Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Liberalisme pada awalnya muncul saat dunia barat memasuki enlightment ages atau abad
pencerahan (sekitar abad ke 16 sampai awal abad 19). Pada saat itu, mulai muncul industri dan
perdagangan dalam skala besar yang berbasis teknologi baru. Untuk mengelola kedua hal
tersebut muncullah kebutuhan-kebutuhan baru seperti buruh yang bebas dalam jumlah banyak,
ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi, dan kebebasan berkreasi.1 Namun kebutuhan-
kebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintahan yang feodal.
Maka golongan intelektual yang mengedepankan rasionalitas memunculkan paham liberal.
Golongan intelektual ini merasakan keresahan ilmiah (rasa ingin tahu dan keinginan untuk
mencari pengetahuan yang baru) dan artistik umum pada zaman itu.2
Selain hal-hal di atas, liberalisme juga dilatarbelakangi oleh terjadinya Reformasi Gereja
yang memuncak pada 31 Oktober 1517. Reformasi Gereja ini membawa dampak pada
munculnya paham sekularisme yang akan berujung pada revolusi dalam segala bidang, termasuk
di dalamnya adalah bidang politik. Selain oleh Reformasi Gereja, paham liberalisme juga
dilatarbelakangi oleh terjadinya Revolusi Industri dan Glorious Revolution di Inggris.3
Permasalahan
BAB II
2
PEMBAHASAN
Liberalisme klasik (pada masa awal sampai pertengahan kemunculannya) seolah menjadi
jawaban atas kebutuhan masyarakat pada saat itu melalui nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Ada tiga nilai utama dalam liberalisme klasik, yaitu individualisme (yang merupakan
hal terpenting dalam liberalisme klasik), natural selection atau seleksi alam, dan teori negara
sebagai instrumen atau alat (negara sebagai penjaga malam / Night State Watch).
Individualisme secara umum didefinisikan sebagai suatu gejala kultural dimana individu
dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat, dan masyarakat tersebut akan tetap berlangsung
keberadaannya apabila mereka memfasilitasi usaha pencapaian pribadi masing-masing individu.4
Individualisme memiliki tiga dasar historis.5 Pertama adalah konsep Yahudi yang membawa
pada pemahaman bahwa semua manusia adalah anak-anak Tuhan yang bersaudara satu sama
lain. Kedua adalah paham Kristen mengenai persamaan semua manusia yang berupa jiwa yang
tidak dapat dikalahkan oleh kakuatan apapun di dunia. Ketiga adalah pandangan orang Stois
tentang pertimbangan akal yang mengesahkan bahwa sesuatu adalah manusia. Dari tiga dasar
historis ini dapat disimpulkan bahwa setiap individu punya kebebasan dan persamaan pokok
antara satu dengan lainnya. Semangat individualisme ini dijalankan di semua bidang, misalnya
antiotoritarian dalam politik dan laissez faire6 dalam ekonomi.7 Dengan kebebasan yang dimiliki,
tiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam mengembangkan potensinya. Maka
perkembangan masyarakat akan ditentukan oleh kapabilitas atau kemampuan tiap individu dalam
masyarakat.
Natural selection atau seleksi alam berbicara tentang evolusi tidak hanya berlangsung di
dunia alamiah, tetapi terjadi juga terhadap individu-individu yang ada dalam masyarakat. Jika
ada proses seleksi, maka akan ada kompetisi. Sengan adanya kompetisi tersebut, maka tiap
4
http://sitemaker.umich.edu/daphna.oyserman/files/sorensen_oyserman_2009_individualism
_1_.pdf, diakses pada Selasa, 15 Desember 2009 pukul 09:31.
5
Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. Isme-isme Dewasa Ini. Swada. Jakarta. 1963. Hlm
104.
6
Laissez faire adalah sebuah teori atau sistem pemerintahan yang percaya bahwa
intervensi pemerintah harus seminimal mungkin dalam bidang ekonomi. Dikutip dari
http://www.laissezfaire.com/, diakses pada Selasa, 15 Desember 2009 pukul 08:20.
7
Ebenstein, William. Great Political Thinkers (Third Edition). USA. 1960. Hlm 622.
3
individu akan berusaha sekuat tenaga untuk dapat mempertahankan hidupnya. Untuk dapat
memenangkan kompetisi “hidup” ini, maka tiap manusia akan berusaha mengembangkan setiap
potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin. Segala kompetisi ini pada akhirnya akan
menghasilkan individu-individu yang terbaik dan terkuat.8
Teori negara sebagai alat memandang negara sebagai suatu mekanisme untuk digunakan
bagi tujuan yang lebih tinggi daripada alat itu sendiri. 9 Teori ini dilandasi oleh nilai utama
liberalisme klasik yaitu pentingnya individu di atas segalanya. Dalam teori ini, negara hanya
mengupayakan keteraturan dalam masyarakat, tetapi tidak boleh ikut campur dalam proses
netural selection yang terjadi di dalamnya. Negara tidak memiliki kekuatan apapun untuk
mengintervensi individu selain untuk menjaga hak kepemilikan individu. Negara juga hanya
menjalankan fungsi administratif (birokrasi).
Ketiga nilai utama liberalisme klasik tersebut dijalankan dengan seutuhnya dalam
masyarakat. Individu merupakan hal yang terpenting sehingga fungsi liberalisme pada masa lalu
adalah untuk membatasi kekuasaan para raja.10 Kekuasaan para raja pada masa itu perlu untuk
dibatasi dalam rangka memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi perkembangan individu.
Kelemahan liberalisme klasik dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan oleh penerapan
nilai-nilai utamanya dalam masyarakat. Sebenarnya liberalisme bertujuan untuk membawa
kemajuan yang signifikan dalam masyarakat. Dan kemajuan ini memang nyata terjadi, hanya
saja berlangsung dengan tidak seimbang. Ketidakseimbangan tentu akan mengarah pada sebuah
ketidakadilan, dan ketidakadilan inilah yang merupakan manifestasi dari kelemahan-kelemahan
liberalisme klasik dan menjadi sumber permasalahan dalam masyarakat yang terjadi pada masa
itu.
Individualisme
8
Konsep ini dikenal sebagai konsep The Survival of The Fittest yang diperkenalkan oleh
Herbert Spencer. Dikutip dari Ebenstein, William. Ibid. Hlm 635.
9
Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. Ibid. Hlm 105.
10
Herbert Spencer. Dikutip dari Ebenstein, William. Ibid. Hlm 628.
4
kesempatan dan akses yang sama untuk mengembangkan potensi maksimal mereka. Namun
yang terjadi dalam kenyataan adalah bahwa tidak setiap individu memiliki akses yang cukup
untuk mengembangkan potensinya. Akses-akses ini misalnya adalah modal atau hak
kepemilikan, kedudukan atau jabatan, dan pendidikan. Akses-akses menuju pengembangan
potensi tersebut ternyata masih dikuasai oleh sebagian kecil kalangan, yaitu kalangan
bangsawan. Dengan dikuasainya akses-akses tersebut oleh segelintir orang, maka terjadilah
ketidakadilan.
Natural Selection
Proses kompetisi dan seleksi alamiah yang dimaksudkan dalam konsep ini sebenarnya
dimaksudkan untuk menghasilkan individu-individu yang berkualitas baik dan kuat. Namun
ternyata hal ini juga membawa dampak yang buruk bagi masyarakat. Liberalisme menjadi tidak
humanis karena pada kenyataannya yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin
miskin. Terjadi antagonisme antar kelas terutama antara kelas yang berkuasa dengan kelas yang
tidak memiliki kekuasaan maupun akses menuju kekuasaan tersebut.
Terjadinya ketidakadilan ini terkait dengan dampak buruk konsep individualisme dimana
ternyata tidak semua individu memiliki akses terhadap pengembangan potensi. Dengan tidak
dimilikinya akses, maka individu-individu tersebut memiliki kekuatan tawar (bargaining
position) yang lemah dan tidak berdaya dalam menghadapi proses seleksi ini. Lagi-lagi mereka
menjadi pihak yang tertindas dan tereksploitasi tanpa bisa memberikan perlawanan yang berarti.
Penerapan teori ini pada awalnya dimaksudkan untuk meminimalisasi intervensi negara
dalam kehidupan masyarakat. negara pada masa itu merupakan refleksi tertinggi dari
kepentingan-kepentingan kelas bangsawan serta kelas lain yang berkuasa. Maka untuk dapat
5
menjamin kemerdekaan individu (rakyat banyak), intervensi negara harus diminimalisasi.
Namun ternyata hal ini kembali membawa dampak buruk dalam aplikasinya di dunia nyata.
Tidak diijinkannya intervensi negara membuat negara tidak berdaya apapun dalam
mencegah ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat, yang merupakan dampak dari keyakinan
bahwa individu adalah hal terpenting di atas segalanya dan keyakinan akan proses seleksi
sebagai cara untuk menghasilkan individu yang kuat. Dengan keyakinan ini, negara tidak
diijinkan untuk mengintervensi proses seleksi dalam bentuk apapun. Negara tidak memiliki
kekuatan apapun untuk menahan perbuatan-perbuatan individu (yang memiliki kekuasaan atau
akses) yang sebenarnya tidak pantas untuk dilakukan karena bertentangan dengan hak-hak umum
manusia, misalnya terjadinya eksploitasi kelas buruh yang dilakukan oleh kelas para pemilik
faktor produksi tempat buruh-buruh terebut bekerja.
BAB III
PENUTUP
6
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Internet
http://sitemaker.umich.edu/daphna.oyserman/files/sorensen_oyserman_2009_individualism_1_.p
df
http://www.laissezfaire.com/