Você está na página 1de 5

ANALISIS KEPUASAN MAHASISWA S2 REGULER TERHADAP PELAYANAN

ADMINISTRASI PADA SEKOLAH PASCASARJANA


Diterbitkan Juli 5, 2008 Tesis Ilmu Politik Tinggalkan a Komentar

/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:”Table Normal”; mso-


tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-
parent:”"; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-
margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-
family:”Times New Roman”; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak dari globalisasi adalah timbulnya persaingan yang semakin tajam dalam
berbagai sektor kehidupan. Di bidang pendidikan tinggi, tantangan dan persaingan
semakin berat dan kompleks yang diakibatkan oleh ekspansi pasar internasional dalam
dunia pendidikan di satu sisi dan dinamika internal pendidikan dalam negeri di sisi lain
(Effendi, 2007). Hal ini tercermin dari banyaknya promosi masuk perguruan tinggi di luar
negeri yang sangat gencar ke seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Perguruan tinggi
tersebut menawarkan berbagai kemudahan bagi mahasiswa lokal untuk mendapatkan
beasiswa ke luar negeri dengan cara mengadakan tes-tes di perguruan tinggi negeri di
Indonesia (Kompas, 12 Januari 2007). Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan
tinggi telah ditempatkan sebagai komoditi pasar internasional.

Fenomena perguruan tinggi sebagai komoditi pasar harus direspon secara positif. Respon
itu berupa upaya peningkatan kualitas pendidikan agar tidak kalah bersaing dengan
perguruan tinggi dari luar negeri. Dalam suatu sistem persaingan yang sempurna, dimana
banyak produsen menawarkan barang dan jasa yang sama, maka kunci untuk
memenangkan persaingan adalah kualitas, khususnya kualitas pelayanan. Apalagi dewasa
ini Perguruan tinggi, sebagai salah satu organisasi jasa, mengalami peningkatan tuntutan
dari masyarakat. Tuntutan terhadap perguruan tinggi dewasa ini bukan hanya sebatas
kemampuan untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang diukur secara akademik,
melainkan juga melalui pembuktian akuntabilitas yang baik. Secara umum tuntutan yang
diberikan masyarakat kepada perguruan tinggi meliputi jaminan kualitas (quality
assurance), pengendalian kualitas (quality control), dan perbaikan kualitas (quality
improvement) (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 1998).

Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai universitas yang menjadi barometer dalam
perkembangan perguruan tinggi di Indonesia, diharapkan mampu menjawab kebutuhan,
tantangan dan persaingan yang dihadapi perguruan tinggi, baik dalam skala nasional
maupun internasional. Untuk itu perguruan tinggi yang didirikan atas dasar nilai-nilai
kerakyatan ini diharapkan meningkatkan kualitasnya di segala bidang.

Sebagai realisasi dari langkah peningkatan kualitas pelayanan di bidang pendidikan


tinggi, maka melalui Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000, UGM bersama
dengan ITB, IPB dan UI telah ditetapkan sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Perubahan UGM dari perguruan tinggi negeri menjadi BHMN dimaksudkan agar
perguruan tinggi tersebut memiliki kemandirian dan keleluasaan serta dapat berperan
sebagai kekuatan moral dan intelektual yang memiliki kredibilitas untuk mendukung
pembangunan nasional serta kemampuan bersaing di tingkat internasional.

Tidak banyak perguruan tinggi yang diubah statusnya menjadi BHMN. Hal ini
dikarenakan, untuk menjadi BHMN banyak persyaratan yang harus dipenuhi perguruan
tinggi, diantaranya telah memiliki kemampuan pengelolaan yang cukup untuk
memperoleh kemandirian, otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar.

Bagi UGM peralihan status lebih memotivasi untuk meningkatkan kualitas program
pendidikan dan kualitas lulusannya. Untuk itu sangatlah tepat apabila UGM melakukan
perubahan-perubahan. Dibidang kurikulum misalnya, terdapat alasan yang mendorong
peningkatan mutu kurikulum secara kontinyu (periodik), yaitu melihat konteks
pendidikan tinggi secara lebih luas. Pada kurikulum sebelumnya (sesuai SK Mendiknas
056/U/1994) domain variabel masukan dari proses pendidikan adalah permasalahan
internal perguruan tinggi dan kondisi disekitarnya, dengan target luaran pada penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun pada model kurikulum baru, konteks yang
dituju lebih kepada kebudayaan dan pengembangan manusia secara komprehensif.
Sebagai contoh UGM memberi makna spesifik pada kurikulum saat ini dan ke depan
yaitu kompetensi komprehensif utuh terpadu (Sudjarwadi, 2007). Semua itu dilakukan
untuk mengantisipasi perubahan lingkungan terutama dalam menyambut era globalisasi.
Perubahan ini tentu saja bukan hanya disebabkan karena pesatnya perkembangan ilmu,
teknologi dan seni, melainkan juga karena perubahan ekspektasi masyarakat terhadap
peranan perguruan tinggi dalam merintis hari depan bangsa dan negara.

Berkat kerja keras yang sungguh-sungguh, maka beberapa klaster ilmu di UGM oleh
Times Higher Education Suppement (London) telah dinyatakan masuk dalam Top 100
World University, yakni Social Science pada urutan 47, Art and Humanities pada urutan
70, dan Biomedicine pada urutan 73 (Laporan Kegiatan Rektor Tahun 2006).

Terlepas dari semua prestasi yang telah dicapainya, UGM sebagai salah satu organisasi
jasa yang bergerak dibidang pendidikan, tidak boleh menutup mata terhadap aspek
pelayanannya. Oleh karena itu UGM sebagai lembaga yang sudah go international perlu
melakukan evaluasi atas kualitas jasa yang diberikan kepada konsumennya, yaitu
mahasiswa. Mahasiswa sebagai elemen terpenting pada perguruan tinggi perlu
didengarkan, apakah pelayanan yang selama ini diberikan sudah sesuai dengan
harapannya. Evaluasi kualitas jasa ini perlu dilakukan untuk mengetahui apa yang
sebenarnya diharapkan dan apa yang selama ini dipersepsikan oleh mahasiswa atas
kualitas jasa yang diterimanya. Hal ini dikarenakan semua prestasi yang telah diperoleh
UGM di mata internasional tidak akan ada artinya di mata mahasiswa, apabila mahasiswa
tidak puas terhadap kualitas pelayanan UGM. Di sisi lain evaluasi kualitas pelayanan
dapat dijadikan sebagai dasar untuk meningkatkan kualtas pelayanan UGM dimasa yang
akan datang.

Realitas menunjukkan bahwa persaingan untuk merebut pasar (calon mahasiswa) tidak
cukup hanya mengandalkan mutu akademik saja, tetapi juga harus disertai dengan proses
penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas kepada konsumen mahasiswa. Pada sisi
yang lain, implikasi dari masuknya UGM kedalam Top 100 World University adalah
profesionalisme pola penyelenggaraan pelayanan publik, khususnya pelayanan terhadap
mahasiswa.

Salah satu program pendidikan tinggi yang diselenggarakan UGM adalah Sekolah
Pascasarjana. Sekolah Pascasarjana merupakan lembaga yang mengelola pengembangan
program magister dan doktor. Dalam dinamika pendidikan tinggi saat ini persaingan
untuk memperoleh mahasiswa tidak hanya dialami oleh perguruan tinggi yang memiliki
jenjang S-1 (sarjana) saja, namun juga dialami oleh perguruan tinggi yang memiliki
jenjang S-2 (magister) dan S3 (doktor). Hal ini sangat dirasakan sejak dikeluarkannya PP
No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, yang antara lain membuka peluang yang
seluas-luasnya kepada perguruan tinggi yang telah memenuhi syarat untuk
menyelenggarakan pendidikan S2 dan S3. Hal ini berbeda dengan dekade tahun 1990-an
dan tahun-tahun sebelumnya, dimana penyelenggaraan pendidikan pascasarjana saat itu
hanya dilakukan oleh beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ditunjuk oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen-Dikti), seperti UGM, ITB, IPB, UI, dan
beberapa perguruan tinggi lain, sehingga masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikan
ke tingkat pascasarjana, pilihannya sangat terbatas.

Pada masa lalu, perasaan mahasiswa tidak terlalu dipertimbangkan oleh banyak
perguruan tinggi. Namun pada masa kini, perasaan menjadi hal yang utama. Alasannya,
bila melihat sumber dari perasaan mahasiswa, setiap kontak yang dilakukan ketika
menjalani proses pendidikan akan meninggalkan kesan yang tidak terlupakan, baik kesan
buruk maupun kesan baik. Kesan buruk akan membuat mahasiswa menceritakan hal yang
buruk kepada orang lain, sebaliknya kesan yang baik akan membuat mahasiswa
menceritakan hal yang baik pula kepada orang lain. Kesan yang baik akan berdampak
baik kepada perguruan tinggi, antara lain akan meningkatkan peminat pendidikan di
perguruan tinggi tersebut.

Hal ini didasarkan pada penelitian Pilar (2000) yang menyimpulkan, bila konsumen yang
merasa puas dapat mempengaruhi satu saja teman atau rekannya mengenai kehebatan
suatu produk atau jasa yang ditawarkan suatu perusahaan dan akhirnya mendatangkan
seorang konsumen atau pelanggan baru, maka nilai konsumen atau pelanggan yang
pertama itu menjadi bertambah dua kali lipat. Jika hal yang sama dianalogikan dengan
dunia pendidikan, hal yang sama juga akan terjadi. Apalagi di tengah persaingan yang
sangat ketat antar perguruan tinggi seperti sekarang ini. Memang dalam hal ini
pendidikan bukanlah organisasi yang mengejar laba, akan tetapi semakin banyak
mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi yang bersangkutan, akan meningkatkan nilai
perguruan tinggi, yang pada gilirannya akan memberikan citra yang baik kepada
perguruan tinggi tersebut.

Salah satu cara untuk menarik minat mahasiswa untuk masuk sebuah perguruan tinggi
adalah memberikan pelayanan yang dapat memuaskan mahasiwa. Pelayanan yang
bertujuan memperoleh kepuasan mahasiswa bukanlah sesuatu yang mudah untuk
dilakukan, sering didapati masalah-masalah dalam pengelolaan pelayanan dan
ketidakberhasilan memuaskan sebagian besar pelanggan. Hal ini juga disadari oleh pihak
UGM, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan administrasi karena pelayanan
administrasi membutuhkan tidak saja ketelitian dalam sistem operasinya, tetapi juga
pelayanan yang ramah dan responsif terhadap kebutuhan mahasiswa.

Seringkali ketika mendengar kata “administrasi” yang terbayang pada masyarakat umum
adalah sistem layanan yang birokratis, berbelit-belit, tidak jelas, sumber daya manusia
yang masih belum menyadari arti pentingnya pelanggan, pengetahuan dan kemampuan
yang kurang, sikap dan perilaku yang belum baik, dan hal-hal buruk lainnya. Memang
pada masa lalu ditengarai bahwa kultur lama PTN sebagai lembaga yang dibiayai negara
telah menimbulkan kurangnya efisiensi, etos kerja, semangat pelayanan publik, dan
komitmen yang rendah untuk bersaing dan meningkatkan mutu. Kultur “bekerja baik
atau tidak gajinya sama kecil” dan fenomena “kenapa harus melayani mahasiswa toh
bukan mereka yang membayar saya” amat kentara di banyak PTN dibandingkan dengan
PTS (Kompas, 19 Agustus 2004). Akibatnya untuk memperoleh pelayanan yang
sederhana saja, pengguna jasa seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan teknis yang
terkadang terlalu mengada-ada (Dwiyanto, 2005). Padahal sekarang ini berlaku bahwa
siapa yang mampu memberikan pelayanan terbaik sehingga memuaskan konsumen
(mahasiswa), dialah yang bakal unggul. Fenomena ini sejalan dengan pendapat Shank
(1995) yang menyatakan bahwa kunci sukses dalam persaingan dimasa yang akan datang
yaitu memberikan pelayanan yang berkualitas kepada konsumen.

Sejalan dengan ketatnya persaingan dalam penyelenggaraan pendidikan pascasarjana,


pengelolaan pascasarjana UGM melalui Sekolah Pascasarjana harus lebih diarahkan
kepada pengelolaan yang kompetitif dan profesional. Salah satu indikator dari
pengelolaan universitas yang profesional adalah apabila lembaga tersebut mampu
memberikan pelayanan publik yang berkualitas artinya pelayanan yang dapat memuaskan
pelanggan. Menurut pendapat Parasuraman dalam Purnama (2006), bahwa pelayanan
dikatakan memuaskan jika layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan
yang diharapkan. Pelayanan yang seperti inilah yang dipersepsikan sebagai pelayanan
berkualitas dan ideal. Harapan pelanggan tersebut tercermin pada dimensi kualitas
pelayanan seperti dikemukakan oleh Parasuraman dalam Purnama (2006) yang
menyebutkan bahwa ada 5 dimensi kualitas pelayanan, yaitu tangibles (bukti fisik),
reliability (keandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy
(empati).

Pelayanan administrasi di Sekolah Pascasarjana UGM merupakan bagian yang tak


terpisahkan dari seluruh kegiatan pendidikan pascasarjana. Kegiatan administrasi
bertujuan untuk memberikan dukungan kepada kegiatan yang bersifat akademis. Dalam
era persaingan yang sangat kompetitif, peran pelayanan administrasi menjadi isu yang
perlu mendapatkan perhatian dari seluruh komponen yang terlibat dalam pengembangan
Sekolah Pascasarjana UGM. Sebab dalam proses bisnis di perguruan tinggi sistem
administrasi dan pelayanan akademik merupakan bagian yang paling banyak bersentuhan
dengan mahasiswa, sehingga yang terpikir pertama kali oleh mahasiswa ketika ditanya
bagaimana kualitas pelayanan di sebuah perguruan tinggi, maka hampir pasti yang
dinilainya adalah pelayanan administrasi. Oleh karena itu dalam era persaingan,
pelayanan administrasi menjadi penentu keberhasilan meraih konsumen (mahasiswa).
Apabila pelayanan yang diterima mahasiswa tidak memperhatikan dimensi-dimensi
pelayanan, maka mahasiswa tidak akan puas dengan pelayanan yang diberikan di Sekolah
Pascasarjana.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan pengukuran kepuasan mahasiswa S2 reguler Sekolah Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada dilihat dari dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Bagaimana tingkat kepuasan mahasiswa S2 reguler Sekolah Pascasarjana terhadap


kualitas pelayanan administrasi Universitas Gadjah Mada dilihat dari dimensi reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, dan tangibles?

Você também pode gostar