Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Tambang batu bara, salah satu kekayaan alam yang Indonesia miliki sebagai salah
satu asset penting dalam perekonomian Negara. Banyak Perusahaan-perusahaan besar
dalam negeri memegang sahat besar di Tambang, terutama tambang batu bara. Dengan
melakukan kegiatan penambangan tersebut, terlebih lagi jika dalam skala besar
kemungkinan mendapat keuntungan akan sangat besar. Otomatis akan menambah ‘derajat’
taraf kemampuan hidup kita selaku pelaku utama dalam kegiatan penambangan tersebut.
Namun, tidak dapat dipungkiri lagi selain kita mendapat keuntungan besar, itu semua tak
luput dengan maraknya respons negatif dari para penduduk sekitar yang merasakan efek
kerugian bagi mereka semua. Tambang terbuka memerlukan lahan yang luas untuk
diganggu sementara. Hal tersebut menimbulkan permasalahan lingkungan hidup, termasuk
erosi tanah, polusi debu, suara dan air, serta dampat terhadap keanekaragaman hayati
setempat. Tindakan-tindakan dilakukan dalam poerasi tambang modern untuk menekan
dampak-dampak tersebut. Perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang baik akan
menekan dampak pertambangan terhadap lingkungan hidup dan membantu melestarikan
keanekaragaman hayati.
a. Gangguan Lahan
b. Amblesan Tambang
Masalah yang terkait dengan tambang batu bara bawah tanah adalah amblesan,
dimana permukaan tanah ambles sebagai akibat dari ditambangnya batu bara di bawahnya.
Setiap kegiatan tata guna lahan yang dapat menghadapkan harta benda pribadi atau harta
milik sendiri atau bentang alam yang bernilai pada suatu risiko jelas merupakan suatu
masalah.
1
2. Pupuk Buatan Sebagai Pencemar Tanah
Pupuk buatan, obat pembasmi hama seperti pestisida, herbisida, bila digunakan
secara berlebihan dapat menimbulkan pencemaran tanah, merubah sifat fisis, sifat kimia
dan sifat biologis tanah, sehingga menganggu pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Sampah
dan bahan buangan dan benda padat yang makin meningkat jumlahnya dapat menjadi
bahan pencemar tanah, apalagi yang sukar diuraikan oleh bakteri pengurai.
Tanah merupakan tempat penampungan berbagai bahan kimia. banyak dari gas SO2
yang dihasilkan dari perubahan bahan bakar batu bara atau bensin berakhir dengan sulfat
yang masuk ke dalam tanah atau tertampung di atas tanah. Tanah juga sebagai tempat
penampungan banyak limbah-limbah dari rembesan penumpukan tanah (landfill), kolam
lumpur (lagoon), dan sumber-sumber lainnya. Dalam beberapa kasus, lahan pertanian dari
bahan-bahan organik berbahaya yang dapat mengurai juga merupakan tempat pembuangan
yang menyebabkan pencemaran tanah terjadi. Mikroorganisme tanah melalui aktivtasnya
dapat menghilangkan CO dari atmosfir. Oleh karena itu tanah merupakan tempat
penampungan dari karbon monoksida.
Degradasi kimia dari pestisida telah dibuktikan secara eksperimen dalam tanah yang
telah disterilkan dari semua aktivitas mikroba. Sejumlah pestisida mengalami reaksi
fotokimia, yaitu suatu reaksi yang berlangsung dengan terjadinya absorbsi dari cahaya. Dari
reaksi ini dihasilkan terutama isomer-isomer dari pestisida yang terlibat reaksi.
Akhir-akhir ini telah dapat dibuktikan bahwa Rhizosphere merupakan bagian yang
paling penting dari tanah dalam kemampuannya untuk menyelenggarakan biodegradasi dari
sampah-sampah. Rhizosphere adalah lapisan dari tanah di mana akar-akar tanaman secara
umum beraktivitas. Ini merupakan lapisan dimana biomassa meningkat dan sangat penting
bagi sistem akar tanaman dan bergabungnya mikroorganisme-mikroorganisme dengan akar
tanaman. Rhizosphere dapat mengandung 10 x biomassa mikroba per satuan volume lebih
banyak daripada tanah yang tidak mempunyai lapisan rhizophere. Populasinya bervariasi
sesuai dengan karakteristik dari tanah, tanaman dan karakteristik akarnya, kandungan uap
air, dan eksposure pada oksigen. Bila suatu daerah terespose oleh senyawasenyawa bahan
pencemar, mikroorganisme dapat beradaptasi terhadap biodegradasi dan bisa tetap tinggal
di daerah tersebut.
Karena pencemar tanah mempunyai hubungan erat dengan pencemaran udara dan
pencemaran air, makan sumber pencemar udara dan sumber pencemar air pada umumnya
juga merupakan sumber pencemar tanah. Sebagai contoh gas-gas oksida karbon, oksida
nitrogen, oksida belerang yang menjadi bahan pencemar udara yang larut dalam air hujan
dan turun ke tanah dapat menyebabkan terjadinya hujan asam sehingga menimbulkan
2
terjadinya pencemaran pada tanah. Air permukaan tanah yang mengandung bahan
pencemar misalnya tercemari zat radioaktif, logam berat dalam limbah industri, sampah
rumah tangga, limbah rumah sakit, sisa-sisa pupuk dan pestisida dari daerah pertanian,
limbah deterjen, akhirnya juga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran pada tanah
daerah tempat air permukaan ataupun tanah daerah yang dilalui air permukaan tanah yang
tercemar tersebut.
Dari pembahasan tersebut di atas, maka sumber bahan pencemar tanah dapat
dikelompokkan juga menjadi sumber pencemar yang berasal dari:
c. Limbah industri.
a) Senyawa organik yang dapat membusuk karena diuraikan oleh mikroorganisme, seperti
sisa-sisa makanan, daun, tumbuh-tumbuhan dan hewan yang mati.
b) Senyawa organik dan senyawa anorganik yang tidak dapat dimusnahkan/ diuraikan oleh
mikroorganisme seperti plastik, serat, keramik, kaleng-kaleng dan bekas bahan bangunan,
menyebabkan tanah menjadi kurang subur.
Pencegahan dan penanggulangan merupakan dua tindakan yang tidak dapat dipisah-
pisahkan dalam arti biasanya kedua tindakan ini dilakukan untuk saling menunjang, apabila
tindakan pencegahan sudah tidak dapat dilakukan, maka dilakukan langkah tindakan.
Namun demikian pada dasarnya kita semua sependapat bahwa tindakan pencegahan lebih
baik dan lebih diutamakan dilakukan sebelum pencemaran terjadi, apabila pencemaran
sudah terjadi baik secara alami maupun akibat aktivisas manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, baru kita lakukan tindakan penanggulangan.
3
yang perlu ditanggulangi. Langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan terhadap
terjadinya pencemaran antara lain dapat dilakukan sebagai berikut:
Langkah pencegahan
Pada umumnya pencegahan ini pada prinsipnya adalah berusaha untuk tidak menyebabkan
terjadinya pencemaran, misalnya mencegah/mengurangi terjadinya bahan pencemar, antara
lain:
1) Sampah organik yang dapat membusuk/diuraikan oleh mikroorganisme antara lain dapat
dilakukan dengan mengukur sampah-sampah dalam tanah secara tertutup dan terbuka,
kemudian dapat diolah sebagai kompos/pupuk. Untuk mengurangi terciumnya bau busuk
dari gas-gas yang timbul pada proses pembusukan, maka penguburan sampah dilakukan
secara berlapis-lapis dengan tanah.
2) Sampah senyawa organik atau senyawa anorganik yang tidak dapat dimusnahkan oleh
mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara membakar sampah-sampah yang dapat
terbakar seperti plastik dan serat baik secara individual maupun dikumpulkan pada suatu
tempat yang jauh dari pemukiman, sehingga tidak mencemari udara daerah pemukiman.
Sampah yang tidak dapat dibakar dapat digiling/dipotong-potong menjadi partikel-partikel
kecil, kemudian dikubur.
3) Pengolahan terhadap limbah industri yang mengandung logam berat yang akan
mencemari tanah, sebelum dibuang ke sungai atau ke tempat pembuangan agar dilakukan
proses pemurnian.
Langkah penanggulangan
1) Sampah-sampah organik yang tidak dapat dimusnahkan (berada dalam jumlah cukup
banyak) dan mengganggu kesejahteraan hidup serta mencemari tanah, agar diolah atau
dilakukan daur ulang menjadi barangbarang lain yang bermanfaat, misal dijadikan mainan
anak-anak, dijadikan bahan bangunan, plastik dan serat dijadikan kesed atau kertas karton
didaur ulang menjadi tissu, kaca-kaca di daur ulang menjadi vas kembang, plastik di daur
ulang menjadi ember dan masih banyak lagi cara-cara pendaur ulang sampah.
4
2) Bekas bahan bangunan (seperti keramik, batu-batu, pasir, kerikil, batu bata, berangkal)
yang dapat menyebabkan tanah menjadi tidak/kurang subur, dikubur dalam sumur secara
berlapis-lapis yang dapat berfungsi sebagai resapan dan penyaringan air, sehingga tidak
menyebabkan banjir, melainkan tetap berada di tempat sekitar rumah dan tersaring.
Resapan air tersebut bahkan bisa masuk ke dalam sumur dan dapat digunakan kembali
sebagai air bersih.
5
Identifikasi Dan Karakterisasi Senyawa Nitrogen Mustards Secara Gas
Chromatography-Mass Spectrometry
PENDAHULUAN
Konvensi mengenai Senjata Kimia (The Chemical Weapon Convention) sejak ditanda
tangani pada tahun 1993 telah memasuki babak penting dalam beberapa tahun terakhir, di
mana kesepakatan mengenai pelarangan pembuatan, penyimpanan dan penggunaan senjata
kimia secara efektif diterapkan. Dalam mencapai isi kesepakatan tersebut telah dibentuk
satu badan yang disebut Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (Organization for the
Prohibition of Chemical Weapon,OPCW), yang bermarkas di Den Hag, Belanda. Salah satu
isi dari kesepakatan tersebut adalah mengenai verifikasi senjata kimia, bahan-bahan
(precursors) pembuatan senjata kimia maupun hasil penguraiannya dalam suatu contoh uji
yang diperoleh dari lokasi yang dicurigai sebagai tempat pembuatan atau penyimpanan
senjata kimia. Oleh karena itu, pengujian contoh uji yang tercemar senyawa senjata kimia
menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk verifikasi senyawa senjata kimia
(OPCW, 1997).
Metoda identifikasi dan karakterisasi senyawa senjata kimia dalam contoh uji telah banyak
dilaporkan dalam berbagai publikasi, misalnya gas chromatography-mass spectrometry
(D’Agostino et al., 1992; Eckenrode, 2001; Rohrbaugh, 1998; Tomkins et al., 2001), liquid
chromatography (Black et al., 1997; D’Agostino, 2001), Capillary electrophoresis (Nassar
et
al., 1998), and nuclear magnetic resonance (Miyaka et al., 2001). Di antara metoda-metoda
tersebut gas chromatography-mass spectrometry dengan tehnik electron impact (EI) dan
chemicalionization (CI) telah digunakan secara lebih luas dibandingkan dengan metoda
spektrometri lainya untuk identifikasi dan karakterisasi senyawa senjata kimia dalam
contoh uji. Informasi penting sehubungan konfirmasi ion molekul secara umum tidak
diperoleh jika hanya menggunakan teknik EI, akan tetapi dengan memanfaatkan teknik CI
maka akan diperoleh informasi senyawa yang diuji termasuk berat molekulnya (D’Agostino
et al., 1998).
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk identifikasi dan karakterisasi senyawa senjata kimia
nitrogen mustards menggunakan metoda gas chromatography-mass spectrometry dengan
positive chemical ionization (CI+). Sebagai model dari senyawa yang diuji, dipilih tiga
senaywa senjata kimia nitrogen mustards, meliputi: Bis(2-chloroethyl)ethylamine (HN-1),
Bis(2-chloroethyl)methylamine (HN-2), dan Tris(2-chloroethyl)amine (HN-3) (Tabel 1).
Tabel 1. Senyawa senjata kimia golongan nitrogen mustards.
Senyawa senjata kimia Struktur kimia Berat molekul CAS No.
6
nitrogen mustards
HN1 169 169 538-07-8
[Bis(2-
chloroethyl)ethylamine]
HN2 155 155 51-75-2
[Bis(2-
chloroethyl)methylamine]
[Tris(2-
chloroethyl)amine]
METODE
Catatan Peringatan!
Nitrogen mustards adalah senyawa senjata kimia yang sangat beracun, yang harus ditangani
di laboratorium yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai dengan tingkat
pengamanan yang tinggi.
7
oven 40–280oC dengan kenaikan 10oC/menit, ditahan selama 5 menit pada suhu 280oC.
Suhu injektor
yang digunakan adalah 250oC gas metana digunakan sebagai gas CI.
Pelaksanaan Penelitian
Sebanyak 1 μl contoh uji yang mengandung tiga senyawa nitrogen mustards diinjeksikan
secara langsung keperalatan GC-MS menggunakan mode split dengan perbandingan split
25:1. Kondisi pengoperasian MS-CI+ adalah sebagai berikut: solvent delay time, 3 menit;
energi elektron, 70 eV; polaritas ionisasi, positif; scan range, 40-220 m/z dengan resolusi
1000.
Metoda GC-MS telah digunakan secara meluas untuk identifikasi dan karakterisasi
senyawa senjata kimia (D’Agostino et al., 1992; Eckenrode, 2001; Rohrbaugh, 1998;
Tomkins et al., 2001). Pemisahan tiga senyawa senjata kimia nitrogen mustards secara
kromatografi telah dilakukan dengan mentoda GC-MS dengan teknik metana-CI+. Analisa
contoh uji dilakukan dengan pemograman secara otomatis selama 20 menit. Dari spektrum
ion total (total ion chromatogram) yang dihasilkan (Gambar 1), diperoleh informasi bahwa
waktu retensi (retention time) masing-masing nitrogen mustards muncul berdasarkan berat
molekul (BM) yang dikandung oleh masing-masing senyawa dengan kisaran antara 6-14
menit. Kisaran waktu retensi untuk senyawa nitrogen mustrad yang diperoleh adalah sama
dengan waktu retensi yang pernah dilaporkan sebelumnya menggunakan GC dengan
selective detector. Senyawa dengan BM lebih rendah akan muncul terlebih dahulu
dibanding dengan senyawa dengan BM lebih tinggi. Waktu retensi HN-2 (BM 155), HN-1
(BM 169) dan HN-3 (BM 203) masing-masing adalah 8,22; 9,27; dan 12,78. Gambar 2
menunjukkan kromatogram yang diperoleh dengan teknik metana-CI+. Dari spektrum
metana-CI+ diperoleh infromasi base peak (intensitas 100%) ion molekul (M+H)+ untuk
masing-masing senyawa HN-1, HN-2 dan HN-3 yang ditunjukkan oleh ion pada m/z 170
(Gambar 2a), m/z 156 (Gambar 2b) dan m/z 204 (Gambar 2c). Pada Gambar 2a, informasi
ion molekul senyawa HN-1 pada m/z 134 disebabkan oleh hilangnya gugus klorida, Cl (M-
Cl)+ dan pada m/z 120 disebabkan oleh hilangnya gugus CH2Cl (M-CH2Cl)+. Hal yangs
sama terjadi pada senyawa HN-2 (Gambar 2b), dengan hilangnya gugu Cl dan CH 2Cl
diperoleh ion molekul pada m/z 120 dan m/z 106. Untuk senyawa HN-3 (gambar 2c)
diperoleh ion molekul pada m/z 168 (M-Cl)+ dan m/z 154 (M-CH2Cl)+. Yang menarik dari
spektrum senyawa nitrogen mustards sebagai senyawa yang mengandung gugus klorida
adalah diperolehnya puncak ion molekul pada m/z tertentu yang merupakan puncak
karakteristik dari senyawa nitrogen mustards. Dari Gambar 2a diperoleh puncak
karakteristik dua gugus klorida dari senyawa HN-1 yaitu pada m/z 172 (intensitas 60%).
Hal yang sama terjadi pada spektrum senyawa HN-2 (Gambar 2b) dimana ion molekul
pada m/z 158 (intensitas 60%) merupakan puncak karakteristik dua buah gugus klorida.
Sedangkan puncak karakteristik dari gugus klorida pada senyawa HN-3 adalah pada m/z
8
206 (intensitas 90%) yang menunjukkan adanya tiga buah gugus klorida (Gambar 2c).
Puncak-puncak karakteristik yang diperoleh dari spektrum metana-CI+ untuk masing-
masing senyawa nitrogen mustards yang diuji, memungkinkan identifikasi dan karakterisasi
senyawa tersebut meskipun tercampur dalam berbagai senyawa lain. Pola fragmentasi yang
mungkin terjadi terhadap masing-masing senyawa nitrogen mustards yang menghasilkan
puncak ion molekul (m/z) ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 1. Spektrum ion kromatogram total dari senyawa nitrogen mustards yang diperoleh
dengan menggunakan metoda GC-MS/CI+. (a) HN-1, (2) HN-2, and (3) HN-3
Gambar 3. Pola fragmentasi dari senyawa: (a) HN-1, (b) HN-2 dan (c) HN-3
9
KESIMPULAN
Hasil percobaan menunjukkan bahwa identifikasi dan karakterisasi senyawa senjata kimia
nitrogen mustards secara GC-MS dengan teknik metana-CI+ dapat dilakukan dengan baik.
Pola fragmentasi dari ion molekul terprotonasi untuk senyawa HN-1, HN-2 dan HN-3
menghasilkan puncak ion molekul (m/z) yang dapat dibedakan dengan jelas.
10
Spektroskopi UV/VIS
11
11) 1,2-Dichloroethane untuk spektroskopi Uvasol®
Standar UV/VIS
12
Spektra NMR Resolusi Rendah
Spektrum resolusi rendah terlihat lebih sederhana karena tidak mampu memisahkan
puncak-puncak individu dalam berbagai kumpulan puncak.
.
13
Angka pada puncak menunjukkan luas area relatif tiap puncak. Informasi ini sangat penting
dalam menginterpretasikan spektra.
Tiap puncak menunjukan lingkungan kimia yang berbeda untuk atom-atom hidrogen dalam
suatu molekul. Dalam spektrum metil propanoat di atas, terdapat tiga puncak karena ada
tiga lingkungan kimia hidrogen yang berbeda.
Ingat rumus molekul metil propanoat adalah CH3CH2COOCH3. Hidrogen dalam gugus CH2
jelas berada pada lingkungan kimia yang berbeda dari gugus CH3. Dua gugus CH3
mempunyai lingkungan kimia yang berbeda. Yang satu menempel pada gugus CH2 dan
yang lainnya menempel pada oksigen.
Perbandingan luas area di bawah puncak menunjukan banyaknya hidrogen pada berbagai
lingkungan kimia. Pada kasus metil propanoat, perbandingan luas areanya 3:2:3, sesuai
dengan apa yang kita duga yaitu dua posisi untuk gugus CH3 yang berbedaDan satu posisi
untuk gugus CH2.
Anda memerlukan luas area relatif di bawah puncak – khususnya jika anda hanya melihat
spektra resolusi rendah. Spektrometer RMI dilengkapi dengan bagian/alat yang akan
memunculkan garis pada spektrum yang disebut dengan pencacah integrator (atau
pencacah integrasi). Anda dapat menentukan luas area relatif dengan pencacah ini.
14
Posisi puncak menunjukan pada gugus fungsi apakah hidrogen berada. Pada beberapa soal,
anda akan diberikan tabel pergeseran kimia untuk beberapa gugus fungsi jika anda
memerlukannya. Pergeseran kimia yang penting pada metil propanoat adalah:
catatan: “R†menunjukkan gugus alkil (seperti metil, etil, dll). Pergeseran ditunjukan
sebagai kisaran nilai. Posisi yang pasti adalah bervariasi tergantung pada apa yang ada di
sekitar gugus tersebut dalam molekul.
Contoh 1
Suatu senyawa organik diketahui sebagai salah satu dari senyawa berikut. Gunakan
spektrum RMI untuk menentukannya
15
Pada gambar terdapat tiga puncak yang menunjukan tiga lingkungan kimia hidrogen yang
berbeda. Metil etanoat hanya akan memberikan dua puncak sehingga dapat diabaikan –
karena ada dua gugus CH3 dengan lingkungan hidrogen yang berbeda.
Apakah perbandingan luas area dapat membantu? Tidak untuk kasus ini – keduanya
mempunyai tiga puncak dengan perbandingan 1:2:3.
Lihat posisi-posisi hidrogen dalam dua senyawa yang mungkin dan bandingkan dengan
nilai pergeseran kimia pada tabel sehingga diperoleh pola berikut:
16
bandingkan pola tersebut dengan spektrum yang ada, maka akan diperoleh senyawa yang
dimaksud adalah asam propanoat, CH3CH2COOH.
Contoh 2
Bagaimanakah anda menggunakan RMI resolusi rendah untuk membedakan antara isomer
propanon dan propanal?
Propanon hanya akan memunculkan satu puncak pada spektrum RMI karena kedua gugus
CH3-nya mempunyai lingkungan kimia yang identik – keduanya menempel pada -COCH3.
Propanal memberikan tiga puncak dengan perbandingan luas area sekitar 3:2:1.
Anda dapat mengacu pada tabel pergeseran kimia di atas untuk menentukan dimanakah
puncak-puncak akan muncul, tetapi ini bukanlah hal yang terlalu penting.
Contoh 3
Berapakah puncak yang akan muncul pada spektrum RMI resolusi rendah dari senyawa
berikut, dan berapakah rasio luas area di bawah puncak?
17
semua gugus CH3 ekivalen sehingga hanya menghasilkan satu puncak. Muncul juga puncak
untuk hidrogen dari gugus CH2 dan gugus COOH.
18
SISTEM ATOMISASI AAS
PENDAHULUAN
Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang
dianalisis. AAS banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap
energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil
dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga
eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuansi radiasi yang dipancarkan karakteristik untuk
setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang
kemudian mengalami deeksitasi. Teknik ini dikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi
atom). Untuk SSA keadaan berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat
dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-
atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya
pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding
dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut.
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah
menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa
diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh ayala, tetapi kebanyakan atom tetap
tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini
kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-
unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah
sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini
mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang uyala
yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk
ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding
langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya sama
seperti pada spektrofotometri UV -Vis yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan kurva
adisi standar.
19
SISTEM ATOMISASI
Setiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi
sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini
adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala
dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang
dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray).
Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom.
Namun demikian. yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik
adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi
analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan
dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.
1) Nyala udara-asetilen
Biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS,. temperarur nyala-nya yang
lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar
pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.
2) Nitrous oksida-asetilen
Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit
terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan relative tinggi. Unsur-unsur
tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V danW.
Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan menjadi spesies
atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap hubungan antara
20
konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang diperoleh pada detektor dan dengan
demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis. Langkah-langkah proses
atomisasi melibatkan hal-hal kunci sebagaimana diberikan pada Gambar 3. Secara ideal
fungsi dari sistem atomisasi (source) adalah :
1) Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan sedikit
perlakuan atau tanpa perIakuan awal.
2) Me!akukan seperti pada point 1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada
semua level konsentrasi.
3) Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel.
4) Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap¬-tiap
elemen. yakni agar gangguan(interfererisi) dan penganih matriks (media) sampel
menjadi minimal. "
7) Memudahkan operasi.
Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi
kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel.
Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:
c. Tahap atomisasi
Unsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan
unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur yang sama sekali
tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten, Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc,
Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan
graphit.
21
1. Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitra
2. Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel ditempatkan
dalamtungku
3. Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada sampel
dan standard.
22