Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I. JUDUL
Aplikasi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) pada Pembuatan Skin
Lotion
II. PERSONALIA
III. PENDAHULUAN
3.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi terbaik dari
oleoresin jahe pada proses pembuatan produk skin lotion jahe serta mengetahui
karakteristik dan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk skin lotion jahe yang
dihasilkan.
3.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui konsentrasi terbaik dari oleoresin minyak jahe pada karakteristik produk
skin lotion yang dihasilkan.
2. Menghasilkan produk baru yang lebih inovatif yang dapat dikembangkan ke
masyarakat luas.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Jahe
Dalam dunia obat-obatan rakyat, jahe biasa diparut untuk digunakan sebagai obat
oles dan untuk mengobati pembengkakan atau rematik serta kadang-kadang digunakan
untuk mengobati sakit kepala (Rumphius dalam Heyne 1988). Menurut Paimin (1999),
komponen yang terkandung dalam rimpang jahe sangat banyak kegunaannya. Terutama
sebagai rempah, industri farma dan obat tradisional, industri parfum, industri kosmetika,
dan lain sebagainya. Martha Tilaar Innovation Center (2002) menambahkan bahwa
rimpang jahe digunakan untuk menghangatkan badan, memperlancar pengeluaran
keringat, menambah nafsu makan, sebagai obat memar, dan menghambat pertumbuhan
bakteri. Bila ditinjau dari sisi medis, jahe dapat membantu mengurangi kolesterol,
mengobati tekanan darah rendah, menghilangkan rasa mual, dan pada test yang
dilakukan terhadap hewan dapat mengobati tumor hati (PROSEA 1999).
Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) yang terhimpun di dalam famili Zingiberaceae
merupakan tanaman antioksidan, mempunyai fungsi sebagai bahan obat tradisionil
untuk penanggulangan maupun pengobatan beberapa penyakit. Tanaman ini mampu
memutuskan rantai radikal bebas, pengaktifan enzim-enzim antioksidan maupun
penghambatan peroksidasi lipid di dalam sel (Farida 2009). Menurut Farmakope
Belanda, Zingiber Rhizoma (akar jahe) yang berupa umbi Zingiber officinale
mengandung 6% bahan obat-obatan yang sering dipakai sebagai rumusan obat-obatan
atau sebagai obat resmi di 23 negara. Menurut daftar prioritas WHO, jahe merupakan
tanaman obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia. Di negara Malaysia, Filipina
dan Indonesia telah banyak ditemukan manfaat therapeutis (Kardarron 2009).
Jahe mengandung komponen minyak yang mudah menguap (volatile oil),
minyak yang tidak mudah menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak yang mudah
menguap biasa disebut minyak atsiri dan merupakan komponen pemberi bau yang khas,
sedangkan minyak yang tidak mudah menguap biasa disebut oleoresin merupakan
komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin
merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil atau
minyak tidak menguap yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin (Paimin 1999).
Kadar minyak jahe dan oleoresin dalam rimpang jahe menurut Ketaren (1985) disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar minyak dan oleoresin jahe dalam rimpang jahe
Minyak atsiri (%) Oleoresin (%)
Tingkat kematangan jahe
Jemur Oven Segar Jemur Oven Segar
Tua
Tidak dikupas 2.75 2.41 2.25 11.03 13.42 14.84
Dikupas 2.21 1.94 1.93 7.14 11.65 13.27
Setengah tua
Tidak dikupas 3.45 2.69 2.66 12.96 15.68 16.30
Dikupas 2.87 2.40 2.38 11.11 14.15 14.34
Muda
Tidak dikupas 4.09 3.56 3.18 19.99 20.98 21.86
Dikupas 8.53 3.04 3.03 17.20 17.48 17.78
Sumber : Ketaren (1985)
• Zingiberol (C15H26O)
Zingiberol merupakan seskuiterpen alkohol yang menyebabkan aroma khas pada
minyak jahe (Ketaren, 1985). Struktur senyawa zingiberol dapat dilihat pada Gambar 4.
• Sabinen (C10H16)
Menurut Guenther (1952), sabinen merupakan senyawa yang dapat memutar
bidang polarisasi cahaya ke arah kanan (dextrorotatory) dan ke kiri (levorotatory).
Sabinen merupakan komponen utama dalam minyak kemukus, yaitu sekitar 33%. Bobot
molekul sabinen seperti yang dikutip dari adalah 136.234 g/mol. Kegunaan senyawa ini
tidak terlalu luas, tetapi sering digunakan sebagai komponen bahan pada pembuatan
minyak lada sintetik (Guenther 1952)
• Kamfena (C10H16)
Kamfena memiliki bobot molekul 136.23 dengan jumlah persentase atom C
88.16% dan atom H 11.84%. Terdapat pada banyak minyak atsiri terutama sebagai
terpentin. Sangat mudah menguap pada udara terbuka. Kamfena tidak dapat larut pada
air, sedikit larut pada alkohol, dan mudah larut pada eter, sikloheksan, dioksan, dan
kloroform (Merck Index 1996).
• Farnesen (C15H24)
Farnesen memiliki bobot molekul 204.34 dengan jumlah persentase atom C
88.16% dan atom H 11.84%. Terbentuk dari pemanasan nerodiol dengan acetic
anhydrate. Berupa minyak agak encer (Merck Index 1996).
• a-Pinen
Senyawa ini merupakan senyawa tidak berwarna dengan bobot molekul 136.24,
bersifat labil, dengan bobot jenis 8.86, dan titik didih 157°C. Alpha pinene larut dalam
alkohol, propilen, glikol, dan gliserin. Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak pala,
minyak adas, minyak kayu putih, minyak anis, dan minyak kemukus. Di Eropa,
persenyawaan ini digunakan sebagai flavouring agent pada bahan pangan dengan dosis
15-50 ppm, selain itu digunakan pula sebagai bahan pembuatan terpineol (Ketaren
1985).
• Borneol (C10H180)
Borneol memiliki bobot molekul sebesar 154.24 dengan jumlah persentase atom
C 77.86%; H 11.76%; dan O 10.37%. Pemberi rasa dan aroma pedas yang khas dan
menyebabkan rasa yang agak menyerupai mint. Tidak larut pada air, sedikit larut pada
alkohol, larut dengan mudah pada eter, benzen, toluen, asetone, dekalin, dan tetralin.
Senyawa ini biasa digunakan pada industri parfum (Merck Index 1996).
• Limonene (C10H16)
Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak kayu putih, dengan rumus molekul
C10H16, dengan titik didih 175-176°C. Selain itu, senyawa ini terdapat pula dalam
minyak anis dan minyak kemukus (Ketaren 1985).
• Sitral (C10H160)
Sitral memiliki bobot molekul 152.23 dengan jumlah persentase atom C 78.89%;
H 10.59%; dan O 10.51%. Merupakan komponen pokok dari minyak lemon (75-80%)
dan komponen minyak atsiri dari Cymbopogon citratus. Senyawa sitral selalu ada pada
minyak verbena, lemon, dan orange tetapi pada jumlah yang sedikit. Sitral yang
terdapat pada bahan alami adalah campuran dari dua komponen yang memiliki
kesamaan geometrik (isomer) yaitu geraniol dan neral.
• Linalool
Senyawa ini terdapat dalam minyak mawar dalam bentuk l-linalool dengan
jumlah yang sedikit, sedangkan dalam minyak melati dalam bentuk d-linalool dengan
persentase 15.5%. Oksidasi senyawa ini akan menghasilkan sitral (persenyawaan asam
naphtho-cinchoninat) dengan titik cair sekitar 177-199°C (Ketaren 1985).
• Phellandren
Phellandren termasuk senyawa golongan terpen, biasanya tidak berwarna atau
sedikit berwarna kuning, tidak larut dalam air, larut dalam 10-15 bagian alkohol 90%,
dan dalam 1-3 bagian alkohol 95%. Senyawa ini terdapat dalam tanaman lada,
memberikan aroma khas lada akan tetapi tidak memberikan efek pedas (Ketaren 1985).
• Geraniol (C10H180)
Geraniol disebut pula sitral a berwujud cairan minyak yang berwarna terang.
Memiliki bobot molekul 154.24 dengan jumlah persentase atom C 77.86%; H 11.76%;
dan O 10.37%. Pemberi aroma lemon yang kuat, senyawa ini tidak dapat larut dalam
air. Geraniol adalah olefinic terpene alcohol yang merupakan komponen utama dari
minyak mawar dan minyak palmarose. Selalu dapat ditemukan dalam minyak atsiri
seperti citronella, lemon grass, dan lain-lain. Merupakan bentuk isomer dengan linalool.
Geraniol banyak digunakan pada industri parfum (Merck Index 1996).
• Kumene (C9H12)
Kumene memiliki bobot molekul 120.19 dengan jumlah persentase atom C
89.94% dan atom H 10.06%. Merupakan cairan yang tidak berwarna dan dapat
ditemukan dalam American petroleum. Tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut
dalam alkohol dan pelarut organik lainnya (Merck Index 1996).
• Zingeron
Zingeron terdapat di dalam rimpang jahe dalam keadaan normal dan
jumlahnya akan bertambah jika terjadi dekomposisi gingerol untuk pemanasan
diatas 200oC. Komponen ini mempunyai rasa pedas dan bau harum. Kepedasan zat
akan rusak bila bereaksi dengan larutan KOH 5%. Rumus kimia zingeron disajikan
pada Gambar 6.
Skin lotion termasuk golongan kosmetika pelembab kulit yang terdiri dari
berbagai minyak nabati, hewani maupun sintetis yang dapat membentuk lemak
permukaan kulit buatan berfungsi untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan
kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti
seluruh fungsi dan kegunaan kulit semula. Kosmetika pelembab kulit umumnya
berbentuk sediaan cairan minyak atau campuran minyak dalam air yang dapat ditambahi
atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja 1997).
Skin lotion merupakan salah satu jenis produk industri kosmetik hasil emulsi
minyak dalam air (oil on water atau o/w) yang digunakan untuk menjadikan kulit halus,
segar, dan bercahaya. Campuran skin lotion terdiri dari air, emolien, humektan, bahan
pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997).
Lotion pelembab berfungsi menyokong kelembaban dan daya tahan air pada
lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit tersebut (Mitsui
1997). Lotion didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak bercampur,
distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang jika
ditempatkan pada suhu ruang (Schmitt 1996). Syarat mutu pelembab kulit (berdasarkan
SNI 16-4399-1996) disajikan pada Tabel.
Tabel 4. Syarat mutu pelembab kulit
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Penampakan - Homogen
2 pH - 4,5-8,0
3 Bobot jenis, 20oC - 0,95-1,05
4 Viskositas, 25oC cP 2000-50000
5 Cemaran mikroba koloni/gram Maks 102
Emulsi adalah suatu sistem yang heterogen dan mengandung dua fase cairan
yaitu fase terdispersi dan pendispersi. Molekul-molekul fase tersebut bersifat saling
antagonis karena perbedaan sifat kepolarannya (Suryani et al. 2000). Emulsi yang
mempunyai fase terdispersi minyak dan fase pendispersi air disebut emulsi minyak
dalam air, yang biasanya mengandung >31% air (w/w). Skin lotion merupakan salah
satu contoh emulsi tersebut (Ansel 1989).
Pada emulsi minyak dalam air, fase minyak dan fase air yang terpisah
disatukan dengan pemanasan dan pengadukan. Fase minyak mengandung komponen
bahan yang larut minyak. Fase air mengandung komponen bahan yang larut air yang
dipanaskan pada suhu yang sama dengan fase minyak kemudian disatukan (Rieger
2000).
Pencampuran antara fase minyak dan air dilakukan pada suhu 70-75oC. Proses
emulsifikasi pada pembuatan skin lotion adalah pada suhu 70oC (Mitsui 1997). Waktu
pengadukan juga mempengaruhi emulsi yang dihasilkan. Pengadukan yang terlalu lama
pada saat dan setelah emulsi terbentuk harus dihindari, karena akan menyebabkan
terjadinya penggabungan partikel. Lamanya pengadukan tidak dapat ditetapkan secara
pasti karena hanya dapat diketahui secara empiris. Pengadukan akan mengurangi ukuran
partikel dan mempengaruhi viskositas emulsi yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran
partikel akan menyebabkan semakin meningkatnya viskositas emulsi (Rieger 1994).
Emulsi merupakan penyatuan dari zat-zat yang mempunyai sifat yang bertolak
belakang. Zat-zat tersebut mempunyai sifat kelarutan yang berbeda, yaitu sebagian larut
dalam air dan sebagian larut dalam minyak. Penyatuannya dimungkinkan dengan
menambahkan suatu zat yang memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan
dalam satu molekulnya. Zat tersebut dinamakan emulsifier (Suryani et al. 2000). Pada
pembuatan emulsi akan terjadi kontak antara dua cairan yang tidak bercampur karena
berbeda kelarutannya dan pada saat tersebut terdapat kekuatan yang menyebabkan
masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.
Kekuatan ini disebut tegangan antar muka. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan
tahanan tersebut akan merangsang suatu cairan untuk menjadi partikel-partikel yang
lebih kecil. Penggunaan zat-zat ini sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil
menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling
bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya
tarik menarik antarmolekul dari masing-masing cairan (Ansel 1989).
Zat pengemulsi mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang
merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu emulsi yang
mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih
larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dalam fase tersebut dibandingkan
pada fase lainnya karena molekul-molekul zat ini mempunyai suatu bagian hidrofilik
(bagian suka air) dan suatu bagian hidrofobik (bagian tidak suka air). Molekul-molekul
tersebut akan mengarahkan dirinya ke masingmasing fase (Ansel 1989).
Suatu emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar
muka dan tegangan permukaan. Menurunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi
daya kohesi dan meningkatkan daya adhesi. Emulsifier akan membentuk lapisan tipis
(film) yang menyelimuti partikel sehingga mencegah partikel tersebut bersatu dengan
partikel sejenisnya. Sistem emulsi yang stabil dapat diperoleh melalui pemilihan
emulsifier yang larut dalam fase yang dominan (pendispersi) (Suryani et al. 2000).
Bahan penyusun skin lotion terdiri dari asam stearat, mineral oil, setil alkohol,
triethanolamin, gliserin, air murni, pengawet dan pewangi yang disusun berdasarkan
persentase berat dalam formulasi (Nussinovitch 1997).
Asam stearat (C16H32O2) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai
hidrokarbon, diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan, dan
berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform,
eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi
dalam sediaan kosmetika (Depkes RI 1993). Asam stearat dapat menghasilkan
kilauan yang khas pada produk skin lotion (Mitsui 1997).
Emulsifier (pengemulsi) yang digunakan dalam pembuatan skin lotion ini
memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu
molekulnya sehingga pada satu sisi akan mengikat minyak yang non polar dan di
sisi lain juga akan mengikat air yang polar sehingga zat-zat yang ada dalam
emulsi ini akan dapat dipersatukan. Suatu emulsi biasanya terdiri lebih dari satu
emulsifier karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah
kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari emulsi (Suryani et al. 2000).
2.4.4 Gliserin
2.4.5 Triethanolamin
2.5 Kulit
Menurut Mitsui (1997) kulit merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi
seluruh tubuh dari berbagai macam gangguan dari luar tubuh yang menyebabkan
hilangnya kelembaban sehingga kulit menjadi kering. Menurut Suryani et al. (2002)
kulit merupakan bagian organ terluas pada tubuh manusia yang berfungsi untuk
melindungi organ tubuh dari radiasi sinar ultraviolet, mengatur suhu tubuh, dan sebagai
tempat saraf bekerja.
Kulit mengeluarkan lubrikan alami yaitu sebum, untuk mempertahankan agar
permukaan kulit tetap lembut, lunak dan terlindung. Lapisan sebum dapat menjadi rusak
atau hilang jika kulit dicuci atau dicelupkan dalam larutan sabun atau detergen. Jika
sebum hilang secara lebih cepat dari pada terbentuknya, kulit menjadi kering dan
bersisik. Permukaan kulit dapat pecah, mempermudah masuknya bakteri, dapat terjadi
infeksi, akhirnya kulit akan mengeluarkan cairan, jika dibiarkan dapat menyebabkan
dermatitis. Kulit juga mengandung lapisan lemak yang berfungsi untuk mengontrol
penguapan air, kulit juga mengeluarkan cairan pelembab alami. Keseimbangan
kandungan kulit air dalam kulit sangat penting untuk diperhatikan (Formularium
Kosmetika Indonesia 1985).
Fungsi kulit adalah sebagai pembungkus struktur jaringan tubuh di bawahnya,
sehingga dapat melindungi bagian tubuh lainnya dari pengaruh buruk cuaca (Warta
Kosmetik 1995). Gambar penampang kulit disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur lapisan kulit (Bramayudha 2008)
Ketebalan kulit manusia tergantung dari umur, jenis kelamin, dan lokasi pada
bagian tubuh. Kulit luar terbagi atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis,dan sel
subcutaneous. Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yang mempunyai ketebalan
sekitar 0,1-0,3 mm yaitu lapisan stratum corneum, lapisan granular, lapisan spinous,
dan lapisan basal. Lapisan basal merupakan lapisan yang paling dasar dari epidermis
yang berhubungan langsung dengan lapisan dermis. Lapisan basal membelah terus
menerus membentuk sel-sel baru yang berpindah kepermukaan diatasnya dan
membentuk lapisan spinous. Di atas lapisan spinous terdapat dua atau tiga lapisan
granular. Lapisan basal, spinous, dan granular secara kontinyu bergerak ke lapisan luar
membentuk lapisan stratum corneum. Peristiwa ini disebut proses keratinisasi. Lapisan
stratum corneum adalah lapisan yang terlihat dan merupakan bagian yang diperhatikan
oleh ahli kimia kosmetik (Mitsui 1997).
Lapisan epidermis memiliki fungsi yang paling penting yaitu menjaga gangguan
stimuli eksternal seperti dehidrasi, sinar ultraviolet, faktor fisik, dan faktor kimia
lainnya. Fungsi ini dilakukan oleh lapisan stratum corneum sebagai lapisan paling luar.
Lapisan dermis merupakan lapisan kulit kedua setelah lapisan epidermis yang
memegang peranan penting dalam elastisitas dan ketegangan dari kulit. Sel
subcutaneous berada dibawah lapisan dermis. Sel ini berperan dalam mengatur
temperatur kulit (Mitsui 1997).
V. METODOLOGI PENELITIAN
5.1.1 Bahan
5.2 Alat
Mulai
Sediaan 3
Pengadukan dan
Oleoresin Jahe pencampuran Metil Paraben
selama ± 1 menit
Skin Lotion
Stop
5.3.1.1 pH
5.3.1.4 Viskositas
Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor dengan
tiga kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Faktor yang dikaji pengaruhnya
adalah sebagai berikut :
A1 : skin lotion dengan konsentrasi 4% oleoresin jahe
A2 : skin lotion dengan konsentrasi 8% oleoresin jahe
A3 : skin lotion dengan konsentrasi 12% oleoresin jahe
A4 : skin lotion dengan konsentrasi 16% oleoresin jahe
Penelitian ini akan dilaksanakan antara akhir bulan Maret hingga awal bulan Juli
2011 di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor . Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
(Tabel 7).
Tabel 5. Jadwal Penelitian
No.
5.6 Anggaran Biaya
Dana yang diperlukan pada penelitian ini digunakan untuk membeli beberapa
bahan baku serta biaya administrasi penelitian. Alokasi biaya penelitian juga digunakan
untuk peminjaman alat, penyewaan laboratorium dan administrasi. Biaya yang
dibutuhkan untuk penelitian adalah sebagai berikut (Tabel 6).
Tabel 6. Rincian Biaya Penelitian
No
1 Stu
1 Pe
2 Sur
Lampiran 1. Kuisoner untuk uji hedonik
No. :
Nama :
Tanggal :
Contoh : skin lotion jahe
Instruksi : oleskan skin lotion jahe ke kulit Anda dan berikan penilaian dalam tabel di bawah
ini.
Kode
No. Parameter
A B C D E F
1 Homogenitas
2 Warna
3 Aroma
4 Kemudahan menyebar
5 Kesan lengket dikulit
6 Rasa hangat dikulit
Anonimb. 1999. Plant Resources Of South East Asia 13 SPICES. PROSEA Foundation, Bogor.
Indonesia [5 Maret 2011]
Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ibrahim F, penerjemah. Jakarta: UI-
Press. Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms.
Budavary, Susan (editor). 1996. The Merck Index Twelfth Edition. Merck & Co., INC. New
Jersey.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Kodeks Kosmetik Indonesia Edisi ke-2
Volume I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Doerge RF. 1982. Serbaneka senyawa organik untuk farmasi. Di dalam Wilson, Gilsvold.
1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik Bagian II.
Fatah AM, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari Wilson and
Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical Chemistry.
Farrel, K. T. 1985. Spices, Condiments and Seasoning. The Avi Publishing Company Inc.
Westport Connecticut, Daytona Beach. Florida.
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1982. Kimia Organik. Ed ke-3. Pudjaatmaka AH, penerjemah.
Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry.
Guenther, E. 1952. The Essential Oils. Van Nostrand Company. Inc., New York 5 : 106-120.
Hayati, E. K. 2005. Pemilihan Metode Pemisahan Untuk Penentuan Konsentrasi Gingerol dan
Pola Respon Fourier Transform Infrared Pada Rimpang Jahe Emprit (Zingiber
officinale Roscoe). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kardarron, Dan. 2009. Jahe. Dalam http://www.asiamaya.com [27 Februari 2011].
Koswara. S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar harapan, Jakarta.
Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Paimin, F. B dan Murhananto. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe. PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Polo KFD. 1998. A Short Textbook of Cosmeticology. Ed ke-1. Jerman: Verlag fur Chemische
Industrie.
Rieger M. 1994. Emulsi. Di dalam : Lachman et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Ed ke-2. Suyatmi S, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Theory and
Pharmacy Practical Industry. Ed ke-2.
Rieger M. 2000. Harry’s Cosmeticology. Ed ke-8. New York: Chemical Publishing Co Inc.
Rismunandar. 1988. Rempah – Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung.
Rumphius dalam K. Heyne. 1988. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Badan Litbang Kehutanan
Jakarta. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Schmitt WH. 1996. Skin Care Products. Di dalam: DF Williams and WH Schmitt (Ed). 1996.
Chemistry and Technology of Cosmetics and Toiletries Industry. Ed ke-2. London:
Blackie Academy and Profesional.
Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari Principles and Procedures of Statistics.
Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Warta Kosmetik. 1995. Sedian Farmasi Edisi Tahun XIX No. 235/1995. Hal 22-23.
Oleh :
Ratih Purnamasari
F34070061
2011
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Oleh :
RATIH PURNAMASARI
F34070061
Disetujui,
Bogor, Maret 2011