Você está na página 1de 3

Agar Anak Bermoral Baik

Kita barangkali sangat terkejut ketika untuk pertama kali mendapati anak kita ya
ng masih belia berani melontarkan kata-kata kotor kepada guru atau orang tuanya
sendiri.
Kita barang kali sangat terkejut ketika untuk pertama kali mendapati anak kita y
ang masih belia berani melontarkan kata-kata kotor kepada guru atau orang tuanya
sendiri. Mungkin pula anak yang tadinya manis dan baik tiba-tiba mencuri uang d
alam jumlah besar, memeras teman sekelas, nyontek, belajar merokok, memfitnah te
man, atau membaca buku porno. Apakah hal demikian normal?
Meskipun saat ini semakin banyak anak terlibat kasus yang menyangkut moral, kita
tidak boleh beranggapan bahwa hal ini wajar. Pelanggaran moral bukanlah hal yan
g dapat dianggap remeh. Seyogyanyalah pelanggaran moral oleh anak dikoreksi dan
tidak dibiarkan begitu saja.
Semakin seriusnya perilaku tak bermoral yang dilakukan anak yang masih muda memb
eri petunjuk akan semakin beratnya tantangan bagi orang tua dalam mendidik anak.
Mengapa anak berperilaku buruk? Salah satu kemungkinannya adalah karena semakin
jarangnya kehdirang orang tua di rumah. Jumlah waktu yang dipakai orang tua unt
uk mengajar anak-anaknya hidup secara benar juga semakin berkurang. Akibatnya pe
ngenalan anak terhadap kehidupan orang tuanya sendiri juga semakin sedikit. Pada
hal anak perlu menyaksikan orang tuanya secara langsung untuk memperoleh contoh
nyata hidup yang bermoral.
Kesulitan bertambah ketika anak justru memperoleh pengajaran yang kurang patut,
baik melalui televisi, teman sekolah, maupun dari orang dewasa di sekitarnya. Ke
tika perilaku butuk anak terbentuk menjadi pola kebiasaan, perilaku itu sudah se
makin sulit dibelokkan lagi. Karena itu, kita perlu memanfaatkan waktu sebaik-ba
iknya untuk membentuk perilaku moral anak-anak kita.
Pembentukan moral anak tidak bisa dilakukan tanpa arah tujuan. Jadi, sangalah pe
rlu bagi orang tua untuk menyiapkan konsep dan alat mendidik seawal mungkin, kal
au bisa sebelum pengajaran moral itu diterapkan.
Berikut ini adalah beberapa prinsip mendidik yang perlu kita perhatikan.
Target dan Standar Moral
Moral selalu bersangkut-paut dengan nilai-nilai mengenai baik dan buruk atau jah
at. Bila kita menginginkan anak kita bermoral tinggi, kita tentunya perlu menget
ahui terlebih dulu apa tolok ukur perilaku yang baik atau buruk itu.
Tolok ukur yang tidak pernah berubah dari zaman ke zaman adalah prinsip-prinsip
hidup kudus sebagaimana yang diajarkan oleh Alkitab. Daud dalam Mazmur 119:9 men
yatakan demikian, "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?
Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu."
Orang tua perlu membaca firman Tuhan setiap hari untuk mengasah pandangan moraln
ya. Secara naluri kita memang mengetahui bahwa mengambil milik orang lain tanpa
persetujuan dan kerelaan si empunya barang adalah tindakan yang tidak terpuji. N
amun lingkungan pergaulan yang buruk dan kebiasaan yang kita contoh dapat menump
ulkan bisikan nurani yang lurus dan bersifat naluriah ini. Orang yang sering men
yakiti orang lain melalui tutur katanya mungkin tidak merasa bersalah karena ber
anggapan bahwa yang ia lakukan itu hanya semacam pembelaan diri. Padahal kita di
minta untuk mengendalikan lidah kita (Yakobus 3:1-12). Demikian pula orang yang
melakukan penjarahan sering merasa punya hak melakukan hal demikian dengan alasa
n dirinya hidup miskin. "Menjarah orang kaya tidak akan mengurangi kekayaannya",
demikian alasan yang sering kita dengar. Bila kita sebagai orang tua menolerir
hal-hal demikian, kemungkinan besar anak pun akan berlaku amoral dengan mengguna
kan berbagai alasan. Hanya dengan berpegang pada firman yang hidup itu, kita dap
at memperoleh patokan berperilaku moralistik.
Alasan lain diperlukannya standar moral sesuai dengan firman Tuhan ini adalah ba
hwa sering kali orang tua tanpa sengaja mendidik anak untuk memuaskan kebutuhan
orang tua dan kebutuhan anak itu sendiri. Padahal seharusnya kita mendidik anak
agar mereka mengenal dan menyenangkan Tuhan yang adalah sumber moral itu sendiri
. Sebagai contoh, ada cukup banyak orang tua yang memaksa anak berkata jujur kep
ada orang tua, namun meminta anak berkata dusta kepada tamu yang orang tua tidak
sukai di saat lainnya. Contoh lain adalah orang tua yang mengajarkan pentingnya
uang sedemikian rupa sehingga anak menomorsatukan uang dalam hidup mereka. Pada
hal Alkitab cukup banyak mengingatkan kita akan pentingnya hidup jujur terhadap
uang dan tidak mendewakan uang. Yesus mengatakan, "Tak seorang pun dapat mengabd
i kepada dua tua. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengas
ihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yan
g lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Matius 6:24).
Alkitab juga mengajarkan bahwa kita tidak mungkin dibenarkan oleh usaha kita unt
uk berbuat baik. Kita dibenarkan oleh iman kepada Yesus Kristus dan bukan oleh p
erbuatan-perbuatan baik kita (Galatia 2:16). Alasan perlunya hidup bermoral baik
adalah bahwa kita harus menghidupi iman kita. "Jika iman itu tidak disertai per
buatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yakobus 2:17). Jadi agar ana
k bermoral baik, langkah pertama adalah memimpin mereka untuk beriman kepada Yes
us Kristus yang menebus dosa mereka. Berikutnya adalah agar mereka dapat hidup k
udus meneladani Kristus.
Ada sebuah catatan lagi, yakni perlaku moral bukanlah terutama soal tidak menaat
i peraturan. Perilaku moral lebih banyak bersangkut-paut dengan sikap hati. Jadi
, meskipun kita berusaha mengarahkan perilaku anak yang kasat mata, kita perlu l
ebih memusatkan perhatian pada sikap hati anak kita. Tujuan kita pada akhirnya a
dalah tertanamnya sikap kasih, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan pada an
ak-anak kita.
Proses Pencapaian Moral
Dalam mendidik, kita harus membedakan tindakan yang disengaja dan yang tidak dis
engaja anak. Kita dapat mengetahui bahwa suatu tindakan yang kita larang dengan
sengaja dilanggar anak dengan mengamati tiga hal berikut. Pertama, anak telah su
ngguh-sungguh memahami apa yang seharusnya ia lakukan. Kedua, anak telah tercuku
pi kebutuhan fisik dan psikis utamanya. Ketiga, anak sudah mampu melakukan sebag
aimana yang dituntut darinya dan dapat dimintai tanggung jawabnya.
Nah, bila kita yakin bahwa ia sudah mampu bertanggung jawab, namun sengaja melan
ggar, kita boleh menerapkan tindakan koreksi dalam bentuk hukuman. Repotnya, sek
alipun adakalanya kita yakin bahwa anak kita telah sungguh memahami apa yang kit
a harapkan, mereka sebenarnya belum mencapai tahapan pemahaman sebagaimana yang
kita bayangkan. Anak yang belum dapat membedakan antara fakta dan fiksi sering m
encampuradukkan keduanya sehingga tampak seperti berbohong. Ada juga anak yang m
embawa pulang barang-barang milik sekolah karena ia melihat hal yang sama dilaku
kan oleh teman-temannya. Kesalahpahaman dan ketidakmengertian anak yang serta-me
rta berbuntut hukuman dari orang tua dapat membuat anak terluka dan sebagian ana
k menjadi semakin keras kepala. Sebagian lainnya menjadi anak yang manis di depa
n kita, tetapi melakukan berbagai pelanggaran ketika mereka berada dalam situasi
tanpa pengawasan. Jadi, bila anak melakukan pelanggaran, kita perlu meyakinkan
diri dahulu mengenai apakah mereka benar memahami bahwa tindakannya melanggar pr
insip moral. Bila mereka belum mengerti tentang hal ini, tugas kita adalah membe
ri penjelasan kepadanya.
Cukup sering pula anak melakukan tindakan yang salah karena kebutuhannya belum t
ercukupi. Anak yang kurang memperoleh perhatian orang tua mungkin akan melakukan
pelanggaran di sekolah demi memperoleh perhatian guru, teman, dan orang tuanya.
Mungkin juga anak yang menyontek di sekolah melakukan hal ini karena nilai bagu
s yang diperolehnya merupakan satu-satunya cara untuk meraih pujian orang tuanya
. Ada anak yang melakukan pencurian karena ia diperas oleh anak lain yang lebih
berkuasa. Anak menyerah terhadap usaha pemerasan ini dan terpaksa membayar 'upet
i' lewat mencuri. Mungkin anak ini terpaksa melakukan hal demikian karena tidak
memperoleh rasa aman yang cukup dari orang tuanya dan terpaksa bertindak menurut
caranya sendiri. Orang tua sang anak mungkin jarang mengetahui masalah anak kar
ena tidak menjalin komunikasi secara memadai dengannya.
Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah bahwa anak yang masih muda memerluka
pengawasan yang banyak agar dapat berperilaku baik. Koreksi juga perlu cukup ser
ing dilakukan. Namun kita perlu mengendorkan pengawasan sedikit demi sedikit ket
ika anak mulai memahami prinsip moral dan mulai dapat mengambil keputusan moraln
ya sendiri. Sehubungan dengan hal ini, ada dua kecenderungan yang harus kita hin
dari. Pertama, orang tua seyogyanya tidak bersikap membiarkan ketika kita menemu
kan pelanggaran moral yang pertama kali dilakukan anak. Orang tua perlu segera m
enasihati anak dan meminta mereka tidak melakukannya lagi. Pengawasan orang tua
yang kurang ketika anak masih muda akan membuat perilaku moral mereka yang terla
njur menyimpang semakin sulit dikendalikan ketika mereka beranjak remaja. Kedua,
orang tua seyogyanya tidak secara terus-menerus mengawasi dan mengoreksi setiap
kesalahan yang dilakukan anak. Sebab setiap anak memerlukan ruang untuk melakuk
an kesalahan dan memperbaikinya. Anak juga memerlukan pengampunan dari orang tua
hingga batas-batas tertentu. Bila anak terlalu banyak diawasi, dikoreksi, dan d
ihukum, anak mungkin melakukan lebih banyak pelanggaran. Pelanggaran terjadi mun
gkin karena anak tidak tahan dengan kontrol ketat orang tua sehingga mereka memb
erontak. Selain itu, anak melanggar karena fokus perhatiannya lebih tertuju kepa
da kesalahan dan bukan pada kebaikan yang seharusnya lebih banyak mereka lakukan
.
Jadi tujuan orang tua memberi koreksi dan pengawasan adalah untuk secara bertaha
p membuat anak dapat mengambil keputusan moralnya secara mandiri.
Cara Mendidik
Kita baru dapat menghasilkan anak yang bermoral baik bila menggunakan cara mendi
dik yang juga tepat. Cara yang paling efektif tentunya adalah melalui kesaksian
hidup kita sendiri. Orang tua perlu mengusahakan agar hidupnya bersih. Lalu baga
imana bila orang tua sendiri dalam ketidaksempurnaannya melakukan pelanggaran mo
ral yang sempat disaksikan anaknya? Dalam situasi seperti ini, anak tetap akan m
enghargai orang tuanya bila orang tua segera bertobat dan menunjukkan penyesalan
mendalam.
Cara efektif lain yang orang tua dapat dilakukan adalah lewat bercerita. Orang t
ua dapat meluangkan waktu setiap harinya untuk berbincang dan bercerita dengan a
nak. Lewat cerita Alkitab dan cerita lain yang berisi pengajaran moral, anak dap
at diberi pemahaman tentang moral. Selain itu, waktu bercerita juga dapat kita m
anfaatkan untuk memahami pergumulan moral anak dalam pengalaman hidup sehari-har
i. Dengan demikian kita pun dapat memahami cara berpikir anak dan mengoreksinya
bilamana perlu.
Kita juga perlu memberi sanksi untuk mengoreksi pelanggaran moral yang secara se
ngaja dilakukan anak bilamana ia tidak menunjukkan penyesalan. Sebaliknya, peril
aku terpuji anak juga perlu memperoleh pujian dan penghargaan orang tua. Dengan
bertindak demikian, berarti orang tua sedang bertindak untuk memperkuat prinsip
moral anak. Mengingat besarnya peran lingkungan terhadap pembentukan moral anak,
kita tidak boleh lupa mendoakan anak-anak kita. Setiap orang tua perlu memohon
hikmat dari Tuhan untuk bukan saja dapat mendidik anaknya, tetapi kita memohon T
uhan menjaga anak-anak kita dari pengaruh si jahat.
Kondisi saat ini memang cukup menyulitkan kita dalam mendidik anak. Tetapi kita
tetap dapat memiliki anak yang bermoral baik dengan bersandarkan kekuatan dari T
uhan.?

Você também pode gostar