Você está na página 1de 8

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sumber daya alam sebagai bagian lingkungan hidup, merupakan sumber penting bagi
kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, karena sumber daya alam merupakan pen-
supply kebutuhan manusia yang bersumber pada lingkungan fisiknya. Sementara itu lingkungan
sendiri memiliki peran penting sebagai tempat manusia dan makhluk hidup lainnya tinggal dan
melakukan aktivitas. Oleh karena itu setiap kegiatan pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya
alam yang dilakukan pihak tertentu, akan selalu menimbulkan dampak, baik positif maupun
negatif, terhadap lingkungan di sekitarnya.
Ini karena sumber daya alam sebagai bagian dari lingkungan merupakan satu kesatuan
sistem (ekosistem), dimana antar sistem tersebut satu sama lain saling berhubungan
membentuk suatu sistem lingkungan global, mulai dari udara, darat, pesisir dan laut. Sehingga
perubahan yang terjadi disuatu ekosistem akan selalu mempengaruhi keberadaan ekosistem
lainnya. Ini berarti jika suatu kegiatan yang dilakukan di darat berdampak negatif terhadap
lingkungan, juga akan menimbulkan dampak negatif terhadap keberadaan ekosistem di daerah
pesisir dan laut yang berada jauh dari kegiatan tersebut 1.
Terdapat banyak kegiatan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia, yang
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu kegiatan
pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya alam tersebut adalah kegiatan pertambangan, yang
menjadi andalan pemerintah dalam memperoleh devisa secara cepat (Hendri, 2010). Hal ini
juga disampaikan oleh Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen Energi Sumber
Daya Mineral (ESDM), yang menyatakan bahwa kegiatan pertambangan secara makro
memberikan kontribusi cukup besar terhadap pembangunan nasional.
Pada tahun 2009 penerimaan negara sebanyak kurang lebih Rp 51 trilliun, merupakan
sumbangan langsung dari sektor pertambangan. Tak hanya itu investasi dari sektor
pertambangan pada tahun yang sama juga meningkat, sebesar 9.5 persen dari tahun
sebelumnya menjadi US$ 1.8 milyar 2. Berdasarkan itu terlihat satu sisi memang kegiatan
pertambangan mampu memberikan dampak positif bagi negara, berupa kontribusi yang cukup
besar bagi pendapatan nasional dan daerah.
Pertambangan merupakan kegiatan mengeksplorasi kekayaan alam yang ada di dalam
bumi, dengan hasil kegiatan berupa bahan mentah yang memiliki nilai manfaat tinggi secara
ekonomi maupun ekologi. Bahan mentah yang terdapat dalam bumi terdiri dari bahan-bahan
mineral atau energi seperti emas, batu bara, timah, dan lain-lain, yang diperoleh dengan cara
penggalian. Namun sebelum proses penggalian dilakukan, terdapat beberapa tahapan yang
harus dilakukan dalam melakukan kegiatan pertambangan, yang secara jelas dapat dilihat pada
Gambar 1 di bawah.
Tahap awal yang dilakukan dalam kegiatan pertambangan adalah penyelidikan umum,
yang terdiri dari beberapa langkah seperti :
 Studi literatur untuk menentukan wilayah yang akan disurvey, dimana hasil yang diperoleh
berupa data dan peta yang sudah ada sebelumnya, serta laporan temuan.
 Studi faktor geologi regional dan propinsi untuk memilih daerah eksplorasi dan menjadi
penting dilakukan, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi proses-proses
geologi yang pernah terjadi sebelumnya.

1
Lasut, Markus T. 2010. Dampak Kegiatan Pertambangan terhadap Wilayah Pesisir dan Laut, Harus Dikaji dalam
AMDAL. Paket Pembelajaran tentang Lingkungan.
2
[ANTARA]. ANTARA News. 2010. Menteri ESDM : Mineral-Batubara Harus Dimanfaatkan Bijaksana. http://www.
antaranews.com/berita/1267107763/menteri-esdm-mineral-batubara-harus-dimanfaatkan-bijaksana. Senin, 3
Januari 2011.
 Survey dan pemetaan untuk memperoleh model geologi dan penyebaran endapan,
gambaran cadangan geologi, kadar awal, dan lain-lain, agar dapat menetapkan daerah
survey yang memiliki potensi tambang secara tepat.

PENYELIDIKAN UMUM

EKSPLORASI

STUDI KELAYAKAN

LAYAK TIDAK LAYAK

DANA DESAIN TAMBANG ARSIP

PERSIAPAN TAMBANG
(mine development)

PENGGALIAN TAMBANG
(mining exploitation)
PEMASARAN

PENGOLAHAN HASIL GALIAN

EKSTRAKTIF METALURGI
DAN PEMURNIAN

Gambar 1. Tahapan-tahapan Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan

Setelah diketahui secara pasti daerah mana yang memiliki potensi bagus, maka
kegiatan diteruskan ke tahap kedua yaitu tahap eksplorasi. Aktivitas utama tahap ini adalah
melakukan sampling pada jarak yang lebih dekat, dengan cara memperbanyak sumur uji atau
lubang bor duna mendapatkandata yang lebih detai mengenai penyebaran dan ketebalan
bahan tambang, serta penyebaran kadar atau kualitasnya. Adapun tujuan tahap eksplorasi
pada keg pertambangan adalah untuk memudahkan perencanaan tambang supaya dapat
melihat secara teliti risiko apa saja yang ada pada objek galian.
Tahap selanjutnya adalah melakukan studi kelayakan yaitu suatu analisis ekonomi
untuk melihat seberapa menguntungkan kegiatan pertambangan yang bersangkutan, dimana
yang dibuat dalam tahap ini antara lain rencana produksi, kemajuan tambang, metode
penambangan, perencanaan alat, dan rencana investasi. Jika objek galian ternyata terbukti
layak, maka kegiatan pertambangan dilanjutkan dengan tahap selanjutnya yaitu mine
development atau tahap persiapan tambang 3. Tujuan tahap ini adalah untuk melihat seberapa
besar nilai potensi bahan tambang yang ada dalam objek galian, dimana aktivitas utama yang
termasuk dalam tahap ini antara lain :
 Mengadakan perundingan dengan pemerintah, untuk memastikan pelaksanaan kegiatan
sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu perusahaan tambang juga harus berunding
dengan masyarakat sekitar, untuk memastikan kepentingan masing-masing dapat
terpenuhi.
 Mengembangkan perencanaan tambang dan infrastruktur, kemudian membangun sarana
dan prasarana agar usaha dapat segera beroperasi.
Setelah semua persiapan untuk kegiatan pertambangan selesai, kemudian masuk
dalam tahap selanjutnya yaitu tahap mining exploitation atau penggalian tambang untuk
memperoleh bahan mineral seperti emas, timah, nikel, dan masih banyak lagi. Kemudian
masuk ketahap pengolahan bahan galian, yaitu proses pemisahan mineral berharga dari
gangue minerals (mineral ikutan) secara mekanis untuk menghasilkan produk yang kaya akan
mineral berharga (konsentrat). Setelah diperoleh mineral berharga kemudian dilakukan
ekstraktif metalurgi dan pemurnian, yaitu proses pengambilan (ekstraksi) logam dari bijih
tambang melalui proses fisika kimia untuk memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimianya hingga
diperoleh logam murni yang dapat dijual atau digunakan untuk keperluan lainnya 4.
Hampir semua tahapan dalam kegiatan pertambangan memiliki peran sebagai
penyebab pencemaran di lingkungan sekitarnya, kecuali pada tahap penyelidikan umum dan
studi kelayakan. Tahapan kegiatan pertambangan yang menjadi sumber terjadinya kerusakan
lingkungan adalah tahap penambangan dan pengolahan bahan galian, yang pada akhirnya
akan menghasilkan sisa berupa : Lubang Tambang (pit), Tailing, dan Air Asam Tambang (AAT).
Dampak negatif ketiga sisa hasil kegiatan pertambangan tersebut tidak akan terasa secara
langsung, namun dalam jangka waktu panjang kualitas lingkungan di sekitarnya akan menurun.
Diketahui pada tahun 2009 di Indonesia bagian Timur terdapat sekitar 340,000 ton
limbah tambang, terbuang ke laut dan mencemari serta merusak lingkungan sekitarnya (KCM,
2009). Ini menunjukkan kenyataan bahwa kegiatan pertambangan secara tidak langsung, telah
menimbulkan banyak dampak negatif bagi kelangsungan hidup yang ada di sekitar lingkungan
bersangkutan. Pemanfaatan atau eksploitasi sumber daya alam yang berorientasi ekonomi,
dalam hal ini pertambangan, hanya akan menghasilkan dampak positif secara ekonomi saja.

Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh sisa
hasil kegiatan pertambangan tersebut (khususnya AAT), terhadap lingkungan di sekitar
pertambangan terutama bagi perairan dan biota yang ada didalamnya serta manusia yang
mengkonsumsinya.

3
________. 2009. Mining – Eksplorasi. http://bostambang.com/Eksplorasi/tahapan-kegiatan-eksplorasi.html.
Rabu, 3 Januari 2011.
4
________. 2009. Pengolahan Bahan Galian. http://sangfuehrer.blogspot.com/2009_06_01_archive.html. Rabu, 3
Januari 2011.
PROSES PEMBENTUKAN AIR ASAM TAMBANG

AAT atau Acid Mine Drainage (AMD) merupakan lindian, rembesan, atau aliran air yang
dipengaruhi oksidasi ilmiah mineral sulfida, yang terkandung dalam batuan yang terpapar
selama kegiatan pertambangan berjalan (Lestari, 2010). AAT dapat terindikasi dengan mudah
melalui pengukuran pH, karena pH berhubungan erat dengan keasaman (acidity) yang
merupakan karakteristik dasar AAT. Akan tetapi tidak setiap pH rendah merupakan AAT,
karena sebenarnya pH hanyalah indikator konsentrasi ion-ion hidrogen dalam air dan bukan
indikator utama dari AAT. Selain melalui pH, AAT dapat terindentifikasi lebih pasti melalui
konsentrasi sulfat dan logam berat yang terlarut dalam air yang bersangkutan.
AAT berasal reaksi mineral pyrite dengan udara dan air, dimana mineral pyrite
merupakan mineral yang paling umum ditemukan di kerak bumi. Aktivitas penggalian dalam
skala luas pada kerak bumi, seperti kegiatan pertambangan, menyebabkan mineral-mineral
pyrite terpapar pada air dan udara dan akhirnya menghasilkan AAT 5. Lebih jelas proses
pembentukan AAT dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan Neculita dkk (2007), yang
menjelaskan bahwa AAT dihasilkan melalui kombinasi dari proses biologi dan kimia, dimana
pyrite diubah menjadi sulfates dan iron oxyhydroxides.
Lebih lanjut AAT semakin bertambah saat proses pembentukannya dikatalisasi oleh
bakteri aerobik seperti Acidithibacillus ferrooxidans. Dalam penelitian lain yang dilakukan
Xuehui Xie dkk (2009) membuktikan bahwa diantara dua bakteri yang diuji (A. ferrooxidans dan
Leptospirillum frrooxidans), bakteri A. ferrooxidans memiliki tingkat penyerapan yang tinggi
terhadap pyrite. Proses pembentukan AAT dimulai pada pH netral, sebagai hasil dari pelepasan
Fe2+ kedalam larutan akibat adanya proses oksidasi pyrite, dimana reaksinya secara jelas
+¿ ¿
2−¿+ 2 H ¿

FeS2 +7 /2 O2 + H 2 O → Fe2 +¿+2 SO ¿


adalah sebagai berikut : 4
(1) .
Kemudian pada saat pH berada pada nilai < 4, terjadilah reaksi kedua yaitu :
3+¿ +1/2H O ¿
2

2+ ¿+1 / 4 O2+ H +¿→ Fe ¿

Fe
¿
(2) . Ketika pH pada berada pada nilai 2.0 – 4.0 bakteri aerobik yang
mengoksidasi besi aktif, sehingga terjadilah kenaikan tingkat oksidasi Fe 2+. Pada pH 2.3 – 3.5
ferric iron tidak dapat larut dalam air, sehingga ferric iron tersebut kemudian mengendap
menjadi oxyhydroxide yang kemudian melepaskan H+ dan menurunkan nilai pH.
Adapun persamaan dari reaksi tersebut adalah sebagai berikut :
+¿ ¿

Fe3 +¿+3 H O → Fe(OH )3 +2 H ¿


2
. Setelah pH turun maka reaksi-reaksi tersebut dimulai lagi dari
(3)

reaksi (1), karena zat ferric iron-nya tetap ada dalam larutan yang diubah kembali oleh mineral
pyrite, dimana secara terus menerus menghasilkan ferrous iron dan acidity (self perpetuating
process) hingga keduanya habis. Perpaduan antara reaksi (1) dan (3), yaitu :
+¿ ¿

FeS2 + 4 O 2+77 /2 H 2 O→ Fe(OH )3 +2 SO 2−¿+4 H ¿


4 , merupakan reaksi yang secara terus
menerus meningkatkan keasaman air dan menghasilkan perpindahan logam dari sisa buangan
tambang. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat terlihat jelas bahwa AAT di perairan
terbuka bersifat akumulatif.

5
_______. 2009. Bahaya Air Asam Tambang. http://blogofmine-dt.blogspot.com/2009/03/bahaya-air-asam-
tambang-aat.html. Rabu, 3 Januari 2011
PENGARUH AAT TERHADAP LINGKUNGAN

Singh (1987) menyatakan dalam penelitiannya, bahwa AAT seringkali memicu


beberapa masalah penurunan kualitas lingkungan, terutama pencemaran lingkungan perairan.
Kegiatan pertambangan menggunakan air dalam penggaliannya untuk mengatasi debu saat
pengeboran, sementara itu bebatuan pada tambang umumnya mengandung mineral pyrite
yang juga merupakan sumber AAT sebagai Acid Rock Drainage (ARD). Saat dilakukan
pengebora maka secara tidak langsung mengekspose mineral-mineral pyrite ke udara dan
tercampur dengan air, sehingga terjadilah proses oksidasi yang lama kelamaan membentuk
AAT.
Oleh karena proses pembentukan AAT bersifat akumulatif, maka AAT pun seringkali
muncul lama setelah kegiatan pertambangan selesai. Masuknya AAT dalam perairan dimulai
dari terbentuknya aliran air yang berasal dari kegiatan pertambangan yang digunakan dalam
pengeboran terus menerus, kemudian merembes kedalam permukaan tanah dan mengalir
terus hingga akhirnya bercampur dengan air bawah tanah. Ini terjadi karena air memiliki sifat
dasar yang selalu bergerak dari permukaan atas ke permukaan bawah, maka itu pula yang
terjadi pada AAT.
Pada saat AAT tersebut masuk kedalam air bawah tanah yang terhubung dengan aliran
air permukaan atau sungai, maka secara tidak langsung akan menyebabkan pencemaran air
dan tentunya penurunan kualitas air. Berdasarkan itu maka kehidupan yang ada di dalam air
tersebut dapat terganggu, apalagi jika air tersebut secara tidak sengaja dikonsumsi oleh
manusia. Ini karena berdasarkan karakteristiknya yang mengandung logam berat, maka AAT
jelas berbahaya bagi lingkungan.
Nordstrom dalam Neculita (2007) menyatakan bahwa dalam AAT dapat terkandung
beberapa konsentrasi, yang merupakan kontaminan buruk pada lingkungan. Konsentrasi
tersebut terdiri dari konsentrasi ion hidrogen yang mencapai nilai tinggi sebesar 10 3.6 mol/L,
konsentrasi logam terlarut hingga 200,000 mg/L, dan konsentrasi sulfatnya yang mencapai nilai
760,000 mg/L 6. AAT dengan pH rendah atau asam memiliki tingkat konduktivitas tinggi sekitar
600 – 30,000 μS/cm, yang menunjukkan AAT memiliki kemampuan untuk melarutkan logam
berat dari material yang dilewatinya seperti tanah atau batuan penutup pada pertambangan
terbuka.

Gambar 2. Standar Pengukuran pH

6
Neculita, Carmen-Mihaela., Gerald J. Zagury., dan Bruno Bussiere. 2007. Passive Treatment of Acid Mine
Drainage in Bioreactors using Sulfate-Reducing Bacteria Critical Review and Research Needs. USA, ASA,CSSA,SSSA.
Peraturan Pemerintah (PP) no 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pencemaran air dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kep MenLH) no 51 tahun 1999
tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, keduanya menetapkan batas ambang pH
pada perairan pada nilai 6 – 9. Sementara untuk kandungan logam terlarut, PP no 82 tahun
2001 menetap baku mutu air untuk dapat dikonsumsi (kelas I) secara garis besar
konsentrasinya harus < 0, sedang untuk kandungan sulfat baku mutunya berada pada nilai 400
mg/L. Berdasarkan uraian sebelumya, jelas terlihat bahwa nilai pH, konsentrasi logam, dan
sulfat yang terkandung dalam AAT berada jauh di atas baku mutu yang ditetapkan, dimana jika
secara tidak sengaja terkonsumsi manusia akan menyebabkan keracunan atau bahkan
kematian.
Seperti yang terjadi pada warga di Desa Sinar Harapan Kecamatan Kedondong,
Pesawaran-Lampung, yang mengkonsumsi ikan pada sungai di daerah sekitar mereka yaitu
Sungai Cikantor yang telah terkontaminasi oleh limbah cair perusahaan tambang di daerah
tersebut. Ikan yang ditemukan oleh warga pada saat itu berada dalam keadaan mati, warga
yang tidak mengerti langsung mengkonsumsi ikan tersebut dan tidak lama kemudian menjadi
tidak sadarkan diri, setelah sebelumnya mereka merasakan pusing dan mual-mual 7.Walau saat
masuk ke dalam perairan kandungan yang ada di dalam AAT larut, namun sifatnya yang
akumulatif akan menyebabkan kandungan yang ada di dalam AAT lama kelamaan bertambah
apalagi jika hal ini tidak segera dihentikan atau diatasi.

7
[TEMPO]. TEMPO Interaktif. 2010. Ratusan Warga Pesawaran Lampung Keracunan Merkuri.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2010/08/09/brk,20100809-269989,id.html. Jumat, 26
November 2010.
KESIMPULAN

Berangkat dari uraian mengenai AAT, dapat terlihat bahwa AAT membawa pengaruh yang
buruk bagi lingkungan, terutama perairan dan kehidupan yang ada di dalamnya. Ini karena AAT
memiliki kandungan asam dan logam yang tinggi, bahkan konsentrasinya berada jauh di atas
baku mutu air yang ditetapkan untuk dikonsumsi. Berdasarkan itu maka jelas perairan yang
terkontaminasi oleh AAT bagi biota yang hidup di dalamnya dapat menyebabkan kematian,
sedang bagi manusia yang mengkonsumsinya menyebabkan keracunan.
DAFTAR PUSTAKA

Hendri. 2010. Peranan Perusahaan Pertambangan.


http://hendrichrist83.blogspot.com/p/peranan-perusahaan-pertambangan.html. [Diakses
tanggal 3 Januari 2011].

[KCM]. Kompas Cyber Media. 2009. Limbah Tambang Terus Cemari Lautan.
http://sains.kompas.com/read/2009/03/11/0934029/limbah.tambang.terus.cemari.lautan.
[Diakses tanggal 3 Januari 2011].

Lestari, Dwi Indah. 2007. Air Asam Tambang Produk Penambangan Batubara dan Cara
Penanganannya. http://www.geologi.ft.undip.ac.id/index.php/berita/tesis-dan-
jurnal/1254-air-asam-tambang-produk-penambangan-batubara-dan-cara-
penanganannya.html. [Diakses tanggal 3 Januari 2011].

Neculita, Carmen-Mihaela., Gerald J. Zagury., dan Bruno Bussiere. 2007. Passive Treatment of
Acid Mine Drainage in Bioreactors using Sulfate-Reducing Bacteria Critical Review and
Research Needs. USA : ASA,CSSA,SSSA.

Singh, Gurdeep. 1987. Mine Water Quality Deterioration due To Acid Mine Drainage. Hungary :
International Journal of Mine Water.

Xie, Xuehui., Shengmu Xiao., dan Jianshe Liu. 2009. Microbial Communities in Acid Mine
Drainage and Their Interaction with Pyrite Surface. UK : Springer.

Você também pode gostar