Você está na página 1de 38

Sasando

Sasando

Sasando adalah sebuah alat instrumen petik musik. Instumen musik ini berasal
dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut
asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau
berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-
7. Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar,
biola dan kecapi.

Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu.
Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di
mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah
bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada
setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang
terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini
merupakan tempat resonansi sasando.
Seruling

Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu. Suara suling berciri
lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.Suling
modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak dan emas atau campuran
keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau
logam yang dilapisi perak.

Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf


dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada
kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling
merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih
tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih
tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan
dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra
untuk model menengah ke atas dan profesional. Suling open-holed, juga biasa
disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya
sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat
konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan
beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya
menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka
berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat.

Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara


yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah. Suling konser disebut
juga suling Boehm, atau suling saja.
Rebab

Adalah alat musik yang menggunakan penggesek dan mempunyai tiga atau dua
utas tali dari dawai logam (tembaga) ini badannya menggunakan kayu nangka dan
berongga di bagian dalam ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan sebagai
pengeras suara. Alat ini juga digunakan sebagai pengiring gamelan, sebagai
pelengkap untuk mengiringi sinden bernyanyi bersama-sama dengan kecapi.
Dalam gamelan Jawa, fungsi rebab tidak hanya sebagai pelengkap untuk
mengiringi nyanyian sindhen tetapi lebih berfungsi untuk menuntun arah lagu
sindhen.

Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu
dalam ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih. Pada kebanyakan gendhing-
gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing,
laras, dan pathet yang akan dimainkan. Wilayah nada rebab mencakup luas
wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas
jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi
tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang
lain.
Panting

Panting, adalah salah satu alat musik akustik pada perangkat musik
panting yang dipergunakan oleh para pemain musik panting
terutama di provinsi Kalimantan Selatan. Lagu-lagu yang dibawakan
adalah lagu-lagu daerah dengan bahasa Banjar seperti Kambang
Goyang, Paris Barantai, dst. Pada umumnya alat musik ini terbuat dari
bahan kayu nangka.
Kolintang

Kolintang merupakan alat musik khas dari Minahasa (Sulawesi Utara) yang
mempunyai bahan dasar yaitu kayu yang jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi
yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah seperti
kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak
ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk
garis-garis sejajar).

Kata Kolintang berasal dari bunyi : Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi) dan
Tang (nada tengah). Dahulu Dalam bahasa daerah Minahasa untuk mengajak
orang bermain kolintang: "Mari kita ber Tong Ting Tang" dengan ungkapan
"Maimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul nama "KOLINTANG”
untuk alat yang digunakan bermain.

Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan
berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di tanah, dengan kedua
kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu kedua kaki pemain diganti
dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan tali seperti arumba
dari Jawa Barat. Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran
Diponegoro berada di Minahasa (th.1830). Pada saat itu, konon peralatan gamelan
dan gambang ikut dibawa oleh rombongannya.Adapun pemakaian kolintang erat
hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam
upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. Itulah
sebabnya dengan masuknya agama kristen di Minahasa, eksistensi kolintang
demikian terdesak bahkan hampir menghilang sama sekali selama ± 100th.
Genggong

Alat musik ini termasuk dalam jenis alat musik tiup yang terbuat dari
pelepah daun enau. Secara etimologis kata genggong bersala dari
kata geng (suara tinggi) disebut genggong lanang dan gong (suara
rendah) disebut wadon, sehingga musik genggong selalu dimainkan
secara berpasangan. Musik genggong secara orkestra dapat
dimainkan dengan alat musik yang lain seperti petuq, seruling, rincik
dan lain-lain.
Saluang

Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau, Sumatra Barat. Yang
mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum
brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling
bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang
yang ditemukan hanyut di sungai. Alat ini termasuk dari golongan alat musik
suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang
dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan

diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat
lemang,
salah satu makanan tradisional Minangkabau.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya
Syamsimar.

Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan
meniup dan menarik nafas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan
alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernafasan ini
dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga
sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan nafas).

Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga


masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah
Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style
Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada
Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya
adalah Ratok Solok dari daerah Solok.

Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna
untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud.
Talempong.

Talempong adalah sebuah alat musik khas Minangkabau. Bentuknya hampir sama
dengan gamelan dari Jawa. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada
pula yang terbuat dari kayu dan batu, saat ini talempong dari jenis kuningan lebih
banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya
berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol
berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-beda). Bunyi
dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.

Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tari piring yang khas, tari
pasambahan, tari gelombang,dll. Talempong juga digunakan untuk menyambut
tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengan
tangga pranada DO dan diakhiri dengan SI. Talempong diiringi oleh akor yang
cara memainkanya sama dengan memainkan piano.

Celempong
Celempong adalah alat kesenian tradisional yang terdapat di daerah Kabupaten
Tamiang. Alat ini terdiri dari beberapa potongan kayu dan cara memainkannya
disusun diantara kedua kaki pemainnya.

Celempong dimainkan oleh kaum wanita terutama gadis-gadis, tapi sekarang


hanya orang tua (wanita) saja yang dapat memainkannnya dengan sempurna.
Celempong juga digunakan sebagai iringan tari Inai. Diperkirakan Celempong
ini telah berusia lebih dari 100 tahun berada di daerah Tamiang. Keanekaragaman
alat musik tradisional yang terdapat di Aceh merupakan salah satu identitas dari
masyarakat Aceh. Oleh karena itu menjadi tugas masyarakat Aceh untuk tetap
dijaga, dipelihara kelestariannya. sehingga tidak menjadi punah.

Hal ini tentunya juga peran dari pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk
mendukung dan bersama-sama memperkenalkan kepada generasi muda betapa
tingginya nilai-nilai budaya bangsa yang diwariskan oleh nenek moyang
terdahulu. Serta juga sebagai salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan
Nusantara dan manca Negara untuk dapat lebih mengenal adat dan seni budaya
daerah Aceh.

Canang
Perkataan Canang dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Dari
beberapa alat kesenian tradisional Aceh, Canang secara sepintas lalu
ditafsirkan sebagai alat musik yang dipukul, terbuat dari kuningan
menyerupai gong. Hampir semua daerah di Aceh terdapat alat musik
Canang dan memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda.

Fungsi Canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian


tradisional serta Canang juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis
yang sedang berkumpul. Biasanya dimainkan setelah menyelesaikan
pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu senggang.

Rapai
Rapai merupakan sejenis alat instrumen musik tradisional Aceh, sama halnya
dengan gendang. Rapai dibuat dari kayu yang keras (biasanya dari batang nangka)
yang setelah dibulatkan lalu diberi lobang di tengahnya. Kayu yang telah diberi
lobang ini disebut baloh. Baloh ini lebih besar bagian atas dari pada bagian
bawah. Bagian atas ditutup dengan kulit kambing sedangkan bawahnya dibiarkan
terbuka. Penjepit kulit atau pengatur tegangan kulit dibuat dari rotan yang dibalut
dengan kulit. (Penjepit ini dalam bahasa Aceh disebut sidak).

Rapai digunakan sebagai alat musik pukul pada upacara-upacara terutama yang
berhubungan dengan keagamaan, perkawinan, kelahiran dan permainan
tradisional yaitu debus. Memainkan rapai dengan cara memukulnya dengan
tangan dan biasanya dimainkan oleh kelompok (group). Pemimpin permainan
rapai disebut syeh atau kalipah.
Kacapi

Kacapi merupakan alat musik petik yang berasal dari Jawa Barat, biasa digunakan
sebagai pengiring suling sunda atau dalam musik lengkap, sampai saat ini masih
terus dilestarikan dan dijadikan kekayaan seni Sunda yang sangat bernilai bagi
masyarakat asli Jawa Barat.

Membutuhkan latihan khusus untuk dapat memainkan alat musik ini dengan
penuh penghayatan, tak jarang latihan dilakukan di alam terbuka agar dapat
menyatukan rasa dan jiwa sang pemetik Kacapi, lebih dari itu semua suara yang
dihasilkan dari alat musik ini akan menenangkan jiwa para pendengarnya, dan
mampu membawa suasana alam Pasundan di tengah-tengah pendengar yang mulai
terhanyut dengan buaian nada-nada yang indah dariK acapi.
Calung

Merupakan alat musik tradisional yang


berasal dari Jawa Barat dan menjadi ciri
khas budaya Sunda yang selama ini ada dan
bertahan di sana, sering kali orang
menganggap sama antara Calung dengan
Angklung, pada dasarnya alat musik ini
sama-sama terbuat dari bambu yang
dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat
menghasilkan nada-nada harmonis,
bedanya adalah pada cara memainkannya,
kalau Angklung dimainkan dengan cara
digetarkan atau digoyang-goyangkan,
sedangkan Calung dimainkan dengan cara

dipukul, Calung terbuat dari bambu hitam yang memang khusus digunakan untuk
membuat
calung, karena suara yang dihasilkan akan lebih baik bila menggunakan jenis
bambu ini.
Beberapa bentuk calung:

1. Calung Gambang
Yang disebut Calung Gambang adalah sebuah calung yang dideretkan diikat
dengan tali
tanpa menggunakan ancak/standar. Cara memainkannya sebagai berikut: kedua
ujung tali
diikatkan pada sebuah pohon/tiang sedangkan kedua tali pangkalnya diikatkan
pada
pinggang si penabuh. Motif pukulan mirip memukul gambang.

2. Calung Gamelan
Calung Gamelan adalah jenis calung yang telah tergabung membentuk ansamble.
Sebutan
lain dari calung ini adalah Salentrong (di Sumedang), alatnya terdiri dari:
1. Dua perangkat calung gambang masing-masing 16 batang
2. Jengglong calung terdiri dari 6 batang
3. Sebuah gong bamboo yang biasa disebut gong bumbung
4. Calung Ketuk dan Calung Kenong terdiri dari 6 batang
5. Kendang
Lagu-lagunya antara lain Cindung Cina (Cik indung menta Caina), Kembang
Lepang, Ilo ilo
Gondang.

3. Calung Jingjing
Calung Jingjing adalah bentuk calung yang ditampilkan dengan dijingjing/dibawa
dengan
tangan yang satu sedang tangan yang lainnya memegang pemukul. Sangat
digemari
dibandingkan dengan bentuk calung-calung lainnya, alatnya terdiri dari:
1. Calung Melodi mempunyai sepuluh nada s.d. 12 nada
2. Calung pengiring/akompanyemen terdiri dari 10 nada
3. Calung Jengglong terdiri dari 5 nada
4. Calung besar sebanyak dua batang/nada berfungsi sebagai kempul dan gong
Genderang Perang (Alat musik) dari Bengkulu

Tidak jelas mengapa alat tabuh khas Bengkulu ini di namakan alat
musik perang (Slaginstrument) di Tropen Museum, atau mungkin
pada jaman dahulu di pakai untuk memberi semangat orangBengkulu
saat berperang. Alat jenis musik tradisional ini yang masih sering
terlihat adalah alat musik perang jenis Rebana yang sering dipakai
dalam kegiatan adat masyarakat Bengkulu dan sekitar.

Dol
Alunan suara bersaut-sautan ini dari alat musik disebut Dol. Di Provinsi
Bengkulu, Sumatera, alat musik Dol bukan hal yang baru. Iramanya kerap
terdengar hampir disetiap sudut kota terutama sore hari.

Dol pertama kali dibawa oleh pedagang dari India. Bentuknya hampir mirip
gendang terbuat dari kulit sapi. Ukurannya bervareasi. Diameter Dol terbesar
sekitar 70 centimeter dengan tinggi 80 centimeter.

Alat musik tradisional Bengkulu ini terbuat dari bongol buah kelapa atau pohon
nangka. Masyarakat Bengkulu sangat akrab dengan alat musik Dol. Mereka
biasanya bermain Dol secara berkelompok di rumah-rumah atau sanggar kesenian.
Peminatnya tak terbatas pada orang dewasa atau remaja.
Sasando

Bali miliki gamelan, Jawa Barat ada angklung,


dan Sulawesi punya musik bambu. Kalau NTT
tentu sasando. Alat musik petik yang berasal
dari Pulau Rote ini, bisa dijadikan cendera
mata unik sepulang melancong dari Negeri
Matahari Terbit.

Bentuk sasando mirip dengan instrumen


petik lainnya seperti gitar, biola, dan kecapi.
Bagian utamanya berbentuk tabung panjang
yang biasa terbuat dari bambu. Bagian
tengah ada tabung yang berdawai.
Tabungnya diletakkan di dalam wadah
berbentuk seperti penampung tuak berlekuk-
lekuk yang disebut 'haik', yang terbuat dari
anyaman daun lontar.

Ada dua jenis sasando yakni sasando gong, dan sasando biola. Keduanya biasa
digunakan untuk memainkan sejumlah lagu daerah antara lain lagu yang
mengiringi sejumlah wanita menarikan Tarian Taebenu. Di Rote, tarian tersebut
dimainkan saat menerima tamu. Selain itu Tarian Foti yang ditarikan para pria.
Dulu tarian ini dipersembahkan untuk menyambut prajurit sepulang dari medan
perang. Kini Tarian Foti juga dimainkan saat menerima tamu.

Sasando dimainkan dengan cara petik pada dawai yang terbuat dari kawat
halus dengan dua tangan dari arah berlawanan, kiri ke kanan dan kanan ke kiri.
Tangan kiri memainkan melodi dan bas, sementara tangan kanan memainkan
accord. Jadi seorang pemetik dapat memainkan sekaligus melodi, bas, dan
accord. Susunan notasinya tak beraturan dan tidak kelihatan karena
terbungkus. Namun saat dimainkan bisa menjadi harmoni yang merdu sesuai
kelihaian pemetiknya.
Tambua

Tambua" merupakan alat musik gendang tradisional dari Negeri yang bernama "
Minang Kabau". Alat ini di tabuh oleh enam (6) orang penabuh dengan pakaian
adat Minangkabau. Selain itu "Tambua" biasanya juga di iringi ole alat musik lain
seperti "Tassa" dan "Talempong". Dengan alat ini maka bunyi "Tambua" akan
semakin ramai.

Alat musik ini biasanya di gunakan untuk membuat ramai sebuah "Alek" atau
acara pesta. Dengan
Tambua ini maka acara alek akan semakin meriah.

Kesenian Tambua ini memang dengan alat yang sederhana dan dimainkan
sekelompok orang secara bersama. Mereka berupaya menghidangkan seni bunyi
yang indah dan penuh nuansa perjuangan.

Peralatan dari kesenian ini ialah tambua atau tambur yang terbuat dari tabung
kayu
berukuran besar. Tingginya sekitar 75 sentimeter dengan garis tengah 50
sentimeter.

Untuk ketebalan kayu dapat divariasi agar tercipta bunyi-bunyian yang berbeda.
Namun, biasanya berukuran 1,5 sentimeter sehingga terdengar bunyi nyaring dari
kapsul kayu itu. Tabung itu ditutup dengan kulit kambing yang dikencangkan
lilitan tali. "Tak ubahnya seperti beduk di Masjid, tapi ukurannya lebih kecil.

Ada satu lagi alat yang digunakan, yaitu tansa, berupa bejana berbentuk kuali.
Bisa berbahan aluminium atau seng yang permukaannya ditutup kulit tipis. Alat
ini digunakan sebagai pemandu pukulan pemegang tamburnya. Juga sebagai
komando dalam pergantian lagu, mulai dan selesai. "Kalau didengar, perpaduan
dua alat musik itu tercipta paduan bunyi yang indah," katanya.

Serunai

Serunai Alat Musik Tradisional MinangSerunai atau puput serunai, lebih dikenal
sebagai alat musik tiup tradisional Minang. Ia dikenal merata di seluruh Sumatera
Barat, baik di darat maupun pesisir. Yang disebut darat terutama luhak nan tigo
(Agam, Tanah Datar dan Limo Puluah Koto), sedangkan pesisir, daerah Sumatera
Barat
sepanjang pantai Lautan Hindia.Puput serunai biasanya dibunyikan pada acara-
acara keramaian adat, seperti perkawinan, perhelatan penghulu (batagak pangulu)
dan lain-lain. Atau ditiup secara santai oleh perporangan, pada saat memanen padi
atau diladang. Boleh jadi ia dimainkan secara solo atau sendirian, dan bisa pula
secara koor, atau digabung dengan alat musik tradisional lainnya, seperti
talempong, gendang dan sebagainya.Alat yang digunakan untuk puput serunai
terdiri dari batang padi, sejenis kayu atau bambu, tanduk kerbau atau daun
kelapa.Rinciannya begini. Untuk bagian penata bunyi, bahannya terbuat biasanya
dari kayu capo ringkik atau dari bambu talang. Ukurannya, sebesar ibu jari tangan.
Capo ringkik itu adalah sejenis perdu, kayunya keras tetapi bagian dalam lunak,
sehingga mudah dilubangi.Panjangnya sekitar 20 cm, diberi 4 lubang berjarak 2,5
cm, yang berfungsi mengatur irama. Nadanya hanya do-re-mi-fa-sol atau disebut
nada pentatonis. Ini nada yang lazim pada alat musik tradisional
Minang.Sedangklan puput atau bagian yang ditiup bisa terbuat dari kayu atau
talang (sejenis bambu) ataupun dari batang padi tua.Lalu ada penyambung. Berf
ungsi sebagai pangkal puput. Panjangnya sekitar 5 cm, yang terbuat dari kayu
keras. Penyambung ini dilubangi untuk saluran nafas, yang bersambungan dengan
poros badan dan poros corong. Di bagian belakang penyambung ini berbentuk
corong pula, dengan garis tengah 2 cm.Kemudian bagian corong. Ini adalah
bagian serunai yang dibentuk membasar. Fungsinya untuk memperkeras atau
memperbesar volume suara. Bagian ini biasanya terbuat dari kayu (terutama kayu
gabus), atau dari tanduk kerbau yang secara alamiah telah berbentuk lancip,
ataupun dari daun kelapa yang dililitkan. Panjangnya sekitar 10 sampai 12 cm,
dengan garis tengah 6 cm di bagian yang mengembang.Dalam pembuatannya
terdapat spesifikasi yang bervarisi di tiap daerah. Malah, pengaturan nada ada pula
dengan cara menutup dan membuka permukaan corong. Dalam hal serunai
dimainkan bersama instrumen lainnya seperti talempong, gendang dan gong maka
panduan bunyinya sungguh merupakan irama klasik Minang yang amat
menyentuh kalbu
SRONEN

Sronen atau biasa disebut Saronen adalah salah satu alat musik Tradisional dari
/Madura yang mirip dengan /terompet. Sronen ini biasanya dimainkan dan

digabung dengan beberapa/gamel an yang lain.


Sronen termasuk alat musik/melodi yang cara memainkannya dengan cara
ditiup /alat musik sebbul. Nada-nada yang keluar sangat selaras/slendro atau

/pelog.

Di Pulau Madura, sronen dianggap sebagai alat hiburan dan dimainkan pada
acara acara Penyambutan Tamu, pengiring lagu, pengiring/s andhur sejenis
teater rakyat, pengiring/tar i, pengiring /pencak silat tetapi yang paling umum
dimainkan adalah pada saat acara karakan sapi
Gong

Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Timur. Gong ini
digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong
seperti ini.

Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru
terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai,
gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan
disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam
berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan
dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang
kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus,
karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan
mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.
Seni Karawitan Bali

Seni Karawitan adalah seni mengolah bunyi benda atau alat bunyi-bunyian
(instrumen) tradisional. Di Bali, kaprahnya, alat bunyi-bunyian tradisional disebut
gamelan atau gambelan. Dalam gamelan ada alat musik tabuh, gesek, tiup, petik
dan sebagainya

Menurut jamannya, Gamelan Bali dibagi menjadi 3 bagian besar:

Gamelan wayah atau gamelan tua diperkirakan telah ada sebelum abad XV.
Umumnya didominir oleh alat-alat berbentuk bilahan dan tidak mempergunakan
kendang. Kalaupun ada kendang, dapat dipastikan bahwa peranan instrumen ini
tidak begitu menonjol

Barungan madya, yang berasal dari sekitar abad XVI-XIX, merupakan barungan
gamelan yang sudah memakai kendang dan instrumen-instrumen bermoncol
(berpencon). Dalam barungan ini, kendang sudah mulai memainkan peranan
penting

Gamelan Anyar adalah gamelan golongan baru, yang meliputi jenis-jenis


barungan gamelan yang muncul pada abad XX. Barungan gamelan ini nampak
pada ciri-ciri yang menonjolkan permainan kendang
Kendang

Kendang adalah instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi
utamanya mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat
bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut kendang
ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang gedhe biasa
disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu atau gendhing yang
berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama
dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran ,ladrang
irama tanggung. Untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu:
kendhang kosek.Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain gamelan
profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang kebanyakan di
mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan oleh satu orang denga
orang lain maka akan berbeda nuansanya.
Angklung Kanekes

Angklung di daerah Kanekes (kita sering


menye but mereka orang Baduy) digunakan
terutama karena hubungannya dengan ritus
padi, bukan semata-mata untuk hiburan
orang-orang. Angklung digunakan atau
dibunyikan ketika mereka menanam padi di
huma (ladang). Menabuh angklung ketika
menanam padi ada yang hanya dibunyikan
bebas (dikurulungkeun), terutama di
Kajeroan (Tangtu; Baduy Jero), dan ada
yang dengan ritmis tertentu, yaitu di
Kaluaran (Baduy Luar). Meski demikian, masih bisa ditampilkan di luar ritus padi
tetapi tetap mempunyai aturan, misalnya hanya boleh ditabuh hingga masa
ngubaran pare (mengobati padi), sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi.
Setelah itu, selama enam bulan berikutnya semua kesenian

tidak boleh dimainkan, dan boleh dimainkan lagi pada musim menanam padi
berikutnya. Menutup angklung dilaksanakan dengan acara yang disebut
musungkeun angklung, yaitu nitipkeun (menitipkan, menyimpan) angklung
setelah dipakai.

Dalam sajian hiburan, Angklung biasanya diadakan saat terang bulan dan tidak
hujan. Mereka
memainkan angklung di buruan (halaman luas di pedesaan) sambil menyanyikan
bermacam-
macam lagu, antara lain: Lutung Kasarung, Yandu Bibi, Yandu Sala, Ceuk Arileu,
Oray-orayan,
Dengdang, Yari Gandang, Oyong-oyong Bangkong, Badan Kula, Kokoloyoran,
Ayun-ayunan,
Pileuleuyan, Gandrung Manggu, Rujak Gadung, Mulung Muncang, Giler,
Ngaranggeong, Aceukna,
Marengo, Salak Sadapur, Rangda Ngendong, Celementre, Keupat Reundang,
Papacangan, dan Culadi
Dengdang. Para penabuh angklung sebanyak delapan orang dan tiga penabuh
bedug ukuran kecil
membuat posisi berdiri sambil berjalan dalam formasi lingkaran. Sementara itu
yang lainnya ada
yang ngalage (menari) dengan gerakan tertentu yang telah baku tetapi sederhana.
Semuanya
dilakukan hanya oleh laki-laki. Hal ini berbeda dengan masyarakat Daduy Dalam,
mereka dibatasi
oleh adat dengan berbagai aturan pamali (pantangan; tabu), tidak boleh melakukan
hal-hal
kesenangan duniawi yang berlebihan. Kesenian semata-mata dilakukan untuk
keperluan ritual.

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah: indung, ringkung,


dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri
dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang
terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug
terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug
sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug
dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan
bedug, tanpa talingtit dan ketuk.

Di Kanekes yang berhak membuat angklung adalah orang Kajeroan (Tangtu;


Baduy Jero). Kajeroan terdiri dari 3 kampung, yaitu Cibeo, Cikartawana, dan
Cikeusik. Di ketiga kampung ini tidak semua orang bisa membuatnya, hanya yang
punya keturunan dan berhak saja yang mengerjakannya di samping adanya syarat-
syarat ritual. Pembuat angklung di Cikeusik yang terkenal adalah Ayah Amir (59),
dan di Cikartawana Ayah Tarnah. Orang Kaluaran membeli dari orang Kajeroan
di tiga kampung tersebut.
Angklung Dogdog Lojor
.

Kesenian dogdog lojor terdapat di masyarakat


Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan
adat Banten Kidul yang tersebar di sekitar
Gunung Halimun (berbatasan dengan
Sukabumi, Bogor, Lebak). Meski kesenian ini
dinamakan dogdog lojor, yaitu nama salah satu
instrumen di dalamnya, tetapi di sana juga
digunakan angklung karena kaitannya dengan
acara ritual padi. Setahun sekali, setelah panen
seluruh masyarakat mengadakan acara Serah
Taun atau Seren Taun di pusat kampung adat.
Pusat kampung adat sebagai tempat kediaman
kokolot (sesepuh) tempatnya selalu

berpindah-pindah sesuai petunjuk gaib.

Tradisi penghormatan padi pada masyarakat ini masih dilaksanakan karena


mereka
termasuk masyarakat yang masih memegang teguh adat lama. Secara tradisi
mereka
mengaku sebagai keturunan para pejabat dan prajurit keraton Pajajaran dalam
baresan
Pangawinan (prajurit bertombak). Masyarakat Kasepuhan ini telah menganut
agama Islam
dan agak terbuka akan pengaruh modernisasi, serta hal-hal hiburan kesenangan
duniawi
bisa dinikmatinya. Sikap ini berpengaruh pula dalam dalam hal fungsi kesenian
yang sejak
sekitar tahun 1970-an, dogdog lojor telah mengalami perkembangan, yaitu
digunakan
untuk memeriahkan khitanan anak, perkawinan, dan acara kemeriahan lainnya.
Instrumen
yang digunakan dalam kesenian dogdog lojor adalah 2 buah dogdog lojor dan 4
buah
angklung besar. Keempat buah angklung ini mempunyai nama, yang terbesar
dinamakan
gonggong, kemudian panembal, kingking, dan inclok. Tiap instrumen dimainkan
oleh
seorang, sehingga semuanya berjumlah enam orang.

Lagu-lagu dogdog lojor di antaranya Bale Agung, Samping Hideung, Oleng-oleng


Papanganten, Si Tunggul Kawung, Adulilang, dan Adu-aduan. Lagu-lagu ini
berupa vokal
dengan ritmis dogdog dan angklung cenderung tetap.
Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg,


Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk
menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam
padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun
(menempatkan) ke leuit (lumbung).
Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa
kampung Cipining mengalami musim paceklik.
Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan


angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding,
Kecamatan Malangbong, Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan
dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari
masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman
padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam
menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk
Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah
pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu
sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

Angklung yang digunakan sebanyak sembilan buah, yaitu 2 angklung roel, 1


angklung kecer, 4 angklung indung dan angklung bapa, 2 angklung anak; 2 buah
dogdog, 2 buah terbang atau gembyung, serta 1 kecrek. Teksnya menggunakan
bahasa Sunda yang bercampur dengan bahasa Arab. Dalam perkembangannya
sekarang digunakan pula bahasa Indonesia. Isi teks memuat nilai-nilai Islami dan
nasihat-nasihat baik, serta menurut keperluan acara. Dalam pertunjukannya selain
menyajikan lagu-lagu, disajikan pula atraksi kesaktian, seperti mengiris tubuh
dengan senjata tajam. Lagu-lagu badeng: Lailahaileloh, Ya’ti, Kasreng, Yautike,
Lilimbungan, Solaloh.

Saron

Saron (atau disebut juga ricik) adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk
keluarga balungan.

Dalam satu set gamelan biasanya punya 4 saron, dan kesemuanya memiliki versi
pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung,
dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan
bentuk seperti palu.

Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh
bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya
penabuhan tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada
gendhing Gangsaran yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik
ditabuh dengan keras dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik
ditabuh lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.

Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan
tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk
menghilangkan dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini
disebut memathet (kata dasar:p at het = pencet)

Rinding, Alat Musik Tradisional Desa Beji

Desa Beji memiliki alat musik tradisional yang bernama Rinding. Masyarakat Desa
Beji meyakini bahwa Rinding merupakan alat musik warisan para leluhur,
khususnya Kecamatan Ngawen dan sekitarnya.

Bahan baku Rinding adalah bambu. Rinding berukuran panjang sekitar 20


centimeter dan lebar sekitar lima centimeter. Untuk menghasilkan suara, Rinding
dimainkan dengan cara ditempelkan di mulut dan ditiup. Bunyi musik akan tercipta
dengan menarik tali berulang-ulang sesuai nada.

"Tidak semua orang dapat memainkan Rinding. Orang tua kami mengatakan
bahwa Rinding merupakan alat musik untuk menghormati arwah para leluhur,"
kata Sudiyo (70), sesepuh pengelola Hutan Wonosadi.

Rinding hanya dimainkan pada saat acara Sadranan di Hutan Wonosadi. Sadranan
merupakan ritual yang dilakukan setahun sekali setelah panen.(BJ-33)
Sampek, alat musik tradisional Dayak

Sampek adalah alat musik tradisional Suku Dayak, terbuat dari berbagai jenis

kayu ( kayu arrow, kayu kapur, kayu ulin). Dibuat secara tradisional. Proses
pembuatan bisa memakan waktu berminggu minggu. Dibuat dengan 3 senar, 4
senar dan 6 senar. Biasanya sampek akan diukir sesuai dengan keinginan
pembuatnya, dan setiap ukiran memiliki arti.

Mendengarkan bunyi sampek yang mendayu dayu, seolah memiliki roh/kekuatan. Di


Pampang banyak warga yang amat mahir memainkan sampek. Bunyi sampek biasa
digunakan untuk mengiringi sebuah tarian, atau memberikan semangat bagi para
pasukan perang. ( by frans aso )
Tanjidor
Tanjidor adalah salah satu musik tradisional Betawi yang sekarang sudah mulai jarang
ditemukan. Tanjidor adalah salah satu jenis musik yang banyak mendapat pengaruh dari
musik Eropa. Kata "tanjidor" adalh kata dalam bahasa Portugis tangedor, yang artinya
"alat - alat musik berdawai". Dalam kenyataanya, arti kata tanjidor tidak sesuai dengan
alat - alat musik yang dimainkan, dalam tanjidor, alat - alat musik yang dimainkan
kebanyakan adalah alat musik tiup seperti, karinet, trombon, piston, seksofon. Secara
lengkap instrumen musik yang digunakan dalam orkes tanjidor adalah klarinet, pistone,
trombon, terompet, seksofon tenor, seksofone bass, drum, simbal, side drum. Biasanya
pemain tanjidor terdiri dari 10 - 7 orang pemain musik dan 1 - 2 orang penyanyi. Musik
yang muncul pada abad ke-18 ini, pada zaman dahulu sering dimainkan oleh para
sekelompok petani yang menghabiskan waktunya setelah musim panen. Mereka biasanya
menunjukan kebolehan mereka dengan cara mengamen dari rumah ke rumah, dari
restoran ke restoran.

Pada zaman dahulu tanjidor juga sering ditampilkan dalam acara - acara besar, seperti
acara Hari besar islam, parayaan cina yang sering disebut "Cap Go Meh", atau bisa
ditemukan juga pada hari sedekah bumi yang menjadi tradisi masyarakat petani Cirebon.
Namun pada akhir - akhir ini musik tanjidor sudah jarang sekali ditampilkan, munkin
hanya sesekali saja, biasanya untuk sekarang - sekarang ini tanjidor hanya ditampilkan
pada waktu Penyambutan tamu agung, Perhelatan/pengarakan pengantin. Adapun lagu -
lagu yang sering dimainkan dalam orkes tanjidor adalah Kramton dan Bananas (yang
merupakan lagu Belanda), Cente Manis, Keramat Karam, Merpati Putih, Surilang.
Adapun lagu yang terkenal adalah Warung Pojok.
Tifa totobuang musik berasal dari daerah Maluku
Tifa totobuang adalah musik asli yang sama sekali tidak dipengaruhi budaya luar. Musik ini

merupakan musik khas warga yang tinggal di wilayah mayoritas Kristen. Dalam beberapa

pertunjukan musik ini biasanya disandingkan dengan musik sawat, yang sebaliknya hanya dapat

dimainkan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah mayoritas Muslim.

Masing-masing alat musik dari Tifa totobuang memiliki fungsi yang berbeda-beda dan saling

mendukung satu sama lain hingga melahirkan warna musik yang khas. Namun musik ini

didominasi oleh alat musik tifa. Terdiri dari tifa jekir, tifa dasar, tifa potong, tifa jekir potong dan

tifa bas ditambah dengan gong berukuran besar dan totobuang, yang merupakan serangkaian

gong-gong kecil yang ditaruh pada sebuah meja, dengan beberapa lubang sebagai

penyanggahnya.

Sayangnya musik nan indah ini, sekarang sangat jarang kita nikmati. Bahkan dapat dikatakan

langkah. Musik ini hanya dapat dipertunjukan pada event-event tertentu. Misalnya acara

penyambutan tamu khusus, pertunjukan kesenian daerah Maluku diluar daerah atau di luar

negeri serta pada acara-acara adat. Pemainnya pun umumnya merupakan pemain yang

diajarkan secara turun-temurun oleh orang tua mereka.

Sekarang ini hanya beberapa buah sanggar tifa totobuang yang masih aktif. Masalah ini

seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, karena kalau tidak disikapi

dengan baik, mungkin saja musik ini akan punah. Sepatutnya event-event yang menampilkan

permainan musik tifa totobuang, entah itu eksebisi, festival atau konser semakin digalakan.
Dengan begitu, musik ini memiliki nafas panjang, seiring perkembangan daerah ini kedepan.

(**)

Você também pode gostar