Você está na página 1de 26

PRESENTASI KASUS

HEMOROID

Pembimbing:

Dr. Eka Swabhawa Uttama, SpB

Oleh:

Labiqotul Lubabah Ahasmi

106103003449

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah dengan Judul


“Hemoroid”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing,
sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah
di RSUP Fatmawati periode 22 November 2010 – 28 Januari 2011

Jakarta, Desember 2010

(dr. Eka Swabhawa Uttama, SpB)


KATA PENGANTAR

“Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Adapun judul makalah ini adalah ”Hemoroid.” Dalam penyusunan makalah ini,
penulis telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap
ada hambatan dan kendala yang harus dilewati.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Eka Swabhawa Uttama, SpB
selaku pembimbing makalah dan seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Jakarta, Desember 2010

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................iii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iv

BAB I ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN...........................................................................................1
B. ANAMNESIS.......................................................................................................1
C. PEMERIKSAAN FISIK........................................................................................3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................................5
E. RESUME.............................................................................................................5
F. DIAGNOSIS.........................................................................................................5
G. DIAGNOSIS BANDING.......................................................................................6
H. PEMERIKSAAN ANJURAN...............................................................................6
I. PENATALAKSANAAN.......................................................................................6
J. PROGNOSIS.......................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN.................................................................................................7
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI ANOREKTAL........................................................7
C. DEFINISI HEMOROID.........................................................................................11
D. PATHOGENESIS................................................................................................12
E. KLASIFIKASI DAN DERAJAT...........................................................................12
F. GEJALA DAN TANDA........................................................................................13
G. PEMERIKSAAN..................................................................................................14
H. DIAGNOSIS BANDING.......................................................................................14
I. TATALAKSANA.................................................................................................15

BAB III ANALISIS KASUS.......................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................22
BAB I

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 01033010
Nama : Tn. Cecep Rukendi
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Perum lembah pinus B 1 no. 2 Rt 002/024 Pamulang
Tangerang Selatan Banten
Pendidikan : Akademi/universitas
Pekerjaan : Pegawai negeri
Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Masuk RS : 15 Desember 2010 di poli bedah umum

B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 15 Desember 2010 di poli bedah umum.
1. Keluhan Utama
Benjolan di anus yang menetap sejak 3 hari SMRS.
2. Keluhan Tambahan
Buang air besar disertai darah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan di anus yang menetap sejak 3
hari SMRS. Benjolan yang selalu keluar saat pasien buang air besar dirasakan
pasien sejak 6 tahun yang lalu, namun biasanya benjolan tersebut dapat masuk
kembali secara spontan setelah pasien selesai buang air besar, kemudian
sekitar 1 tahun yang lalu setiap kali benjolan keluar saat buang air besar tidak
bisa langsung masuk kembali dengan spontan, namun harus dibantu dengan
cara didorong dengan menggunakan ibu jari pasien. Benjolan awalnya hanya
keluar saat pasien buang air besar saja, namun sejak 3 hari SMRS benjolan
tersebut menetap di anus pasien dan tidak dapat masuk kembali walaupun
dengan bantuan ibu jari pasien.
Pasien mengatakan buang air besar satu kali sehari pada pagi hari.
Setiap kali buang air besar selalu disertai darah. Darah berwarna merah segar
dan tidak bercampur dengan feses. Menurut pasien darah yang keluar sampai
mewarnai air toilet pasien menjadi merah segar, namun pasien tidak mengetahui
jumlah darah yang keluar setiap kali buang air besar. Sejak 3 hari, pasien
mengatakan darah keluar terus-menerus sehingga terdapat darah pada pakaian
dalam pasien, namun tidak terdapat mucus/lendir.
Enam tahun yang lalu, pasien tidak lancar buang air besar. Pasien buang
air besar 2 hari sekali. Saat buang air besar pasien merasa sangat kesulitan,
sehingga untuk buang air besar pasien harus mengedan dan membutuhkan
waktu sekitar 1 jam di WC untuk buang air besar.
Selama enam tahun ini, pasien belum pernah memeriksakan keluhan
benjolan pada anus dan buang air besar berdarah pada dokter. Pasien hanya
mendiamkannya saja, karena psien berpikir penyakit ini tidak
membahayakannya.
Pasien tidak pernah mengalami perubahan pola buang air besar seperti
buang air besar menjadi cair dan frekuensi menjadi semakin sering. Darah yang
keluar saat buang air besar tidak disertai lendir. Pasien mampu menahan rasa
ingin buang air besarnya.
Buang air kecil pada pasien tidak ada perubahan, warna kuning jernih dan
tidak nyeri saat berkemih.
Perut kembung dan nyeri pada perut juga disangkal oleh pasien. Pasien
tidak merasakan adanya penurunan berat badan, nafsu makan pasien juga tidak
mengalami perubahan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit liver, darah tinggi dan kencing manis disangkal oleh pasien.
Pasien tidak mengetahui adanya alergi obat maupun makanan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama
seperti pasien.
Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan kanker dalam keluarga
disangkal oleh pasien.
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan sebelumnya pasien tida suka mengkonsumsi sayur-
sayuran dan buah-buahan. Namun setelah mengetahui mempunyai wasir sejak 6
tahun yang lalu, pasien mulai gemar mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-
buahan. Setiap kali makan pasien selalu mengkonsumsi sayur dan buah. Pasien
juga mengatakan jarang minum, sebelum mengetahui pasien mempunyai wasir
pasien hanya minum 1 hari sekitar 3 gelas air putih, namun sejak 6 tahun yang
lalu pasien minum 1 hari sekitar 6-7 gelas air putih.
Pasien mengatakan sangat jarang berolahraga, karena pasien tidak suka
olahraga. Aktivitas pasien sehari-hari hanya duduk di dalam ruangan.
Pasien tidak pernah melakukan hubungan seks perianal.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Kompos mentis
c. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
d. Frekuensi Napas : 20 x/menit
e. Frekuensi Nadi : 78 x/menit
f. Suhu : 37,50C
g. Kepala
Normosefali, rambut hitam, tersebar merata, tidak mudah dicabut.

h. Mata
Konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-
i. Hidung
Normosepta, secret -/-, hiperemis -/-
j. Telinga
Normotia, secret -/-
k. Mulut
Oral hygiene baik, faring tidak hiperemis.
l. Leher
Trakea lurus di tengah.
m. Thoraks
Paru
Inspeksi : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus teraba sama di kedua lapang paru.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
Batas jantung kanan: ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I, II regular, murmur (-), gallop (-)
n. Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+)
o. Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)
2. SATUS LOKALIS
Regio anus
Inspeksi : Pada posisi jam 3 terdapat benjolan berbentuk bulat berwarna kemerahan
di sekitar anus dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm.
Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, mudah digerakkkan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum dilakukan pemeriksaan.

E. RESUME
Pasien laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan benjolan di anus
yang menetap sejak 3 hari SMRS. Benjolan di anus mulai dirasakan pasien sejak 6
tahun yang lalu, benjolan awalnya hanya keluar saat BAB dan masuk kembali ketika
selesai BAB. Satu tahun yang lalu, benjolan yang keluar saat BAB, tidak dapat
masuk spontan, namun harus dengan bantuan 1 jari. Tiga hari yang lalu, benjolan
tidak dapat dimasukkan walaupun dengan bantuan jari. Pasien juga mengatakan
BAB berdarah, warna merah segar, tidak bercampur feses, tidak ada lendir dan
tidak nyeri. BAK dalam batas normal, nyeri perut (-), kembung (-).
Pasien mengatakan jarang makan sayur dan buah, jarang berolahraga
dan melakukan aktivitas fisik. Pasien tidak pernah melakukan hubungan seks
perianal.

Pemeriksaan fisik didapatkan pada mata didapatkan konjungtiva anemis


dan TD 110/70 mmHg. Pemeriksaan jantung, paru, abdomen, ekstremitas dalam
batas normal. Pada region anus didapatkan Inspeksi : Pada posisi jam 3 terdapat
benjolan berbentuk bulat berwarna kemerahan di sekitar anus dengan ukuran 2 x 2
x 2 cm. Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi kenyal, mudah digerakkkan.

F. DIAGNOSIS
Hemoroid interna grade IV
G. DIAGNOSIS BANDING
H. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan darah rutin

I. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Transamin
Vit K
Laxadin
Hemoroidektomi
Non medikamentosa
Banyak makan makanan berserat
Banyak minum air putih
Banyak olahraga
J. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Hemoroid merupakan penyakit daerah anus yang cukup banyak ditemukan pada
praktek dokter sehari-hari. Di RSCM selama 2 tahun (Januari 1993 s.d Desember 1994)
dari 414 kali pemeriksaan kolonoskopi didapatkan 108 (26,09%) kasus hemoroid.
Hemoroid memiliki sinonim piles, ambeien, wasir atau shouthern pole disease dalam
istilah di masyarakat umum. Keluhan penyakit ini antara lain: buang air besar sakit dan
sulit, dubur terasa panas, serta adanya benjolan di dubur, perdarahan melalui dubur
dan lain-lain. Sejak dulu hemoroid hanya diobati oleh dukun-dukun wasir dan dokter
bedah, akan tetapi akhir-akhir ini karena kasusnya makin banyak semua dokter
diperbolehkan menangani hemoroid. Hemoroid memiliki faktor risiko cukup banyak
antara lain: kurang mobilisasi, lebih banyak tidur, konstipasi, cara buang air besar yang
tidak benar, kurang minum, kurang makanan berserat, faktor genetika, kehamilan,
penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen (tumor abdomen,
tumor usus) dan sirosis hati. Penatalaksanaan hemoroid dibagi atas penatalaksanaan
secara medic dan secara bedah bergantung pada derajatnya. 1

B. Anatomi Dan Fisiologi Anorektal

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,


sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini,
maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfnya berbeda juga,
demikian pula epitel yang menutupinya. Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler usus
sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis
gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rectum dan
kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar
sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan
nyeri, sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka
terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rectum, sementara
fisura anus nyeri sekali. Daerah vena di atas garis anorektum mengalir melalui system
porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke system kava melalui cabang vena
iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penyebaran
keganasan dan infeksi serta terbentuknya hemoroid. System limf dari rectum
mengalirkan isinya melalui pembuluh limf sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke
arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar limf iliaka interna, sedangkan limf yang
berasal dari kanalis analis mengalir kea rah kelenjar inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke


ventrokranial yaitu kea rah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal
dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih
besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea
pektinata atau linea dentate. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus
antara kolumna rectum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum
yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam
kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas antara sfingter
interna dan sfingter eksterna (garis Hilton).

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan
sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern,
otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen
m.sfingter eksternus. M.sfingter internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan
m.sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik.
Pendarahan arteri

Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika inferior.


Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang yang kanan
akan bercabang kembali. Letak ketiga cabang terakkhir ini mungkin dapat menjelaskan
letak hemoroid sebelah kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.

Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna,


sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis
antara arcade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang
mempunyai makna penting pada tindak bedah ata sumbatan aterosklerotik di daerah
percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid
inferior dapat menjamin pendarahan di kedua ekstremitas bawah. Pendarahan pleksus
hemoroidalis merupakan kolateral luasdan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari
hemoroid interna menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan buka darah
vena warna kebiruan.
Pendarahan vena

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan


berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui
vena lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut
menntukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rectum dapat menyebar sebagai embolus
vena ke dalam hati, sedangkan embolus septic dapat menyebabkan pileflebitis. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam
vena iliaka interna dan system kava. Pembesaran vena hemoroidalis dapat
menimbulkan keluahan hemoroid.

Penyaliran limf

Pembuluh limf dari kanalis analis membentuk pleksus halus yang menyalirkan
isinya menuju ke kelnjar limf inguinal, selanjutnya dari sini cairan limf terus mengalir
sampai ke kelanjar limf iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limf dari rectum di atas garis
anorektum berjalan seiring dengan vena hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar
limf mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rectum
dan anus didasarkan pada anatomi saluran limf ini.

Persarafan

Persarafan rectum terdiri atas system simpatik dan parasimpatik. Serabut


simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga dan keempat. Unsure
simpatis pleksus ini menuju kea rah struktus genital dan serabut otot polos yang
mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes)
berasal dari sacral kedua, ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan
erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah
ke dalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi
radikal panggul seperti ekstirpasi radikal rectum atau uterus dapat menyebabkan
gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.
Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorektum; otot ini mempertajam
sudut tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.

Defekasi

Pada suasana normal, rectum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke
dalam rectum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bila isi
sigmoid masuk ke dalam rectum, dirasakan oleh rectum dan menimbulkan keinginan
defekasi. Rectum mempunyai kemampuan khas untuk mengenal dan memisahkan
bahan padat, cair dan gas.

Sikap badan sewaktu defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang
peranan yang berarti. Defekasi terjadi akibat reflex peristaltic rectum, dibantu oleh
mengedan dan relaksasi sfingter anus eksternus.

Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sensible untuk sensasi isi rectum
dan persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh.

C. Definisi Hemoroid

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus
yang berasal dari pleksus hemoroidalis.

Hemoroid dibedakan antara yang intern dan ekstern. Hemoroid intern adalah
pleksus v.hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid intern ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan-
depan, kanan-belakang, dan kiri lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara
ketiga letak primer tersebut.

Hemoroid ekstern merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid


inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel
anus.

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus saling berhubungan secara


longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke
v.hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus
mengalirkan darah ke peredaran sistemik melelui daerah perineum dan lipat paha ke
v.iliaka.

D. Pathogenesis

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena


hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus.

Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang
sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu
lama duduk di jamban duduk sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra
abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (adanya penekanan
janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik
atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang
makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/mobilitas.

E. Klasifikasi dan derajat

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid


interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas:

1. Derajat 1
Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya
dapat dilihat dengan anorestoskop.
2. Derajat 2
Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke
dalam anus secara spontan.
3. Derajat 3
Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4
Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
thrombosis dan infark.

Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas hemoroid eksterna (di luar/di bawah
linea dentata) dan hemoroid interna (di dalam/ di atas linea dentata). Untuk melihat
risiko perdarahan hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa
bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid. Secara
anoskopik, hemoroid interna juga dapat dibagi dalam 4 derajat.

F. Gejala dan tanda

Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya
dengan gejala rectum dan anus yang khusus.

1. Nyeri hebat
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan
hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis.
2. Perdarahan
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma
oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur feses, dapat hanya berupa garis pada feses, dapat hanya berupa
garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.
G. Pemeriksaan

Apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian yang


menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita diminta
mengejan. Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid intern tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.

Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat kuadran.
Hemoroid intern terlihat sebagai struktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Jika
penderita diminta untuk mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan


disebabkan oleh proses radang atau proses kegananasan di tingkat yang lebih tinggi,
karena hemoroid merupakan keadaaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.
Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

H. Diagnosis Banding

Perdarahan rectum yang merupakan manifestasi utama hemoroid intern juga


terjadi papa karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, colitis ulserosa, dan
penyakit lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Pemeriksaan
sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih secara
selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita.

Prolaps rectum harus juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
intern.

Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit dibedakan
dari hemoroid yang mengaalami prolaps. Lipatan kulit luar yang lunak sebagai akibat
dari thrombosis hemoroid ekstern sebelumnya juga mudah dikenali. Adanya lipatan kulit
sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut umbai kulit dapat menunjukkan fisura
anus.
I. Tata laksana

Terapi hemoroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan.


Hemoroid adalah normal karenanya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus
hemoroid, tapi untuk menghilangkan keluhan.

Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong dengan
tindakan local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya
terdiri atas makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar,
namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan
secara berlebihan.

Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna
kecuali efek anestetik dan astringen.

Hemoroid intern yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring dan kompres local
untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat
meringankan nyeri. Apabila ada penyakit radang usus besar yang mandasarinya,
misalnya penyakit Crohn, terapi medic harus diberikan apabila hemoroid menjadi
simptomatik.

Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%


fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa di dalam jaringan
areolar yang longgar di bawah hemoroid intern dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut. Penyuntikan
dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui
anuskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri.
Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk ke dalam prostat dan
rekasi hipersensitifitas terhadap obat yang disuntikkan.

Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan


merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid intern derajat I dan II.
Ligasi dengan gelang karet

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan
ligasi dengan gelang karet menurut Baron. Dengan bantuan anuskop, mukosa di atas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisapke dalam tabung ligator khusus.
Gelang karet di dorong dari ligatir dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa
pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari.
Mukosa bersama karet akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal
hemoroid tersebut. Pada satu kali terapi, hanya diikat satu kompleks hemoroid,
sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.
Penyulit utama ligasi adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis mukokutan.
Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis
mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh infeksi. Perdarahan dapat
terjadi pada waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah tujuh sampai
sepuluh hari.

Bedah beku

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah
sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh karena mukosa
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bedah krio ini lebih cocok untuk terapi paliatif
pada karsinoma rectum yang inoperable.
Hemoroidektomi

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada
penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara
terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami
thrombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.

Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus.

Tindak bedah lain

Dilatasi anus yang dilakukan dalam anestesi dimaksudkan untuk memutuskan


jaringan ikat yang diduga menyebabkan obstruksi jalan ke luar anus atau spasme yang
merupakan faktor penting dalam pembentukan hemoroid. Metode dilatasi menurut Lord
ini kadang disertai dengan inkontinensia sehingga tidak dianjurkan.

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simtomatis dapat dibuat menjadi
asimtomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada
semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah
terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan
serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien laki-laki 32 tahun datang dengan keluhan benjolan yang menetap di anus
sejak 3 hari SMRS. Pasien mengatakan bahwa terdapat benjolan bila BAB, keluar dari dubur,
yang awalnya dapat masuk kembali secara spontan setelah BAB, yang akhirnya harus
menggunakan jarinya untuk dimasukan kembali, kemudian tidak bisa dimasukkan. Benjolan
yang dikatakan pasien harus dibedakan apakah itu dinding rektum yang berarti prolaps rektum
atau prolaps mukosa yang berarti hemoroid interna. Anamnesis lainnya untuk memperjelas,
apakah pasien masih dapat menahan rasa keinginan BAB nya atau tidak, bila tidak itu
menandakan adanya prolap rektum. Pasien mengatakan, ia masih dapat menahan keinginan
BABnya.

Pasien mengatakan adanya BAB berdarah. Kita harus cari tahu dulu, asal
perdarahannya. Apakah dari saluran cerna bagian atas atau bawah. Anamnesis selanjutnya,
menanyakan warna darah yang terlihat apakah merah segar (hematoksezia) atau merah
kehitaman (melena), pasien mengatakan warna darah merah segar. Berarti yang terpikirkan
keadaan patologis apa saja yang menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian bawah.
Beberapa penyakit yang sering terkait dengan pasien yang berusia setengah baya adalah
tumor kolon, polip kolon, hemoroid, fisura ani, dan infeksi (amebiasis). Dilanjutkan dengan
pertanyaan, apakah darah yang keluar bercampur dengan feses atau tidak. Bila tidak, berarti
berasal dari hemoroid atau fisura anus. Pasien mengatakan saat BAB berdarah tidak
menimbulkan rasa nyeri. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis fisura ani, yang tiap BAB timbul
rasa nyeri. Dikonfirmasi pula dengan pemeriksaan fisik, pada inspeksi tidak ditemukanya fisurra
pada ani. Pasien mengatakan jarang makan sayur dan buah, jarang berolahraga dan
melakukan aktivitas fisik. Pasien tidak pernah melakukan hubungan seks perianal.

Pemeriksaan fisik didapatkan pada mata didapatkan konjungtiva anemis dan TD 110/70
mmHg. Pemeriksaan jantung, paru, abdomen, ekstremitas dalam batas normal. Pada region
anus didapatkan Inspeksi : Pada posisi jam 3 terdapat benjolan berbentuk bulat berwarna
kemerahan di sekitar anus dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm. Palpasi : nyeri tekan (-), konsistensi
kenyal, mudah digerakkkan.

Pada pasien didapatkan conjungtiva anemis pada kedua mata dan tekanan
darah 110/70 mmHg, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk
mengkonfirmasi jumlah Hb. Jika Hb di bawah 8 g/dL, direncanakan transfuse untuk
memperbaiki keadaan umum pasien sebelum dilakukan tindakan hemoroidektomi.

Tata laksana pada pasien, diberikan obat untuk memperbaiki defekasinya, sebagai
pencahar, yaitu Laxadine. Ardium diresepkan untuk pasien untuk memperbaiki inflamasi,
perdarahan, dan prolaps. Pasien juga diberikan Transamin dan Vit.K dengan tujuan untuk
hemostatiknya. Tata laksana selanjutnya adalah, menghentikan perdarahan langsung dari
sumber perdarahannya. Dalam hal ini, dilakukan hemoroidektomi.
BAB V

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata,M.Hemoroid. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2009. hal 587-90.
2. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal 672-75.
3. Sylvia A.price. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005.
4. Junaidi P, Soemasto AS, Amelz H. Perdarahan per anum. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius FKUI. 1982. h 362-4.
5.

Você também pode gostar