Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
2008
MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA
DAN SASTRA INDONESIA KELAS
XI SEMESTER II
Disusun Oleh:
Kelas B Pengembangan Bahan
5/15/2008
Mei 2008
UNIT 3. SOSIAL
I. MENDENGARKAN
Standar Kompetensi :
Mendengarkan
Memahami pembacaan cerpen
Kompetensi Dasar :
Mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan.
2
Mei 2008
Kajian terhadap cerpen sebagai hasil karya sastra memiliki dua tujuan yaitu:
apresiasi dan kritik cerpen. Apresiasi cerpen dimaksudkan untuk memahami unsur-
unsur yang terkandung dalam cerpen yang meliputi unsur bentuk (tokoh, plot, tema,
setting, sudut pandang pengarang, bahasa) dan unsur makna, yakni nilai-nilai
kehidupan yang dibahas dalam karya sastra.
3. Penokohan
Penokohan bisa dikatakan sebagai mata air kekuatan sebuah cerpen. Pada
dasarnya sifat tokoh ada dua macam. Pertama, sifat lahir (rupa dan bentuk).
Kedua, sifat batin (watak dan karakter). Sifat tokoh dalam cerita bisa
diungkapkan dengan berbagai cara, diantaranya melalui: tempat tokoh tersebut
berada, tindakan, ucapan dan pikirannya, kesan tokoh lain terhadap dirinya,
benda-benda di sekitar tokoh, deskripsi langsung secara naratif oleh pengarang.
2
Mei 2008
6. Gaya bahasa
Yaitu pilihan kata, ungkapan, variasi kalimat tertentu yang terpilih dan
dipilih dan dipakai oleh pengarang dalam penuturan cerita yang mencerminkan
gaya dan pengarang tersebut terhadap bentuk-bentuk bahasa yang diminatinya.
1. Simaklah cerita pendek yang berjudul ”Mbok Jah” yang dibacakan oleh
teman kalian!
2. Cermatilah isi dari cerita pendek tersebut!
Mbok Jah
Oleh Umar Kayam
Sudah dua tahun, baik pada lebaran maupun Sekaten, Mbok Jah tidak ”turun
gunung” keluar dari desanya di bilangan Tepus, Gunung Kidul, untuk berkunjung ke
rumah bekas rumah majikannya, keluarga Mulyono, di kota. Meskipun sudah berhenti
karena usia tua dan capek menjadi pembantu rumah Mbok JAh tetap memelihara
hubungan yang baik dengan seluruh anggota keluarga itu. Dua puluh tahun sudah
dilewatinya untuk bekerja sebagai pembantu di rumah kelurga yang sederhana dan
sedang-sedang saja kondisi ekonominya itu.
2
Mei 2008
Gaji yang diterimanya tidak pernah tinggi, cukup saja, tetapi perlakuan yang
baik dan penuh tepa selira dari seluruh keluarga itu telah memberinya rasa aman,
tenang, dan tentram. Buat seorang janda yang sudah setua itu, apalah yang dikendaki
kecuali atap intik berteduh dan makan serta pakaian yang cukup. Lagi pula anaknya
yang tinggal di Surabaya dan menurut kabar hidup berkecukupan, tidak mau lagi
berhubungan dengannya. Tarikan dan pelukkan istri dan anak-anaknya rupanya begitu
erat melengket hingga mampu melupakan ibunya sama sekali. Tidak apa, hiburnya.
Dirumah keluarga Mulyono ini, dia merasa mendapat semuanya. Tetapi, waktu
ia merasa semakin renta-tidak sekuat sebelumnya-Mbok Jah merasa dirinya menjadi
beban keluarga itu dia merasa itu tumpangan gratis dan harga dirinya memberontak
terhadap keadaan itu. Diputusknnya untuk pulang saja ke desanya.
Ia masih memiliki warisan sebuah rumah desa-yang meskipun sudah tua dan
tidak terpelihara-akan dapat dijadikannya tempat tinggal di hari tua dan juga tegalan
barang sepetak dua petak masih ada juga. Tapi semua itu dapat diaturnya dengan anak
jauhnya di desa. Pasti mereka semua dengan senang hati akan menolong
mempersiapakan semua itu. Orang desa semua tulus hatinya tidak seperti kebanyakan
orang kota, pikirnya. Sedikit-sedikit duit, putusnya.
Maka dikemukakannya ini kepada majikannya. Majikannya beserta seluruh
anggota keluarga-yang hanya terdiri dari suami, istri, dan dua orang anak-protes keras
dengan keputusan Mbok Jah. Mbok Jah sudah menjadi bagian yang nyata dan hidup
sekali dari rumah tangga ini, kata ndoro putri. Dan siapa yang akan mendampingi si
Kedono dan si Kedini yang sudah beranjak dewasa desah ndoro kangkung. Wah, sepi
loh Mbok kalau tidak ada kamu, Lagi siapa yang bisa buat sambel terasi yang begitu
sedap dan melekok, seperti kamu Mbok, tukas Kedini dan Kedono.
Pokonya keluarega majikan tidak mau ditinggalkan oleh Mbok Jah. Tetapi,
keputusan Mbok Jah sudah mantap. Tidak mau menjadi beban sebagai kuda tua yang
tidak berdaya. Hingga jauh malam, mereka tawar menawar. Ahkirnya, diputuskan suatu
jalan tengah. Mbok Jah akan “turun gunung” dua kali dalam setahun, yaitu pada waktu
Sekaten dan waktu Idul Fitri. Mereka lantas setuju dengan jalan ttengah itu. Mbok Kjah
menepati janjinya. Waktu Sekaten dan Idul Fitri, dia memang daang. Bahkan, Kedono
dan Kedini selalu ikut menemaninya duduk ngelesot di halaman mesjid kraton untuk
mendengarkan suara gamelan Sekaten yang hanya berbunyi tang-tung-tung-grombyang
itu. Malah, lama-kelamaan mereka bisa ikut larut dan menikmati suasana Sekaten di
mesjid itu.
2
Mei 2008
”Kok, suaranya aneh ya, Mbok. Tidak seperti gamelan kelenengan biasa. ”
”Ya, tidak, Gus, Den Rara. Ini gending keramatnya Kanjeng Nabi Muhammad.”
”Lha, Kanjeng Nabi apa tidak mengantuk mendengarkan ini, Mbok?”
”Lha, ya tidak. Kalau mau mendengarkan dengan nikmat, pejamkan mata
kalian.”
”Nanti rak kalian akan bisa masuk.”
Mereka menurut. Dan betul saja, lama-lama suara gamelan Sekaten itu enak
juga didengar.
Selain Sekaten dan Idul Fitri itu peristiwa menyenangkan karena kedatangan
Mbok Jah, sudah tentu juga oleh-oleh mbok Jah dari desa. Terutama juadah yang halus,
bersih dan gurih, dan kehebatan Mbok Jah menyambal terasi yang tidak kunjung surut.
Sambal itu dilarutkan dalam satu toples dan kalau sudah habis, setiap hari ia akan
menyambalnya. Belum lagi kalau ia membantu menyiapkan hidangan lebaran yang
lengkap. Orang tua renta itu masih ikut menyiapkan segala sesuatu semalam suntuk.
Dan semua masih dikerjakannya dengan sempurna. Opor ayam, sambel goreng ati,
lodeh, serudeng, dendeng ragi, ketupat, lontong, abon bubuk udang, semua lengkap
belaka disiapkan oleh Mbok Jah. Dari mana energi itu datang pada tubuh orang tua itu
tidak seorang pun dapat menduganya.
Setiap ia pulang ke desanya, Mbok Jah selalu kesulitan melepaskan dirinya dari
pelukkan Kedono dan Kediri. Anak kembar laki-laki perempuan itu, meski sudah
mahasiswa, selalu saja mendudukan diri mereka pada embok tua itu. Ndoro putri dan
ndoro kakung selalu tidak lupa menyisipkan uang sangu beberapa puluh ribu rupiah dan
tidak pernah lupa wanti-wanti pesan untuk kembali setiap Sekaten dan Idul Fitri.
”Inggih, Ndoro-ndoro saya dan Gus-Den Rara yang baik. Saya pasti akan
datang.”
Tetapi, begitulah. Sudah dua Sekaten dan dua Lebaran terahkir Mbok Jah tidak
muncul. Keluarga Mulyono bertanya-tanya, jangan-jangan Mbok Jah mulai sakit-
sakitan atau jangan-janagn malah....
”Ayo sehabis Lebran kedua, kita kunjungi Mbok Jah di desanya,” putus ndoro
Kakung.
”Apa Bapak tahu desanya?”
”Ah, kira-kira, ya tahu. Wong di Gunung Kidul saja, itu ternyata lama sekali.
Pada waktu itu, ahkirnya desa Mbok Jah ketemu, jam sudah menunjukkan lewat jam
2
Mei 2008
dua siang. Perut Kendono dan Kediri sudah lapar meskipun sudah diganjal dengan roti
sobek yang seharusnya sebagian untuk oleh-oleh Mbok Jah.
Desa itu tidak indah, nyaris buruk, dan ternyata tidak makmur dan subur.
Mereka semakin terkejut lagi ketika menemukan rumah Mbok Jah. Kecil, miring, dan
terbuat dari gedek dan kayu murahan. Tegalnya yang selalu diceritakan ditanami
dengan palawija nyata gundul tak ada apa-apanya.
”Kula nuwun. Mbok Jah, Mbok Jah.”
Waktu akhirnya pintu dibuka, mereka terkejut lagi melihat Mbok Jah yang
sudah tua semakin tua lagi. Jalannya tergopoh, tetapi juga tertatih-tatih menyambut
bekas majikannya.
”Walah, walah, Ndoro-Ndoro saya yang baik, kok, bersusah-susah datang
kedesa sayang yang buruk ini. Jalannya tergopoh-gopoh, tetapi juga tertatih-tatih
menyambut bekas majikannya.
”Walah, walah, Ndoro-Ndoro saya yang baik kok, bersusah-susah mau datang
ke desa saya yang buruk ini. Mangga, mangga, ndoro silakan masuk dan duduk di
dalam.”
Di dalam hanya ada satu meja, beberapa kursi yang sudah reyot, dan sebuah
amben yang agaknya adalah tempat tidur Mbok Jah. Mereka disilahkan duduk. Dan
keluarga Mulyono masih ternganga-nganga melihat kenyataan rumah bekas pembantu
mereka itu.
”Ndoro-ndoro, sugeng riyadi, nggih, minal aidin wal faijin. Semua dosa-dosa
saya supaya diampuni, nggih, Ndoro-Ndoro, Gus-Den Rara.”
” Iya, iya, Mbok. Sama-sama saling memaafkan.”
” Lho, ini tadi pasti belum makan semua to? Tunggu, semua duduk yang enak, si
Mbok masakkan, nggih?”
” Jangan repot-repot, Mbok. Kita tidak lapar, kok. Betul!”
” Aah, pasti lapar. Lagi ini sudah hampir Asar. Saya masakkan nasi tiwul, nasi
dicampur tepung gaplek, nggih.”
Tanpa menunggu pendapat ndoro-ndoronya, Mbok Jah langsung saja
menyibukkan diri menyiapkan makanan. Kedono dan Kedini yang ingin membantu
ditolak. Mereka kemudian menyaksikan bagaimana Mbok Jah yang di dapur mereka di
kota dengan gesit menyiapkan makanan dengan kompor elpiji dengan nyala api yang
mantap; di dapur desa itu – yang sesungguhnya juga di ruang dalam tempat mereka
duduk – mereka menyaksikan si Mbok dengan susah payah meniup serabut-serabut
2
Mei 2008
kelapa yang agaknya tidak cukup kering mengeluarkan api. Akhirnya, semua makanan
itu siap juga dihidangkan di meja. Yang disebut sebagai semua makanan itu nasi tiwul,
daun singkong rebus, dan sambal cabe merah dengan garam saja. Air minum disediakan
di kendi yang terbuat dari tanah.
”Silakan Ndoro, makan seadanya. Tiwul Gunung Kidul dan sambelnya Mbok
Jah tidak pakai terasi karena kehabisan terasi, dan temannya cuma daun singkong yang
direbus.” Mereka pun makan pelan-pelan. Mbok Jah yang di rumah mereka kadang-
kadang masak spaghetti atau sup makaroni, di rumahnya sendiri hanya mampu masak
tiwul dengan daun singkong rebus dan sambal tanpa terasi. Dan keadaan rumah itu? Ke
mana saja uang tabungannya yang lumayan banyak itu pergi? Bukankah dia dulu berani
pulang ke desa karena yakin sanak saudaranya akan dapat menolong dan
menampungnya dalam desa itu? Keluarga itu, seakan dibentuk oleh pertanyaan batin
kolektif, membayangkan berbagai kemungkinan. Dan Mbok Jah seakan mengerti apa
yang sedang dipikir dan dibayangkan oleh ndoro-ndoronya, segera menjelaskan.
”Sanak saudaranya saya itu miskin semua kok, Ndoro. Jadi, uang sangu saya
dari kota, lama-lama, ya, habis buat bantu ini dan itu.”
”Lha, Lebaran begini apa mereka tidak datang to, Mbok?”
” Lha, yang dicari di sini apa lho, Ndoro. Ketupat sama opor ayam?”
“Anakmu?”
Mbok Jah menggelengkan kepala tertawa kecut.
”Saya itu punya anak to, Ndoro?”
Kedono dan Kedini tidak tahan lagi. Diletakkan piring mereka dan langsung
memegang bahu embok mereka.
”Kau ikut kami ke kota ya?Harus ! Sekarang juga bersama kami!”
Mbok Jah tersenyum, tapi menggelengkan kepala.
”Si mbok tahu kalau anak-anakku akan menawarkan ini. Kalian anak-anakku
akan menawarkan ini. Kalian anak-anakku yang baik. Tapi tidak. Gus-Den Rara, rumah
si mbok di hari tua, ya, di sini. Nanti Sekaten dan Lebaran yang akan datang, saya pasti
datang. Betul.”
Mereka pun tahu itu keputusan yang tidak bisa ditawar lagi. Lalu, mereka pamit
mau pulang. Tetapi, hujan turun semakin deras dan rapat. Mbok Jah mengingatkan
ndoro kakungnya kalau hujan begitu akan susah mengemudi. Jalan akan tidak kelihatan
saking rapatnya air hujan turun. Di depan hanya akan kelihatan warna putih dan kelabu.
2
Mei 2008
Latihan 1
FormAnalisis Cerpen
Alur
Tokoh/Penokohan
Latar
Sudut pandangan
Gaya bahasa
Latihan 2
1. Salah satu teman membacakan cerpen berjudul “Mbok Jah” karya Umar
Kayam di depan kelas!
2. Cermati cerpen yang telah dibacakan!
3. Kerjakan latihan berikut ini!
2
Mei 2008
Penokohan Penokohan
Penokohan
Mbok Jah Ndoro Kakung dan
Kedono-Kedini
…………………… Ndoro Putri
………………………
…………………… …………………………
………………………
…………………… …………………………
………………………
…………………… ………………….
….…………………...
…
Nilai pendidikan yang disampaikan pengarang
kepada pembaca melalui tokoh utama
………………………………………………
………………………………………………
………………………….…………………...
2
Mei 2008
Latihan 3
Kejadian 3
2
Mei 2008
pulang dan
tinggal di desa?
3. Kapan keluarga
Ndoro Kakung
dan Ndoro Putri
menjenguk
Mbok Jah di
desa?
Sudut Ubahlah sudut pandang Di rumah keluarga Mulyono ini, dia merasa
Pandang penceritaan kelimat mendapat semuanya. Tetapi, waktu dia merasa
Penceritaan berikut dengan sudut semakin renta—tidak sekuat sebelumnya—Mbok
pandang Aku Jah merasa dirinya menjadi beban keluarga itu.
TUGAS:
II. MENULIS
Standar Kompetensi :
Menulis
Menulis naskah drama.
Kompetensi Dasar :
Mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama.
2
Mei 2008
Dalam sebuah drama terdapat berbagai macam unsur. Baik unsur intrinsik
maupun unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri dari tokoh, alur, latar, dan tema. Di
dalam tokoh terdapat penokohan atau penciptaan citra tokoh yang oleh pengarang
dilakukan berbagai macam cara. Pengarang mungkin secara langsung
mengungkapkan gambaran tentang tokoh mungkin pula melalui cakapan tokoh,
penggambaran keadaan tokoh, tingkah laku tokoh, atau percakapan tokoh lainnya
tentang diri si tokoh (Hariyanto, 2000:36).
DRAMA
Tokoh dalam dalam drama bukanlah sekedar
INFO
semacam boneka yang mati. Tokoh tersebut
diharapkan berkesan hidup yaitu memiliki ciri-ciri
kebadanan, ciri-ciri kejiwaan, dan ciri-ciri
kemasyarakatan. Yang dimaksud ciri-ciri
kebadanan misalnya usia, jenis kelamin, keadaan
tubuh dan kondisi wajah. Yang dimaksud dengan
ciri-ciri kejiwaan misalnya mentalitas, moral,
tempramen, kecerdasan, dan kepandaian dalam
bidang tertentu. Sedangkan yang dimaksud ciri-ciri
kemasyarakatan misalnya status sosial, pekerjaan atau peranannya dalam
masyarakat, pendidikan, ideologi, kegemaran, dan kewarganegaraan.
Ada berbagai macam tokoh. Berdasarkan fungsi penampilannya terdapat tokoh
antagonis, protagonis dan tritagonis. Protagonis adalah tokoh yang diharapkan
menarik simpati dan empati pembicara atau penonton. Ia adalah tokoh dalam drama
yang memegang pimpinan. Antagonis atau tokoh lawan adalah pelaku dalam drama
yang berfungsi sebagai penentang utama dari tokoh protagonis. Tritagonis adalah
tokoh yang berpihak pada protagonis atau berpihak pada antagonis atau berfungsi
sebagai penengah pertentangan tokoh-tokoh itu (Hariyanto, 2000).
Dalam setiap lakon dialog harus memenuhi dua hal yaitu: 1) Dialog haruslah
dapat mempertinggi gerak. Dialog hendaknya dipergunakan untuk mencerminkan
apa-apa yang telah terjadi selama permainan, selama pementasan, dan juga harus
2
Mei 2008
mencerminkan pikiran dan perasaan para tokoh yang turut berperan dalam lakon itu.
2) Dialog haruslah baik dan bernilai tinggi. Dialog haruslah lebih terarah dan teratur
daripada percakapan sehari-hari. Hendaknya jangan ada kata-kata yang tidak perlu;
para tokoh harus berbicara jelas, terang, dan menuju sasaran (Wijaya, 2005).
Arloji
Oleh: P. Hariyanto
Kisah ini terjadi di sebuah kamar depan keluarga yang cukup terpandang.
Terdapat berbagai perlengkapan yang lazim di kamar tamu semacam itu, namun yang
terpenting adalah seperangkat meja dan kursi tamu. Kira-kira pukul 09.00 drama ini
terjadi.
Para pelaku:
1. Jidul: Anak laki-laki berumur 15 tahun, bisu dan tampak bodoh, namun peringan
dan tekun. Ia seorang pembantu rumah tangga
2. Pak Pikun: Pembantu rumah tangga ini berumur sekitar 40 tahun. Rambutnya
sudah memutih, sok tahu, sok kuasa, dan keras kepala.
3. Ibu: Nyonya rumah ini kira-kira berusia 42 tahun, keibuan, dan bijaksana.
4. Tritis: Gadis berusia 18 tahun ini cenderung tergesa-gesa dalam memberikan
penilaian.
2
Mei 2008
2
Mei 2008
Latihan 1
LEMBAR PENILAIAN
1.
2.
3.
4.
Kriteria Penilaian:
A = Sangat bagus
2
Mei 2008
B = Bagus
C = Cukup
D = Kurang
CATATAN:
Latihan 2
2
Mei 2008
LEMBAR PENILAIAN
2.
3.
4.
Kriteria Penilaian:
A = Sangat bagus
B = Bagus
C = Cukup
D = Kurang
LEMBAR JAWABAN
............................................................
............................................................
............................................................
............................................................
.............................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
2
Mei 2008
Latihan 3
Tritis
Ibu
Tritis
2
Mei 2008
BERBICARA
II
Standar Kompetensi :
Berbicara
Kompetensi Dasar :
Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama.
Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.
Pada bab ini, kalian dihadapkan pada proses pementasan drama. Karya sastra
drama selain sebagai karya seni juga merupakan potret situasi tertentu. Dalam drama,
kita tidak hanya menemukan tokoh dan jalan cerita, melainkan juga suatu gambaran
abstrak mengenai keadaan suatu masyarakat pada masa tertentu.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan apabila melisankan sebuah naskah
drama. Hal-hal tersebut antara lain (1) Baca dalam hati naskah drama tersebut dan
bayangkan bagaimana dialog yang harus diucapkan serta gerak dan mimik yang harus
dilakukan, (2) Adakan pembagian peran sesuai dengan minat, karakter, dan latar
belakang kejiwaan masing-masing, (3) Hafalkan teks dialog tersebut sesuai dengan
perannya masing-masing, (4) Berlatihlah membaca dialog dengan memasukkan
karakter tokoh, gerak anggota badan dan mimik. Ucapkan dialog tersebut dengan vokal
yang jelas sesuai dengan peran masing-masing.
Karena suatu lakon perlu singkat dan padat, maka sang dramawan haruslah dapat
memotret para pelakunya dengan tepat dan jelas untuk menghidupkan impresi. Demi
tujuan itulah maka sang pengarang mempergunakan beberapa jenis pelaku atau aktor
yang biasa dipergunakan dalam teater. Beberapa di antaranya: 1) Tokoh yang kontras
dengan tokoh lainnya. Dia mungkin merupakan tokoh pembantu yang berfungsi sebagai
pembantu saja, atau mungkin pula dia memerankan suatu bagian penting dalam lakon
2
Mei 2008
itu, tetapi secara insidental bertindak sebagai seorang pembantu. 2) Tokoh yang dapat
berperan dengan tepat dan tangkas. Dia dapat berperan sebagai orang kampung atau
sebagai orang yang berkedudukan. Kemampuan tokoh yang serba bisa inilah yang
membuat tokoh individual yang sebenarnya itu menjadi luar biasa, semakin menarik
hati. 3) Tokoh yang statis; yang tetap saja keadaannya, baik pada awal maupun pada
akhir suatu lakon. Dengan kata lain: tokoh ini tidak mengalami perubahan; dia tetap
statis. 4) Tokoh yang mengalami perkembangan selama pertunjukkan (Wijaya, 2005).
Latihan 1
2
Mei 2008
Latihan 2
2
Mei 2008
Latihan 3
2.
3.
4.
Kriteria Penilaian:
A = Sangat bagus
B = Bagus
C = Cukup
D = Kurang
Latihan 4
2
Mei 2008
TUGAS:
III. MEMBACA
Standar Kompetensi :
Membaca
Memahami buku biografi, novel
Kompetensi Dasar :
Mengungkapkan hal-hal yang menarik yang dapat diteladani dari tokoh.
2
Mei 2008
buku biografinya. Karena Anda saat ini mempelajari bahasa dan sastra Indonesia,
alangkah baiknya kita mengetahui sekilas biografi seorang tokoh bangsa yang
sangat berjasa dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia.
a. Membaca biografi singkat tokoh dalam bidang bahasa dan sastra Indonesia
Beliau adalah Muhammad Yamin, seorang penyair, pencetus bahasa persatuan,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Seorang pahlawan nasional.
1. Bacalah bigrafi singkat di bawah ini!
2. Cermatilah dengan seksama biografinya!
2
Mei 2008
2
Mei 2008
Salah satu hasil kongres itu adalah mempersiapkan materi-materi yang akan
dibahas dalam kongres berikutnya. Yamin dipercaya untuk membuat konsep-
konsepnya. Satu diantara butir konsep itu berisi rumusan tentang bahasa yang tertulis:
“ Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa
Melayu”. Setelah melewati perdebatan dan berbagai pertimbangan, dalam Kongres
Pemuda II, 28 Oktober 1928, disepakati rumusan mengenai bahasa persatuan sebagai
berikut “ Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa
Indonesia”. Sebuah keputusan penting yang ternyata didukung oleh tokoh- tokoh dari
berbagai suku bangsa seperti Ki Hajar Dewantara, Purbatjaraka, Abu Hanifah, Husein
Djajadiningrat, Adinegoro, Sanusi Pane, dan lain- lain. Dengan keputusan itu, bahasa
Melayu resmi diangkat sebagai bahasa Indonesia yang memberi kepastian kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia dalam masyarakata Indonesia.
Gagasan Muhammad Yamin mengenai pentingnya bahasa persatuan terungkap
pula dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo ( 1938). Dikatakannya “ Membicarakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa kebudayaan, barulah berhasil
jikalau diperhatikan kedudukan bahasa Indonesia dalam seluruh masyarakat Indonesia
dahulu dan sekarang, tentang tempatnya pada hari yang akan datang dan tentang
artinya bagi bangsa Indonesia dan bagi pengetahuan umum.” Ditegaskan pula”…
Bahasa Indonesia adalah bahasa budaya; sebagai bahasa persamaan pertemuan dan
persatuan Indonesia, perkakas rohani dalam beberapa daerah dan bagi anak
Indonesia; denagn lahirnya kebudayaan Indonesia, bahasa Indonesia telah terhubung
dengan kebudayaan baru itu…. Pengetahuan dan kesadaran bangsa Indonesia
menguatkan pendirian bahwa bahasa Indonesia mendapat tempat yang semestinya
sebagai bahasa pertemuan , persatuan kebudayaan Indonesia, dan sebagai bahasa
Negara.“ Terbukti kemudian, bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa Negara
sebagaimana tercantum dalam pasal 36, UUD 1945.
Peranan Muhammad Yamin dalam mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia dan dalam memajukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, diakui
pula oleh para pakar sejarah. Hampir semua buku sejarah yang mengangkat peristiwa
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, selalu menyinggung peranan Muhammad Yamin,
baik sebagai pencetus gagasan diselenggarakannya kongres itu maupun sebagai salah
satu tokoh yang merumuskan ketiga butir Sumpah Pemuda “Bertanah air: Berbangsa:
dan Menjunjung bahasa persatuan: Indonesia”.
2
Mei 2008
Guru Besar Ilmu Sejarah dari Universitas Monash Australia, M.C. Ricklefs,
mengatakan “Muhammad Yamin….menjadi salah satu pemimpin politik di Indonesia
yang paling radikal meninggalkan bentuk-bentuk pantun dan syair serta menerbitkan
sajak-sajak pertama benar-benar modern dalam tahun 1920-1922.” Ricklefs
selanjutnya menambahkan “Yamin menulis sekumpulan sajak yang diterbitkan tahun
1929 dengan judul ‘Indonesia Tumpah Darahku’. Sajak-sajak tersebut mencerminkan
keyakinan di kalangan kaum terpelajar muda bahwa pertama-tama mereka adalah
orang Indonesia dan baru yang kedua orang Minangkabau, Batak, Jawa, Kristen,
Muslim, atau apa saja”.
Sebagai politikus terpelajar, selain aktif di lapangan politik dan pemerintahan,
Muhammad Yamin masih sempat membuahkan beberapa karya yang sekaligus juga
memperlihatkan minatnya di lapangan kebudayaan. Kumpulan puisi pertamanya,
Tanah Air, terbit tahun 1922. Kumpulan puisi berikutnya Indonesia Tumpah Darahku,
terbit tahun 1928. Adapun drama pertamanya Ken Arok dan Ken Dedes, pertama kali
dipentaskan 27 Oktober 1928 dan baru diterbitkan tahun 1934. Dua tahun sebelum
terbit naskah drama tersebut terbit pula naskah dramanya yang berjudul Kalau Dewi
Tara Sudah Berkata ( 1932).
Selain menulis karya asli, Yamin juga terkenal sebagai penerjemah. Beberapa
karya terjemahannya antara lain Menanti Surat dari Raja (1928) dan Di Dalam dan di
Luar Lingkungan Rumah Tangga (1933), keduanya karya Rabindranath Tagore serta
Julius Caesar (1951) karya William Shakespeare. Adapaun karyanya yang menyangkut
sejarah dan kebudayaan umum, antara lain Gadjah Mada (1946), Pangeran
Diponegoro (1950) dan 6000 Tahun Sang Merah Putih (1954). Kedua buku sejarah itu
mengangkat kebesaran tokoh Gadjah Mada dan kegigihan Pangaren Diponegoro,
sedangkan karya berikutnya mengisahkan keakraban bangsa Indonesia sejak dahulu
terhadap warna merah dan putih yang kemudian dijadikan sebagai bendera Kebangsaan
Indonesia.
Demikian sosok ketokohan Muhammad Yamin. Ia tidak melupakan tanah
leluhurnya. Namun, ia juga hidup sebagai warga Indonesia. Oleh karena itu,
kepentingan bangsa menjadi yang utama baginya. Ia telah membuktikan dengan
mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang ternyata kemudian menjadi
alat untuk mempersatukan keanekaragaman bangsa Indonesia. Seperti yang dikatakan
di dalam puisinya “Indonesia Tumpah Darahku” Ia mengawali kata kunci persatuan:
2
Mei 2008
“Bersatu kita teguh/bercerai kita jatuh”. Itulah, diantaranya teladan yang hendak
ditanamkan Muhammad Yamin bagi generasi bangsa Indonesia ini.
Sutan Takdir Alisyabahbana lahir di Natal, Tapanuli Selatan, 11 Februari 1980.
Beliau mula-mula menjadi guru HKS di Palembang (1928). Pada tahun 1930 pindah ke
Balai Pusaka dan memimpin Panji Pustaka. Pada 1933 mendirikan majaah kesusatraan
Pujangga Baru.
Takdir dianggap sebagi jiwa angkatan Pujangga Baru sebab diantara sastrawan-
sastrawan Pujangga baru dialah yang paling gigih dan paling berpengaruh
memperjuangkan cita-cita pujangga baru. Karena menurut keyakinanya, bangsa
Indonesia hendaklah mencontoh dan mengambil alih cara berpikir barat yang dinamis.
2
Mei 2008
Ia menentang setiap pemujaan terhadap kebudayaan lama karena baginya yang lama itu
sudah usang dan tidak berjiwa. Sikapnya ini antara lain dikemukakan dala puisinya ”
Menuju ke Laut”, ’Puisi Liris Seni baru” , novel Layar Terkembang, dan esai-esaiya.
Latihan 1
Latihan 2
Petunjuk Pelaksanaan!
2
Mei 2008
Tempel disini!
Nama :
No Absen :
2
Mei 2008
Latihan 3
1. Diskusikanlah hal-hal yang menarik yang kalian temukan dari kedua tokoh
tersebut!
2. Rumuskanlah kembali hasil diskusi kalian dalam lembar jawaban yang
sudah disediakan!
3. Beberapa orang siswa membacakan hasil rumusan di depan kelas!
LEMBAR JAWABAN
KESIMPULAN
.....................................................................
..................................................................................
.....................................................................................
.....................................................................................
...................................................................................
...................................................................................
.................................................................................
.........................................................................
........................................................
2
Mei 2008
Latihan 4
Soal!
Setelah kalian membaca kedua biografi di atas, hal-hal apa sajakah yang dapat
kalian petik dan dapat kalian terapkan dalam kehidupan kalian nantinya? Apakah kedua
teks tersebut mengakibatkan perubahan dalam diri kalian? Jika ada, perubahannya apa?
Mengapa? Dan bagaimana?
Jawablah soal di atas dalam bentuk karangan pendek minimal 5 paragraf, di
lembar yang sudah disediakan. Setelah itu bacakan di depan kelas!
LEMBAR JAWABAN
........................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
........................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
........................................................................................................
....................................................................................................................
....................................................................................................................
TUGAS:
........................................................................................................
Carilah referensi tentang Sutan Takdir Alisyahbana di perpustakaan
Buatlah esai singkat tentang Sutan Takdir Alisyahbana (minimal 1 lembar folio).
Pengembangan Bahan dan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas XI Semester II
2
Mei 2008
....................................................................................................................
...............................................................................................................
.....
DAFTAR PUSTAKA
Hatikah, Tika dan Mulyanis. 2003. Membina Kompetensi Berbahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMU Kelas III Semester I. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Dawud, Dkk. 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia Jilid 1 untuk SMA Kelas X. Malang:
Erlangga.
Dawud, Dkk. 2004. Bahasa dan Sastra Indonesia Jilid 2 untuk SMA Kelas XI. Malang:
Erlangga.
Kamdhi, JS. 2002. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas 2 SMU. Cirebon:
Grasindo.
Wijaya, Andri. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Siswa Sekolah Menengah
Atas dan Madrasah Aliyah. Bandung: Titian Ilmu.
Mafrukhi. 2007. Kompeten Berbahasa Indonesia Untuk SMA Kelas XI. Jakarta:
Erlangga.
Hatikah, Tika dan Mulyanis. 2004. Membina Kompetensi Berbahasa dan Sastra
Indonesia untuk SMU Kelas I (Kelas X) Semester I. Bandung: Grafindo Media
Pratama.