Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang
sebagainya.
Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting
figur guru mesti dilibatkan dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut
persoalan pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal, karena
lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. Sebagian besar waktu guru
Guru sebagai figur sentral dalam dunia pendidikan, khususnya dalam proses belajar
karakteristik (ciri khas) kepribadian yang ideal sesuai dengan persyaratan yang
bersifat psikologis-pedagogis.
Peran guru adalah ganda, disamping ia sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik.
Dalam rangka mengembangkan tugas atau peran gandanya maka oleh Zakiah
Daradjah disarankan agar guru memiliki persyaratan kepribadian sebagai guru yaitu:
Suka bekerja keras, demokratis, penyayang, menghargai kepribadian peserta
macam, perawakan menyenangkan dan berkelakuan baik, adil dan tidak memihak,
toleransi, mantap dan stabil, ada perhatian terhadap persoalan peserta didik, lincah,
mampu memuji, perbuatan baik dan menghargai peserta didik, cukup dalam
Oleh sebab itu guru di sekolah tidak hanya sekedar mentransferkan sejumlah ilmu
pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi lebih dari itu terutama dalam membina
sikap dan ketrampilan mereka. Untuk membina sikap murid di sekolah, dari sekian
banyak guru bidang studi, guru bidang studi agamalah yang sangat menentukan,
sebab pendidikan agama sangat menentukan dalam hal pembinaan sikap siswa karena
bidang studi agama banyak membahas tentang pembinaan sikap, yaitu mengenai
Tugas guru tidak terbatas pada memberikan informasi kepada murid namun
tugas guru lebih konprehensif dari itu. Selain mengajar dan membekali murid dengan
pengetahuan, guru juga harus menyiapkan mereka agar mandiri dan memberdayakan
dan menanamkan kebajikan dalam jiwa mereka. Guru harus menunjukkan semangat
persaudaraan kepada murid serta membimbing mereka pada jalan kebenaran agar
mempunyai dua aspek terpenting. Aspek pertama dari pendidikan agama adalah yang
dan meninggalkan larangan Nya. Dalam hal ini anak didik dibimbing agar terbiasa
berbuat yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama. Aspek kedua dari pendidikan
agama adalah yang ditujukan kepada pikiran yaitu pengajaran agama itu sendiri.
Kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan
tidak diketahui betul-betul. Anak didik harus ditunjukkan apa yang disuruh, apa yang
dilarang, apa yang dibolehkan, apa yang dianjurkan melakukannya dan apa yang
Dari kutipan dan uraian diatas menunjukkan bahwa pendidikan agama mutlak
diperlukan di sekolah apalagi di sekolah umum. Oleh sebab itu guru yang mengajar
pelajaran agama sangat bertanggung jawab dalam pembinaan sikap mental dan
kepribadian anak didiknya. Guru agama harus mampu menanam nilai-nilai agama
kepada setiap siswa dengan berbagai cara. Akan tetapi tujuan itu tidak akan tercapai
apabila tidak ada kerjasama dengan semua pihak terutama dengan sesama guru dan
antara guru dengan orang tua siswa. Sebab pendidikan agama dapat terbina apabila
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu ciri manusia berkualitas dalam rumusan UU No. 20 Tahun 2003 di atas
adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia.
adalah ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia.
Selama ini pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta
walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap
siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan
pada umumnya di mana mereka akan hidup. Siswa memiliki kesulitan memahami
pembelajaran yang berdasarkan pada kurikulum 2004 adalah melatih cara berfikir dan
2004 tersebut, maka model pembelajaran kontruktifis merupakan salah satu model
pembelajaran PAI yang sesuai dengan kurikulum 2004. Hal tersebut didukung dengan
pendekatan konstruktifis yang berasal dari ide-ide pieget dan vygotsky. Pendekatan
anak akan belajar lebih baik lagi jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar
akan lebih bermakna jika anak "mengalami" sendiri apa yang dipelajarinya, bukan
berhasil dalam kompetisi "mengingat" jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali
anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu
sejalan dengan kenyataan yang dihadapi oleh siswa, minimal di tingkat lokal. Padahal
sumber daya manusia yang (minimal) sanggup menyelesaikan persoalan lokal yang
bentuk pelajaran dengan muatan lokal yang signifikan dengan kebutuhan masyarakat.
Sehingga output pendidikan adalah manusia yang sanggup untuk memetakan dan
sekaligus memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat dengan life
terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa cenderung hanya mendengar
dan menerima penjelasan dari guru tanpa diberi kasempatan untuk mengutarakan
pendapatnya secara lebih luas dan terbuka. Kondisi seperti itu tidak memberdayakan
para siswa untuk mau dan mampu berbuat untuk memperkaya belajarnya (learning to
do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya. Sehingga tidak akan bisa
know). Lebih jauh lagi mereka pun tidak memiliki kesempatan untuk membangun
together) di masyarakat.
Maka saat ini yang seharusnya dilakukan oleh para guru Pendidikan Agama
dan kepribadiannya. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan
disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui dengan diterapkan model
pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran PAI dapat meningkatkan life skills
agamanya.
Pendidikan Agama Islam sebagai rumpun pelajaran mulai dari tingkat dasar
sampai dengan perguruan tinggi yang sarat dengan muatan norma, nilai-nilai dan
aktualisasi diri dalam kehidupan sehari-hari, sudah barang tentu menuntut adanya
sejumlah kompetensi yang harus dimiliki siswa, sesuai dengan tuntutan kurikulum
2004, kompetensi yang harus dimiliki siswa mencakup tiga hal yaitu: 1) kompetensi
kognitif; 2) afektif; dan 3) psikomotor. Gabungan dari tiga jenis kompetensi itu yang
yang komprehensif ini akan berimplikasi pada proses pembelajaran dan penilaian.
Siswa pada kelas IX ini sebenarnya mempunyai kemampuan berfikir yang bagus,
pada awal pembelajaran guru memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat
sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi
sehingga memiliki bekal life skills yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-
harinya.