Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ISSN 1412-663X
HARMONI
Jurnal Multikultural & Multireligius
PEMBINA:
Kepala Badan Litbang & Diklat Departemen Agama RI
PENGARAH:
Sekretaris Badan Litbang & Diklat Departemen Agama RI
PEMIMPIN UMUM/PENANGGUNG JAWAB:
Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan
PEMIMPIN REDAKSI:
M. Yusuf Asry
SEKRETARIS REDAKSI:
Akmal Salim Ruhana
DEWAN REDAKSI:
M. Atho Mudzhar (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
Rusdi Muchtar (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Muhammad Hisyam (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Muhaimin AG (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Muh. Nahar Nahrawi (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
Ahmad Syafi’i Mufid (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
Nuhrison M. Nuh (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
Sjuhada Abduh (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
Mursyid Ali (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
Bashori A. Hakim (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
Mazmur Sya’roni (Litbang dan Diklat Dep. Agama)
SIRKULASI & KEUANGAN:
Fatchan Kamal
Fauziah
SEKRETARIAT:
Reslawati
Achmad Rosidi
Zabidi
REDAKSI & TATA USAHA:
Gedung Bayt Al-Quran, Museum Istiqlal, Taman Mini Indonesia Indah
Jakarta Telp. 021-87790189 / Fax. 021-87793540
Email : harmoni2007@gmail.com
PENERBIT:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang & Diklat
Departemen Agama RI
Jurnal Harmoni terbit tiga bulan sekali. Redaksi menerima tulisan mengenai wawasan multikultural &
multireligius baik artikel, makalah, laporan penelitian, hasil wawancara, maupun telaah pustaka. Panjang
tulisan antara 10-15 halaman kwarto 1,5 spasi, diserahkan dalam bentuk print out dan file. Redaksi berhak
menyunting naskah tanpa mengurangi maksud tulisan. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis.
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi
Fenomena Aliran Keagamaan
Dewan Redaksi____ 5
Gagasan Utama
Faham Islam Transnasional dan Proses Demokratisasi di Indonesia
Ahmad Syafi’i Mufid ____8
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Faham/Gerakan Islam Radikal
di Indonesia
Nuhrison M.Nuh ____ 35
Gerakan Samin dan Misteri Agama Adam
Muhaimin AG ____ 48
Penelitian
Transformasi Aliran dan Paham Keagamaan: Kasus Amanat
Keagungan Ilahi (AKI) Kurnia Wahyu ke Majelis Dzikir dan
Shalawatan
M. Yusuf Asry ____ 63
Konflik Sunni-Syiah di Bondowoso
Imam Syaukani ____ 81
Jam’iyyatul Islamiyah (Jm I): Menuju Paradigma Baru yang Lebih
Inklusif
Kustini ____ 103
Gereja Baptis Indonesia Getsemani Kota Kediri: Membangun
Kerukunan melalui Pelayanan Kesehatan
Asnawati ____ 118
Tokoh
Meneladani Syaikh Yusuf Al-Makassari: Mursyid Tarekat dan Sosok
Pejuang
Syahda Aghnia ____ 197
Analisis Buku
Aliran Paham Keagamaan
Bashori A. Hakim ____ 208
Dewan Redaksi
B ak cendawan di musim hujan, berbagai
aliran paham keagamaan bertumbuhan
satu demi satu di sekitar atau di antara agama-
agama dan keyakinan masyarakat yang sudah
lebih dahulu mapan. Keberadaan semua aliran
yang ada mau tidak mau mengundang
perhatian seluruh elemen masyarakat dan
terkadang dipersepsikan sebagai ancaman bagi
mereka yang dikategorikan sebagai mayoritas
besar. Labelisasi pejoratif hingga judgement
‘menyimpang’ kerapkali diarahkan sang
mayoritas pada aliran-aliran (kecil) itu. Dalam
satu dan lain hal, pergesekan akibat pertemuan
pro-kontra atau antaraliran pun tak jarang
mengarah pada suatu tindak kekerasan.
Jika kita sepakat dengan paradigma
mayoritas-minoritas, dalam kaitannya dengan
labelisasi siapa yang menyimpang, misalnya,
sesungguhnya terjadi kerelatifan. Bahwa dalam
kondisi tertentu (ketika suatu aliran masih kecil)
maka ia akan dianggap menyimpang atau
sesat, namun jika sudah besar dan memiliki
cukup banyak pengikut, bisa jadi tidak lagi
dalam status sebelumnya. Jadi, apakah klaim
kebenaran ada pada mayoritas (?).
Menarik menyimak pendapat Martin
van Bruinessen tentang aliran atau yang
disebutnya gerakan sempalan, “bahwa gerakan
Pendahuluan
dengan nama Islamic Cultural Centre di Jakarta. Melalui ICC, ajaran dan
gerakan Syi’ah kontemporer diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia.
Mesir meskipun secara resmi tidak terlibat dalam diseminasi ajaran dan
faham keagamaan, tetapi mahasiswa Indonesia di Mesir jumlahnya cukup
banyak. Saudi Arabia dengan program beasiswa yang besar dan bantuan
keuangannya untuk pesantren dan masjid, faham dan ideologi Salafi/
Wahabi berkembang di mana-mana.
Berikut adalah beberapa organisasi dan gerakan Islam kontemporer
yang bersinggungan dengan faham transnasional yang tumbuh dan
berkembang pasca reformasi:
1. Faham Salafi dan Turunannya
Salaf adalah istilah yang secara harfiah berarti lama, kuno atau yang
lalu. Kata salaf seringkali dikaitkan dengan kata ulama, ulama salaf yang
berarti ulama lama sebagai lawan dari ulama baru (khalaf) atau
kontemporer. Salafi dalam konteks faham keagamaan adalah penisbatan
kelompok orang atau komunitas yang mempraktikkan Islam sebagaimana
dalam teks al-Qur’an, as-Sunnah sebagaimana yang diamalkan oleh para
sahabat Nabi Muhammad SAW. Salafi atau salaf al-shaleh adalah para
sahabat dan tabiin dan tabiit tabiin. Jadi mereka yang hidup pada masa
setelah nabi, para sahabat, pengikut sahabat atau tabiin hingga generasi
tiga yaitu para pengikut tabiin atau tabiit tabiin. Mereka dianggap sebagai
orang-orang yang telah memahami dan mempraktikkan Islam secara
benar. Pada era awal perkembangan Islam, salafi bukan faham, aliran,
apalagi sebuah ideologi. Salafi adalah sebuah praktik keberagamaan yang
sangat berbeda dengan praktik keagamaan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok seperti Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Qodariyah dan
Jabariyah. Pemahaman dan praktik keagamaan seperti ini belakangan
diformulasikan dengan istilah ahlu al-sunnah wa al-jamaah.
Perubahan sosio-kultural, ekonomi dan politik yang terus menerus,
juga dialami oleh masyarakat muslim. Dimulai dari pertumbuhan pada
zaman Nabi, perkembangan pada al-khulafa al-rasyidun, kejayaan pada
masa dinasti Umayyah dan Abbasiah dan keruntuhan pada akhir dinasti
Abbasiah dan Umayyah di Spanyol, cita-cita untuk mewujudkan Islam
sebagai acuan dan tatanan kehidupan umat manusia terus hidup dan
mengalami penafsiran ulang. Formulasi teologis, salafisme pasca
Banyak pihak melihat HTI sebagai gerakan radikal, tapi tak ada
doktrin yang menunjukkan HT sebagai penganut ahlu sunnah wal jamaah
(salafi/wahabi). Kalau toh HT berbicara syariat nampak dalam aksi
demonstrasi- mereka hanya meneriakkan “Selamatkan Indonesia dengan
Syari’ah” atau “Saatnya Khilafah Memimpin Dunia”. Tentang penerapan
syari’ah, HT tidak berbicara banyak. Dalam pengajian tidak pernah
disinggung masalah khilafiyah dengan kelompok Islam lain. Kajiannya
bersifat analitis tentang problem umat (ekonomi dan pendidikan). Mereka
mengkaji Islam, dan bukan faham ulama atau aliran mazhab. Sekali lagi,
klasifikasi HT sebagai bagian dari gerakan Salafi “ radikal” tidak didukung
dengan bukti.23
Tujuan didirikannya partai ini adalah untuk melangsungkan
kehidupan Islam dan menegakkan kembali khilafah Islamiyah (penegakan
syari’ah), membangkitkan umat Islam dengan kebangkitan yang benar,
melalui pola berfikir yang cemerlang. Kegiatan HT utamanya adalah
politik.24 Pemikiran tentang perlunya dihidupkan kembali khilafah
(khilafah ‘ala minhaj an nubuwwah) juga digagas oleh putra Indonesia,
Wali al-Fattah. Berbeda dengan HT, Hizbullah yang didirikan oleh Wali
Al-Fattah bersifat non-politik.25 Jama’ah Muslimin (Hizbullah) ditetapi
kembali pada tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H/ 10 Agustus 1953 M. Gerakan
ini menurut pendirinya bukan organisasi, bukan partai, bukan perserikatan
dan lain-lain bentukan yang sifatnya politis. Antara HT dengan Jama’ah
Muslim memiliki tujuan yang sama, tetapi pendekatan yang dipakai
berbeda. Gerakan yang pertama bersifat politik sedangkan yang kedua
non-politik. Faham keagamaan yang mengusung cita-cita menegakkan
kembali khilafah ’ala minhajin nubuwah lainnya adalah Khilafatul Muslimin
pimpinan Abdul Qadir Baraja, kerabat Abu Bakar Ba’asyir.
3. Ikhwanul Muslimin (IM)
Al-Ikhwan al-Muslimun adalah sebuah gerakan Islam terbesar di
zaman modern ini. Seruannya adalah mengajak kembali kepada Islam
sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengajak
menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Gerakan ini berdiri
dan berkembang sebagai respon terhadap arus sekularisasi di dunia Arab
dan Islam.26 Gerakan IM didirikan pada bulan Dzul Qaidah 1327 H/April
1928 M di Ismailiyah, Mesir oleh Syaikh Hasan al-Banna. IM adalah
5. Syi’ah
Aliran atau faham Syi’ah sebenarnya sudah lama ada di Indonesia.
Menurut Parlindungan, faham Syiah telah ada bersamaan dengan proses
Islamisasi di Indonesia. Prof. Baroroh Barid juga menyatakan banyak adat
istiadat yang masih dijunjung tinggi di berbagai wilayah Indonesia
merupakan sisa-sisa peninggalan Syi’ah.33 Kajian tentang Syi’ah di
Indonesia mulai ramai dilakukan oleh para ilmuwan setelah Imam
Khomaini berhasil menumbangkan Syah Iran (Reza Pahlevi) pada tahun
1979 melalui sebuah revolusi.34
Publikasi pers tentang Syiah membuatnya kian populer, apalagi
setelah jaringan pengiriman pelajar ke Qum dibuka. Beberapa orang
Indonesia belajar di madrasah-madrasah dan perguruan tinggi Qum.
Sepulang mereka ke tanah air, mulai mengajarkan Syiah. Beberapa yayasan
didirikan. Pesantren, madrasah dan sekolah berhaluan Syi’ah juga dirintis.
Para pecinta dan pengamal ajaran Syiah kini ada yang mengkristal dalam
Ikatan Jamaah Ahlu Bait Indonesia (IJABI) yang didirikan oleh Jalaluddin
Rakhmat dan kawan-kawan di Bandung pada 1 Juli 2000. Saat ini
pengurus IJABI mengklaim telah memiliki 29 pengurus wilayah, 83
pengurus daerah dan 145 pengurus cabang dengan anggota berjumlah
2.500.000 orang.35
Syi’ah di Indonesia belum dianggap gerakan politik praktis.
Pengembangan faham melalui pengajian, tulisan maupun sekolah dan
atau pondok pesantren. Afiliasi pada partai politik selama Pemilu maupun
PILKADA juga tidak terdengar. Faham Syi’ah memperkenalkan
keutamaan keluarga Rasulullah SAW (Ahli al-Bait), ajaran dan penderitaan
yang dialami sepanjang sejarah. IJABI maupun Islamic Cultural Centre
(ICC)36 giat sekali menggelar forum kajian, ceramah dan perayaan hari-
hari suci kaum Syi’ah seperti Asyura (10 Muharram), Nishfu Sya’ban (15
Sya’ban), Al-Ghadir (setiap tanggal 18 Dzul Hijjah) dan perayaan peristiwa
lainnya. Pada kesempatan ini, khususnya di Jakarta, dihadirkan tokoh-
tokoh dari Iran dan memberikan ceramah serta dialog. Selain itu, mereka
juga peduli terhadap kaum papa (mustad’afin) melalui santunan dan
pemberdayaan. Menerbitkan buku, menyelenggarakan pengajian dan
pembacaan doa Kumail pada setiap malam Jum’at adalah bentuk
diseminasi ajaran Syi’ah. Kaum muda yang tertarik mempelajari Syi’ah
tidak ambil bagian (absent) dalam keputusan politik negara. Berbeda lagi
dengan gerakan bawah tanah yang diduga menganut faham Salafi Jihadis
(Al-Jamaah al-Islamiyah, Tanzhim al-Qaeda, NII dan faksi-faksinya) yang
memaksakan kehendak untuk penerapan syariat Islam, melakukan
perlawanan pada simbol barat. Radikalisme dan teror atas nama agama
yang sering dialamatkan kepada kelompok Salafi ternyata sebuah
generalisasi yang sangat berbahaya. Sesungguhnya, Salafi yang paling
berpengaruh pasca reformasi di Indonesia adalah Salafi Dakwah yang
radikal dalam urusan furu’iyah. Meskipun tidak berpolitik, tetapi wacana
dan gerakannya menakutkan dan memposisikan ahli sunnah wal jamaah
tradisional sebagai sasaran dakwah. Pertentangan antara keduanya (salafi
versus salafiyah) tidak terelakkan berakibat lemahnya bangunan sosio-
kultural bangsa Indonesia.
Program pengembangan wawasan multikultural pada masa
mendatang dapat melibatkan kelompok penganut faham transnasional
untuk merumuskan etika beragama dan etika berbeda pendapat perlu
dilakukan oleh Departemen Agama. Dalam waktu yang lama dapat
dimulai eksperimen kerjasama antar penganut faham transnasional dalam
mengelola dakwah, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Bagi yang
hendak melakukan makar dan mencoba untuk melakukan pemisahan
diri dari negara Republik Indonesia perlu ditindak dan dikenakan sanksi
hukum yang seberat-beratnya.
Kesimpulan
Faham atau aliran apapun yang dipasarkan di Indonesia pasti ada
peminat. Indonesia adalah lahan subur bagi persemaian faham keagamaan.
Ungkapan “setiap benih yang kau tanam di Indonesia pastilah tumbuh”
benar-benar terbukti dan nyata baik pada masa lalu, masa kini, dan
kemungkinan pada masa mendatang. Faham yang moderat cenderung
lebih diterima daripada faham radikal. Islam dengan coraknya yang
moderat telah ditunjukkan pada saat mempersiapkan kemerdekaan
(menyusun UUD) sampai proses demokratisasi Indonesia di era global.
Proses saling serap menyerap (asimilasi) antara faham transnasional
dan budaya Indonesia selalu terjadi. Hal ini yang mendorong timbulnya
pengambilan kebijaksanaan kenegaraan secara demokratis. Sumbangan
Islam sangat besar dalam mewujudkan, menjaga, dan mengembangkan
Catatan Akhir
1
Lihat Mahmoud M. Ayoub. The Crisis of Muslim History: Akar-akar Krisis Politik
dalam Sejarah Muslim. (The Crisis of Muslim History:Religion and Politics in Early
Islam). Bandung: Mizan, 2004. (terj. Munir A. Muin). Bandingkan dengan M.
Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandeng Tangan Mungkinkah? Kajian Atas Konsep
Ajaran dan Pemikiran. Jakarta: Penerbit. Lentera Hati, 2007, khususnya bab
pendahuluan. Juga Farag Fouda. Kebenaran Yang Hilang: Sisi Kelam Praktik Politik dan
Kekuasaan Dalam Sejarah Kaum Muslim (Al-Haqiqah al-Ghaybah), Jakarta: Balai Penelitian
dan Pengembangan Agama Jakarta bekerjasama dengan Yayasan Wakaf
Paramadina, 2007, hlm. 45-89.
2
Tentang perkembangan penyiaran faham keagamaan pada awal
penyiaran Islam di Nusantara lihat antara lain, Mangaradja Onggang
Parlindungan. Tuanku Rao: Teror Agama Islam Madzhab Hambali di TanahBatak 1816-
1833. Jakarta: Penerbit Tanjung Pengharapan, 1964. Berbagai aliran tarekat
kontemporer dapat dilihat antara lain dalam buku penulis. Tangklukan, Abangan
dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa. Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia,
2006.
3
Istilah “ahlu sunnah wal jamaah” adalah kategori faham keagamaan
yang dianut oleh kalangan”tradisionalis”, teruma NU. Belakangan, istilah ahlu
sunnah wal jamaah dipergunakan oleh kauma Wahabi atau Salafi secara jelas
dan tegas, seperti Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wan Jamaah yang dipimpin
oleh Ustadz Ja’far Umar Thalib, atau nama sebuah Radio Dakwah Ahlu Sunnah
wal Jamaah di Cileungsi, Bogor milik jamaah Salafi (Wahabi). Bandingkan dengan
Andree Feillard. NU vis-a-vus Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna.Yogyakarta:
LkiS. Cet.2. 2008, hlm 8-12.
4
Data survei Freedom House diambil dari Rumadi. Masyarakat Post Teologi:
Wajah Baru Agama dan Demokratisasi di Indonesia. Bekasi: Penerbit Gugus Press, 2002,
hlm 260.
5
Lihat John L. Esposito & Dahlia Mogahed. Saatnya Muslim Bicara: Opini Umat
Muslim Tentang Islam, Barat, Kekerasan, HAM, dan Isu-Isu Kontemporer Lainnya ( Judul asli
“Who Speaks for Islam”?). Bandung: Mizan, 2008, hlm. 73-84 (Terj. Eva. Y. Nukman).
6
Mafri Amir. Reformasi Islam Dunia Melayu-Indonesia: Studi Pemikiran, Gerakan,
dan Pengaruh Syaikh Muhammad Thahir Jalal al_Din 1989-1956. Jakarta: Puslitbang
Lektur Keagamaan, 2008, hlm. 2-3.
7
Deliar Noer. The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942. Singapore:
Oxford University Press (East Asian Historical Monographs).
8
Mark R. Woodward. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.
Yogyakarta: LKiS, 1999, hlm. 113-114.
9
Iskandar Zulkarnain. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LKiS,
2006, (cet.2).
10
Azyumardi Azra. “Pengantar” dalam Iskandar Zulkarnain. Gerakan
Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LKiS. Cet.2. 2006.
11
Bagaimana peranan MIAI dalam pergerakan Indonesia merdeka dan
Masyumi dalam keikutsertaannya mempersiapkan kepemrdekaan Indonesia
antara lain dapat dilihat pada Harry J. Benda. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam
Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya, Cet.I, 1980 (terj. Daniel
Dhakidae).
12
Ibid, hlm 325 . Catatan Bab delapan No. 59.
13
Alamsyah Ratu Perwiranegara menyebutnya sebagai pengorbanan
dan sekaligus hadiah terbesar umat Islam bagi bangsa Indonesia demi menjaga
persatuan, yang disampaikan pertama kali pada Rapat Kerja GUPPI di Bandung,
lihat Pelita, 12 Juni 1978 hlm.1.
14
SM Kartosoewirjo. Daftar Oesaha Hidjrah PSII, Malangbong: Pustaka Darul
Islam, 1948, hlm 2.
15
Tentang perdebatan ideology Pancasila pada sidang-sidang Konstituante
dapat dilihat pada, Ahmad Syafii Maarif. Islam dan Pancasila Sebagai Dasar Negara:
Studi tentang Perdebatan dalam Konstituente. Jakarta: LP3ES. Edisi Revisi, 2006.
16
Lihat Bachtiar Effendy, Hendro Prasetyo, Arief Subhan. “Munawir
Sjadzali, MA: Pencairan Ketegangan Ideologis” dalam Azyumardi Azra dan
Saiful Umam (ed). Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik. Jakarta: Badan
Litbang Agama Departemen Agama RI bekerjasama dengan PPIM-IAIN Jakarta,
1998.
17
Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (ed). Islam dan Radikalisme di
Indonesia. Jakarta: LIPI Press, 2005, juga Jamhari dan Jajang Jahroni. Gerakan
Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004.
18
Yaroslav Trofimof. Kudeta Mekkah: Sejarah yang Terkuak, Jakarta: Alvabet,
2007. Dalam buku ini Juhaiman dianggap sebagai inspirator radikalisme Islam
masa kini yang mempengaruhi Aktivis Islam Mesir, Islambuli melakukan
pembunuhan terhadap Gamal Abdul Nasr dan Osama bin Laden memimpin
perlawanan terhadap Amerika dan para pendukungnta serta tokoh-tokoh radikal
lainnya.
19
Jamhari dan Jajang Jahroni. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2004. hlm, 67.
20
Lihat Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (ed). Islam dan Radikalisme di
Indonesia. Jakarta: LIPI Press, 2005 hlm 248-265, bandingkan dengan Jamhari dan
Jajang Jahrani (ed). Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
2004 hlm.47-82.
21
Abu Bakar Baasir & Umat Islam Surakarta. Surat-Surat Kepada Penguasa.
Klaten: Kafayeh Cipta Media. 2008, hlm. 138-153.
22
Penulis banyak mengamati kegiatan pengajian, diskusi, seminar dan
konferensi International Hizbut Tahrir tidak menunjukkan gejala radikalisme.
Belakangan masuknya Munarman dalam seminar dan diskusi HTI terdapat
kecenderungan radikalisme terutama berkaitan dengan anti Amerika Serikat.
23
Lihat Abdul Qadim Zallum. Mengenal Sebuah Gerakan Islam di Timur Tengah,
Hizbut Tahrir. Jakarta: al Khalifah. 1993. Pada tahun 1995 saya mencoba melakukan
penelitian tentang Hizbut Tahrir di IPB Bogor mengalami kegagalan karena sulit
mencari informan kunci. Sekarang gerakan Hizbut Tahrir sudah sangat mudah
diidentifikasi. Hampir di setiap kampus universitas terkemuka di Indonesia
terdapat gerakan atau organisasi ini.
24
Untuk mengetahui tentang gerakaan jamaah, lihat Wali Al Fattah. Khilafah
‘Ala Minhajin Nubuwah: Jalan Keluar Penyatuan Kaum Muslimin. Jakarta: Al-Amanah.
Cet. Kedua. 1995 (Penyunting: Muhadjir Al-Murtaqi, Ahmad Zubaidi dan
Abdullah).
25
Greg Fealy dan Anthony Bubalo.Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur
Tengah di Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan bekerja sama dengan Lowy Institute
for International Policy. 2007. hlm 108.
26
Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMI. Al Mausu’ah Al Maisirah fi al
Adyan wa al Madzaahib Al Ma’ashirah (Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Akar
Ideologis dan Penyebarannya). Jakarta: Al Ishlahi Press, Cet.2 Tahun 1995. (terj.
A.Najiyullah).
27
Abdul Hamid al Ghazali. Haula Asaasiyat al Masyru’i al Islamiyi Li Nadhati al
Ummah: Qiraah fiFikri al Imam Asy Syahid Al Ustadz Hasan al Banna. (Pilar-pilar
Kebangkitan Umat : Intisari Buku Majmu’atur Rasil). Jakarta: Al I’tishom Cahaya
Umat. Cet.5 Tahun 2005 (Terj. Khozin Abu Faqih dan Fachruddin).
28
Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMI, op cit. Hlm10-13.
29
Lihat Hamid Basyaib, Hamid Abidin (Editor). Mengapa Partai Islam Kalah?
Perjalanan Politik Islam dari Pra Pemilu ’99 sampai Pemilihan Presiden. Jakarta: Alvabet,
1999. Bandingkan dengan Greg Fealy dan Anthony Bubalo, op cit, hlm 111.
30
Abdul Hamid al Ghazali. Haulun Asaasiyat al Masyru’i al Islamiyi Li Nadhati al
Ummah: Qiraah fiFikri al Imam Asy Syahid Al Ustadz Hasan al Banna. (Pilar-pilar
Kebangkitan Umat : Intisari Buku Majmu’atur Rasil)
31
Informasi ini diperoleh dari paparan Firmansyah PhD pada acara diskusi
buku Mengelola Partai Politik yang diselenggarakan Yayasan Obor Indonesia,
pada tanggal 4 Juni 2008.
32
Lihat Mursyid Ali dan Ahsanul Khalikin. “Jamaah Tabligh di Kota Ternate“
dalam Mursyid Ali & Achmad Rasidi (ed). Kasus-Kasus Aliran/Faham Keagamaan
Aktual di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Litbang dan Diklat, 2007.
33
Lihat Ahmad Syafii Mufid. Bianglala di Atas Katulistiwa: Dinamika Pemahaman
dan Gerakan Islam di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu., 1988 hlm 6-11.
34
Penulis pernah melakukan penelitian tentang Syi’ah melalui studi tokoh,
yakni Ustadz Abdul Qadir Bafaqih, pemimpin Pondok Pesantren al-Khairat,
Bangsi, Jepara, Jawa Tengah pada tahun 1982.
35
Imam Syaukani dan Achmad Rasidi. “Telaah Kasus Tindak Kekerasan
terhadap Kelompok Ijabi di Kabupaten Bondowoso” dalam Mursyid Ali dan
Achmad Rasidi. Kasus-Kasus Aliran/Faham Keagamaan Aktual di Indonesia. Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama. 2007 hlm.142.
36
Islamic Cultural Centre sebuah lembaga yang didirikan oleh pemerintah
Iran yang bermarkas di wilayah Jakarta Selatan.
37
Saiful Mujani. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik
di Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007. hlm 77.
38
Semula ada kecurigaan terhadap PK (PKS), diisukan memiliki agenda
tersembunyi. Nyatanya, dalam berbagai PILKADA, PKS dapat bekerjasama
dengan berbagai partai termasuk kerjasama dengan Partai Damai Sejahtera yang
berideologi Nasrani.
Daftar Pustaka
Jamhari dan Jajang Jahroni. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2004.
Kartosoewirjo, SM. Daftar Oesaha Hidjrah PSII, Malangbong: Pustaka Darul Islam,
1948.
Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMI. Al Mausu’ah Al Maisirah fi al Adyan wa
al Madzaahib Al Ma’ashirah (Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Akar Ideologis dan
Penyebarannya). (terj. A.Najiyullah). Jakarta: al-Ishlahi Press, 1995. Cet.II.
Maarif, Ahmad Syafi’i. Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan
dalam Konstituente. Jakarta: LP3ES, 2006. Edisi Revisi.
Mufid, Ahmad Syafi’i. Bianglala di Atas Katulistiwa: Dinamika Pemahaman dan Gerakan
Islam di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1988.
_____ . Tangklukan, Abangan dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa. Jakarta: Penerbit
Yayasan Obor Indonesia, 2006.
Mujani, Saiful. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demo-krasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia
Pasca Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Noer, Deliar. The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-1942. Singapore: Oxford
University Press (East Asian Historical Monographs).
Parlindungan, Mangaradja Onggang. Tuanku Rao: Teror Agama Islam Madzhab Hambali
di TanahBatak 1816-1833. Jakarta: Penerbit Tanjung Pengharapan, 1964.
Rumadi. Masyarakat Post Teologi: Wajah Baru Agama dan Demokratisasi di Indonesia.
Bekasi: Penerbit Gugus Press, 2002.
Shihab, M. Quraish. Sunnah-Syiah Bergandeng Tangan Mungkinkah? Kajian Atas Konsep
Ajaran dan Pemikiran. Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2007.
Trofimof, Yaroslav. Kudeta Mekkah: Sejarah Yang Terkuak, Jakarta: Alvabet, 2007.
Turmudi, Endang dan Riza Sihbudi (ed). Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta:
LIPI Press, 2005.
Woodward, Mark R. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan. Yogyakarta:
LKiS, 1999.
Zallum, Abdul Qadim. Mengenal Sebuah Gerakan Islam di Timur Tengah, Hizbut Tahrir.
Jakarta: al Khalifah, 1993.
Zulkarnain, Iskandar. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: LKiS, 2006. Cet. II.
Pendahuluan
Faktor Solidaritas
Mengenai faktor solidaritas ini tampaknya cukup menonjol bagi
sebagian kelompok Islam di Indonesia yang kemudian menjadi sebuah
gerakan. Sebagian dari gerakan ini muncul sebagai reaksi atau pembelaan
terhadap kelompok-kelompok Islam yang dipandang mendapat
perlakuan tidak manusiawi dan tidak adil oleh kelompok-kelompok
tertentu dan tidak segera memperoleh perlindungan yang memadai oleh
pemerintah. Bentuk-bentuk pembelaan yang dilakukan, tidak saja terbatas
pada dukungan moral melalui pernyataan-pernyataan, demonstrasi turun
ke jalan dan pemberian bantuan dana pada korban kekerasan, tetapi juga
dalam bentuk pengiriman tenaga dan senjata untuk ikut bergabung
berperang secara fisik dengan mereka yang dianggap sebagai mereka yang
diangap musuh Islam tersebut.
Adanya berbagai informasi terhadap perlakuan tidak fair terhadap
rakyat Palestina oleh negara-negara Barat dan Israel misalnya, telah
melahirkan solidaritas sebagian kelompok Islam di Indonesia untuk
bersimpati terhadap penderitaan rakyat Palestina, yang umumnya
beragama Islam. Bentuk solidaritas yang dilakukan oleh kelompok-
kelompok Islam di Indonesia terhadap Palestina di antaranya diekspresikan
dalam bentuk demontrasi-demontrasi dan bantuan finansial. Demikian
juga ketika kelompok-kelompok Islam Afghanistan berjuang melawan
dominasi Uni Soviet, banyak anak muda yang berangkat kesana ikut
berjihad di medan perang, begitu juga yang dilakukan oleh Lasykar Jihad
berjihad melawan orang Kristen di Ambon dan Poso. Akibatnya kerusuhan
di daearah tersebut berlangsung berlarut-larut. Setelah pasukan jihad itu
ditarik dari daerah tersebut, maka keamanan berangsur-angsur pulih
kembali. Apalagi setelah beberapa orang kelompok teroris di Poso dapat
ditangkap.
Catatan Akhir
1
Lemlit Univ Muhammadiyah Malang, TOR Seminar: Tumbuhnya Gerakan
Islam Radikal dan Dampaknya terhadap Kerukunan Umat Beragama, 2009.
2
Balai Litbang Agama Semarang, Laporan Kegiatan Semiloka Pola
Penyiaran Agama Untuk Menanggulangi Kecendrungan Pemikiran dan Gerakan
Radikal Di Jawa Tengah, 2006.
3
Dalam ilmu-ilmu social pemihakan itu terjadi karena adanya efek
psikologis dari rasa “in group atau out group feeling”, perasaan kelompok kita atau
kelompok mereka.
Muhaimin AG Abstract
This paper deals with a nature of certain religion followed by
‘Wong Samin’ or ‘Wong Sikep, ’a Javanese community that
Dosen Antropologi pada lives by the northern coastline which also become the border
UIN Syarif Hidayatullah between Central Java and East Java. This paper indicates
Jakarta that the Adam Religion becomes mysterious, because it could
not be categorized as a complete religion as studied by Howey
and Clarke (1981). According to Howey and Clarke, a religion
at least has three elements: (a) there is a combination of belief
system and attitude system. (b) Professed collecticely (c) drawn
towards an element that is considered ‘holy’. It can be concluded
that the Adam religion professed by Wong Samin might be
grouped as a religion that bases its belief on abstract ideas.
This type is similar to Buddhism, Confucianism, and Sinthoism
which prioritize ethics and good deeds rather than theological
ideas.
Keywords: Samin, Adam Religion, abstract ideas
Pendahuluan
“Sedulur/
asalmu ora ana, terus dadi ana, saiki ora ana
maneh/
Ya wis, tak dongak-ke slamet/”
Pemicu Gerakan
Walaupun secara fisik gerakan Samin di mata pemerintah kolonial
tidak terlalu signifikan, tak urung gerakan yang tanpa kekerasan itu menarik
perhatian sejumlah pengamat. Berbagai spekulasipun timbul, terutama
tentang penyebab utama pecahnya gerakan. Benda dan Castels, misalnya,
menunjuk peran penting tekanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat
setempat sebagai penyebab utama gerakan Samin. Tekanan ekonomi dan
kemiskinan ini, menurut penglihatannya, muncul sebagai akibat
penerapan pajak progesif, kerja rodi, upah rendah, tata guna tanah, air
dan kayu. Sayangnya Benda dan Castels tidak memerinci lebih jauh tentang
bagaimana semua itu berproses sehingga sampai pada anti klimaks,
pecahnya gerakan. Sekedar menunjuk problem ekonomi dan kemiskinan
tanpa penjelasan lebih lanjut tentu tidak susah, apalagi bila pikiran-pikiran
determinisme ekonomi Marxian dipakai. Fakta-fakta yang ada, kasat
mata namun dangkal bisa cepat dicari untuk mendukung kesimpulan
seperti itu.4
Dari sejumlah gerakan rakyat di tempat lain yang dikutip King,
seperti “Cargo Cult” di Melanesia yang dari Worsley, dan Sakdalist di Filipina
dari Sturtevant, ada isyarat bahwa faktor-faktor ekonomi dan kemiskinan
bukan segalanya. Ada sejumlah faktor lain di luar itu yang turut main
bahkan berperan lebih penting. Konflik antar kelas dalam kasus Sakdalist,
adalah contohnya. Maka dalam konteks Samin, rasanya perlu untuk
melihat lebih jauh; misalnya, siapa saja orang-orang yang terlibat dalam
gerakan. Apa posisi dan status mereka dalam struktur sosial masyarakat
tanaman ekspor. Sementara tanah yang masih bisa dimiliki para gogol
malah dibebani pajak yang tinggi serta berbagai kewajiban lain. Akibatnya
status, pengaruh dan peran kemasyarakatan para tetua gogol dan tokoh-
tokoh lain selain Kepala Desa menjadi tersisih. Dilihat dari sisi ini maka
gerakan Samin bisa juga dimaknai sebagai gerakan sosial dalam arti gerakan
yang berusaha untuk menegakkan kembali status, pengaruh dan peran
kemasyarakatan para tetua dan tokoh desa yang tersisih melawan Kepala
Desa yang terdongkrak. Gerakan Samin juga bisa dimaknai sebagai usaha
melawan sistem kepemilikan tanah melawan tekanan komunal ‘politik
etis’ pada umumnya. Gerakan Samin juga sekaligus mempunyai warna
lain yaitu sebagai gerakan politik dalam arti pecahnya gerakan tersebut
terkait erat dengan pembangkangan sekelompok massa rakyat terhadap
struktur dan otoritas kekuasaan formal, yang secara sepihak mau
menerapkan kebijakan politiknya tanpa pandang keragaman subjek
kebijakan.
Dari uraian singkat di atas terlihat, bahwa pecahnya Gerakan Samin
adalah sebagai akibat dari munculnya sejumlah faktor yang satu sama
lain saling berkelindan. Di antara faktor-faktor tersebut adalah: tekanan
ekonomi dan penerapan berbagai macam pajak yang mencekik, tataguna
dan system pemilikan tanah, pengebirian status para petani, dan respon
terhadap ‘politik etis.’ Agak susah untuk menentukan apakah satu factor
lebih berperan dari yang lainnya. Namun lebih dari itu, hadirnya factor-
faktor tersebut tercermin pada, dan sedikit banyak diperkuat oleh,
kepercayaan yang dianut WS, yaitu “Agama Adam.” Kendati dalam balutan
sejumlah misteri, AA sebagai tradisi lokal turut berperan memperkuat
gerakan dengan menolak masuknya tradisi luar.
semula lalu beranjak pergi dan berkumpul di depan rumah keluarga sang
mati bersama pelayat-pelayat yang lain. Itulah secuplik penggalan episode
peristiwa kematian yang menimpa sebuah keluarga dari kalangan WS
yang sekaligus mencerminkan juga sekelebat corak keagamaan yang
mereka anut, Agama Adam (AA). Tidak diketahui kepada siapa atau tuhan
yang mana ia, tetua Samin tadi, memanjatkan do’a untuk si mati. Juga
tidak diketahui kapan, di mana dan bagaimana do’a itu akan atau harus ia
panjatkan. Dengan kata lain, bagaimana sistem kepercayaan WS
sesungguhnya dan bagaimana bentuk dan corak ritual mereka, belum
terungkap secara jelas. Tidak jelasnya hal-hal tersebut mengindikasikan
bahwa sejauh ini masalah AA memang masih misteri terutama dengan
parameter teoretik sebagaimana dikemukakan pada awal tulisan ini.
Sistem Kepercayaan
Terkait dengan masalah kepercayaan, Benda dan Castels
berpendapat bahwa dalam konstelasi keagamaan orang Jawa pada
umumnya, kepercayaan yang dianut WS, yaitu AA, unik, sui generis, dan
berbeda dengan Agama Jawa perspektif Gertzian, ‘Islam Sinkretik’
(perpaduan antara Animism, Hinduisme dan Islam). Kalau Islam sinkretik
terbentuk dari sifat psikologis orang Jawa yang cenderung menerima
semua tradisi keagamaan yang datang dari luar (Hindu, Buddha, Islam)
dan mencampurnya menjadi satu yang oleh Geertz sebagai Agama Jawa.
WS yang merasa diri sebagai pewaris dan pelestari kemurnian tradisi Jawa
menolak semua tradisi luar. Menurut Benda dan Castels, WS dengan AA-
nya tidak percaya kepada Allah seperti halnya umat Muslim, dan juga
tidak percaya pada tuhan-tuhan yang lain, bahkan kepada hal-hal gaib
seperti dewa, malaikat, jin, setan, memedi, dan lain-lain, seperti yang
umumnya dipercayai oleh orang Jawa.7 Kalau benar demikian tidakkah
hal ini mengesankan bahwa mereka atheis? Mungkin, tetapi nanti dulu.
Dari sumber lain diperoleh informasi bahwa WS itu percaya kepada
adanya Sing Paring Urip (‘zat yang memberi hidup’). Bahkan mereka
juga percaya adanya bongso alus (makhluk halus). Yang disebut terakhir
ini dipercaya berasal dari (ruh) orang yang sudah salin sandang (mati).
Hanya saja, tidak seperti orang lain, WS merasa tidak takut atau ngeri,
tidak harus hormat, tidak kagum dsb kepada mereka. Demikian yang
dikemukakan oleh seorang Kandidat Doktor Antropologi UI, Nawari
Ismail. Artinya, WS menganggap sing paring urip maupun bongso alus itu
tidak lain hanya sebagai sesuatu yang profane belaka, tidak sakral (dalam
perspektif Durkheimian). Sayangnya Nawari Islamil tidak menemukan
penjelasan lebih lanjut dari WS sendiri tentang apa dan siapa sesungguhnya
sing gawe urip dan bongso alus itu. Juga tidak ada penjelasan tentang sifat
dan prilaku (af’al)-nya serta bagaimana hubungan satu sama lain serta
hubungan antara mereka dengan manusia dan alam semesta. Ketiadaan
penjelasan ini menyebabkan ia sendiri (Nawari Ismail) kesulitan memahami
konsep ketuhanan WS dan AA.8
Berbeda dengan Benda dan Castels seperti tersebut di atas, Viktor T
King berpendapat bahwa corak kepercayaan dalam AA itu tidak unik-
unik amat bila saja AA itu dipahami dan, menurut pendapatnya, harus
dipahami dengan mengacu kepada tradisi asli keagamaan pedesaan Jawa
kuno terkait dengan aktivitas bercocok tanam. Di sini, kata King, WS
memang sangat menekankan konsep kesuburan (fertilitas) yang
diartikulasikan melalui simbolisme seksual, dan daya magis yang melekat
pada seksualitas. Artinya, akar tradisi keagamaan WS adalah terletak pada
kultus kesuburan dalam konteks tradisi bertani orang Jawa. Dengan kultus
ini WS meyakini adanya kesatuan ikatan perkawinan antara langit dan
bumi yang dari ikatan perkawinan itu lalu lahir berbagai makhluk hidup
(tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia) yang mengisi alam semesta.
Keyakinan ini memberi bobot terhadap pentingnya kedudukan petani,
sebabnya adalah karena merekalah yang turut berperan dalam proses
‘perkawinan’ antara langit dan bumi tersebut. Caranya adalah dengan
mencangkul, mengolah dan menggarap tanah dan bercocok tanam
dengan baik untuk mendapatkan hasil pertanian. Selaras dengan itu, dan
dalam konteks kultus kesuburan itu pula, WS menganggap ikatan
perkawinan antara seorang lelaki dan seorang perempuan sebagai sesuatu
yang teramat suci. Dengan kepercayaan ini WS dikenal sebagai orang
yang setia pada istri sampai akhir hayat dan memperlakukannya dengan
sangat baik. Dalam perkawinan pula, ungkapan simbolik kesatuan antara
langit dan bumi pada tingkat makro kosmos tercermin pada, dan selaras
dengan, kesatuan antara suami dengan istri pada tingkat mikro-kosmos.
Dari kacamata inilah AA, yang dikatakan Benda dan Castels unik, tetapi
menurut pandangan Viktor King menjadi tidak unik.
balasan pahala dan siksa tidak dikenal, walau menurut Nawari Ismail,
WS percaya adanya karma. Orang yang baik, bila ia saling sandang (mati)
akan hidup lagi dengan tampilan yang baik pula atau bahkan lebih baik,
demikian sebaliknya. Tidak jelas apakah hal ini merupakan adopsi dari
Hinduisme ataukah coincidence. Demikian juga dengan ritus lain seperti
brokohan dan slametan dalam berbagai kesempatan, yang di sana-sini ada
kesamaan dengan yang dilakukan orang Jawa Islam. Karena WS tidak
mengenal zat sakral, kemungkinan ritus-ritus yang dilakukan cenderung
kurang diwarnai nuansa spiritual yang mendalam. Alasannya, karena
arahnya lebih tertuju pada pemenuhan tradisi untuk kepuasan diri sendiri
dan sesama ketimbang pemenuhan kewajiban pengabdian dan
penghormatan terhadap zat yang sakral atas dasar keyakinan teologis.
Ritus-ritus lain yang hampir sama dengan yang dilakukan orang Jawa
dan atau Islam, lebih merupakan adopsi dari luar, dalam mengadopsi
modus operandi saja bagi WS sendiri. Dalam ranah pergaulan seperti
pemakaian busana muslim di kalangan remaja putri WS, mereka
memakainya semata-mata karena merasa cocok dengan dandanan
tersebut dan memang ingin memakainya, bukan karena keharusan
menutup aurat.
Hal lain yang menarik menjadi bahan perbincangan tentang AA
dan WS adalah, sementara di satu sisi tidak percaya pada tuhan (atheist)
dan hal-hal gaib, di sisi lain mereka juga punya anggapan theistic dengan
mempercayai bahwa Tuhan itu ada dalam diriku (God is within me) atau
Tuhan itu melekat pada masing-masing pribadi (manunggaling kawula
Gusti). Menurut dugaan Benda dan Castels yang dikutip King, keyakinan
ini diduga berakar pada ajaran Ki Ageng Pengging yang mengadopsi dan
mengelaborasi kepercayaan tradisional mistik Jawa (?). Ajaran ini menuntut
orang perorang untuk bertanggung jawab sendiri secara penuh atas
keselamatan dirinya. Implikasinya, orang harus jujur baik dalam bicara
maupun berprilaku karena antara tuhan dengan dirinya tidak ada batas.
Dalam konteks penghidupan, keyakinan ini, dalam format yang berbeda
dengan kultus kesuburan, juga memberi bobot terhadap peran penting
dan kemuliaan hidup dengan bertani karena pekerjaan yang paling bersih
dan jujur, yang tiada dusta sedikitpun di dalamnya, adalah bertani. Ini
berimplikasi juga pada Etika Samin yang mengajarkan antara lain: jangan
malas; jangan mencuri; jangan minta uang atau makan dari siapapun
tetapi kalau ada orang minta, berilah. Maka WS juga dikenal jujur, tulus,
sabar dan rajin, egaliterian dan cinta persaudaraan.
Dalam konteks sosial politik, etika WS meniscayakan orang perorang
untuk bebas dari ikatan hirarkhi struktur formal, termasuk bebas dari
ketergantungan pada peran perantara yang memberi mediasi antara Tuhan
dan manusia. Mediasi semacam ini biasa terdapat dalam struktur
keyakinan keagamaan lain melalui tugas dan fungsi yang melekat pada
pejabat agama. Atau, dalam konteks Negara, ketergantungan pada pejabat
pemerintah. Sebagai petani, WS harus kerja mengolah dan menggarap
lahan dengan tangan sendiri tanpa bantuan orang lain. Ia harus bebas dari
segala ketergantungan, termasuk pada kawan, agamawan, pemerintah,
atau siapapun. Implikasinya, kalau ada pihak-pihak yang ketergantungan
melalui perintah, peraturan atau bentuk lain, maka setiap WS harus
menolaknya. Ajaran inilah agaknya yang memberi dasar bagi WS untuk
menolak penerapan ‘politik etis’ dan etik ini pada gilirannya turut memberi
amunisi spiritual dan mendorong pecahnya Gerakan Samin.
Penutup
Penulusuran singkat terhadap modus, system kepercayaan, praksis
ritual dan etika WS menuntun kepada kesimpulan bahwa AA yang dianut
WS mungkin bisa digolongkan sebagai agama yang mendasarkan
kepercayaan pada pemikiran abstrak (abstract ideas). Corak ini mirip
dengan Buddhisme, Konfusianisme, Sintoisme dan Sintoisme dalam arti
lebih mementingkan etika dan perbuatan baik ketimbang pemikiran
teologis. Dalam Buddhisme, misalnya, melaksanakan Dharma, jauh lebih
diutamakan ketimbang diskusi mencari kebenaran tentang hakekat zat,
sifat dan af’al Tuhan. Hanyasaja perbedaan antara keduanya sangat banyak:
WS tidak mempunyai tempat ibadat karena dalam AA tidak ada kewajiban
ibadat; sedangkan Buddhisme punya Vihara dengan peribadatan yang
teratur. Buddha Gautama adalah tokoh sentral yang sangat dikagumi,
disanjung, dan dihormati sebagai zat sacral. Sementara Surontiko hanya
orang biasa walau mungkin cukup jadi kenangan bagi orang-orang
tertentu dalam jumlah yang boleh jadi sangat sedikit (hanya orang-orang
tua tertentu). Bahkan Sosok Surontiko sendiri berikut Kitab Kalimasada
yang disebut berisi ajarannya masih misteri, karena otentisitasnya belum
meyakinkan.
Catatan Akhir
1
Howey, Carla B and Clarke, A. (1981), Discovering Sociology, New York:
Wadsworth Publishers, Inc., hal. 257. Durkheim sendiri mendefinisikan agama
sebagai “ … a unified system of beliefs and practices relative to sacred things, that
is to say, things set apart and forbidden—beliefs and practices which unite into
one single moral community called a Church, all those who adhere to them“ ( …
seperangkat system kepercayaan dan perbuatan yang terpadu yang dihubungkan
dengan dzat yang suci, tepatnya adalah, dzat yang terpisah dan terlarang—
kepercayaan dan perbuatan yang menyatukan penganutnya ke dalam sebuah
komunitas moral yang disebut (organisasi) Gereja. Lihat: Durkheim, E (1976), The
Elementary Forms of Religious Life, 2nd ed, London: George Allen & Unwin, hal. 74.
(Kata dalam kurung adalah dari penulis paper ini).
2
Howey, C.B. and Clarke, A, (1981), Discovering ... , hal. 258.
3
King, Viktor T (1973), “Some Observations on the Samin Movement of
North Coast Java,”Bijdragen tot de Taal, Land and Volkenkunde, 129, hal 459,
4
Benda, H.J. and I. Castels (1969), “The Samin Movement”, Bijdragen tot de
Taal, Land en Volkenkunde 125, Martinus Nijhoff.
5
King, Viktor T. (1973), “Some Observations … ,” hal. 462
6
Lihat: Jay, R.R. (1969), Javanese Villagers, Social Relations in Rural Modjokuto,
Cambridge, Mass, hal. 262.
7
Benda, H.J. and I. Castels (1969), “The Samin Movement … “ hal 224
8
Nawari Ismail (2009), Relasi Antar Kelompok: Kontestasi Wong Sikep, Islam dan
Negara di Bumi Minotani, (Laporan sementara Hasil Penelitian bahan disertasi),
Jakarta: Fisip Dep Antropologi UI, hal. 116-117.
9
Uraian panjang lebar tentang Agama Luri, lihat: Headley, S.C. (2004),
Durga’s Mosque: Cosmology, Conversion and Community in Central Javanese Islam,
Singapore: ISEAS.
Latar Belakang
ada yang menilainya sebagai penyimpangan dari ajaran agama yang dianut
kebanyakan umat beragama (mainstream).
Suatu paham keagamaan yang muncul ke permukaan pada awal
tahun 2009 ialah Amanat Keagungan Ilahi, yang biasa disingkat dengan
AKI. AKI merupakan nama yang diberikan oleh pengikut paham M.
Syamsoe, di samping nama lain seperti Aliran Kepribadian di Jawa Barat
di tahun 1970-an, dan Alam Anugerah Ilahi di Bekasi. Ajaran dan kegiatan
paham tersebut telah dilarang di beberapa daerah seperti Purwakarta,
Cilegon, dan Subang.
Salah satu yang mengaku AKI ialah paham yang diasuh oleh Kurnia
Wahyu di Nagrak, Soreang, Bandung. AKI ini dan AKI pada umumnya
dinilai oleh sebahagian masyarakat sebagai aliran sesat dan menyesatkan,
dan oleh karena itu, wajib dilarang (PW Garis, 2009: 1-3). Tim Pengawas
Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) sedang melakukan telaah dan
pemantauan terhadap aliran dan paham ini (Galamedia, 16 Juni 2009).
Sementara hasil penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten
Bandung menyatakan belum menemukan hal-hal yang menyimpang,
baik di bidang akidah maupun syariah (MUI, 4 Maret 2009).
Berdasarkan fenomena dan permasalahan tersebut di atas, menarik
untuk dilakukan penelitian dan kajian. Tujuannya ialah untuk
mengungkap hubungan AKI Kurnia Wahyu dengan AKI M. Syamsoe,
dan AKI lainnya, paham yang dikembangkan, kegiatan yang dilakukan,
respon masyarakat, dan kebijakan pemerintah, serta bagaimana
transformasi aliran dan paham tersebut.
Kajian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Diawali menghimpun
dan menelaah dokumen dan kliping media, terutama bersumber dari
Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (Jakarta) dan Kanwil
Departemen Agama Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, melakukan
penelitian lapangan yang didampingi oleh Helmi. R (Kepala Seksi
Penyuluhan, Kanwil. Departemen Agama Provinsi Jawa Barat), Azis
Kawakibi (Koordinator Da’i Polres/Anggota Pakem) dan Abdul Sugiono
(Penyuluh Agama Kecamatan Cangkuang) pada bulan April 2009 di sentra
kegiatannya, yaitu di Nagrak Soreang, Kabupaten Bandung.
dalam Majelis Shalawatan dan Dzikir antara 100 s/d 200 orang, yang berasal
atau datang dari Bandung, Ciamis, Majalengka, Depok, dan Jakarta.
Sebenarnya, menurut Kurnia Wahyu, jumlah pengikut lebih besar dari
yang ada saat ini, tetapi diklaim oleh Andreas sebagai pengikutnya.
Profil pengikut Kurnia Wahyu ialah umumnya orang yang
mengalami masalah kehidupan. Misalnya, ketidak-harmonisan dalam
keluarga, orang yang sakit dan mendapat musibah. Di samping itu juga
ada orang-orang yang ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik,
seperti dalam usaha dan pekerjaan.
Kegiatan: Pertemuan Dzikiran
Kegiatan utama AKI Kurnia Wahyu ialah dzikir dan taushiyah.
Pertemuan diadakan dua kali sebulan, semula ditetapkan tanggal 1 dan
17. Namun, sebagaimana dimuat dalam Buku Pedoman Dasar Majelis
Shalawatan dirubah menjadi pada hari Sabtu dalam Minggu pertama
dan ketiga tiap bulan. Dzikir dimulai sesudah shalat Isya’. Susunan acara
dzikiran (tentative) yaitu: a) membaca dzikir bersama-sama (pembuka);
b) mengungkap pengalaman hidup nyata oleh para pengikut; c)
mendengarkan nasihat Sesepuh (Kurnia Wahyu); d) membaca dzikir
bersama-sama dan do’a (penutup)
Pewarisan Dzikir
Lafadz dzikir telah tersusun dalam kalimat yang relatif pendek, hanya
delapan baris. Bagi yang ingin mengamalkan dzikir ini dilakukan acara
pewarisan. Dengan kata lain disebut acara pembukaan dzikir “pewarisan”.
Dalam kondisi saat ini, seperti yang disaksikan oleh peneliti, bahwa acara
pewarisan dilakukan di ruang tengah rumah salah satu rumah Kurnia
Wahyu, yang difungsikan sebagai mushalla darurat. Acara pewarisan
berlangsung sekitar 15 s/d 30 menit.
Tata cara dalam pewarisan, peserta duduk bersimpuh menghadap
kiblat, sahabat mengambil posisi berhadapan, berjabat tangan sambil
menuntun pembacaan dzikir (sebagaimana terlampir). Selanjutnya,
dianjurkan membaca kalimat “Ya Allah” sebanyak mungkin.
Dalam pewarisan ini didampingi sahabat lain di sebelah kiri dan
kanan. Sahabat memberikan nasihat (taushiyah) yang intinya: Ingat selalu
kepada Allah. Berjanji taat kepada Allah. Selain itu juga dianjurkan agar
kalimat dzikir dibaca sesudah shalat, atau di malam hari, dan atau tiap ada
kesempatan. Hingga saat penelitian ini dilakukan, kegiatan unggulannya
baru berupa dzikiran.
Kegiatan sosial yang dilakukan diantaranya Mengumpulkan hewan
qurban, disembelih dan dibagikan kepada masyarakat sekitarnya.
Misalnya, pada hari Idul Adha 2008, menyembelih 3 ekor sapi, yang
dagingnya dibagikan kepada masyarakat.
Paradigma Majelis Shalawatan
AKI Kurnia Wahyu dalam menghadapi investigasi Pengurus
Wilayah Gerakan Reformasi Islam (GARIS) Jawa Barat, dan juga tuntutan
lingkungan serta perubahan sosial sehingga perlu dirumuskan paradigma
Majelis Shalawatan. Paradigma sebagaimana yang dimuat dalam
Pernyataan tanggal 23 Maret 2009, dan Hasil Musyawarah Sesepuh dan
para Sahabat yang dihimpun menjadi Pedoman Dasar Majelis Shalawatan
tanggal 4 April 2009.
Nama AKI Kurnia Wahyu yang didirikan pada 27 Rajab 1422 H
atau pada tahun 2001 di Jl Rajawali Raya, Bumi Parahyangan, Desa Nagrak,
Kecamatan Cangkuang, Bandung, berubah nama dari AKI menjadi
Majelis Shalawatan, dengan pertimbangan kegiatan utamanya ialah dzikir,
taushiyah dan do’a. Dalam Majelis Shalawatan terdapat rengrengan terdiri
dari : Sesepuh ialah Kurnia Wahyu, Wakil/Asisten Sesepuh (belum terisi)
yang akan diangkat oleh sesepuh. Sahabat ialah anggota yang dipilih dari
pengikut yang telah melaksanaakan syukur bin ni’mah. Jumlahnya 10
orang. Sesepuh daerah dipilih dari pengikut yang dituakan. Sedangkan
pengikut ialah orang yang telah dan atau baru menerima amalan wiridan.
Ruang lingkup kegiatan Majelis Shalawatan dan Dzikir terdiri dari
dua bidang, yaitu pertama, bidang keagamaan dan kedua sosial
kemasyarakatan. Kegiatan dalam bidang keagamaan, yaitu mendekatkan
diri kepada Allah SWT dengan melaksanakan rukun iman, rukun Islam
da ikhsan. Di bidang sosial kemasyarakatan, yaitu berusaha menegakkan
saling tolong menolong sesama insan. Majelis menurut Kurnia Wahyu
merupakan pemahaman terhadap Al Qur’an dan Al-Hadits yang diyakini,
dihayati dan diamalkan dalam kehidupan keseharian. Dalam pembinaan
digunakan empat metode utama, yaitu: ta’lim dan shalawatan/dzikir,
Pembahasan
Pengertian organisasi secara sederhana, dan yang berlaku umum
ialah kumpulan orang berkerjasama dalam mencapai suatu tujuan
bersama. Dalam perspektif pengertian organisasi ini, AKI Yaskum, Andreas
dan Kurnia Wahyu memenuhi persyaratan sebagai organisasi. Selain
terdapat unsur pemimpin dan pengikut, juga tedapat pedoman, tugas,
dan tujuan. Hanya saja dalam legalitasnya ada yang membentuk Yayasan
yaitu Yaskum, dan ada pula yang tidak, yakni AKI Andreas dan AKI Kurnia
Wahyu.
Dalam pernyataan AKI Kurnia Wahyu dan diperkuat Hasil
Musyawah Sesepuh beserta seluruh Sahabatnya telah merubah namanya
menjadi Majelis Shalawatan. Oleh karena itu, Majelis Shalawatan (AKI
Kurnia Wahyu) tidak terdaftar, baik sebagai yayasan maupun orgnisasi
kemasyarakatan (ormas). Sedangkan Yaskum, sebagai yayasan terdaftar
di Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Pemerintah DKI
Jakarta. (No. 08.31.73.08.1001.623 tanggal 15 Juli 2008).
Dalam perspektif ajaran, ketiga kelompok tersebut menggunakan
referensi yang sama tentang lafadz dzikir dan tata tertib yang digunakan
berasal dari M. Syamsoe. Namun, secara redaksional jika diteliti lebih jauh
terdapat perbedaan satu dengan yang lain. Dalam AKI Yaskum dan Andreas
menggunalan lafadz pada baris keenam dari delapan bacaan dzikir, yaitu:
“Lillaahi warasuulihi wallahu akbar 3X: Lillaahi ta’aalaa”. Sedangkan
dalam AKI Wahyu menggunakan lafadz “Demi Allaah rasuulullaahi
wallaahu akbar 3X : Lillaahi ta’aalaa”. Namun sesuai Hasil
Musyawarah tanggal 4 April 2009 diubah menjadi “ Lillaahita’aalaa
warasuulihi walillahi akbar 3X: Dalam telaah MUI Kabupaten
Bandung terhadap rumusan dzikir Majelis Shalawatan tersebut yang
dipertanyakan oleh GARIS tampak tidak ditemukan penyimpangan.
Apalagi setelah mengem-bangkan paradigmanya.
Yaskum yang menyatakan usahanya hanya di bidang sosial dan
pengobatan (usada) dapat menimbulkan pertanyaan, karena juga
mengamalkan dzikir M. Syamsoe. Untuk hal ini, diperlukan konfirmasi
atau perlu penelitian. Jika meninggalkan ajaran M. Syamsoe berati bukan
atau tidak ada lagi hubungannya dengan AKI M. Syamsoe (dalam Prosedur
Tetap AKI Andreas terdiri dari 23 Bab).
Dimulai dari Bab tentang Lambang AKI yang merupakan petunjuk
Ilahi tanggal 14 September 2003 di Pantai Carita Banten, panggilan Tuhan
tanggal 4 Mei 1989, panggilan Tuhan pertama kali kepada manusia (M.
Syamsoe) tanggal 12 Maulud 1389H/29 Mei 1969 di Masjid Agung Banten
hingga masalah pewarisan, mandi, dan puasa (mutihan, gula, garam, buah,
dan minuman), syukuran, kholwat (goa dan jalan), pelantikan di Masjid
Agung Banten, kepemimpinan, penghayatan, perkawinan, kematian dan
pemakaman, serta tata berpakaian (14 September 2006). Oleh karena itu,
aliran ini mengajarkan paham yang berbeda dari Islam umumnya, dan
mencampur-adukkan dengan ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dengan perbedaan ciri AKI di kalangan pengikut M. Syamsoe, maka
pembinaan dan tindakan yang akan diambil perlu disesuaikan. AKI
Yaskum sebagai pengamal paham M. Syamsoe patut dipertanyakan, dan
jika perlu diteliti lebih jauh. AKI Andreas, yang bergerak di bidang dzikir
(agama) oleh Andreas yang beragama Katolik itu tidak lazim. Paham
dalam Buku Protapnya-pun ditemukan hal-hal yang mencampur-
adukkan antara ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan
paham AKI yang dikembangkan. Tampak lebih berorientasi pada masalah
Kesimpulan
Paham M. Syamsoe berawal dari pencerahan yang diterimanya
pada saat tirakatan tanggal 12 Maulid 1389 H/29 Mei 1969 di Masjid Agung
Banten, yang oleh sebagian pengikutnya dianggap sebagai “Panggilan
Tuhan”. Komunitas pengikut dan pengamal paham M. Syamsoe
menyebut diri dalam berbagai nama, seperti “Aliran Kepribadian” di
Purwakarta, Subang, dan daerah Jawa Barat lainnya, serta Amanat
Keagungan Ilahi (AKI) di Jakarta, Bandung, Nganjuk, Palembang dan
Natuna. Sepeninggal M. Syamsoe, para pengikutnya mengalami
kemunduran (stagnan), dan bangkit kembali pada tahun 2006 dengan
membangun kelompok-kelompok paling tidak terpecah tiga, Yaitu:
Yaskum dengan orientasi pada kehidupan sosial dan pengobatan tradisional,
AKI Andreas cenderung berorientasi pada sosial dan politik, dan paham
Kurnia Wahyu dalam aspek sosial dan dzikir/agama.
Dalam paham AKI Andreas ditemukan penyimpangan dari ajaran
Islam berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits, sesuai rekomendasi Majelis
Agama dan terbukti dengan Keputusan pelarangan ajaran dan kegiatannya
oleh Kejaksaan Negeri Tasikmalaya pada akhir tahun 2008. Sedangkan
AKI Kurnia Wahyu (yang menjadi Majelis Shalawatan dan Dzikir) dalam
hasil penelitian MUI Kabupaten Bandung atas pengakuan yang
bersangkutan belum ditemukan penyimpangannya dari akidah dan
syariah Islam.
Majelis Shalawatan asuhan Kurnia Wahyu (semula AKI Nagrak)
mengalami transformasi paham keagamaannya yang dapat disebut
paradigma 2009, yang diberi nama Majelis Shalawatan dan Dzikir, dengan
ruang lingkup kegiatan bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan,
mengamalkan dzikir M. Syamsoe yang disesuaikan, dan dinyatakan tidak
ada kaitannya dengan AKI dan sejenisnya yang telah dilarang, termasuk
dengan Yayasan Kharisma Usada Mustika (YASKUM), AKI Andreas dan
AKI Tasikmalaya.
AKI Kurnia Wahyu (istilah terdahulu) yang manjadi Majelis
Shalawatan dan Dzikir (mulai 24 Maret 2009) memulai kegiatannya atas
hasil kajian MUI serta hak dan perlindungan pengamalan agama sesuai
keyakinan yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Ps 29 dan
28J) dan peraturan perundang-undangan (UU HAM No. 39/1999 Ps 22).
Saran
Pasca meninggalnya M. Syamsoe tahun 1995, Amanat Keagungan
Ilahi (AKI) bangkit kembali mulai tahun 2006 dengan menunjukkan
fenomena dan potensi koflik internal karena spirit pengamalan dzikir yang
tinggi dan tidak tersedia pedoman ajaran dari pendirinya, sehingga terjadi
perpecahan dan kompetisi tidak sehat. Karenanya diperlukan pemantauan
dan pembinaan oleh institusi yang berwenang, khususnya Tim Pengawas
Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).
AKI M. Syamsoe dalam berbagai nama lainnya mempunyai
kekhususan paham yang melekat pada pimpinan atau sesepuhnya
sehingga dalam pembinaan dan tindakan yang diambil hendaknya bersifat
kasuistis pada daerah tertentu ditemukan penyimpangan dari ajaran Islam,
meresahkan masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum.
AKI pimpinan Sesepuh Andreas yang menurut Yaskum bahwa
Andreas beragama Katolik, dan dengan Buku Prosedur Tetap Amanat
Keagungan Ilahi Sepanjang Zaman terdapat hal-hal yang menyimpang
dari ajaran Islam, setidak-tidaknya rawan dengan pencampur-adukan
pengamalan ajaran agama. Oleh sebab itu hendaknya dilakukan kajian
oleh MUI Pusat karena pengaruhnya tersebar di sejumlah provinsi.
YASKUM yang menyatakan telah meninggalkan semua metode dan
ajaran AKI M. Syamsoe secara menyeluruh, diperlukan pembuktian.
Majelis Shalawatan asuhan Kurnia Wahyu dalam hasil penelitian
MUI Kabupaten Bandung belum menemukan penyimpangan dari akidah
dan syariah Islam, dan belum cukup bukti penyimpangannya, kegiatan
shalawatan dan dzikiran tidak ada masalah, selama tidak terdapat
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Keberadaannya
tampak hanya sebatas majelis taklim dan dzikir, sehingga selayaknya
terdaftar pada pemerintah (Kantor Departemen Agama).***
Daftar Pustaka
Andreas Nur Rohim, Prosedur Tetap Amanat Keagungan Ilahi Sepanjang Zaman, Keluarga
Besar AKI, Jakarta, 2006.
AKI Kurnia Wahyu, “Bacaan Dzikir dan Tata Tertib Pemeliharaan Tuntunan”,
2009.
_____ ,Pernyataan tentang Penghentian Sementara Kegiatan Sampai dengan
Adanya Keputusan PAKEM Kabupaten Bandung, Nagrak, 9 Januari 2009.
_____ ,”Pedoman Majelis Shalawatan”, Bandung, 2009.
_____ ,”Jawaban/Sanggahan atas Tuduhan yang disampaikan oleh PW. GARIS
Jawa Barat, Bandung, 2009.
Akta Pendirian Yayasan Kharisma Usada Mustika (Yaskum) No. 1 Tanggal 27
September 2007.
Bulganon Amir, M. “Riwayat Hidup Kami”, Jakarta.
_____ , “Siapakah Alm. AKI M. Syamsoe”, Jakarta.
Bulganon Amir, M. Hasiri Muttaqqien dan H. M. Bambang Sukirno, SH., “Lahirnya
Yayasan Kharisma Usada Mustika”, Jakarta, 2009.
Dewan Pengurus Yaskum, Surat Kepada Majelis Ulama Indonesia, Perihal
“Mohon Perlindungan dan Fatwa Tanggal 16 Februari 2009, dan
Keterangan Tambahan dari Surat Kami yang Terdahulu”, 10 Maret 2009.
Hasil Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM)
Tasikmalaya “Hasil Rapat Tanggal 30 Desember 2008.
Keluarga Besar Amanat Keagungan Ilahi, “Prosedur Tetap AKI Sepanjang Zaman”,
Jakarta, 2006.
Ilahi No. 035/01-X/REK-14/III/2009 Tanggal 4 Maret 2009.
PW. GARIS Jawa Barat, Investigasi PW GARIS Jawa Barat Bersama Ust. Amin
Djamaluddin Ketua LPPI tentang Aliran Sesat Bernama “Aliran Kesucian”,
Bandung, 2009.
Syahbina, Z., Khusnul Abu, “Amanat Keagungan Ilahi”, 2009.
Latar Belakang
lain dapat dipahami bahwa setiap orang harus menjunjung tinggi paham
atau pemeluk agama lain. Dia berharap kepada semua warga masyarakat
Bondowoso untuk senantiasa menjaga Tri Kerukunan Umat Beragama.17
Ketiga, 12 Agustus 2006, terjadi pemukulan terhadap santri
Pesantren Al-Wafa Jambesari yang diasuh Kiai Mushawwir, hanya karena
berpaham Syiah. Kejadiannya, salah seorang santri Pesantren al-Wafa
bernama Ghofur beradu mulut dengan Subani. Subani mengatakan
bahwa orang Syiah kalau mati dihadapkan ke timur. Ghofur menolak
keras tuduhan tersebut. Keduanya bertengkar dan diakhiri dengan
tamparan Subani terhadap Ghofur.18
Keempat, pada 12 September 2006, terjadi upaya pembakaran
terhadap rumah Kiai Mushawwir, salah satu tokoh IJABI di Desa Jambesari.
Peristiwanya terjadi pada pukul 02.30 WIB. Untung saja, tuan rumah dan
dua anggota keluarganya terbangun dan segera mengetahui kejadian itu.
Sebelum menjalar dan menghanguskan seisi rumah, sumber api langsung
mereka matikan. Kerugian relatif kecil, namun tak pelak lagi, bangku
sofa di ruang keluarga dan sebuah pintu dapur yang terbuat dari bambu
sempat hangus dilalap api. Rupanya asal api berasal dari dua titik ini. Pihak
Polres Bondowoso melalui Kasat Reskrimnya, AKP Koesno Wibowo, SH
menyatakan bahwa dari olah TKP diketahui kebakaran itu ada unsur
kesengajaan, jadi tergolong kriminal murni. Menurut Koesno Wibowo,
tim BUSER sudah diturunkan untuk mengusut, namun hasilnya nihil.
Tidak satupun tersangka tertangkap. Kasus ini berlalu begitu saja tanpa
penyelesaian apapun.19
Kelima, 23 Desember 2006, sekitar 400 warga Jambesari
membubarkan acara haul dan pengajian rutin yang diadakan di salah
satu rumah warga pengikut IJABI. Jelasnya, pada pukul 19.00 WIB,
Muhammad Baqier, seorang tokoh IJABI diundang untuk mengisi acara
tahlilan di rumah seorang anggota IJABI yang keluarganya meninggal.
Pengajian berjalan lancar, demikian juga ceramah dwimingguannya. Pada
pukul 21.30 WIB tiba-tiba datang sekelompok orang (sekitar 400 orang)
yang menamakan diri sebagai penganut ajaran Ahlussunnah waljamaah
yang menolak kehadiran Syiah di Jambesari. Awalnya terjadi pelemparan
pasir kepada jemaah perempuan yang ada di mushalla. Namun tak lama
kemudian berlanjut kepada pelemparan batu-batu sebesar buah alpukat
yang dilemparkan ke arah rumah, yang membuat para wanita dan anak-
Senin, Selasa, dan Rabu. Dia mengajarkan gramatikal bahasa Arab (nahwu)
pada hari Senin, fiqih pada hari Selasa, dan tafsir pada hari Rabu. Murid-
murid beliau adalah anak-anak kyai yang datang dari penjuru Bondowoso,
di antaranya sekarang menjadi tokoh masyarakat seperti Kyai Saharie,
Kyai Abd. Muis, Kyai Rahbini dari Patemon, Kyai Mushawwir dari
Jambesari, dan Ahmad Husein (pensiunan Dep. Agama). Di antara mereka
Kyai Saharie paling pandai.25
Kendati sudah mengaku sebagai Syiah, Habib Hamzah tetap
konsisten mengajarkan kitab-kitab dan fiqih Sunni, hanya sekarang
ditambah penjelasan dari sudut fiqih Ja‘fari (Syiah). Seperti hukum wudhu
misalnya, mulai ada penjelasan tentang batas aurat. Bila sebelumnya hanya
disebutkan “ma baynahuma” saja, sekarang sudah dijelaskan “bayn al-
surur wa al-ruqban”. Karena kebanyakan yang ikut pengajian itu rata-rata
kiai atau anak-anak kiai, sehingga tidak menimbulkan gejolak yang berarti
di kalangan Ahlussunnah waljamaah. Namun, kondisi tenang rupanya
tidak berjalan lama. Rupanya ada pihak-pihak yang mulai tidak senang
dengan keberadaan Habib Hamzah dan Syiahnya itu.
Mereka mulai melakukan beberapa tindakan untuk “menyerang”
Habib Hamzah, dan upaya mereka berhasil membuat beberapa kali
kegiatan Habib Hamzah sempat dilarang pemerintah, seperti dilarangnya
mengadakan milad Sayyidah Fatimah. Habib Hamzah meninggal tahun
2005, tanggal 27 Ramadhan. Setelah beliau meninggal kegiatan pengajian
masih tetap berjalan dan diasuh oleh kedua putranya, Muhammad Jawad
dan Abu Thalib. Setiap Yayasan Ash-Shadiq atau yayasan komunitas Syiah
di Bondowoso ini mengadakan kegiatan, yang diundang adalah ulama-
ulama Sunni termasuk para penceramah. Dan selama itu tidak pernah
ada masalah. Interaksi antara penganut Syiah dan Ahlussunnah waljama-ah
berjalan relatif baik-baik saja.26
Posisi Habib Hamzah dalam penyebaran Syiah dan tokoh
pemersatu komunitas Syiah di Bondowoso sangat dominan. Pengetahuan
keislamannya yang tinggi membuat ia disegani banyak kiai, yang nota
bene banyak menimba ilmu darinya, dan kedudukannya sebagai
“keturunan Nabi (dzurriyat al-nabi)” sehingga menambah wibawaannya.
Dalam tradisi masyarakat Ahlussunnah Waljamaah kedudukan habaib
sebagai dzurriyat al-nabi sangat dihormati karena dipercaya memiliki
kharisma/keramat yang tidak dimiliki umat Islam pada umumnya.27
Syiah yang mati, tidak menjadikan orang Syiah sebagai imam, melarang
menikah dengan mereka, tidak bergaul dengan mereka, dan tidak
menjenguk orang Syiah yang sedang sakit.32 Selebaran itu beredar secara
luas di Bondowoso. Selain selebaran, seruan untuk waspada terhadap Syiah
dan bila perlu melakukan tindakan tegas kepada mereka diserukan pula
oleh K.H. Abdul Muis Turmudzi melalui ceramah-ceramahnya sejak beliau
pulang menuntut ilmu dari pesantren Sayyid Alwi Al-Maliki di Makkah
al-Mukarramah.
Intensitas Kiai Muis membentengi masyarakat terhadap pengaruh
Syiah tergolong tinggi. Menurut pengakuannya dan informasi dari pihak
lain, setiap ada kesempatan ceramah selalu diselipkan pesan untuk
waspada terhadap Syiah. Hanya sayangnya, seperti dituturkan Kiai Abd.
Salam, terkadang Kiai Muis suka “melampaui batas”, dengan
mengeluarkan kata-kata yang berpotensi membakar emosi massa, seperti:
“apakah bapak-bapak tidak tersinggung bila ibu kita dikatakan pelacur,
apalagi itu ditujukan kepada Aisyah ra., ibu semua kaum muslimin. Kalau
tidak carok, kethok (potong) saja anu-nya”. Perbuatannya ini, kendati
tujuannya baik, pada akhirnya membuat beberapa pihak tidak
bersimpatik terhadap usahanya. Sepanjang yang dapat terbaca selama
proses interview dan analisis surat kabar, posisi Kyai Muis dalam kasus
munculnya resistensi masyarakat terhadap IJABI cukup penting.33
Tokoh ini sebelumnya adalah murid Habib Hamzah. Selama dia
berguru dengan Habib Hamzah tidak ada persoalan antara keduanya.
Namun, kondisi berubah 180 derajat ketika dia mendapat kesempatan
berguru langsung kepada Sayyid Alwi al-Maliki di Makkah. Saat di sanalah
menurut pengakuannya, dia mendapat informasi tentang kesesatan Syiah.
Bila sebelumnya dia selama ini merasa “tersesat” karena menjadi murid
Habib Hamzah, sekarang dia merasa berkewajiban untuk membentengi
masyarakat dari kesesatan Syiah. Concern Kiai Muis dalam menjaga
kemurnian aqidah Ahlussunnah waljamaah cukup serius. Dia pernah
berseteru dengan kelompok Tarekat Naqsabandiyah Kadirun Yahya
sehingga kelompok ini dibekukkan pemerintah pada 1996.
Semasa Habib Hamzah masih hidup, menurut Muhammad Baqier,
beliau tidak berusaha membela diri dan membiarkan segala tuduhan
pejoratif terhadap Syiah itu berkembang di masyarakat. Diamnya beliau
itu disebabkan karena merasa bahwa keyakinan Syiahnya (Imamiyah)
tidak sama dengan keyakinan Syiah yang dituduhkan itu. Jadi, tidak ada
juga gunanya beliau membela diri, karena mengganggap mereka yang
menuduh tersebut salah alamat karena ketidaktahuan. Beliau baru
memberikan penjelasan secara detil apabila ada orang yang datang baik-
baik ke rumahnya untuk klarifikasi, sebagaimana dituturkan Abd. Rozak,
Sekretaris Majelis Tarjih PDM Kabupaten Bondowoso. Saat itu, dia
menanyakan langsung kepada Habib Hamzah tentang apakah benar
kalangan Syiah punya kitab suci selain al-Quran, berdasarkan selebaran
yang dia baca. Ketika itu Habib Hamzah tidak menjawab secara langsung,
hanya mengatakan kalau ada orang yang bisa membuktikan bahwa Syiah
punya kitab suci selain al-Quran, dia bersedia membelinya dengan harga
500 juta rupiah.34
Artinya, tidak benar kalangan Syiah punya kitab suci selain al-Quran.
Penjelasan serupa diterima dari Muhammad Baqier, bahwa ajaran Syiah
yang mereka amalkan, mengutip Abubakar Aceh, adalah Syiah yang
rasional dan moderat,35 dari sekte Syiah Imamiyah, dan bersumber dari
Irak (bukan dari Iran yang tradisional dan konservatif). Syiah yang
diyakininya itu mempunyai doktrin berbeda dari apa yang dituduhkan
masyarakat. Mereka menolak tuduhan bahwa Syiah yang mereka
praktikkan adalah sistem ajaran yang mendeskriditkan para sahabat dan
Aisyah, menghalalkan kawin kontrak (mut‘ah), mensucikan para imam
mereka, mempunyai kitab suci selain al-Quran, tukang bohong karena
ber-taqiyah, dan tuduhan negatif lainnya.36
Adanya perbedaan paham tentang Syiah antara pihak yang anti-
Syiah dan IJABI kiranya merupakan salah satu sebab terjadinya konflik
antara mereka. Mengapa terjadi demikian? Analisis yang mungkin adalah
sumber ajaran Syiah yang dipakai masing-masing pihak berbeda. Dalam
perkembangan sejarahnya Syiah tidak monolitik tetapi tumbuh dan
berkembang menjadi ratusan sekte, yang masing-masing saling
berseberangan satu sama lain, ada yang ekstrim dan ada pula yang
moderat.37 Para pemimpin mereka saling berebut pengaruh dan pengikut
sejak dulu hingga sekarang. Analisis menarik dikemukakan Vali Nasr
dalam kasus Ayatollah Khomeini. Menurut Nasr, Iran bukan pusat dan
Khomeini bukan marja’ utama Syiah kendati dia sudah bersusah payah
untuk membangun citra keulamaan pada dirinya dengan membangun
sistem “kepausan”, namun pengaruhnya tidak pernah lebih jauh dari
Saran-saran
Atas dasar itu, saran-saran yang dapat diberikan adalah: Pertama,
diharapkan pihak IJABI tidak bersikap eksklusif. Kedua, mengoptimalkan
peran MUI sebagai mediator dan Departemen Agama dalam pembinaan
kerukunan intern umat beragama. Ketiga, memberikan informasi yang
komprehensif tentang Syiah kepada masyarakat. Keempat, melakukan
penegakan hukum secara tegas terhadap para pelaku tindak kekerasan
yang meru-gikan harta dan mengancam jiwa orang lain. ***
Catatan Akhir
1
Tulisan ini merupakan bentuk revisi dari tulisan sejenis yang pernah
dikompilasikan dalam buku laporan hasil penelitian Puslitbang Kehidupan
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama.
2
Wakhid Sugiyarto. “Paham Keagamaan Aktual di Indonesia: Studi Ikatan
Jamaah Ahlul Bait Indonesia di Bandung, Jawa Barat”. Makalah. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan. 2006. hlm. 11.
3
Ibid. hlm. 15.
4
Zulkifli. “Taqiyah: Strategi Syi`ah di Tengah Mayoritas Sunni di Indonesia”
dalam Dialog, No. 62, Tahun XXIX, Desember 2006. hlm. 78.
5
Radar Jember, Senin, 25 Desember 2006.
6
Munawar Abdul fattah. Tradisi Orang-orang NU. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren. 2006. hlm. 7-9.
7
"Pengajian Syiah Diserang Massa, Polisi Diminta Bertindak Fair”, 28/12/
2006, detik.com; “Seputar Pengusiran Jamaah IJABI di Bondowoso”, 5/1/2007, NU
Online; “Tolak Kelompok IJABI”, 12/4/2007, Surya Online; “Kehadiran Aliran Syiah
Ditentang Warga” dalam Suara Rakyat, 8/6/2006; “Bahaya Ajaran Syiah terhadap
Ajaran Ahlussunnah waljamaah” dalam Buser, 6/8/2006.
8
Ida Bagoes Mantra. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Cet. I.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004; Burhan Bungin. Ed. Analisis Data Penelitian
Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model
Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2006. hlm. 186-194.
9
Mashoed, Bondowoso Membangun. Malang: Pustaka Bayan. 2003. hlm.
18-24.
10
H. De Jonge. Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan
Ekonomi, dan Islam. Jakarta: Gramedia. 1989. hlm. 239-240.
11
Dalam perspektif antropologis, antara (agama) Islam dan orang Madura
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kedua unsur itu saling
29
"Syiah dan Imamah” dalam Buletin Al-Ilmu, Edisi 32/III/II/1425 H.
30
Wawancara dengan KH. Abdul Muis Turmudzi, Ketua Umum MUI
Bondowoso.
31
Kitab-kitab itu masing-masing disusun oleh Abu Ja‘far Muhammad bin
Ya‘qub al-Kulayni (w. 328).
32
"Perintah Rasulullah”, selebaran dikeluarkan Yayasan Bayyinat
Indonesia; “Syiah dan Para Istri Rasul Saw” dalam Buletin Al-Ilmu, Edisi 31/II/I/
1425; “Sekelumit tentang Kesamaan Kaum Syiah dengan Kaum Yahudi” , selebaran
dikeluarkan Forum Pemuda Sunni; “Perkawinan Syiah” dalam Buletin As-
Showaaiq, Edisi Khusus, Juli 2005; “Syiah dan Mut`ah” dalam Buletin Al-Ilmu,
Edisi 33/IV/II/ 1425 H. Baca juga beberapa literatur yang senada, Syaikh Abdullah
bin Muhammad, Menyingkap Kesesatan Aqidah Syiah (Tanpa Tempat: Jaringan
Pembelaan Terhadap Sunnah, Tanpa Tahun); Qiblati, Edisi 08 Tahun II, Mei 2007;
As Silmi, Edisi 19, Mei 2007; Mamduh Farhan Al-Buhairi, Gen Syiah: Sebuah
Tinjauan Sejarah, Penyimpangan Aqidah dan Konspirasi Yahudi (Jakarta: Darul
Falah, 2001); M. Sufyan Raji Abdullah, Mengenal Aliran-aliran dalam Islam dan
Ciri-ciri Ajarannya (Jakarta: Pustaka Al Riyadl, 2006), hlm. 83-117; Imad Ali Abdus
Sami, Pengkhianatan-pengkhianatan Syiah dan Pengaruhnya terhadap
Kekalahan Umat Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006); Muhammad
Abdurrahman As-Saif, Al-Quran Syiah: Studi Kritis tentang Perubahan-
perubahan al-Quran oleh Ulama-ulama Syiah (Jakarta: al-Ghuraba, Tanpa
Tahun).
33
Wawancara dengan K.H. Abd. Salam, Ketua Syuriah PCNU Bonodowoso.
34
Wawancara dengan Abd. Rozak, Sekretaris Majelis Tarjih PDM Kab.
Bondowoso.
35
Abubakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syiah: Rasionalisme dalam Islam
(Semarang: Ramadhani, 1980).
36
Keyakinan yang sama dilakukan pula oleh sebagian ulama seputar
Bondowoso. “Sayangnya, mereka itu suka mencaci-maki para Sahabat Rasul
dalam pengajiannya”, kata Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU)
Jember, K.H. Muhyiddin Abdusshomad, menirukan laporan dari beberapa
pengurus NU yang lain di daerahnya.NU Online, Jumat, 5 Januari 2007.
37
Walaupun Syiah sudah terbagi-bagi dalam kelompok yang jumlahnya
hampir tidak terhitung, menurut al-Baghdadi (w. 429 H), pengarang kitab al-
Farqu bain al-Firaq, secara umum mereka terbagi menjadi empat kelompok dan
masing-masing dari keempat kelompok tersebut terbagi pula menjadi beberapa
kelompok kecil. Hanya dua kelompok di antara mereka itu yang dapat dimasukkan
ke dalam golongan umat Islam, yaitu kelompok al-Zaidiyah dan al-Imamiyah.
Muhammad Abu Zahrah, kelompok Syiah yang keluar dari ajaran Islam (ghulat)
kini telah punah dan tak ada lagi pengikutnya. Mayoritas besar hingga kini adalah
al-Imamiyah yang dinamai juga al-Itsna ‘Asyariyah, tersebar di Iran, Irak, juga
sebagian penduduk Afghanistan, Suriah dan Pakistan. Dan Syi’ah Zaidiyah yang
banyak bermukim di Yaman. Sedangkan yang abu-abu adalah Syiah Isma’iliyah
yang juga memiliki banyak cabang. Selengkapnya baca Muhammad ibn Abd al-
Daftar Pustaka
Kustini Abstract
This research describes a change of paradigm in Jam’iyyatul
Islamiyah (Jm I) after its special congress in October 2006. It
Peneliti pada Puslitbang is to understand what kind of changes occur within this
Kehidupan Keagamaan organization after such Muktamar? How are the
understandings of Jam’iyyatul Islamiyah followers upon the
principles of Islamic teachings? And how are the society
leaders‘ responses upon the existence of Jam’iyyatul Islamiyah.
This research applies a qualitative approach which collects
data through interviews, observations, and documentary
research. It shows that there are several activities which have
been done as a form of paradigmatic change of JI, such as: (1)
Revising the statutes and rule of association (2) Composing
the Jam’iyyatul Islamiyah guide book (3) Restructuring
organization (4) the openness and inclusiveness of JI people.
The Jam’iyyatul Islamiyah guide book shows that the
religious understanding of JI people upon the principles of
Islamic teachings has no difference from other Islamic groups,
basing on Al-Qur’an and hadits. Nonetheless, that book has
not showed the uniqueness of Jamiyyatul Islamiyah ideas.
Keywords: Paradigmatic change, Jam’iyyatul Islamiyah
sesuatu yang baru muncul sekarang, tetapi telah ada sejak masa
kekhalifahan yang tercermin dari munculnya kelompok-kelompok
gerakan Islam seperti kelompok khawarij, gerakan salafiyah, mu’tazilah,
syiah dan Asariyah serta hadirnya mazhab fiqih seperti Syafi’i, Hambali,
dan Maliki. Di samping itu telah muncul faham-faham yang dikem-
bangkan oleh gerakan Ikhwanul Muslimin, Wahabi, Al Maududi, Imam
Khumaini, dan Fazlur Rahman yang hubungannya antara satu sama lain
tidak selalu sejalan, kadang saling menyesatkan, dan bahkan seringkali
melahirkan kekerasan fisik (Tholkhah dan Affiah, ed., 2005, 7-8).
Salah satu kelompok atau faham keagamaan Islam yang berhimpun
dalam sebuah organisasi sosial keagamaan di Indonesia adalah Jam’iyyatul
Islamiyah yang telah tumbuh sejak tahun 1971 tepatnya hari Jum’at 12
Maret 1971 di Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Dalam
perkembangan Jam’iyyatul Islamiyah selain mengalami kemajuan, juga
menghadapi berbagai tantangan dan tuduhan telah mengembangkan
ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tuduhan sekaligus penolakan
terhadap Jam’iyyatul Islamiyah dibuktikan antara lain oleh penerbitan
berbagai surat pelarangan antara lain dari Kejaksaan Tinggi Sumatera
Barat (1981) dan Kejaksaan Negeri Sungai Penuh (1995). Penolakan dalam
bentuk aksi juga pernah terjadi di Kota Padang (2006) yaitu peristiwa
penggagalan peresmian masjid Baitul Izza Baiti Jamak Islamiyah.
Penggagalan tersebut dipicu oleh prasangka sekelompok Islam yang
menganggap Jam’iyyatul Islamiyah mengembangkan ajaran menyimpang
dari ajaran Islam (Kustini dan Sri Sulastri, 2006).
Tulisan ini diangkat dari hasil penelitian yang ditujukan untuk
mengetahui perkembangan terakhir dari Jam’iyyatul Islamiyah, baik
perubahan yang terjadi dalam intern organisasi maupun perkembangan
atau perubahan respon masyarakat Islam khususnya Majelis Ulama
Indonesia. Permasalahan penelitian mencakup: (1) Perubahan apa saja
yang terjadi dalam organisasi Jam’iyyatul Islamiyah khususnya setelah
Muktamar Luar Biasa yang dilaksanakan di Bekasi tanggal 19 Oktober
2006? (2) Bagaimana pemahaman para pengikut Jam’iyyatul Islamiyah
tentang pokok-pokok ajaran Islam? (3) Bagaimana respon masyarakat
(organisasi Islam) tentang eksistensi Jam’iyyatul Islamiyah? Hasil penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi berbagai pihak dalam
memahami keberadaan Jam’iyyatul Islamiyah. Bagi Departemen Agama
dan MUI, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk
mencari model pembinaan terhadap organisasi keagamaan Islam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
pertimbangan bahwa permasalahan yang dicari adalah terkait dengan
masalah proses perubahan yang terjadi pada Jam’iyyatul Islamiyah
maupun pemahaman sekelompok masyarakat terhadap Jam’iyyatul
Islamiyah. Data dikumpulkan di lapangan atau lokasi penelitian yang apa
adanya, tanpa diatur untuk kepentingan penelitian. Peneliti bertindak
sebagai instrumen kunci dalam arti data dikumpulkan oleh peneliti melalui
kajian berbagai dokumen, peneliti melakukan observasi perilaku orang
yang diteliti, dan sekaligus peneliti melakukan wawancara dengan tokoh-
tokoh kunci. Dalam memaknai data atau informasi peneliti berpedoman
pada perspektif subjek yang diteliti, makna-makna yang diberikan subjek,
serta arti subjektif (subjective meaning) terhadap berbagai fenomena yang
terkait dengan masalah penelitian. Ciri-ciri tersebut merupakan salah satu
karakteristik penelitian kualitatif (Creswell, 2007).
Data dikumpulkan dengan menerapkan metode triangulasi yaitu
penggunaan lebih dari satu metode dalam rangka melengkapi data dan
menutup kekurangan dari setiap metode pengumpulan data (Bryman,
2004; 275). Metode pengumpulan data dimaksud adalah wawancara
dengan key informans, pengamatan, dan kajian dokumen.
Kajian Terdahulu
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, dalam hal ini
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, setidaknya telah 3 (tiga) kali
melakukan penelitian tentang Jam’iyyatul Islamiyah. Tahun 1995 Sudjangi
dan M. Zaenuddin Daulay melakukan penelitian Jam’iyyatul Islamiyah
di Propinsi Jambi. Hasil penelitian antara lain menyebutkan bahwa
persoalan paling krusial terkait dengan Jam’iyyatul Islamiyah adalah tentang
pro dan kontra ajaran Jam’iyyatul Islamiyah. Di satu pihak ada sebagian
kecil kelompok masyarakat yang menganggap ajarannya sesat karena
bersumber dari pengajian Urwatul Wusqo yang pernah dilarang. Di pihak
lain tidak menilai Jam’iyyatul Islamiyah sebagai penyebar ajaran sesat,
melainkan sebagai masalah khilafiyah yang banyak terjadi di kalangan
umat Islam khususnya terkait dengan tarekat, hakikat, dan ma’rifat.
Penutup
Di bagian akhir tulisan ini, ada beberapa kesimpulan yang bisa
ditarik; pertama, Jam’iyyatul Islamiyah merupakan organisasi sosial
keagamaan yang telah tumbuh sejak lama. Dalam perkembangannya
organisasi ini sempat menimbulkan polemik atau pro dan kontra
sehubungan dengan adanya dugaan penyebaran ajaran sesat. Untuk
Rekomendasi
Catatan Akhir
1
Pernyataan “paradigma baru” diungkapkan dalam butir 2 Perintah
Jam’iyyatul Islamiyah kepada seluruh pemuka dan jamaah yang berbunyi:
Mensosialisasikan paradigma baru kepada seluruh jamaah Jam’iyyatul islamiyah.
Namun dalam uraian selanjutnya tidak disebutkan secara spesifik apa yang
dimaksud dengan paradigma baru tersebut.
2
Disarikan dari Anggaran Dasar Jam’iyyatul Islamiyah Pasal 3 sampai
Pasal 8.
3
Kumpulan dokumen tentang berbagai penolakan terhadap keberadaan
Jam’iyyatul Islamiyah dapat dilihat pada Memorandum Jam’iyyatul Islamiyah
& Penggagalan Peresmian Penggunaan Masjid Baitul Izza Baiti Jamak islamiyah
Jl. Proklamasi 55 – 57 Padang. Memorandum tersebut juga memuat bukti-bukti
Daftar Pustaka
Asnawati Abstract
The research aims to gather information on the activities of
Baptist Church Indonesia located in Kediri East Java, and its
Peneliti pada Puslitbang activities regarding their social health service managed by
Kehidupan Keagamaan Baptist Hospital, and its correlation with religious harmony.
Furthermore, this paper exposes society response to such on
social activity. It shows that even though located around the
pesantren community, Baptist Church Indonesia ‘Getsemani’
Kediri East Java, could establish excellent relationship with
the pesantren neighborhood. Because of this, social based
activities held by the church are well accepted. In socializing
with the people, GBI perform a humane and humble approach,
such as providing health service to the people without
considering religious identity
Keywords: Baptist Church Indonesia, Harmony, Health
Service
Pendahuluan
Kehidupan Keagamaan
Jumlah penduduk kota Kediri menurut pemeluk agama di tingkat
kecamatan Kota yang beragama Islam mencapai 93.697 orang, kemudian
yang beragama Katolik 3.862 orang, Kristen 6.790, Hindu 546 dan Budha
mencapai 1.478 orang. Untuk tingkat Kecamatan Kota, jumlah Masjid
44, Langgar 86, Gereja 16 dan satu Vihara.
Selanjutnya mengenai aktifitas kehidupan keagamaan secara umum
masyarakatnya mempunyai semangat yang relatif tinggi. Terlebih lagi
dengan tersedianya berbagai sarana fasilitas dibidang kehidupan
keagamaan yang diberikan kepada masyarakat, baik dari pemerintah
maupun hasil olah swadaya masyarakat dalam upaya pembinaan dan
pengembangan aktifitas keagamaannya.
Sementara itu kegiatan keagamaan masyarakat umat Islam di
lingkungan kecamatan Kota, kehidupan mereka diwarnai oleh keadaan
yang serba religius baik dari kelompok kaum Ibu maupun Bapak, aktif
dalam mengikuti pengajian, baik pada tingkat kelurahan maupun
lingkungan yang secara rutin bergiliran dari rumah masing-masing
anggotanya. Kegiatannya setiap hari Senin, Rabu dan Jumat yang
bertempat di masjid dengan jadwal yang telah ditentukan, atau pada pada
acara ceramah agama, terkadang mengundang penceramah dari luar
kecamatan Kota.
Di kota Kediri terdapat 27 denominasi anatara lain : Gereja Kristen
Jawi Wetan, Gereja Baptis, Gereja Pantekosta Tabernakel, Gereja Sidang
Jemaat Kristus, Gereja Sidang Jemaat Allah, Gereja Bathel Injil Sepenuhnya
dan lain sebagainya.
Masyarakat kecamatan kota mayoritas beragama Islam, namun
terjalin hubungan ketetanggaan secara damai dengan pemeluk agama
lain. Hingga sekarang tidak pernah ada berita, warga yang marah karena
isu agama. Mereka juga sangat toleran dengan perbedaan yang ada baik
beda karena agama maupun etnis. Keberadaan komplek Gereja Katolik
dan SMU Augustinus yang terletak di jalan Veteran, juga tidak pernah
terusik karena melakukan kegiatan keagamaannya, meski hanya berjarak
satu kilometer dari Pondok Pesantren Lirboyo. Oleh karena itu dalam
kebaktian gereja, baik di tingkat kota maupun di kecamatan Kota berjalan
besar kepada tenaga-tenaga pribumi, yang sampai saat ini jemaat Gereja
Baptis Indonesia di kota Kediri mayoritas etnis Jawa dan hanya beberapa
orang saja dari etnis Cina, karena yang lainnya telah bergabung ke GKI
(Gereja Kristen Indonesia).
Dalam dinamika perjalanan menumbuhkembangkan jemaat pada
Gereja Baptis Indonesia tersebut tidak seperti yang lain yaitu dengan
melalui door to door, tapi dengan melalui binaan dalam keluarga. Dan
bahkan selalu terbuka bagi siapa saja dan tidak menutup kemungkinan
untuk menerima bagi yang mau belajar melalui KPW (Kelompok
Pembinaan Warga). Kemajuan dan pertumbuhan Gereja Baptis Indonesia
di Kediri ini sangat diterima oleh masyarakat sekitarnya, karena cukup
bagus dalam bersosialisasi dengan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang menarik bagi masyarakat Kediri dan sekitarnya adalah
salah satunya dalam bentuk pelayanan kesehatan.
Berdasarkan catatan sejarah, berdirinya Gereja Baptis Indonesia yang
pertama di Kediri di jalan Mayjen Sungkono di daerah Semampir, dimulai
pada tahun 1962 oleh beberapa utusan injil diantaranya dr. Owen, dr.
King, Miss Wendy, Miss Mile. Dalam pelayanan pemberitaan Injil tersebut
ada beberapa orang dimenangkannya dan sampai sekarang masih setia
untuk berbakti dan melayani di gereja ini.
Sebagai gembala sidang yang pertama kali melayani di GBI Sahabat
Pos PI Dandangan adalah Pdt. Ernest Bacil Sukirman, mahasiswa Seminari
Theologia Baptis Indonesia (STBI) Semarang. Pelayanan tersebut dilakukan
disetiap akhir Minggu, mulai hari Jumat sore sampai Minggu dan hari
Senin kembali ke Semarang untuk belajar di STBI lagi.
Seiring dengan fakta sejarah perjalanan perkembangan Gereja Baptis
Indonesia tidak lepas dari campur tangan kuasa Allah yang dari tahun ke
tahun meskipun pemimpin silih berganti namun masing-masing
membawa perkembangan dan kemajuan gereja. Sebelum menjadi besar,
baik gereja maupun Rumah Sakit Baptis tak mungkin dilepaskan dari
BPD GGBI karena disinilah gereja dan lembaga terjalin hubungan erat.
Kehadiran Rumah Sakit Baptis Kediri sebelum menjadi besar seperti
sekarang ini awalnya hanya sebuah klinik yang memberi pelayanan
kesehatan pada sepuluh orang pasien dengan melayani siapa saja tanpa
memandang agama sesuai dengan yang terpampang pada slogan di
Berobat Ke RS Baptis
Ada perbedaan yang prinsipil antara orang-orang Kristen yang
disebut sebagai orang Baptis dengan pengikutaliran Kristen lain atau Katolik.
Orang Baptis memandang dirinya sangat setia pada prinsip Perjanjian
Baru (PB) dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab
Perjanjian Baru itu cukup sempurna dan merupakan kekuasaan yang
tertinggi. Oleh sebab itu ajaran atau doktrin Gereja Baptis Indonesia
berpusat pada Alkitab Perjanjian Baru.
Satu hal yang bertentangan pada orang-orang Baptis dengan umat
Kristen denominasi lain adalah penyelewengan ajaran dari Perjanjian Baru
yaitu melakukan pembabtisan pada anak-anak dan penyatuan gereja
dengan negara. Meskipun ajaran tersebut berpusat pada Alkitab yang
sama, ada perbedaan tetapi menurut kalangan Baptis sendiri ada sejumlah
pokok ajaran yang dipegang bersama, yaitu 3 aspek: Marturia (Pelayanan
Injil) Qoinunria (Persekutuan) dan Diakonia (Pelayanan Sosial).
Penutup
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
masyarakat kota Kediri khususnya di kecamatan Kota penduduknya
mayoritas beragama Islam. Kota Kediri merupakan kota yang banyak
memiliki pusat pendidikan agama (pesantren) bagi para santri yang
menimba ilmu. Pesantren besar yang terkenal diantaranya adalah pesantren
Lirboyo dan Al-Falah Ploso. Meskipun Gereja Baptis Indonesia berada di
lingkungan pesantren, namun kondisi kemasyarakatan cukup harmonis,
terjadi komunikasi yang bersahabat dan terjalin tali silaturrahmi antara
pengurus pondok dengan para pendeta dari GBI. Kegiatan sosial RS Baptis
disambut dengan baik. Antar umat berbeda ini terjadi jalinan kegiatan
sosial mutualisme. RS Baptis membuka pintu selebar-lebarnya bagi
masyarakat yang kurang mampu untuk berobat secara gratis atau dapat
diangsur.
Kegiatan sosial Gereja Baptis Indonesia dengan menggunakan
pendekatan kemanusiaan dan kekeluargaan, dan ternyata disambut positif
oleh komunitas lain (umat Islam). Kegiatan sosial yang dilakukan berupa
pelayanan kesehatan masyarakat tanpa memandang identitas pasien.
Perkembangan Gereja Baptis Indonesia Kediri cukup pesat. Perkembangan
itu dapat diterima oleh semua pihak.
Rekomendasi
Adapun rekomendasi dari kajian ini adalah dalam menjalankan
tugas kemanusiaan, Gereja Baptis Indonesia hendaknya tetap menjaga
etika penyiaran, sehingga tidak memunculkan persoalan yang dapat
memicu konflik. Juga dalam memberikan pelayanan kesehatan,
khususnya pelayanan psikhoterapi pada pasien lain yang berbeda agama
yang sakit jiwanya, didampingi oleh para pembimbing yang seiman.***
Catatan Akhir
1
Apakah semua gereja sama?, Dr. Suhanto Khoir, Graphe, Tahun 2000, hal 6
2
Ibid, hal 5
3
Hasil wawancara dengan Pembimas Kristen Kandepag Kota Kediri.
4
Ibid, hal 156
5
Ibid, halaman 80.
Daftar Pustaka
Ahmad Subakir, Merajut Persaudaraan Sejati Antar Umat Beragama, 5 PKUB Kota Kediri,
Litbang PKUB Kota Kediri, 2003.
Catur Nugroho dan Victor Rembeth, Menjadi Gereja Baptis Indonesia, Lembaga
Literatur Baptis Bandung, Cetakan I, 2001.
John W Tairas, MA dan Timotius Kabul, MA, Memenangkan Hati Jemaat: Sebuah
Metode penggembalaan Yang Komunikatif, pelayanan Mandiri “Mikhael”, Semarang
Cetakan I, 2003.
Kandepag Kota Kediri, Peta Kerukunan Hidup Umat Beragama Kota Kediri, 2001.
Lee H.Mc Coy, Mengenal Tata Gereja Baptis, Diterbitkan Seminari Theologia Baptis Indonesia,
Semarang, 1989.
Minit Kongres VII GGBI, 2000.
Suhento Liauw, Dr, Apakah Semua Gereja Sama? Graphe, Jakarta, 2000.
Yan S. Aritonang, Pdt. Dr, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, PT. BPK Gunung
Mulia, 2000.
Tarekat Amaliah:
Media Dakwah bagi Masyarakat Kota Jakarta
Pendahuluan
Kerangka Konseptual
Tarekat Amaliah. Tarekat Amaliah didirikan pada tahun 1993
dipelopori oleh KH Sa’adih Al-Batawi ini bertujuan mengembangkan ajaran
Mbah Mangli di Kota Jakarta serta mengamalkannya untuk memperoleh
ketenangan dan kedamaian spiritual.4 Dalam mensosialisasikan tarekatnya,
KH Sa’adih menekankan pada tindakan nyata yang bermanfaat bagi
sesama, seperti memberikan bantuan kepada anak yatim, membangun
sarana ibadah dan sarana pendidikan. Dengan begitu, menurutnya tarekat
ini disebut dengan tarekat amaliah.
Tarekat yang dikembangkan berangkat dari amalan Tarekat
Naqshabandiyah, sebuah tarekat mu’tabarah yang didirikan oleh
Muhammad bin Baha’uddin An-Nawasi Al-Bukhari (718-791 H / 1317-
1389 M). Aliran yang dirintisnya ini lebih populer disebut dengan
Naqshabandi, suatu aliran tarekat yang mengeratkan ajaran sufi dalam
bentuk dan cara sendiri.5 Tarekat ini telah berkembang dan menyebar di
berbagai negara komunitas Islam yang hidup di dalamnya kehidupan
tarekat. Di Indonesia, tarekat ini berkembang luas dan diterima oleh
sebagian umat Islam Indonesia.6
Aliran tarekat ini lahir di tengah-tengah umat Islam dalam suatu
jalinan dan ikatan kuat melalui kekuasaan dan mitos seorang Syekh, karena
seorang Syekh dalam pandangan tarekat merupakan panutan mutlak
yang harus ditaati dan diikuti dengan prinsip bahwa mengikuti Syekh
walaupun keliru adalah lebih baik daripada memperoleh kebenaran yang
didapat tanpa petunjuk dan bimbingan.7
Media Dakwah. Dalam semua aktifitas kehidupan manusia, media
merupakan bagian yang tidak terpisahkan keberadaannya. Manusia
adalah sasaran media. Media berarti perantara, berasal dari bahasa Yunani,
median. Adapun pengertian semantiknya, media yaitu “segala sesuatu yang
dapat dijadikan alat atau perantara untuk mencapai tujuan tertentu”.8
Dalam kamus telekomunikasi, media berarti “Sarana yang
digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan pada
komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, jumlahnya atau
keduanya”. Jadi segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam berkomunikasi disebut media komunikasi.9 Yang dimaksud dengan
Metodologi
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, difokuskan kepada perolehan data deskriptif mengenai Tarekat
Amaliah untuk memperoleh pemahaman yang luas tentangnya. Juga
digunakan pendekatan naturalistik untuk menemukan, menggali dan
menggambarkan realitas secara holistik, sumber data/informasi yang
dijaring mengenai Tarekat Amaliah.
Data juga dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dokumen
dan wawancara terhadap beberapa orang tokoh yang tergabung dalam
Mejelis Dzikir Tarekat Amaliah, tokoh-tokoh agama, serta beberapa
pimpinan instansi pemerintah yang terkait dalam pembinaan dan
pelayanan masyarakat.
Tarekat Amaliah
Menurut penuturan H. Mulyadi (salah seorang Dewan Asatidz),
kata Tarekat As-Samawaat diambil dari nama orang tua Kyai Sa’adih Al-
Batawi yang bernama H. Asmat, dan H. Sawiyah nama ibunya. Kedua
nama tersebut digabungkan menjadi Tarekat Amaliah As-Samawaat, dalam
bahasa Arab mempunyai pengertian membangun ketinggian rohani.
Dengan demikian Tarekat Amaliah mempunyai pengertian
perkumpulan yang dibentuk untuk membicarakan mengenai cara-cara
mengingat Allah, dalam membangun ketinggian rohani.13
Tarekat Amaliah berdiri pada awal tahun 1993, dipelopori oleh Kyai
Sa’adih Al-Batawi. Kyai Sa’adih adalah murid dari Mbah Mangli, salah
seorang mursyid Tarekat Naqsabandiyah di Magelang Jawa Tengah.
Menurut pengakuannya, latar belakang didirikannya Tarekat Amaliah,
adalah regenerasi ajaran dari guru Mbah Mangli dalam pengembangan
tasawuf. Di samping itu juga dilatari adanya panggilan hati.14 Dimulai dari
perasaan batin yang kering dan terasa jauh dari Allah SWT, sehingga dirinya
sering gelisah dan menyendiri merenungi lebih jauh akan makna hidup
yang sebenarnya. Kegalauan iman yang ada dalam benak Kyai Sa’adih
kampungnya karena terkenal berani dan tekun ibadah siang dan malam.
Ibunya Hj. Sawiyah merupakan sosok wanita sholihah yang banyak berjasa
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat kampungnya dalam urusan
kelahiran, perkawinan, sampai pengurusan jenazah.
Sa’adih kecil lahir dan dibesarkan kedua orang-tuanya di wilayah
Kembangan dengan penuh kasih sayang. Di masa kanak-kanak dan
remaja, hidupnya penuh kepahitan bidang ekonomi. Berbeda dengan
kakak-kakak dan adik-adiknya, Sa’adih kecil terkenal sebagai anak
pemberani dibandingkan dengan teman-teman sebayanya waktu itu.
Keberaniannya itulah yang membuat dirinya terkenal dan terkesan nakal,
tidak takut kepada siapa pun. Walau demikian, selama masa kanak-kanak
sampai remaja dan pemuda beliau sangat rajin membantu orang tua dalam
memenuhi kebutuhan keluarga. Pendidikan formal dijalani di sekolah
yang jarak tempuhnya sangat jauh. Semua dilaluinya dengan penuh
kesabaran. Masa lajangnya diakhiri dengan menikahi seorang gadis Betawi
di kampungnya bernama Ani. Dari pasangan ini lahirlah Muhamad Andika
(Alm), Siti Rahmania dan Siti Aisyah. Sejak diterima sebagai karyawan di
perusahaan besar PT. Total Indonesia waktu itu, dengan ketekunannya
menjadikan dirinya sebagai pekerja teladan. Kemudian perusahaan
mempercayakan dirinya menempati posisi sangat strategis. Dengan gaji
dan fasilitas perusahaan yang sangat besar, beliau dapat mencukupi
kebutuhan hidup keluarga.18
Sejak kecil Sa’adih bersaudara selalu diajarkan untuk mencintai ilmu.
Pada usia lima tahun ia sudah memasuki Sekolah Dasar (SD) yang jaraknya
sangat jauh dari rumahnya. Kepahitan ekonomi untuk menopang
kebutuhan hidupnya tidak menjadi alasan untuk tidak sekolah. Ia sangat
rajin membantu orang tua. Akhirnya ia pun dapat melanjutkan
sekolahnya. Di jenjang SMP, lagi-lagi dia harus merasakan kepahitan
untuk bisa menyelesaikan sekolah. Dengan kesabaran yang tinggi, ia pergi
dan pulang sekolah dengan berjalan kaki. Yang selalu diingat adalah apa
yang telah diajarkan oleh orang tuanya yaitu kesungguhan, ulet, dan rajin.
Dengan kesungguhannya pula, ia bisa melanjutkan sekolahnya di STM.
Setelah lulus STM, Saadih tidak sempat mengenyam bangku perguruan
tinggi karena keterbatasan dana.19
Do’a tersebut biasanya ditutup dengan do’a sapu jagat yang dibaca
secara bersama-sama sebanyak tiga kali, sekaligus sebagai penutup. Doa
tersebut yaitu: “Rabbana atina fid dunyaa hasanah, wa fil akhirati hasanah
wa qinaa ‘adzaban nar”.
Khalwat
Khalwat ialah sepi atau sunyi. Khalwat menurut para sufi ialah usaha
seorang hamba untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah
SWT, dengan cara menyepikan batin dari sifat-sifat keduniaan,
mensunyikan hati dari hawa nafsu dunia. Khalwat merupakan suatu
keadaan dimana seorang hamba berusaha untuk membutakan matanya
dari pandangan-pandangan dunia, mentulikan telinganya dari bisikan-
bisikan hawa nafsu dan membisukan perkataan-perkataan yang tidak
berguna.
Dalam pandangan Kyai Sa’adih Al-Batawi, bahwa khalwat
dilakukan sebagai usaha manusia untuk mengenal dirinya agar dapat
mengenal Allah SWT. Salah satu caranya ialah dengan berusaha semaksimal
mungkin dapat mengendalikan nafsu lawamah dan amarah nafsu dunia
sehingga diharapkan akan muncul jiwa muthmainah (jiwa yang tenang).26
Untuk itu jamaah Tarekat Amaliah, yang telah mengikuti pengajian (malam
Jum’at minimal 3 bulan) dianjurkan untuk mengikuti pendidikan rohani
“khalwat” yang diselenggarakan di desa Kohod Tanjung Burung Tangerang
Banten. Khalwat biasanya dilaksanakan menjelang bulan Ramadhan,
selama beberapa hari, bertahanus di Majelis Khalwat Arr-Rahmah, berdiam
diri tanpa kesibukan apapun kecuali ibadah.
Dengan pendidikan rohani tersebut, diharapkan para jamaah
Tarekat Amaliah menjadi manusia-manusia yang taat dan tunduk kepada
Allah, bersabar ketika diuji Allah, ikhlas dalam persembahan kepada Allah,
bersyukur ketika diberi rahmat dan ridlo atas segala ketentuan dan
keputusan Allah.
Respon Masyarakat
Dakwah adalah menyampaikan informasi dilakukan oleh da’i
kepada perorangan atau sekelompok umat tentang pandangan dan tujuan
hidup manusia di dunia, yang berisikan amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah
menurut KH. Sa’adih, adalah panggilan dan ajakan untuk bertaqarub
kepada Allah SWT, yang tidak henti-hentinya dilakukan setelah mengalami
gejolak batin, diperoleh dengan semangat tanpa mengenal lelah. Tak jarang
ia disambut dengan cacian dan cibiran daripada simpati. Dengan penuh
kesabaran, semua rintangan dapat dihalau. Dalam jangka lima tahun,
dakwahnya mulai mendapat respon positif dari masyarakat. Masyarakat
melihat ajakannya penuh kesungguhan, karena dakwahnya tidak hanya
melalui kata-kata, namun juga melalui pengorbanan harta, jiwa, dan raga.
Banyak bukti dan fakta tentang pengorbanannya selama
berdakwah yaitu terbinanya beberapa desa miskin yang rawan
pemurtadan di wilayah-wilayah tersebar di pesisir pantai Tangerang.
Mereka tidak hanya mendapatkan bimbingan agama tetapi mendapatkan
fasilitas hidup yang layak.
Pada saat usia dakwahnya masuk tahun ke-7, banyak alumni-
alumni pondok pesantren mulai tertarik dengan gaya dakwahnya dan
turut andil berjuang bersamanya. Yang membuat mereka tertarik adalah
metode dakwah yang dilakukan sangat jarang, bahkan sudah mulai
ditinggalkan para ulama sekarang. Metode dakwahnya sangat berat dan
penuh rintangan.28
Memasuki tahun kesembilan perjalanan dakwahnya, alumni-
alumni Perguruan Tinggi Islam (PTI) mulai menyukai dakwahnya,
terutama dakwah jalanan (berantas judi, mabok, dan tawuran). Metode
pengajarannya yang selanjutnya menggunakan tarekat amaliyah yang
menekankan pada tindakan-tindakan nyata dan sangat bermanfaat.29
Dalam kurun waktu sepuluh tahun usia dakwahnya, pengikutnya
telah mencapai ribuan. Memiliki jumlah murid yang banyak tidak
membuat Kyai Sa’adih merasa takabur atau lebih mulia dari orang lain,
bahkan dia memberi julukan dirinya sebagai seorang “kacung” atau
pelayan bagi jamaahnya yang ingin mendekat kepada Allah. Dakwah yang
digunakan paling awal saat mengajak orang kembali ke jalan Allah SWT
melalui metode pengobatan.30
Kesimpulan
Dari paparan di atas, beberapa poin yang menjadi kesimpulan, yakni:
a) tarekat Amaliah bermula dari pengalaman spiritual KH. Sa’adih Al Batawi
sendiri. Karena manfaat dzikir yang begitu besar dirasakannya, maka ia
mengajak masyarakat untuk melakukan dzikir setiap hari; b) kegalauan
iman dan perasaan takut akan dosa ditumpahkannya melalui dzikir setiap
malam, banyak bertafakkur terhadap makna hidup untuk menemukan
kedamaian batin. Siang dan malam waktu dihabiskan untuk ber munajat-
munajat dan beristighfar. Perjalanan spiritual ini dilalui selama 9 tahun
sehingga tersadarkan oleh sebuah fenomena jiwa; mengenal diri dan
mengenal Allah dengan berbagai kebesaran-Nya. Kemudian ia mengajak
orang lain untuk cepat-cepat kembali kepada Allah, karena Allah Maha
Pengampun dan Penyayang; c) Tarekat Amaliah didirikan pada tahun
1993; d) misi tarekat ini adalah meningkatkan ukhuwah Islamiyah, taat
kepada Allah dan menjadi tauladan. Visinya yaitu menyadarkan
masyarakat agar lebih terketuk hatinya untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT dengan dzikir.
Ajaran tarekat ini, meliputi: a) dzikir untuk penyucian jiwa dan hati
melalui puasa. Juga melalui perenungan yang mendalam, menghabiskan
waktu malam untuk berinteraksi dengan Allah, baik melalui ibadah ritual
maupun sosial (amaliyah). Juga dengan riyadlah batin, selalu aktif
berhubungan Allah SWT; b) membaca wirid, yakni amalan rutin setelah
shalat atau pada waktu tertentu; c) khalwat; untuk membangun kesucian
jiwanya sebagaimana dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul. Jamaah
Tarekat Amaliah melaksanakan khalwat di Majelis Khalwat Ar-Rahmah
di desa Kohod Tanjung Burung Pantai Utara Tangerang Banten. Kegiatan
Tarekat Amaliah mencakup kegiatan lahiriyah dan batiniyah untuk
membangun moral pribadi, keluarga dan masyarakat melalui pengobatan,
forum kajian dan riyadlah spiritual, wadah silaturahmi, keilmuan dan
dakwah bilhal. Hingga kini jumlah pengikut tarekat Amaliah pimpinan
KH Sa’adih terus bertambah.
Saran
Rekomendasi yang dihasilkan dari kajian ini adalah agar pimpinan
Tarekat Amaliah melakukan pendekatan lebih baik lagi kepada
masyarakat, agar mereka lebih memahami tarekat tersebut. Kepada para
pengikut tarekat hendaknya dapat merealisasikan dzikirnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam sikap dan perilaku. Sedangkan kepada
Kantor Departemen Agama diharapkan lebih sering melakukan
pendekatan-pendekatan dengan Tarekat Amaliah untuk melakukan
pembinaan kehidupan keagamaan, karena kelompok ini cenderung
ekslusif (tertutup).***
Catatan Akhir
1
http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufisme-merambah-kota-
mengikat-umat.
2
Mengutip http://suluk.blogsome.com/2000/09/30/sufiesme-merambah-
kota-mengikat-umat
3
Mengutip: Muhammad Adlin Sila (Dialog No. 54 th. XXV, Desember 2002
4
Wawancara dengan KH Sa’adih.
5
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, 1966, hal. 307.
6
Morgan Kenneth W, Islam Jalan Haq, terjemahan Abu Salmah Abdul
Kadir dan Harun Ar-Rasyid, Jilid II, PT Pembangunan, Jakarta, 1963, hal. 44.
7
Al-Kindy, Tanwirul Qulub fi mu’amalati al-Alamil Ghuyub, Mesir, 1343
H, hal. 545.
8
Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya : Al Ikhlas,
1995), h. 163
9
Gozali BC, TT, Kamus Istilh Komunikasi, (Jakarta : Djambatan, 1992), h.
227.
10
Antara metode dengan media dakwah sangatlah berkaitan, karena
apapun metode yang diterapkan pastilah di dalamnya mencakup masalah media
dakwah. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. H. Hamzah Ya’qub yang
membagi media dakwah menjadi lima kelompok besar yaitu lisan, yaitu khutbah,
pidato, ceramah, diskusi, kuliah, dan lain-lain. Dengan tulisan, yaitu buku-buku,
majalah, koran bulletin, dan lain-lain. Melalui lukisan, yaitu gambar-gambar
hasil seni lukis, foto, film cerita dan lain sebagainya. Melalui audio visual, yaitu
televisi, sandiwara, ketoprak, wayang, dan lain-lain. Perilaku atau suri tauladan
seperti mengunjungi orang sakit, menjaga kebersihan.
11
Drs. B. AF. Mayor Palak, Sosiologi, Suatu Pengantar, PT Ichtiar Biru, Jakarta,
199, hal. 210.
12
BPS Kecamatan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk dalam Angka 2007
13
H. Mulyadi, Wawancara tanggal 14 Juli 2008
14
Arfiah Fanami, Panduan Majelis Dzikir As-Samawaat, Dalam
Menyampaikan Dakwah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004, h. 54.
15
Wawancara dengan KH Sa’adih.
16
Ustad Mulyadi, Wawancara tanggal 24 Juli 2008
17
Ibid
18
As-Samawaat, Majalah Media Spiritual dan Dakwah As-Samawaat No.
01 Tahun 1/1-30 April 2006/1-29 Rabiul Awal 1427 h. 12-16
19
H. Mulyadi Wawancara tanggal14 Juli 2008
20
Majalah As-Samawat, Media Spiritual dan Dakwah, Edisi Perdana, h. 19
21
KH. Sa’adih Al-Batawi, Pimpinan Tarekat Amaliah, Wawancara Pribadi,
(Puri Kembangan, 28 Agustus 2008)
22
Ibid
23
Ibid
24
Ibid
25
Arifin Ilham, Dzikir dan Muhammadiyah. (Jakarta: Mizan, 2004), Cet. Ke-1
26
As-Samawaat, Majalah As-Samawaat Media Spiritual dan Dakwah No.
02/Tahun II/I-12 Pebruari 2007/13-10 Muharram Safar 1428 H. h. 30
27
As-Samawaat, Majalah As-Samawaat Media Spiritual dan Dakwah
No. 2/1tahun II/I 28 Pebruari 2007/13-10 Muharram Safar 1428 H, h. 43
28
Ustdz Mulyadi, Wawancara Pribadi. Dewan Asatidz Majelis As-
Samawat Puri Kembangan, 24 Juli 2008
29
Majalah As-Samawaat, Media Spiritual dan Dakwah. Edisi Perdana, h. 13.
30
KH. Sa’adih Al-Batawi, Wawancara Pribadi, 24 Juli 2008
Daftar Pustaka
Muchtar Abstract
The aim of this research is to describe a certain religious group
that has been established since 1997 and might bring potential
Peneliti pada Puslitbang conflicts against the Islamic community. That teaching is
Kehidupan Keagamaan called Al-Haq or Al-Qur’an Suci (Holy Al-Qur’an). Despite
the fact that it has been expanding in many locations in
Indonesia, this research is focused in Bandung. The writer has
broadly assessed this group; which is considered a deviation..
The assessment consists of prpagational background, main
figures, religious belief that has been taught, organizational
form, organizational network, fund resource, member
recruitment,supportingsocietyanditsdevelopment.It indicates
that this perspective has created fear within the society and
considered to be deviated from Islam.
Keywords: Al Haq, deviation
Pendahuluan
umat Islam akan terselamatkan dari segala kerusakan dan tipu daya
musuh-musuhnya yang ingin menghancurkan dinullah ini. Upaya
menggoyahkan akidah ini muncul pada masa Khulafaur Rasyidin. Di
zaman khalifah yang pertama, Abu Bakar Ash-Shidiq, sudah muncul Nabi
palsu yang bernama Musailamah Al-Kadzab, juga orang-orang yang
enggan membayar zakat.
Persoalan yang mengancam akidah ini pada umumnya tidak
langsung masuk ranah agama, namun diawali oleh persoalan lain seperti
persoalan di bidang politik dan ekonomi. Contohnya kemunculan
kelompok Khawarij pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, dilatarbelakangi
oleh persaingan politik antara Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib yang
berseteru dengan Mu’awiyah. Perseteruan ini berakhir dengan
terbunuhnya Ali oleh Abdurrahman bin Muljam, seseorang yang ditugasi
oleh kaum Khawarij untuk membunuh Ali. Sejak masa inilah, persoalan
akidah menjadi ranah perbincangan yang hangat hingga saat ini. Peristiwa
tersebut sekaligus merupakan awal masa desintegrasi dan mendorong
lahirnya sekte dalam Islam dengan doktrin atau ajaran yang beragam.1
Dalam bingkai ke-Indonesia-an, persoalan umat Islam juga
mengalami perkembangan yang layak dicatat dalam sejarah. Sejak
jatuhnya Presiden Suharto, berbagai macam aliran di tubuh umat Islam
bermunculan. Contoh yang menghebohkan adalah kehadiran beberapa
kelompok yang mengaku sebagai kelompok/aliran, seperti Al Qiyadah Al
Islamiyah, Aliran Al-Haq (Al-Qur’an Suci) dan lain sebagainya. Mereka
menganggap dirinya yang paling benar. Dalam melakukan aksinya, tak
jarang mereka memaksakan/anarkhis.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk secara
etnis, sistem nilai, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan serta keyakinan
keagamaan, maka tidak jarang terjadi berbagai macam perbedaan persepsi,
interpretasi, atau ekspresi keagamaan, walaupun mereka berasal dari
penganut ajaran agama yang sama.2
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama memandang perlu melakukan kajian secara
mendalam terhadap kelompok Al-Haq, suatu aliran keagamaan yang
sedang berkembang, yang diduga mengandung potensi konflik di
kalangan umat Islam. Kajian ini difokuskan pada aliran yang muncul dan
Realitas Agama
Agama dimaknai sebagai ajaran luhur dan petunjuk yang datang
dari Sang Pencipta. Agama bersifat agung dan Ilahiyah. Namun ketika
agama bersentuhan dengan kehidupan manusia, kedua sifat agama itu
pun berubah. Maka sebuah agama yang disebarkan oleh seorang pewarta
dan bersumber dari sebuah kitab suci, akhirnya mengalami proses
keragaman penafsiran yang membawa konsekuensi pada perbedaan
paham dan tindakan keagamaan para pemeluknya.
Belakangan ramai dibicarakan banyak kalangan tentang
kebangkitan agama yang ditandai dengan meningkatnya dedikasi
pemeluk agama terhadap ajarannya (religious dedication). Kebangkitan
tersebut hampir terjadi pada seluruh agama dan semuanya mengalami
fenomena yang sama. Seperti pemeluk Kristen yang makin rajin datang
ke gereja, kaum muslimin makin rajin mengerjakan salat, zakat, puasa,
dan seterusnya. Di Indonesia, semangat (ghirah) keislaman terlihat dari
ramainya kelas menengah dan kelas menengah kota yang berduyun-
duyun mendatangi majelis-majelis dzikir.3
Sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998, seakan aliran-aliran
keagamaan muncul bak jamur di musim hujan. Sejalan dengan itu,
kelompok besar kaum muslimin dengan pemahaman Islam yang minim
menyebabkan beberapa di antaranya masuk aliran yang menyalahi atau
tidak sesuai dengan ajaran Islam (sesat). Diantara aliran yang masuk
kategori sesat itu adalah Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan Al-Haq atau Al-
Qur’an Suci.
Definisi Konseptual
Aliran keagamaan adalah himpunan sejumlah umat beragama atau
organisasi masyarakat keagamaan non-pememerintah, bervisi kebangsaan
yang dibentuk berdasarkan kesamaan keyakinan dan paham keagamaan,
oleh warga negara secara sukarela, keberadaannya terdaftar atau diketahui
oleh pemerintah setempat. Case Study atau studi kasus adalah kajian atau
penelitian tentang suatu masalah, peristiwa atau kejadian tertentu yang
dipandang penting di suatu lokasi dan waktu tertentu. Dalam studi kasus,
kajian relatif kecil dan terbatas, namun lebih fokus, terperinci dan
mendalam.4
Aliran menyimpang adalah suatu aliran/kelompok yang
mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka
perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang
berlangsung. Dalam kegiatannya mereka sering menggunakan aksi-aksi
yang berbeda dengan kelompok lain yang dinilai bertentangan dengan
keyakinan mereka. Secara sosio-kultural dan sosio-religius, kekompok
ini mempunyai ikatan kelompok yang kuat dan menampilkan ciri-ciri
dan ritual mereka yang khas.5
Menurut fatwa MUI, kategori aliran yang menyimpang atau sesat
adalah a) mengingkari salah satu rukun iman yang 6 (enam) dan rukun
Islam yang 5 (lima), b) meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai
dengan dalil syariat Islam (Al-Qur’an dan Assunah); c) meyakini turunnya
wahyu setelah Al-Qur’an; d) mengingkari otentisitas atau kebenaran isi
Al-Qur’an; e) menafsirkan Al-Qur’an tidak berdasarkan kaidah-kaidah
tafsir; f) mengingkari hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam; g) menghina
atau melecehkan para Nabi dan Rasul; h) mengakui ada nabi setelah Nabi
Muhammad SAW; h) merubah, menambah atau mengurangi pokok-
pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syari’ah; i) mengkafirkan sesama
muslim yang bukan kelompoknya.6
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bandung, mengingat Bandung
adalah kota besar yang terdekat dengan Jakarta. Kota Bandung memiliki
adat istiadat khusus karena pengaruh keragaman, baik secara etnis, budaya,
maupun pemahaman keagamaan.
Pendidikan
Di bidang pendidikan, Kota Bandung mulai menampakkan
geliatnya ke arah kemajuan sejak pembangunan yang dimulai pada masa
pemerintahan Orde Baru. Perhatian pada sektor pendidikan ditunjukkan
dengan kemudahan memperoleh kesempatan belajar terutama bagi anak-
anak usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Tabel 1
Jumlah Usia Sekolah Kota Bandung
Tahun 2006
No Jenis Pendididkan Jumlah
1 Tidak/belum sekolah 33.280
2 SD/MI 120.247
3 SMTP/MTS 133.850
4 SMU/MA 120.248
5 Diploma I/II 32.102
6 D III/SM 39.791
7 D IV/SI 91.837
8 S2/S3 13.097
9 Tidak bersekolah 1466.532
Jumlah 2.050.984
Sumber Data: Kota Bandung Dalam Angka 2006
Kehidupan Keagamaan
Di beberapa daerah di kawasan ini terdapat kelompok-kelompok
yang masuk berbagai macam aliran atau faham tertentu, meskipun
sejatinya penganut Islam. Apalagi di lingkungan masyarkaat petani Sunda
di daerah pedesaan, batas antara unsur Islam dan bukan Islam sudah
tidak disadari lagi. Unsur-unsur dari berbagai sumber itu telah
terintegrasikan menjadi satu sistem kepercayaan yang tak terpisahkan.
Namun, tradisi Sunda tidak lepas dari unsur-unsur keagamamaan, seperti
masalah kematian, kelahiran, perkawinan dan sebagainya.
Jumlah pemeluk agama pada tahun 2007, penganut Islam
berjumlah 2.200.083 jiwa atau sekitar 89,68%, sedang agama Katolik
berjumlah 63.367 jiwa atau sekitar 2,58%, dan Kristen Protestan berjumlah
166.639 jiwa atau sekitar 6,79%. Sedang agama Hindu berjumlah 2.956
jiwa atau 0,10%, dan Buddha sebesar 18.201 jiwa atau sekitar 0,74%, dan
lain-lain sebanyak 56 jiwa atau sebesar 0,001%.10
Komposisi jumlah penduduk tersebut di atas menempatkan umat
Islam sebagai mayoritas. Meski demikian, kerukunan antar umat beragama
tetap terjaga dengan baik, aman dan tentram, saling hormat menghormati
diantara para pemeluk agama. Tercatat hingga saat ini belum pernah terjadi
konflik dengan berlatar belakang agama.
Sarana peribadatan masing masing pemeluk agama di Kota
Bandung dapat dijabarkan sebagai berikut: masjid sebanyak 2.192buah,
langgar/mushola 1.922 buah, gereja Katolik sebanyak 24 buah, gereja
Kristen sebanyak 107 buah, pura sebanyak 3 buah dan vihara Buddha
sebanyak 22 buah.11
Suci hanya diperoleh dari cerita orang tua yang anaknya hilang dan diduga
ikut aliran ini. Ada empat kasus yang disinyalir ada kaitan dengan aliran
Al-Qur’an Suci, antara lain: a) TM (20 tahun) mahasiswi Akademi Analis
Kesehatan An-Naser Sumber Cirebon. Pergi dari rumah tanggal 13 Agustus
2007 dan sampai sekarang ini tidak diketahui keberadaannya; b) AY,
mahasiswi Politeknik Pejajaran “Insan Cinta Bangsa” Bandung. Ia
menghilang sejak 9 September 2007. Setelah keluarganya melapor kepada
polisi, justru mendapat teror dari orang yang mengatasnamakan Kapolsek
Karawang; c) RR (22 tahun) karyawati pabrik tekstil Kahatext, menghilang
sejak 9 Oktober 2007. Ia berasal dari Majalengka dan sampai sekarang
belum diketahui keberadaannya; d) FA (19 tahun) Guru TK yang beralamat
di Jln. Embah Malim Bandung. Ia menghilang sejak sebelum puasa dengan
alasan akan pergi mengaji. Sampai sekarang belum diketahui
keberadaannya.
Modus operandi kelompok ini disinyalir mirip dengan aliran yang
pernah muncul, yaitu Islam Murni yang berubah menjadi Darul Hadits,
kemudian berubah lagi menjadi Islam Jamaah.
Dari hasil penulusuran dan pengamatan di lapangan, aliran Al-
Qur’an Suci adalah metamorfosis dari aliran”Inkarsunnah” dan ada
kaitannya dengan NII. Ada sinyalemen yang menarik dari beberapa
pengamat bahwa munculnya aliran-aliran ini karena skenario besar di
belakangnya. Motifnya adalah untuk menghancurkan citra Islam. Bila
sebelumnya dilakukan dengan cara membangun stigma kekerasan dan
terorisme pada tubuh Islam, sekarang menciptakan stigma ketakutan
pada kelompok pengajian. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa mereka
yang hilang adalah para aktivis pengajian atau kegiatan keagamaan, baik
di kampus maupun di masyarakat. Aliran ini muncul tatkala masyarakat
sedang gandrung pada pengajian, zikir bersama atau halaqah seperti di
kampus-kampus. Mereka sengaja menyusup untuk menciptakan
stigma tadi.17
Persyaratan untuk menjadi anggota aliran Quran Suci, antara lain:
a) harus taat pada pimpinan seperti harus mampu merekrut anggota
sebanyak-banyaknya, semakin banyak anggota menandakan kecintaan/
ketaatan/loyal pada pimpinan, b) berkewajiban membayar infaq bulanan
yang ditentukan oleh pimpinan, c) bila melanggar ketentuan tersebut,
yang ditipu tidak merasa tertipu. Namun, lama kelamaan aksi penipuan
mereka akan ketahuan. Untuk menghindari hal tersebut, hidup mereka
selalu berpindah-pindah agar tidak diketahui oleh masyarakat.
Adapun cara beribadah mereka, tidak jelas artinya. Mereka
menyesuaikan dengan kondisi. Bila lingkungan melakukan shalat
berjamaah, mereka pun ikut berjamaah untuk mengelabui, walaupun
melakukan shalat menurut mereka bukan kewajiban. Pelanggaran tidak
melaksanakan sholat boleh dibayar dengan uang atau benda-benda yang
lain yang berharga. Tipologi orang yang sudah menjadi anggota kelompok
Al-Qur’an Suci, mereka malas untuk beribadah.
Ciri lain anggota Al-Qur’an suci antara lain a) mereka melarang
anggotanya untuk menonton TV dan membaca koran atau majalah dan
buku-buku lain (baik buku agama maupun buku-buku umum) b) boleh
menikahi saudara sendiri c) mereka eksklusif tidak mau bergaul dengan
kelompok yang lain kecuali saat sedang mencari anggota baru. Mereka
diboleh menyamar untuk mengikuti suasana/lingkungan dimana mereka
berada agar tidak diketahui atau tidak dicurigai.
Unsur ketidakadilan penguasa berpengaruh pada kemunculan
suatu aliran. Biasanya orang yang merasa dizalimi, akhirnya mencari
keadilan sendiri dengan mengikuti suatu aliran atau kelompok tertentu
dengan harapan dapat membantu menyelesaikan problem hidup yang
menimpa dirinya. Ritual agama yang sakral di”vermak” sedemikian rupa
menjadi sumpah setia pada pimpinan kelompok aliran. Para pengikut
aliran dibuat tidak mengerti makna amal ibadah yang dijalani, tetapi janji
setia pada pimpinan menjadi simbol yang harus dijunjung tinggi.
Pemimpin Al-Qur’an Suci terpilih adalah yang loyal dan taat pada atasan.
Dalam menjalankan misi rekrutmen dan cari dana, harus memenuhi
target yang telah ditentukan oleh pimpinan. Tingginya loyalitas dan kerja
keras berpengaruh pada kedudukan atau jabatan dalam organisasi.
Jumlah pengikut kelompok ini hingga kini tidak dapat diprediksi.
Menurut Pengurus Majlis Ulama Indonesia Kota Bandung Drs. H. Aries
Muchtar, jumlah anggota aliran tersebut tidak begitu banyak, relatif kecil
tidak sampai 1% dari jumlah seluruh penduduk yang ada di Jawa Barat.
Menurut Dr. Dadang Kahmad, pengurus Wilayah Muhammaddiyah
Propinsi Bandung, ormas Islam kurang peduli terhadap keberadaan Al-
Haq ini. Ormas yang ada lebih mementingkan pembenahan internal diri
mereka daripada memperhatikan kelompok lainnya. Banyaknya remaja
yang menghilang dan munculnya gerakan sesat merupakan indikasi
masyarakat yang tidak stabil. 20
Para muballigh dirasa kurang memperhatikan permasalahan yang
melanda masyarakat dan lebih cenderung asyik dengan kegiatan mereka
sendiri dan kebutuhan sendiri. Masyarakat sangat perlu informasi
mengenai suatu permasalahan yang suatu saat melanda mereka agar
selalu waspada. Di samping itu persoalan akidah yang harus
ditanamkan lebih mendalam lagi.
Hubungan pengurus dengan anggota satu arah. Anggota tidak boleh
membantah apa yang telah diperintahkan oleh pimpinan, anggota harus
tunduk pada perintahnya. Bila dilanggar mereka akan diberikan sangsi,
baik berupa fisik (penyiksaan), atau membayar denda berupa uang/harta
sampai ada sanksi dikeluarkan dari keanggotaan disertai dengan ancaman
menjadi gila hingga pembunuhan.
Antar anggota tidak diperbolehkan saling berkomunikasi kecuali
sepengetahuan pimpinannya. Aturan ini bila dilanggar akan mendapat
peringatan atau teguran. Bila diulangi hingga tiga kali, maka sanksi yang
diberikan adalah hukuman atau dipindahkan ke tempat yang lain.
Komunikasi pengurus dengan masyarakat atau kelompok agama
lain yaitu menjaga agar tidak dicurigai keberadaannya. Pengurus
beradaptasi dengan lingkungan yang ditinggali. Bila di tempat itu dirasa
tidak nyaman lagi, ia segera pindah ke tempat lain agar tidak diketahui
sesungguhnya. Pindah dan pindah, berganti nama (menggunakan nama
samaran) merupakan strategi jitu menghilangkan kecurigaan masyarakat.
Penutup
Aliran Al-Qur’an Suci muncul sudah sejak lama. Aliran ini telah
melakukan penyimpangan ajaran Islam. Mereka dalam bersikap dan
berperilaku di tengah masyarakat secara jelas jauh dari Islam. Dalam
merekrut anggota baru, yang menjadi sasaran mayoritas adalah para
mahasiswi atau remaja yang memiliki pemahaman kurang di bidang
agama. Maka, sasaran empuknya adalah kampus-kampus, tempat umum
(seperti pasar/mall, rumah kos) dan tempat kerja. Majelis Ulama Indonesia
Catatan Akhir
1
Muslih Fathoni, MA Faham Mahdi Syiah Dan Ahmadiyah Dalam
Perspektif, hal 1, PT, Raja Grafika Persada Jakagta;
2
Desain Operasional, Penelitian tentang Kasus Kasus Aliran/Faham
Keagamaan Aktual di Indonesia, tahun 2007;
3
Menurut survey, PPIM, terjadi proses santrinisasi besar-besar di Indonesia,
Tempo 29 Desember 2001;
4
Desain Operasional Penelitian Penelitian Studi Kasus kasus Aliran/Faham
keagamaan Aktual Di Indonesia, hal 5, 2007;
5
Jamhari, Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, 2004;
6
Fatwa MUI, Pedoman Identifikasi Aliran Sesat, 2007;
7
Black & Champion, 1999, 79;
8
Profil Propinsi Republik Indonesia, Yayasan Bakti Nusantara, tahun 2002.
9
Profil Propinsi Jawa Barat, hal 87, 2006;
10
Sumber Data: Kantor Dep. Agama Kota Bandung 2007.
11
Sumber Data Kantor Dep. Agama Kota Bandung Tahun 2007
12
Suroso Abdul Salam, Negara Islam Indonesia, dalam Timbangan Aqidah,
Pustaka Al-Kausar, Jakarta, tahun 2006, hal, 40.
13
Ibid, hal 41.
14
Wawancara dengan Cecep Syaifuddin, pengurus Majlis Ulama
Indonesia Propinsi Jawa Barat.
15
Wawancara dengan ex-anggota Negara Islam Indonesia (NII) yang
bernama Dede alias Choerul Anwar, pendidikan SLTP, asal dari Desa Banyu Resik
Garut. Ia menjadi anggota NII sejak tahun 1997 sampai 2002. Pengalaman di KW
IX, pernah menjadi bendahara, kemudian menjadi sekretaris desa dan terakhir
menjadi khalifah/pimpinan setingkat desa, sampai akhirnya keluar. Lainnya yaitu
Wahyuningsih alias Diniyah alias Adlina, asal Surakarta (Solo), usia 21 tahun,
pendidikan mahasiswi, menjadi anggota NII KW IX sejak tahun 2001 hingga
2002/2003.
16
Menurut salah satu pengurus Dewan Masjid Indonesia propinsi Bandung
mengatakan bahwa, cara rekrutmen anggota aliran Al-Qur’an Suci dan aliran
sesat lainnya seperti model multi level marketing, dimana setiap orang yang
telah menjadi anggota dibebani untuk merekrut anggota baru. Bila mereka tidak
berhasil, maka akan menerima sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan.
17
Laporan MUI Propinsi Jawa barat, Juli – Oktober 2007.
18
Termaktub dalam buku Panduan Kesatuan Al-Haq/Al-Qur’an Suci .
19
Seperti yang terungkap dalam lafal setelah baiat “Hari ini, saudara
seperti bayi yang baru lahir. Telah suci kembali dan mulai hidup dengan lembaran
baru. Percayalah, dosa-dosa akibat ketersesatan di alam kebatilan, kini telah
terhapus ketika saudara mengucapkan Syahadat dan Janji setia kepada Allah di
depan saksi tadi. Saudara telah kembali ke rumah perlindungan yang HAQ,
yaitu Qur’an yang Insya Allah akan muncul sebagai kebangkitan Islam, yaitu Al-
Haq atau Kesatauan Al-Haq“
20
Keberadaan Al-Qur’an Suci di Kota Bandung belum begitu meresahkan
masyarakat, namun masyarakat yang mengetahui keberadaannya memandang
ini adalah aliran sesat.
agar umat Islam kembali kepada dua sumber utama pemikiran Islam,
yakni kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta
meninggalkan pendapat ulama mazhab yang tidak berlandaskan pada
dua sumber ajaran tersebut. Juga memurnikan ajaran Islam dari pengaruh
kepercayaan dan tasawuf yang menyesatkan, menghilangkan ajaran
tasawuf yang mengkultuskan para ulama dan pememujaan kuburan para
wali atau tokoh agama.16
Gerakan Salafiyah pada awalnya disebut dengan gerakan tajdid
(pembaruan), ishlah (perbaikan) atau gerakan reformasi. Pintu ijtihad tetap
terbuka sepanjang masa dengan tetap berhati-hati dalam berfatwa,
mengharamkan taklid buta dan menghindari perdebatan teologis serta
mengecam penggunaan logika dalam memahami teologi. Sebaliknya ia
menawarkan metodologi yang digunakan oleh ulama Salaf, para sahabat
dan tabi’in yakni mengembalikan pada pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an
secara harfiyah.
Gerakan Salafiyah dikembangkan oleh kelompok Wahabi yang
dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787). Tujuan dari
gerakan Wahabi adalah memurnikan ajaran Islam, mengajak kembali
kepada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, sebagaimana yang
diamalkan oleh generasi awal Islam. 17
Meskipun disangkal oleh kalangan Salafi, menurut Abou El-Fadl,
gerakan Salafi dan gerakan Wahabi memiliki kesamaan.18 Abdul Wahab
berusaha membersihkan Islam dari kerusakan akidah yang telah merasuki
ajaran Islam. Dia menerapkan literalisme ketat yang menjadikan teks
sebagai satu-satunya sumber otoritas yang syah dan menampilkan
permusuhan ekstrim kepada intelektualisme, mistisisme, dan semua
perbedaan faham. Menurut Wahabi sangat penting kembali pada
kemurnian, kesederhanaan, dan kelurusan Islam, kembali pada ajaran
Nabi secara harfiah, taat penuh pada praktek ritual yang benar. Gerakan
Wahabi menolak semua penafsiran hukum Allah secara historis dan
kontekstual karena dapat menyebabkan penafsiran ulang ketika kondisi
berubah. Wahabi menganggap sebagian besar sejarah umat Islam telah
dirusak jauh dari kebenaran dan autentisitasnya. Wahabi mendefinisikan
ortodoksi secara sempit dan tidak toleran terhadap semua yang
bertentangan dengan Islam.19
Penutup
Hasil dari kajian ini menyimpulkan; pertama, faktor penyebab
konflik antara kelompok Salafi dan Non Salafi disebabkan oleh dakwah
eksklusif Salafi yang menyalahkan faham orang lain dan kurang
menghargai perbedaan pendapat; kedua, konflik ini terus berlanjut karena
Catatan Akhir
1
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942, LP3ES,
Jakarta, hal. 5-6.
2
Ibid, hal. 7-8.
3
Deliar Noer, op. cit, hal. 6-7
4
Di harian Kompas tanggal 18 Juni 2006 dengan judul “2 Jemaah Salafi
Minta Perlindungan” diberitakan “Dua jemaah salafi meminta perlindungan ke
Kepolisian Resor Lombok Barat, NTB, menyusul penolakan warga pada acara
pengajian jemaah Salafi di Dusun Beroro, Desa Jembatan Kembar, Kecamatan
Lembar, Lombok Barat.” Di harian Koran Tempo tanggal 6 April 2006 dengan
judul “Pesantren Ihiya’ Ussunnah Dirusak” diberitakan “Ratusan warga kembali
merusak fasilitas Pondok Pesantren Ihya’ Sunnah di lingkungan Repok Gapuk,
Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, NTB.
Alasannya, pesantren ini dianggap meresahkan warga, karena membawa ajaran
Salafiyah yang bertentangan dengan ajaran Islam.”
5
Abdul Azis et.al, Varian-Varian Fundamentalisme Islam di Indonesia,
Diva Pustaka, Jakarta, 2004, hal. 5
6
Ibid, hal. 6 - 7
7
Ibid, hal 7.
8
Ibid, hal 8.
9
Menurut Ahmad Amin, timbulnya aliran-aliran dalam Islam
dikembalikan pada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni: (1)
Al Qur’an selain mengandung seruan ke-Esa-an Allah (Tauhid) dan Nubuwat,
juga mengundang perdebatan dengan kepercayaan dan agama yang ada; (2)
ketika kehidupan kaum muslimin sudah mapan, kegiatan berfikir mereka
berkembang. Tokoh agama mulai berminat ke arah filsafat, mempertanyakan
berbagai hal ihwal keagamaan yang mereka anut secara kritis. Keyakinan agama
yang samar-samar atau yang mirip, digali kejelasan dan tafsirnya; (3) Setelah
nabi wafat, timbul perbedaan pandangan politik mengenai khilafah, yang
kemudian diberi warna agama, sehingga mengambil bentuk perbedaan aliran.
Adapun sebab eksternal yang mendorong timbulnya aliran-aliran keagamaan
antara lain: (1) Pemeluk Islam baru masih membawa tradisi lama mereka ke
dalam agama Islam (2). Aliran-aliran dalam Islam, khususnya Muktazilah,
berusaha mengembangkan ajaran kepada penganut aliran lain dengan cara kritis,
dialog dan debat, sehingga (3) mengundang aliran-aliran lain untuk melakukan
hal yang sama dan membakukan ajaran masing-masing.
10
Ibid, hal 8-9
11
Yang dimaksud dengan Cosmogeny, yaitu riwayat tentang bagaimana
dan mengapa dunia ini diciptakan oleh Tuhan. Anthropogeny yaitu cerita tentang
proses kejadian manusia dan bagaimana mereka memikirkan tentang diri mereka,
sedangkan yang dimaksud dengan Theodicy adalah penjelasan agama
menyangkut masalah kehadiran malaikat, makhluk-makhluk halus dan kematian
di dunia, dan perhatian tentang tradisi-tradisi keagamaan. Lihat Lester R. Kurtz,
Gods in The Global Village, the Worlds Religion in Sociological Perspective, 1995,
Pine Forge Press, California, hal 52 -57.
12
Ibid, hal 9-10.
13
Ibid, hal 10.
14
Data diperoleh dari Kandepag Kabupaten Lombok Barat
15
Kaum Salafiyah di Timur Tengah tidak tergabung dalam satu kelompok.
Ada empat kelompok, yaitu: a) kelompok Salafiyah politik, lebih menaruh
perhatian pada persoalan-persoalan politik dari pada masalah akidah; b)
Salafiyun Al-Baniyun, yang mengikuti Syaikh Nasiruddin Al-Albani, mereka
memerangi fanatisme mazhab fikih, dan menolak taklid, sekalipun oleh kalangan
awam; c) Salafiyun Al-Jamiyun (Salafiyun yang beringas). Kelompok ini gemar
menyalahkan dan menyerang semua ulama maupun da’i yang bertentangan
dengan mereka. Tak ada figur yang selamat dari serangan kelompok ini, baik
klasik maupun modern. d) Salafiyun pengikut Syekh AbdurrahmanAbdul Khalik
di Kuwait dan Salafiyun pengikut Syekh Bin Bazz dan Syekh ‘Utsaimin di Saudi
Arabia. Kedua kelompok terakhir ini belum berbentuk organisasi yang rapi.
16
Imam Tholkhah, Gerakan Islam Salafiyah di Indonesia, Jurnal Edukasi,
Volume 1, Nomor 3, Juli-September 2003, hal 33.
17
Imam Tholkhah, Ibid, hal.34. Lihat juga Jamhari dan Jajang Jahroni (Ed);
Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal.
vi.
18
Khaled Abou El-Fadl, Toleransi Islam: Cita dan Fakta (Bandung, Arsy,
2004).
19
M.Imdadun Rahmat; Arus Baru Islam Radikal, Transmisi Revivalisme
Islam Timur Tengah ke Indonesia, Jakarta, Erlangga, 2005, hal. 66-67.
20
Yusuf Qaradhawi, Kebangkitan Gerakan Islam: Dari Transisi Menuju
Kematangan; (Terj.) Abdullah Hakam Syah dan Aunul Abied Syah, (Jakarta,
Pustaka Al-Kautsar, 2003), hal. 236. Dikutip dari M.Imdadud Rahmat, op. cit, hal.
68.
21
M.Imdadun Rahmat, ibid.
22
Imam Tholkhah, op. cit, hal. 35.
23
Imam Tholkhah, ibid.
24
Ibid, hal. 36.
25
Diolah dari wawancara dengan Drs. H. Lalu Suhaimy Asmi.
26
Diolah dari wawancara dengan Supriadi 28 September 2006
Daftar Pustaka
Kemudian nama populernya adalah Syaikh Yusuf Tajul Khalwati, ada pula
yang menyebutnya Syaikh Yusuf Al-Taj Al-Makassari atau Syaikh Yusuf
Al-Makassari. Beliau meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei
1699 pada umur 73 tahun.
Yusuf bukanlah keluarga kerajaan, tapi darah bangsawan mengalir
dari pihak ibunya. Tatkala raja Gowa mengangkatnya sebagai anak, dia
tidak memperoleh gelar kebangsawanan sebagaimana lazimnya keluarga
kerajaan lainnya. Adalah kebiasaan orang orang-orang Makassar untuk
mencatat segala peristiwa dengan tujuan menghargai zaman sehingga anak
mereka tetap mengingat asal usul nenek moyang. Mereka mencatat setiap
kejadian penting di atas lontara, sehingga tulisan itu sangat bermanfaat
sebagai rujukan yang valid. Menurut lontara itu, sebulan setelah kelahiran
Yusuf, permaisuri Sultan melahirkan seorang anak perempuan yang
bernama Sitti Daeng Nissanga. Raja Gowa pun menyatakan putrinya dan
Yusuf bersaudara. Mereka memperoleh pendidikan yang sama, yaitu
belajar mengaji pada guru kerajaan, Daeng ri Tasammang. Setelah tamat
belajar mengaji, ia pun belajar bahasa Arab (nahwu, sharf dan mantiq)
dan fiqih. Namun belakangan Yusuf lebih berminat pada bidang tasawuf.
Jiwa Mujahid
Pada saat pernikahan Syaikh Yusuf di Banten inilah, putera sulung
Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Haji pulang dari menunaikan
ibadah haji di Makkah. Kepulangannya ini, ternyata membawa malapetaka
karena Sultan Haji sangat berambisi untuk menjadi penguasa Banten.
Sultan Haji bersekutu dengan Belanda yang saat itu sudah menguasai
Batavia untuk melawan Sultan Ageng Tirtayasa dan adiknya Pangeran
Masa Pembuangan
Dari Batavia akhirnya Syaikh Yusuf dibuang ke Sailan (Srilanka).
Berita pembuangan Syaikh ke Sailan terdengar oleh Raja Goa, Sultan Abdul
Jalil. Sultan Goa meminta agar Belanda membebaskan Syaikh dan
mengembalikan ke Goa. Namun upaya itu tidak berhasil. Di Sailan, Syaikh
Yusuf memulai kehidupan baru dan menenangkan diri. Dengan kondisi
demikian, beliau dapat mengem-balikan cintanya pada tasawuf, kembali
memperbanyak dzikir, bermunajat, tafakkur, menulis buku dan mengajar.
Karya-karya besar beliau banyak ditulis dan diselesaikan pada masa
pembuangan ini. Di tempat ini beliau bertemu dengan para sahabatnya
yang berasal dari Hindustan seperti Syaikh Ibrahim Ibn Mi’an, seorang
tokoh besar yang sangat dihormati di India. Syaikh inilah yang meminta
Syaikh Yusuf untuk menulis buku Kayfiyyat al-Tasawuff. Namun, Syaikh
Yusuf menyatakan bahwa ilmunya di bidang tasawuf belum mumpuni,
maka beliau pun menolak untuk melakukannya.
Selama di Sailan, Syaikh Yusuf bisa berkomunikasi dengan keluarga
dan murid-muridnya yang ada di Banten dan Goa melalui jama’ah haji
yang singgah di Sailan setiap tahun. Syaikh Yusuf mengirimkan buku-
buku karangannya pada murid-muridnya untuk disalin dan dipelajari.
Karya-karya Ilmiah
Karya-karya besar Syaikh Yusuf banyak ditulis dengan bahasa Arab,
bahasa Makassar dan bahasa Jawa. Karya beliau dalam bahasa Arab
diantaranya, al-Barakat al-Saylaniah, Bidayat al-Mubtadi, Daf al-Bala’, Fath
Kaifiyyat al-Zikr, al-Fawaid al-Yusufiah fi Bayan Tahqiq al-Shufiyah, Hasyiyah
fi kitab al-Anbah fi I’rab La Ilaha Illa Allah, Habl al-Warid li Sa’adat al-
Murid, Hazihi Fawaid Lazimah Zikr La Ilaha Illa Allah, Kaifiyyat Al-Nafi
Wa Al Isbat Bi Al-Hadits Al-Qudsi, Matalib Salikin, Muqaddimat Al-Fawaid
Allati Ma La Budda Min Al-‘Aqaid, Al-Nafahat Al-Saylaniyyah, Qurrat Al-
‘Ain, Risalah Ghayat Al-Ikhtisar Wa Nihayat Al-Intizar, Safinat Al-Najat,
Sirr Al-Asrar, Tahsil Al-I’anah Wa Al-Hidayah, Taj Al-Asrar Fi Tahqiq
Masyarib Al-‘Arifin, Tuhfat Al-Abrar Li Ahl Al-Asrar, Tuhfat Al-Talib Al-
Mubtadi Wa Minhat Al-Salik Al-Muhtadi, Al-Wasiyat Al-Munjiyat ‘An
Madrrat Al-Akhyar.4
Wahdatul Wujud
Syaikh Yusuf mengajarkan bahwa semua makhluk dapat
menyaksikan ke-Esaan Tuhan yang mutlak, dan manifestasi-Nya
kepadanya dan bahwa tiada wujud yang hakiki yang sebenarnya selain
wujud Tuhan dan sifat-sifat-Nya. Sesungguhnya kesempurnaan dan
kebahagiaan seorang hamba disebabkan karena hatinya terikat dan hanya
ingat pada Tuhan saja. Barang siapa yang hatinya terikat pada yang lain
dari Dia, maka terpisahlah daripada-Nya dan menjadi jauh. Tujuan yang
mulia bagi seorang hamba ialah keridhaan Allah sampai sedekat mungkin
pada-Nya.
Catatan Akhir
1
Disarikan dari Naskah dan Dokumen Nusantara Seri XI; Syekh Yusuf Al-
Taj Al-Makassari; Menyingkap Intisari Segala Rahasia, oleh Nabilah Lubis,
diterbitkan oleh Yayasan Media Alo Indonesia, Jakarta, 2006 dan dari berbagai
sumber.
2
Syahrial, Syeikh Yusuf Al-Makassari: Works and Thoughts - University
of Indonesia
3
Pernikahan Syaikh Yusuf dengan puteri Sultan Banten telah dicatat oleh
Valentijn pada tahun 1724.
4
Lubis, Nabilah, Syaikh Yusuf At-Taj Al-Makassari; Menyingkap Intisari
Segala Rahasia, Media Alo Indonesia, Jakarta, hal. 22
Daftar Pustaka
tidak berhasil. Dukungan penuh dari para pengikut sufisme dan tarekat
pada waktu itu menjadi salah satu kunci keberhasilan para tokoh sufi
dalam melawan penguasa. Kesuksesan itu sebagaimana diungkapkan
Huntington yang menjelasan bahwa keberhasilan gerakan-gerakan Islam
–dalam konteks ini sufisme dan tarekat- dalam mendominasi gerakan-
gerakan oposisi dan menjadi satu-satunya kekuatan alternatif dari rezim
yang berkuasa terkait erat dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluar-
kannya (Samuel P. Huntington, 1982:193). Dalam bab ini pada intinya
menunjukkan bahwa tarekat senantiasa muncul pada saat-saat kritis. Pada
mulanya ia muncul sebagai ajaran yang mampu menyerap unsur-unsur
asli kebudayaan setempat sehingga mudah diterima masyarakat, lalu dalam
perkembangannya mengalami pemurnian dari unsur-unsur kebudayaan
bukan Islam sehingga menjadi semakin dekat kepada keaslian (ortodoksi).
Pada masa penjajahan, tarekat juga dapat tampil sebagai alat pemersatu
untuk melawan penjajah dan dominasi budaya Barat. Dan kemudian,
dewasa ini tarekat cenderung bangkit kembali sebagai organisasi
keagamaan yang lebih memusatkan kegiatan keagamaan dalam suatu
perkumpulan seperti dzikir. Ada pula yang dilakukan sendiri seperti
khulwah/menyepi.
Salah satu sisi yang menarik dicatat dalam bab ini adalah tentang
keberadaannya sejak jaman dahulu hingga sekarang yang tidak pernah
mengalami masa kosong. Kenyataan ini menunjukkan bahwa dalam
organisasi tarekat ada figur pemimpin yang karismatik, yang dapat
menjadi panutan para pengikutnya. Keberadaan mereka secara
berkesinambungan dari masa ke masa menunjukkan keterpeliharaan para
pemimpinnya dalam menjaga kewibawannya. Ada beberapa faktor yang
menyebab seorang pemimpin berwibawa, antara lain: memiliki kesaktian,
keturunan, ilmu, memiliki sifat-sifat kepribadian (seperti: adil, jujur, berani,
tegas, dermawan dan ramah) (Ja’cuba Karepesina, Dkk., 1988:17-27).
Dengan demikian para pemimpin tarekat sudah barang tentu memiliki
faktor-faktor tersebut di atas.
Dalam Bab 3 dipaparkan deskripsi keadaan masyarakat dan
kebudayaan Jawa di Kajen, diawali paparan kondisi lingkungan hidup,
sejarah desa, kehidupan ekonomi masyarakat, sistem kekerabatan, diakhiri
pemaparan struktur sosial. Sistem kekerabatan penduduk Kajen tidak
berbeda dengan sistem kekerabatan orang Jawa pada umumnya yang
Daftar Pustaka
Horton, Paul B., Hunt, L. Chester, (Terj.) Amuniddin Ram, Tita Sobari, Sosiologi,
Jilid 1, Erlangga (Anggota IKAPI), Jakarta, Edisi Keenam, 1999.
Huntington, Samuel, P., Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia, Penerbit
Qalam, Jakarta, 1982.
Karepesina, Ja’cuba, Dkk., Mitos, Kewibawaan Dan Perilaku Budaya, PT. Pustaka Grafika
Kita, Jakarta, Cetakan Pertama, 1988.
Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia, Jambatan, Jakarta, Cetakan
Kedelapanbelas, 1999.
Leirissa, R.Z., Terwujudnya Suatu Gagasan Sejarah Masyarakat Indonesia 1900-1950,
Akademika Pressindo (Anggota IKAPI), Jakarta, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, 1985.