadis nabawi ialah apa saja yang
disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, maupun sifat. Contoh hadist nabawi yang berupa perkataan
(qauli) misalnya perkataan Nabi SAW,
‫ اخرجه البجخارى فى صحيحه‬. ..........‫انما العمال بالنية‬
Contoh hadist berupa perbuatan (fi'li) ialah
‫ حديث عائشة‬.‫كان النبي اذا اراد ان ينام وهو جنب غسل فرجه وتوضأ للصلة‬
Contoh hadist berupa ketetapan (taqriri) ialah
‫ان خالته اهدت الى رسول ال سمنا واضبا واقطا فاكل من السمن والقط واكل على مائدته‬
‫ حدبث ابن عباس‬.‫ ولو كان حراما مااكل على مائدة رسول ال‬,
Contoh hadist berupa sifat (wasfi) ialah
‫ حديث انس ابن مالك‬. ‫ الخ‬...‫كان رسول ال ربعة ليس بالطويل ولبالقصر حسن الجسم‬
Setelah kita mengetahui masing-masing dari definisi al-Quran, Hadits
Qudsi, dan Hadits Nabawi, maka ada baiknya kita juga membahas tentang
perbedaan ketiga hal tersebut. Perbedaan antara al-Quran dengan Hadits
Qudsi:
a) Al-Quran mampu mengungguli sastra Arab yang waktu itu merupakan
sastra yang terbaik, sehingga orang Arab tidak mampu membuat karya
sastra[18] yang seindah dan sebaik al-Quran, walaupun hanya satu
surat. Tidak demikan halnya dengan Hadits Qudsi[19].
b) Lafadz dan arti al-Quran berasal dari Allah. Sedangkan Hadits Qudsi, artinya
berasal dari Allah, akan tetapi lafadznya dari Nabi Muhammad[20].
c) Tidak boleh meriwayatkan al-Quran secara makna. Adapun Hadits Qudsi, boleh
meriwayatkannya secara makna[21].
d) Al-Quran tidak boleh dipegang oleh orang yang mempunyai hadats. Al-Quran
juga tidak boleh dibaca oleh orang yang mempunyai hadats besar. Dua larangan
ini tidak berlaku di dalam Hadits Qudsi[22].
e) Al-Quran harus dibaca di dalam shalat. Sedangkan Hadits Qudsi, apabila dibaca
di dalam shalat maka dapat menyebabkan shalat menjadi batal[23].
f) Al-Quran ditransformasikan secara tawattur. Oleh karena itu, ia berstatus qath’i
al-tsubut. Adapun mayoritas Hadits Qudsi ditransformasikan
secara ahad (individual), sehingga ia berstatus dhanni al-Tsubut.
g) Orang yang mengingkari al-Quran terkategorikan sebagai orang kafir, karena
al-Quran bersifat qath’i al-Tsubut. Sedangkan orang yang mengingkari Hadits
Qudsi tidak dianggap orang kafir, karena Hadits Qudsi bersifat dhanni al-
Tsubut[24].
h) Membaca al-Quran termasuk ibadah. Satu huruf al-Quran sebanding dengan 10
kebaikan. Hal ini tidak berlaku pada Hadits Qudsi[25].
i) Di dalam al-Quran terdapat penamaan ayat dan surat untuk kalimat-kalimatnya.
Tidak demikian dengan Hadits Qudsi[26].
j) Pebedaan antara Hadits Nabawi dengan Hadits Qudsi antara lain:
k) Hadits Nabawi dinisbahkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Adapun
Hadits Qudsi dinisbahkan kepada Allah. Nabi Muhammad hanya berstatus
sebagai penyambung lidah dari-Nya[27].
l) Bentuk Hadits Nabawi ada dua macam[28]: 1. Tauqifi, yaitu hadits yang
kandungannya diterima oleh Nabi Muhammad melalui wahyu, kemudian beliau
sampaikan kepada umatnya. 2. Taufiqi, yaitu hadits yang tercipta murni dari
pemahaman Nabi Muhammad terhadap al-Quran, atau dari perenungan dan ijtihad
beliau[29]. Adapun keseluruhan kandungan Hadits Qudsi bersumber dari Allah.
Contoh hadits Qudsi adalah
‫رواه ابو هريرة‬.‫ الخ‬...‫ قال ال تعالى ثلثه انا خصمهم يوم القيامه‬,‫عن النبي قال‬

[1] Muhammad Ujaj al Khotib, Ushul al HaditsUlumuhu wa Mushtholahuhu, Bairut; Libanon. 1992.
hal. 26
[2] Abu al Faid Muhammad bin Muhammad Ali al Farisi, Jawahir al Usul al Hadits fi IlmiHadits al
Rosul Bairut; Libanon. 1992. hal. 24
[3] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, 1999.
Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. Hal 1
[4] Muhammad Ujaj al Khotib, Ushul al HaditsUlumuhu,….….hal. 27
[5] Ibid.
[6] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Sejarah dan Pengantar,…….hal. 4.
[7] Muhammad Ujaj al Khotib, Ushul al HaditsUlumuhu,….….hal. 17
[8] Ibid, 27
[9] Ibid, hlm 27-28.
[10] Al-Sayyid Muhammad Ibn 'Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-
Syarif, hlm 51.
[11] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, (Oman: Dar al-Bashir, t.th), hlm 9-10.
[12] Tawattur adalah periwayatan yang dilakukan oleh minimal 10 orang.
[13] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 10.
[14] Suatu bentuk struktur kata dalam sastra Arab.
[15] Dalam pembahasan ini, penulis sengaja tidak menguraikan satu-persatu arti etimologis dari
kata Hadits dan Qudsi, akan tetapi hanya menjelaskan arti etimologis dari kata Qudsi, karena
dalam pembahasan sebelumnya, penulis telah menyinggung arti etimologis dari kata hadits.
[16] Al-Sayyid Muhammad Ibn 'Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-
Syarif, hlm 53.
[17] Ujaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ...., hlm 28
[18] Baik dalam bentuk syair, puisi dan karya sastra lainnya.
[19] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 19-20.
[20] Al-Sayyid Muhammad Ibn 'Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-
Syarif, hlm 55.
[21] Keterangan tersebut terdapat di footnote (catatan kaki) Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul
al-hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, hlm 29.
[22] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 21.
[23] Keterangan tersebut terdapat di footnote (catatan kaki) Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul
al-hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, hlm 30.
[24] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 20-21.
[25] Al-Sayyid Muhammad Ibn 'Alawi al-Maliki al-Hasani, al-Manhal al-Lathif fi Ushul al-Hadits al-
Syarif, hlm 54.
[26] Muhammad Ali Daud, Ulum al-Quran wa al-Hadits, hlm 21.
[27] Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-hadits Ulumuhu wa Musthalahuhu, hlm 30.
[28] Ditinjau dari proses terciptanya hadits.
[29] Manna’ al-Qathan, Mabahis fi Ulum al-Quran, (tt, 1973), hlm 27.
Prev: MINIMAXIAT
Next: mengetahui hadis lemah
replyshare

Você também pode gostar