Você está na página 1de 2

Membuat cerpen berdasarkan pengalaman orang lain

Anjing yang Jahat


Oleh: Samuel Situmeang

Pagi itu Taqwa dan Randa berencana untuk berenang di kolam renang Tirta Raerim.
Mereka berencana untuk berangkat pada siang hari setelah sholat jumat. Selesai
berbincang, mereka berpisah dan pulang ke rumah mereka masing-masing.
Tepat pukul 02.30 WIB, Taqwa sudah bersiap dan menunggu Randa di teras
rumahnya. Sambil menunggu Randa, ia duduk di kursi sambil membaca. Saat itu, udara
amat sejuk. Ini dikarenakan suasana langit yang berawan. Angin begitu lembut menyapa
hingga membuat Taqwa tertidur. Untuk sejenak, Taqwa tertidur pulas tanpa gangguan.
Kemudian Randa datang dan mengejutkan Taqwa.
“Woi, bangun! Kita mau b’rangkat!” teriak Randa. Sambil celingukan, Taqwa berusaha
menyadarkan dirinya dari mimpinya.
“Yok, kita b’rangkat!” sahut Taqwa dengan semangat.
Dengan semangat, mereka berjalan menuju kolam renang Tirta Raerim yang terdapat di
Mencirim. Ketika melewati sebuah gang, seekor anjing tampak sangar menatap mereka
berdiri tegap di depan sebuah rumah.
“Aduh, harusnya kita gak lewat jalan ini tadi,” kata Randa sambil gemetar.
“Gak apa-apa, pokoknya kita harus tenang,” timpal Taqwa setengah berbisik.
Ketika tepat akan melewati anjing itu, anjing tersebut mulai menyalak. Randa yang
mulai ketakutan bersembunyi di tubuh mungil Taqwa.
“Aduh, tengok Wa! Dia udah gonggong itu!” kata Randa.
“Udah, kau tenang aja. Jangan lari, nanti anjing itu tenang sendiri,” balas Taqwa. Melihat
anjing yang semakin mendekati mereka sambil menyalak, Randa mulai memberikan
tanda-tanda pada Taqwa untuk segera berlari.
“Wa, ayok kita lari,” ajak Randa setengah memelas. Akan tetapi, Taqwa tetap diam dan tak
menggubris keinginan Randa untuk berlari.
Tanpa disangka-sangka, tiba-tiba Randa berlari meninggalkan Taqwa. Spontan,
Taqwa pun berlari mengikuti Randa. Anjing tadi semakin keras menyalak sambil mengejar
Taqwa dan Randa. Sambil berlari, mereka saling menyalahkan satu sama lain.
“Kau kok lari, Nda!” kata Taqwa setengah berteriak.
“Apa kau gak nengok giginya udah siap menggigit kaki kita?” balas Randa setengah emosi.
Taqwa lebh cepat berlari dari Randa, sehingga Randa tertinggal jauh di belakang. Di
persimpangan, Taqwa langsung belok ke kanan, sedangkan Randa ke kiri. Sial bagi Randa,
anjing tadi tetap mengejar Randa sambil menyalak. Menyadari dirinya telah aman dari
kejaran anjing, Taqwa mulai memikirkan keadaan Randa. Ia tidak tega membayangkan
Randa digejar anjing, sehingga ia memutuskan untuk membantu Randa. Ia kembali ke arah
persimpangan tadi dan mengambil jalan ke kiri, ke arah Randa berlari dikejar anjing.
Di lain sisi, Randa sedang berjuang melarikan diri dari anjing tadi. Hingga beberapa
saat kemudian, Randa merasa letih. Tanpa disengaja, sebuah batu menahan langkah kaki
Randa hingga Randa terjatuh. Sambil ketakutan, Randa berteriak, “Tolong, tolong, tolong…!”
kemudian Randa mulai menangis. Sementara anjing tadi sudah bersiap menerkam Randa,
seorang laki-laki keluar dengan tergesa-gesa dari sebuah rumah dan mengusir anjing tadi
sambil melemparkan batu ke arah anjing tadi. Spontan, anjing tadi terkejut dan berlari. Tiba-
tiba, Taqwa melihat anjing tadi berlari ke arahnya sambil mengerang kesakitan. Sempat
terpikir olehnya untuk mencari tempat bersembunyi, tetapi anjing tadi terus berlari tanpa
mempedulikan daerah sekitarnya lagi, melewati Taqwa yang kebingungan. Ketika bertemu,
Taqwa melihat Randa sedang berterimakasih kepada seorang laki-laki. Setelah itu, mereka
kembali meneruskan niat mereka untuk berenang.

***

Você também pode gostar