Você está na página 1de 3

[Artikel - Th. II - No.

5 - Agustus 2003]

Noer Soetrisno

KOPERASI MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN DAN


KESEJAHTERAAN: MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL DAN
REGIONALISME BARU

Membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan
sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila
menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah
ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi sebagai suatu gerakan dunia
telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan
pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar
bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga
tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang
menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat
bekerjasama.

Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para
Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu
kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam kebersamaan dan
bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita
hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih
menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah
sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran
ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi "regulatory" dan "development". Tidak jarang
peran ‘”development” justru tidak mendewasakan koperasi.

Koperasi sejak kelahiranya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara
bersama-sama. Oleh karena itu dasar "self help and cooperation" atau "individualitet dan
solidaritet" selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang
lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan
untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi,
sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan
pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru
dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa:
kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty,
openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995). Runtuhnya rejim sosialis Blok-
Timur dan kemajuan di bagian dunia lainnya seperti Afrika telah menjadikan gerakan koperasi
dunia kini praktis sudah menjangkau semua negara di dunia, sehingga telah menyatu secara
utuh. Dan kini keyakinan tentang jalan koperasi itu telah menemukan bentuk gerakan global.

Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian
lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program
pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru,
bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan
intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi.
Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan ternyata koperasi mampu
menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas
secara produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada
lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah
sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam
suatu sistem koperasi menjadikannya tidak terlihat perannya yang begitu nyata.

Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru


membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi yang sehat dan kokoh
bersatu.

Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan
koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan
bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :

Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi
secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi
anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;

Kedua, potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi
dihormati dalam peraturan perundangan;

Ketiga, koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;

Keempat, koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing
field";

Kelima, pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus
mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);

Keenam, koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka
harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;

Ketujuh, bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan
lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan
diselenggarakan dalam kerangka jaringan.

Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki
kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan
koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari
bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis
penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan
restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?)

Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip
dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang
sesungguhnya menuju keadaan "bersama dalam kesejahteraan" dan "sejahtera dalam
kebersamaan”.
Jakarta, 8 Juli 2003
Oleh: Dr. Noer Soetrisno -- Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Você também pode gostar