Você está na página 1de 2

Amdal Gagal Mencegah Pencemaran

THURSDAY, 19 AUGUST 2010 00:00

WRITTEN BY KORAN KOMPAS

There are no translations available.

19/08/10 Jakarta, Koran Kompas - Kasus pencemaran perusahaan tambang emas yang meracuni 184 warga Desa Sinar
Harapan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, menunjukkan instrumen analisis mengenai dampak lingkungan gagal mencegah
pencemaran.

Kegagalan itu disebabkan buruknya ketaatan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penerbitan dokumen amdal,
termasuk pemerintah.

Hal itu dinyatakan Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Berry N Furqon di Jakarta,
Rabu (18/8). ”Amdal yang diterbitkan Provinsi Lampung terbukti gagal mencegah terjadinya korban aktivitas perusahaan
tambang emas. Itu menunjukkan amdal sekadar menjadi dokumen formalitas,” kata Berry.

Dia menyatakan, kegagalan itu    bukan disebabkan pengalihan kewenangan penerbitan amdal kepada pemda. ”Masalah
intinya adalah bagaimana pemangku kepentingan menaati prosedur penerbitan amdal, termasuk kurang taatnya pemerintah
mengevaluasi dan menyetujui dokumen amdal yang diajukan pelaku usaha serta lalai mengawasi pelaksanaannya,” kata
Berry.

Pencemaran akibat beroperasinya PT N mengakibatkan ratusan warga Desa Sinar Harapan keracunan, dan 184 orang di
antaranya harus dirawat di Puskesmas Gedong Tataan, karena muntah-muntah, pusing, nyeri, dan ulu hati panas.

Deputi Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Imam Hendargo Abu Ismoyo menjelaskan, hasil
penyelidikan tim KLH menyimpulkan, PT N diduga kuat melepaskan limbah sianida ke Sungai Cikantor.

”Penyebab keracunan itu bukan limbah merkuri, tetapi sianida yang juga limbah B3. Kegiatan perusahaan itu patut diduga
melanggar tata cara pengelolaan limbah B3 karena tidak ada saluran ke kolam penampungan air larian, juga tidak ada tempat
penyimpanan sementara limbah B3,” kata Imam.

Asisten Deputi Urusan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Pertambangan, Energi, dan Migas KLH, Rasio Ridho Sani menyatakan,
perusahaan dengan konsesi tambang 719,6 hektar itu memiliki dokumen amdal yang disetujui Pemprov Lampung, 2 Februari
2010. ”Dalam dokumen amdal, perusahaan diizinkan menggunakan sianida untuk memisahkan emas dari material yang tidak
berharga,” kata Rasio.

Dia membenarkan, pada 2000-2007, perusahaan itu menggunakan merkuri untuk pemisahan emas dari material tidak
berharga. Ini berdasarkan amdal dari Departemen Pertambangan dan Energi pada 19 Oktober 1999. ”Penggunaan sianida
baru diuji coba Mei hingga 1 Agustus lalu. PT N menyatakan sejak 1 Agustus tidak pernah membuang limbah ke Sungai
Cikantor. Kami masih mendalami lagi data terkait pencemaran itu,” kata Rasio.

Deputi Tata Lingkungan KLH Hermien Roosita menyatakan, ”Kami akan meminta Pemerintah Provinsi Lampung mengevaluasi
dokumen amdal termasuk upaya pengendalian dan pengelolaan lingkungannya. Jika evaluasi dan revisi tidak dilakukan, KLH
berwenang mengambil alih proses evaluasi dan revisi amdal,” katanya. (ROW)
Sumber :  KoranKompas
Amdal Gagal Dalam Mengendalikan Kerusakan Lingkungan
Di Sulteng September 6, 2010
Posted by walhisultengnews in  KAMPANYE WALHI SULAWESI TENGAH. 

trackback

Amdal Gagal Dalam Mengendalikan Kerusakan Lingkungan Di Sulteng

Palu-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Sulteng), selama ini alasan pemerintah yang menjadikan Analisis

Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai acuan dalam setiap rencana pembangunan baik perkebunan, pertambangan

maupun sampai dengan pembukaan jalan dinilai tidak menjamin kerusakan lingkungan dan bencana yang terjadi

kedepanya.

“Pemerintah seharusnya mengevaluasi system tersebut yang dijalani perusahaan dan pemegang proyek terkait

buruknya ketaatan para pemangku kepentingan dalam penerbitan dokumen amdal yang selama ini tidak berfungsi

makasimal dalam mengendalikan kerusakan lingkungan yang terjadi di Sulawesi tengah, Kata Gifvents Lasimpo

Kepala Divisi Advokasi Dan Kampanye Walhi Sulteng kepada media ini Senin (06/09/10).”

Menurut Gifvents, Pemerintah tidak bisa berharap banyak kepada dokumen Amdal semata, karena dalam

prakteknya selama ini Amdal tersebut hanya sekedar menjadi dokumen formalitas saja. Dalam catatan walhi sekitar

: 61,55% daratan Sulteng telah dikuasai investor tambang dan sawit yang merampas tanah rakyat dengan laju

kerusakan hutannya telah mencapai 18,8 Ha/jam sehingga taksiran kerugian ekonomi akibat bencana yang terjadi

setiap tahun paling sedikit 71,9 Miliar rupiah.

Dia juga menambahkan, harus ada pengawasan yang ketat dan tindakan yang tegas dari pemerintah terkait dengan

para pemegagng izin yang tidak menaati peraturan tersebut sehingga tidak menimbulkan masalah baru lagi dan

juga pemerintah harus lebih sadar terhadap ancaman kerusakan lingkungan serta bencana ekologi yang akan

timbul nantinya

“Pemerintah harus selektif dan memperhatikan aspek lingkungan dalam melakukan pembangunan disetiap jengkal

yang ada di daerah ini, sehingga pemerintah tidak lagi mengeluarkan dana yang besar disetiap tahunnya untuk

menanggulangi bencana yang terjadi akibat kerusakan lingkungan.Ungkapnya

Você também pode gostar