Você está na página 1de 21

Amebiasis Hepatik

Rika Ferlianti
 Amebiasis adalah penyakit protozoa paling
agresif yang mempengaruhi usus manusia,
dianggap sebagai kedua atau ketiga penyebab
kematian di antara penyakit parasit (setelah
malaria dan schistosomiasis)
 Terinfeksi Entamoeba dispar atau Entamoeba
histolytica yang tetap dalam lumen permukaan
usus → asimptomatik
 Amebiasis dalam bentuk invasif→ gejala klinik
dari sindroma disentri sampai kolitis
fulminan(fatal)
 Setelah melalui dinding usus, trophozoit melalui
sirkulasi portal menyebar secara sistemik, mencapai
hati menyebabkan amebiasis hati.
 Amebiasis hepatik endemik di Thailand, India, Mesir
dan Afrika Selatan, dengan tingkat kematian tinggi.
 Sampai sekarang, masih belum jelas mengapa
amebiasis hepatik lebih sering pada pria daripada
wanita.
 Individu dalam dekade keempat dan kelima
kehidupan yang paling sering terkena.
Patogenesis
 Pada awalnya trofozoit terbatas hanya pada
lumen usus, makan bakteri dan sel debris.
Karena genetik dan profil imunoenzimatik,
parasit dapat menghasilkan enzim proteolitik
untuk melawan complement-mediated lysis →
trophozoite menjadi virulen, dan mulai
menginvasi mukosa usus → menginfeksi
ekstraintestinal melalui cabang-cabang vena
portal, dan kebanyakan ke hati.
 Eksaserbasi amebiasis dipengaruhi oleh :
1. daerah endemik/tidak
2. berbagai kondisi (termasuk iklim)
3. kepadatan penduduk
4. ketidaktahuan
5. kemiskinan
6. kekurangan gizi
7. sanitasi
8. terganggunya kekebalan seluler dan
humoral/tidak
 Setelah mukus pelindung usus lisis,trofozoit melekat
pada sel-sel dari epitel interglandular dan dengan
bantuan enzim proteolitik mendegradasi elastin,
kolagen dan fibronektin, terutama sistein proteinase,
fosfolipase dan hemolisin.
 Enzim peptidemediated lisosom dirilis oleh
leukosit polymorphonuclear dan monosit,
berkontribusi pada kehancuran dan memperluas
jaringan lesi. Trofozoit menyerang submukosa dan
menyebar kelateral, menciptakan ulkus amebiasis
yang klasik (the
( classic flask-shaped amebic ulcer)
Invasion of submucosa by trophozoites. The lesion spreads out laterally, creating the flask-shaped
amebic ulcer. (Histopathology, UFPA, Araújo R.).
 Setelah menyerang ke pembuluh kecil submukosa,
trofozoit masuk ke vena mesenterika superior, dan
menyebar melalui aliran darah sampai ke sistem
portal menyebabkan mikroembolus dan infark
cabang-cabang vaskular kecil. Setelah complement
mediated lisis, trofozoit masuk ke hati, menyebabkan
nekrosis→ kerusakan sel hepatik meluas → amebik
abses (isinya eksudat yang kental&bergumpal =
clotty eksudat), homogen, warna bervariasi, mulai
dari krem keputihan , cokelat kotor dan merah muda.
Umumnya steril, kecuali bila terjadi infeksi sekunder,
sehingga diagnosis diferensial piogenik abses.
 Amuba dapat ditemukan di tepi lesi,
jarang terdeteksi dalam nanah atau dalam
rongga abses itu sendiri.

 Lesi hepatika biasanya soliter, dan sering


terletak di lobus kanan, karena volume yang
lebih besar pada lobus kanan, dan menerima
sebagian besar aliran vena dari kolon kanan.
Lesi lobus kiri kurang umum.
Manifestasi klinis
 Setelah beberapa hari atau bulan setelah serangan
disentri klasik, atau yang asimptomatik atau ada
riwayat amebiasis usus sebelumnya, gejala klinis
mulai muncul berupa demam, rasa sakit dan
hepatomegali
 Amebiasis hepatik akut: panas 90% (panas tinggi,
terus menerus ataupun intermiten) diikuti menggigil,
lemah dan keringat berlebihan. Untuk kronik panas
tidak terlalu tinggi dan naik secara bertahap tanpa
menggigil dan berkeringat.
 Sakit perut (gejala awal) dan banyak
dikeluhkan. Jika abses di lobus kanan rasa
sakitnya di hipokondrium kanan, subkostal
kanan atau di titik kistik, dan dapat menyebar
ke bahu, sisi kanan leher atau belakang. Kalau
abses disebelah kiri, rasa sakitnya di
epigastrium, dan hipokondrium kiri, dapat
menyebar ke kiri belakang dan skapula bagian
kiri.
 Gejala lain : malaise, mual, muntah, anoreksia,
penurunan berat badan, diare (2%), jaundice
(5%).
 Batuk kering, sakit dada, sesak napas
disebabkan perluasan pleuropulmonary.
 Hepatomegali
 Pada abses yang lebih besar, massa atau
benjolan kadang-kadang dapat dilihat dan
nyeri pada penekanan.
Clinical symptoms of 104 cases of hepatic amebiasis in patients
at the Hospital João de Barros Barreto from 1990 to 2000
Diagnosis
 USG, CT-scan, MRI dan pemeriksaan serologi.
 Lab pemeriksaan darah :
- anemia ringan (normokromik atau hipokromik)
- leukositosis
- neutrophilia
- alkalin fosfatase meningkat, hipoalbuminemia dan
transaminase → tanda adanya abses
 Menemukan trofozoit dan atau kista pada pemeriksaan tinja
 Liver pungsi
 Radiologi
 konfirmasi definitif amebiasis hepatik :
menemukan trofozoit Entamoeba histolytica
dengan cara aspirasi pus atau dari bahan yang
nekrotik yang diperoleh dengan cara needle
biopsy pada tepi atau bagian bawah lesi
(presentasinya kecil).
 Pemeriksaan serologi :
- IHA
- Indirect immunofluorescence
- ELISA
Differential Diagnosis
 piogenik abses
 hepatoma
 kolesistitis akut
 kista parasit
 subphrenik
 abses paru
Komplikasi
Penatalaksanaan
 Keadaan kritis : metronidazol 500 mg dengan infus IV
setiap 8 jam, selama lima atau sepuluh hari.
Oral : 750-800 mg, tiga kali sehari selama 10 hari untuk
orang dewasa dan 50 mg/kgBB/hari untuk anak-anak.
 Derivat imidazole : secnidazole atau Tinidazole (single
dose 2 g/hr selama lima hari per oral)
 Nitazoxanide
 Chloroquine sebagai tambahan dari metronidazol.
Untuk mencegah kambuh setelah pengobatan dengan
metronidazol. Dosis 300 mg setiap 12 jam, diikuti 300
mg setiap hari selama 21 hari.
 Teclosan dan ethophamide
Prognosis
 Bila didiagnosis dini dan diobati dengan baik,
prognosisnya cukup baik. Angka kematian
berkaitan dengan komplikasi serius, terutama
perikarditis dan peritonitis
Pencegahan
 tergantung pada peningkatan upaya kesehatan
masyarakat, sanitasi yang memadai,
persediaan air bersih dan yang terpenting
pendidikan kesehatan yang lebih baik.
 pengembangan vaksin untuk pencegahan
infeksi (belum tersedia)

Você também pode gostar