Você está na página 1de 29

USULAN MAKALAH KHUSUS

I. JUDUL
Aplikasi Oleoresin Jahe (Zingiber officinale) pada Pembuatan Skin
Lotion

II. PERSONALIA

2.1 Pelaksana : Ratih Purnamasari (F34070061)


Mahasiswa Tingkat IV Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

2.2 Pembimbing : Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc.Agr


Staf Pengajar pada Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

III. PENDAHULUAN

3.1 Latar Belakang

Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah keanekaragaman


rempah-rempah yang tumbuh tersebar di negara agraris ini. Jahe merupakan salah satu
jenis rempah-rempah yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan
iklim di Indonesia sangat sesuai untuk pertumbuhan jahe, sehingga tanaman jahe dapat
tumbuh dengan mudah.
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah tanaman rempah dan obat yang sudah
lama dikenal masyarakat Indonesia. Selain digunakan sebagai bumbu penyedap
masakan dan ramuan tradisional, tanaman ini juga menjadi komoditas perdagangan
sebagai bahan industri obat-obatan, kosmetik, minuman, makanan ringan dan kebutuhan
dapur.
Menurut Hayati (2005) tanaman jahe diperbanyak dengan rizhoma. Rizhoma
adalah batang yang tumbuh dari dalam tanah, rhizoma akan tumbuh menjadi batang
sampai dengan ketinggian 1.5 m dengan panjang daun 5-30 cm dan lebar 8-20 mm. Jahe
dipanen ketika batang berubah warna dari hijau menjadi kuning dan kering, yaitu sekitar
umur 9-10 bulan, atau warna agak coklat, yaitu sekitar 12 bulan.
Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) yang terhimpun di dalam famili Zingiberaceae
merupakan tanaman antioksidan, mempunyai fungsi sebagai bahan obat tradisionil
untuk penanggulangan maupun pengobatan beberapa penyakit. Tanaman ini mampu
memutuskan rantai radikal bebas, pengaktifan enzim-enzim antioksidan maupun
penghambatan peroksidasi lipid di dalam sel. Berdasarkan sejumlah penelitian, jahe
memiliki banyak manfaat antara lain merangsang pelepasan hormon adrenalin,
memperlebar pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar,
menghangatkan tubuh, mencegah penggumpalan darah, mencegah dan menghilangkan
rasa mual, mengatasi perut kembung dan gangguan pada lambung, membantu
mengeluarkan angin di dalam tubuh, dan dapat meringankan kram perut pada saat
menstruasi atau kram akibat terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak.
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri dan oleoresin yang dapat memberikan
efek pengobatan seperti rasa hangat dan aroma terapi. Oleoresin jahe dapat memberikan
rasa hangat, sedangkan minyak atsirinya merupakan komponen volatile oil pada jahe
dan dapat memberikan rasa yang menyegarkan.
Selama ini, cara yang dilakukan oleh masyarakat untuk memanfaatkan jahe
sebagai obat luar masih tradisional, jahe harus diparut terlebih dahulu baru kemudian
dibalurkan ke bagian tubuh yang sakit. Cara ini cukup merepotkan karena selain harus
memarut jahe sebelum digunakan, efek setelah penggunaannya pun terkadang tidak
menyenangkan seperti jahe terasa terlalu panas di kulit dan kulit menjadi kering. Oleh
karena itu, diperlukan suatu cara yang lebih mudah untuk memanfaatkan jahe sebagai
bahan untuk pengobatan, misalnya membuatnya dalam bentuk skin lotion sehingga akan
lebih mudah digunakan. Selain berguna untuk pengobatan skin lotion juga berguna
untuk melembutkan kulit.
Skin lotion merupakan salah satu jenis produk industri kosmetik hasil emulsi
minyak dalam air (oil on water atau o/w) yang digunakan untuk menjadikan kulit halus,
segar, dan bercahaya. Campuran skin lotion terdiri dari air, emolien, humektan, bahan
pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997).

3.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konsentrasi terbaik dari
oleoresin jahe pada proses pembuatan produk skin lotion jahe serta mengetahui
karakteristik dan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk skin lotion jahe yang
dihasilkan.

3.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui konsentrasi terbaik dari oleoresin minyak jahe pada karakteristik produk
skin lotion yang dihasilkan.
2. Menghasilkan produk baru yang lebih inovatif yang dapat dikembangkan ke
masyarakat luas.
IV. TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Jahe

Jahe (Zingiber Officinale) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun


berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina.
Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali
memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan
tradisional (Sapphire 2009). Menurut Paimin dan Murhananto (1999) berdasarkan
taksonomi tanaman, jahe termasuk dalam divisi Pteridophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledoneae, ordo Scitaminae, dan famili Zingiberaceae, serta genus
Zingiber.
Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpang, jahe dibedakan menjadi tiga
jenis yaitu :
a. Jahe putih/kuning besar disebut juga jahe gajah atau jahe badak. Ditandai ukuran
rimpangnya besar dan gemuk, warna kuning muda atau kuning, berserat halus dan
sedikit. Beraroma tapi berasa kurang tajam. Dikonsumsi baik saat berumur muda
maupun tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan. Pada umumnya dimanfaatkan
sebagai bahan baku makanan dan minuman.
b. Jahe kuning kecil disebut juga jahe sunti atau jahe emprit. Jahe ini ditandai ukuran
rimpangnya termasuk katagori sedang, dengan bentuk agak pipih, berwarna putih,
berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam. Jahe ini selalu dipanen setelah
umur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari jahe gajah, sehingga rasanya
lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan obat- obatan, atau diekstrak oleoresin dan
minyak atsirinya.
c. Jahe merah ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil, berwarna merah jingga,
berserat kasar, beraroma serta berasa tajam (pedas). Dipanen setelah tua dan
memiliki minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil sehingga jahe merah pada
umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan.

Gambar 1. Jenis-Jenis Jahe


Tanaman jahe diperbanyak dengan rhizoma. Rhizoma adalah batang yang
tumbuh dalam tanah, rhizoma akan tumbuh menjadi batang sampai ketinggian 1.5 m
dengan panjang daun 5-30 cm dan lebar 8-20 mm. Rimpang jahe biasanya memiliki dua
warna yaitu bagian tengah (hati) berwarna ketuaan dan bagian tepi berwarna agak
muda. Jahe dipanen ketika batang berubah warna dari hijau menjadi kuning dan kering,
yaitu sekitar umur 9-10 bulan, atau warna agak cokelat sekitar 12 bulan (Hayati 2005).
Rismunandar (1988) menyatakan bahwa tanaman jahe membentuk rimpang yang
berbentuk umbi, ukuran rimpang dipengaruhi oleh jenis jahe. Rimpang jahe berkulit
agak tebal membungkus daging rimpang (jaringan parenchym). Dalam sel daging
rimpang, terdapat minyak atsiri jahe yang aromatis dan oleoresin.
Tanaman jahe dapat tumbuh dengan subur pada ketinggian 200-900 m diatas
permukaan laut, dengan lama penyinaran 2.5-7 bulan, suhu sekitar 25-30°C, pengairan
lahan tanam yang baik, dan pH tanah sekitar 5-5.6 (Departemen Pertanian 1999).
Menurut Farrel (1985) dalam jahe terdapat tidak lebih dari 7% total abu, 1.0% asam
yang tidak dapat dipisahkan dari abu, dan 12% kadar air, sedangkan dalam setiap 100 g
kandungan patinya tidak lebih dari 42% dan 1.5 ml minyak atsiri. Komposisi kimia jahe
menurut Farrel (1985) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia jahe per 100 g (edible portion)
Komponen Jumlah Komponen Jumlah
Air (g) 9.4 Magnesium (mg) 184
Energi (kkal) 347 Fospor (mg) 148
Protein (g) 9.1 Potasium (mg) 1342
Lemak (g) 6.0 Sodium (mg) 32
Total karbohidrat (g) 70.8 Niasin (mg) 5
Serat (g) 5.9 Seng (mg) 5
Abu (g) 4.8 Vitamin A (IU) 147
Kalsium (mg) 116 Vitamin lainnya Tidak signifikan
Besi (mg) 12

Sumber : Farrel (1985)

Dalam dunia obat-obatan rakyat, jahe biasa diparut untuk digunakan sebagai obat
oles dan untuk mengobati pembengkakan atau rematik serta kadang-kadang digunakan
untuk mengobati sakit kepala (Rumphius dalam Heyne 1988). Menurut Paimin (1999),
komponen yang terkandung dalam rimpang jahe sangat banyak kegunaannya. Terutama
sebagai rempah, industri farma dan obat tradisional, industri parfum, industri kosmetika,
dan lain sebagainya. Martha Tilaar Innovation Center (2002) menambahkan bahwa
rimpang jahe digunakan untuk menghangatkan badan, memperlancar pengeluaran
keringat, menambah nafsu makan, sebagai obat memar, dan menghambat pertumbuhan
bakteri. Bila ditinjau dari sisi medis, jahe dapat membantu mengurangi kolesterol,
mengobati tekanan darah rendah, menghilangkan rasa mual, dan pada test yang
dilakukan terhadap hewan dapat mengobati tumor hati (PROSEA 1999).
Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) yang terhimpun di dalam famili Zingiberaceae
merupakan tanaman antioksidan, mempunyai fungsi sebagai bahan obat tradisionil
untuk penanggulangan maupun pengobatan beberapa penyakit. Tanaman ini mampu
memutuskan rantai radikal bebas, pengaktifan enzim-enzim antioksidan maupun
penghambatan peroksidasi lipid di dalam sel (Farida 2009). Menurut Farmakope
Belanda, Zingiber Rhizoma (akar jahe) yang berupa umbi Zingiber officinale
mengandung 6% bahan obat-obatan yang sering dipakai sebagai rumusan obat-obatan
atau sebagai obat resmi di 23 negara. Menurut daftar prioritas WHO, jahe merupakan
tanaman obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia. Di negara Malaysia, Filipina
dan Indonesia telah banyak ditemukan manfaat therapeutis (Kardarron 2009).
Jahe mengandung komponen minyak yang mudah menguap (volatile oil),
minyak yang tidak mudah menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak yang mudah
menguap biasa disebut minyak atsiri dan merupakan komponen pemberi bau yang khas,
sedangkan minyak yang tidak mudah menguap biasa disebut oleoresin merupakan
komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Komponen yang terdapat pada oleoresin
merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe, yaitu minyak atsiri dan fixed oil atau
minyak tidak menguap yang terdiri dari zingerol, shogaol, dan resin (Paimin 1999).
Kadar minyak jahe dan oleoresin dalam rimpang jahe menurut Ketaren (1985) disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar minyak dan oleoresin jahe dalam rimpang jahe
Minyak atsiri (%) Oleoresin (%)
Tingkat kematangan jahe
Jemur Oven Segar Jemur Oven Segar
Tua
Tidak dikupas 2.75 2.41 2.25 11.03 13.42 14.84
Dikupas 2.21 1.94 1.93 7.14 11.65 13.27
Setengah tua
Tidak dikupas 3.45 2.69 2.66 12.96 15.68 16.30
Dikupas 2.87 2.40 2.38 11.11 14.15 14.34
Muda
Tidak dikupas 4.09 3.56 3.18 19.99 20.98 21.86
Dikupas 8.53 3.04 3.03 17.20 17.48 17.78
Sumber : Ketaren (1985)

2.2 Minyak Jahe

Minyak atsiri adalah bahan


kimia aromatik yang dihasilkan
oleh tanaman, bersifat mudah
menguap pada suhu kamar tanpa

Gambar 2. Minyak Jahe


mengalami dekomposisi dan diperoleh melalui penyulingan uap, pengepresan maupun
ekstraksi menggunakan pelarut (Ketaren 1985). Paimin (1999) menambahkan bahwa
minyak atsiri biasa disebut minyak eteris, minyak menguap atau essential oil. Ciri
minyak atsiri antara lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami
dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai tanaman penghasilnya, dan
umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.
Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe.
Minyak atsiri itu sendiri terdapat pada rimpang jahe segar, jahe kering, dan oleoresin.
Minyak atsiri diperoleh dengan cara mendestilasi jahe dengan sistem destilasi air,
destilasi air dan uap, atau destilasi uap. Jahe kering mengandung minyak atsiri sebanyak
1-3%, sedangkan jahe segar kandungan minyak atsirinya lebih banyak dari jahe kering.
Apalagi kalau tidak dikuliti sama sekali. Minyak atsiri merupakan pemberi aroma khas
pada jahe. Komponen utama minyak jahe adalah zingiberen dan zingiberol, sedangkan
persenyawaan lain adalah n-desil aldehid, n-nonil aldehid, d-kamfen, d-α-felandren,
metil heptenon, sineol, d-borneol, geraniol, linalool, asetat, kaprilat, sitral, khavikol,
fenol, dan limonen (Paimin 1999).
Minyak atsiri adalah suatu campuran yang komplek dari komponen terpen dan
non terpenoid. Komponen-komponen yang diketahui adalah a-zingiberen, b-zingiberen,
ar-kurkumen, b-sesquiphellandren, a-farnesen, bbisabolen (sesquiterpene
hydrocarbons), dan geraniol (oxygenated monoterpenes) (PROSEA 1999).
Menurut Koswara (1995) komponen utama minyak jahe terdiri dari seskuiterpen,
monoterpen, dan monoterpen teroksidasi. Seskuiterpen pada jahe terdiri dari
seskuiterpen hidrokarbon dan seskuiterpen alkohol. Seskuiterpen hidrokarbon terdiri
dari a-zingiberen, b-zingiberen, kurkumen, b-bisabolen, belemen, b-parnesen, d-salinen,
b-seskuiphelandren, dan seskuitujen. Seskuiterpen alkohol terdiri dari zingiberol (cis-b-
endesmol dan trans-bendesmol), nerediol, cis-b-seskuiphelandrol, trans-b-
seskuiphelandrol, cissabinen, dan zingiberenol. Monoterpen hidrokarbon pada minyak
jahe terdiri dari d-camphen, 4-3-karen, p-simen, kurkumen, d-limonen, mirsen, d-
bphelandren, a-pinen, b-pinen dan sabinen, sedangkan monoterpen teroksidasi pada jahe
terdiri dari d-borneol, bornil asetat, 1,8-sineol, sitral, sistronelil asetat, gereniol, dan
linalol.
Koswara (1995) juga menjelaskan bahwa komponen utama minyak atsiri jahe
yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol. Zingiberen merupakan
seskuiterpen hidrokarbon dengan rumus C15H24, sedangkan zingiberol merupakan
seskuiterpen alkohol dengan rumus C15H26O.
Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya tinggi, sedangkan pada
umur tua kandungannya semakin menyusut walau baunya semakin menyengat. Hal lain
yang perlu diketahui adalah bagian tepi dari umbi mengandung minyak lebih banyak
dari bagian tengah demikian pula dengan baunya. Di bawah kulit, pada jaringan
epidermis merupakan bagian terbanyak menyimpan minyak (Paimin 1999).
Tabel 3. Komposisi kimia minyak jahe berdasarkan analisa dengan kromatografi gas
Komposisi Jumlah (%) Komposisi Jumlah (%)
a- dan b- zingiberen
(hidroksin) non polar 35,6 Fellandren 1,3
a- humulen - Karene -
Kamfena 1,1 Elemena 1
Zerumbon - Sitral b 0,8
ar-kurkumen 17,7 b-pinena 0,2
Seskuiterpen alkohol 16,7 Humulen dioksida -
Unidentified 5,6 Alkohol (unidentified) 0,2
Farnensen 9,8 b-bisabolena 0,2
Humulen epoksida - Desil aldehid 0,2
Kamphor - 2- nonanol 0,2
a- pinene 0,4 Alkohol (unidentified) 0,1
Borneol 2,2 Bornil asetat 0,1
Borneol dan a- terpinol - p- simena 0,1
Eukaliptol 1,3 Geraniol 0,1
b- kariofilena - Metil heptanon 0,1
Limonene 1,2 Mirsena 0,1
Sitral a 1,4 Nonil aldehid 0,1
Selinena 1,4 Kumene 0,1
Linalool 1,3 2-heptanol 0,1
Total 100,7
Sumber : Dickes dan Nicholas (1976)

Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam minyak jahe antara lain :


• Zingiberen (C15H24)
Zingiberen adalah senyawa paling utama dalam minyak jahe. Senyawa ini
memiliki titik didih 34ºC pada tekanan 14 mm Hg, dengan berat jenis pada 20ºC adalah
0,8684. Indeks biasnya 1,4956 dan putaran optik -73º38’ pada suhu 20ºC. Selama
penyimpanan, senyawa zingiberen akan mengalami resinifikasi (Ketaren 1985).
Struktur senyawa zingiberen dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rumus Kimia Zingiberen (C15H24)

• Zingiberol (C15H26O)
Zingiberol merupakan seskuiterpen alkohol yang menyebabkan aroma khas pada
minyak jahe (Ketaren, 1985). Struktur senyawa zingiberol dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rumus Kimia Zingiberol (C15H26O)

• Sabinen (C10H16)
Menurut Guenther (1952), sabinen merupakan senyawa yang dapat memutar
bidang polarisasi cahaya ke arah kanan (dextrorotatory) dan ke kiri (levorotatory).
Sabinen merupakan komponen utama dalam minyak kemukus, yaitu sekitar 33%. Bobot
molekul sabinen seperti yang dikutip dari adalah 136.234 g/mol. Kegunaan senyawa ini
tidak terlalu luas, tetapi sering digunakan sebagai komponen bahan pada pembuatan
minyak lada sintetik (Guenther 1952)
• Kamfena (C10H16)
Kamfena memiliki bobot molekul 136.23 dengan jumlah persentase atom C
88.16% dan atom H 11.84%. Terdapat pada banyak minyak atsiri terutama sebagai
terpentin. Sangat mudah menguap pada udara terbuka. Kamfena tidak dapat larut pada
air, sedikit larut pada alkohol, dan mudah larut pada eter, sikloheksan, dioksan, dan
kloroform (Merck Index 1996).
• Farnesen (C15H24)
Farnesen memiliki bobot molekul 204.34 dengan jumlah persentase atom C
88.16% dan atom H 11.84%. Terbentuk dari pemanasan nerodiol dengan acetic
anhydrate. Berupa minyak agak encer (Merck Index 1996).
• a-Pinen
Senyawa ini merupakan senyawa tidak berwarna dengan bobot molekul 136.24,
bersifat labil, dengan bobot jenis 8.86, dan titik didih 157°C. Alpha pinene larut dalam
alkohol, propilen, glikol, dan gliserin. Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak pala,
minyak adas, minyak kayu putih, minyak anis, dan minyak kemukus. Di Eropa,
persenyawaan ini digunakan sebagai flavouring agent pada bahan pangan dengan dosis
15-50 ppm, selain itu digunakan pula sebagai bahan pembuatan terpineol (Ketaren
1985).
• Borneol (C10H180)
Borneol memiliki bobot molekul sebesar 154.24 dengan jumlah persentase atom
C 77.86%; H 11.76%; dan O 10.37%. Pemberi rasa dan aroma pedas yang khas dan
menyebabkan rasa yang agak menyerupai mint. Tidak larut pada air, sedikit larut pada
alkohol, larut dengan mudah pada eter, benzen, toluen, asetone, dekalin, dan tetralin.
Senyawa ini biasa digunakan pada industri parfum (Merck Index 1996).

• Limonene (C10H16)
Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak kayu putih, dengan rumus molekul
C10H16, dengan titik didih 175-176°C. Selain itu, senyawa ini terdapat pula dalam
minyak anis dan minyak kemukus (Ketaren 1985).
• Sitral (C10H160)
Sitral memiliki bobot molekul 152.23 dengan jumlah persentase atom C 78.89%;
H 10.59%; dan O 10.51%. Merupakan komponen pokok dari minyak lemon (75-80%)
dan komponen minyak atsiri dari Cymbopogon citratus. Senyawa sitral selalu ada pada
minyak verbena, lemon, dan orange tetapi pada jumlah yang sedikit. Sitral yang
terdapat pada bahan alami adalah campuran dari dua komponen yang memiliki
kesamaan geometrik (isomer) yaitu geraniol dan neral.
• Linalool
Senyawa ini terdapat dalam minyak mawar dalam bentuk l-linalool dengan
jumlah yang sedikit, sedangkan dalam minyak melati dalam bentuk d-linalool dengan
persentase 15.5%. Oksidasi senyawa ini akan menghasilkan sitral (persenyawaan asam
naphtho-cinchoninat) dengan titik cair sekitar 177-199°C (Ketaren 1985).
• Phellandren
Phellandren termasuk senyawa golongan terpen, biasanya tidak berwarna atau
sedikit berwarna kuning, tidak larut dalam air, larut dalam 10-15 bagian alkohol 90%,
dan dalam 1-3 bagian alkohol 95%. Senyawa ini terdapat dalam tanaman lada,
memberikan aroma khas lada akan tetapi tidak memberikan efek pedas (Ketaren 1985).
• Geraniol (C10H180)
Geraniol disebut pula sitral a berwujud cairan minyak yang berwarna terang.
Memiliki bobot molekul 154.24 dengan jumlah persentase atom C 77.86%; H 11.76%;
dan O 10.37%. Pemberi aroma lemon yang kuat, senyawa ini tidak dapat larut dalam
air. Geraniol adalah olefinic terpene alcohol yang merupakan komponen utama dari
minyak mawar dan minyak palmarose. Selalu dapat ditemukan dalam minyak atsiri
seperti citronella, lemon grass, dan lain-lain. Merupakan bentuk isomer dengan linalool.
Geraniol banyak digunakan pada industri parfum (Merck Index 1996).
• Kumene (C9H12)
Kumene memiliki bobot molekul 120.19 dengan jumlah persentase atom C
89.94% dan atom H 10.06%. Merupakan cairan yang tidak berwarna dan dapat
ditemukan dalam American petroleum. Tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut
dalam alkohol dan pelarut organik lainnya (Merck Index 1996).

2.3 Oleoresin Jahe


Oleoresin adalah suatu gugusan kimiawi yang cukup kompleks
persenyawaannya. Kata oleoresin terdiri atas dua suku kata oleo dan resin, yang berarti
minyak dan damar. Oleoresin merupakan benda padat berbentuk pasta yang merupakan
campuran dari minyak atsiri pembawa aroma dan sejenis damar pembawa rasa
(Rismunandar 1988).
Rasa pedas oleoresin jahe disebabkan karena adanya gingerol dan shogaol yang
pada prinsipnya hampir sama dengan minyak atsiri, bercampur dengan minyak lemak,
asam lemak, resin, dan karbohidrat. Oleoresin ini berupa cairan yang berwarna kuning
tua sampai coklat tua, sangat kental, harum, hangat, dan pedas. Ekstraksi jahe kering
dengan menggunakan pelarut organik akan menghasilkan 3,5-10% oleoresin dimana
15%-30% nya adalah minyak atsiri (PROSEA 1999). Guenther (1952) menjelaskan
bahwa kandungan oleoresin dalam jahe kering berkisar 5-7%. Komponen kuantitatif
oleoresin tergantung pada jenis pelarut yang digunakan untuk ekstraksinya dan secara
umum tersusun oleh komponen-komponen :
1. Gingerol yang merupakan senyawa turunan fenol.
2. Zingeron yang merupakan senyawa turunan keto fenol.
3. Shogaol yang merupakan senyawa homolog dari zingeron.
4. Minyak volatil.
5. Resin.
Senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam oleoresin jahe antara lain :
• Gingerol
Gingerol terdiri dari beberapa homolog fenol, mudah rusak oleh alkali
hidroksida dan sifat kepedasan gingerol akan hilang atau rusak bila dipanaskan
dengan larutan KOH 2%. Rumus kimia gingerol disajikan pada gambar di bawah
ini.

Gambar 5. Rumus Kimia Gingerol

• Zingeron
Zingeron terdapat di dalam rimpang jahe dalam keadaan normal dan
jumlahnya akan bertambah jika terjadi dekomposisi gingerol untuk pemanasan
diatas 200oC. Komponen ini mempunyai rasa pedas dan bau harum. Kepedasan zat
akan rusak bila bereaksi dengan larutan KOH 5%. Rumus kimia zingeron disajikan
pada Gambar 6.

Gambar 6. Rumus Kimia Zingeron


• Shogaol
Shogaol mulai terbentuk selama pengeringan rimpang jahe karena terbentuk
dari hasil dehidrasi senyawa gingerol. Reaksi ini berlangsung cepat sekali dalam
suasana basa pada suhu kamar, sedangkan dalam suasana asam reaksi akan
berlangsung lambat sekali. Akan tetapi pada suhu tinggi akan berlangsung cepat.
Kepedasan jahe semakin berkurang selama penyimpanan dan senyawa yang
tertransformasi adalah gingerol menjadi shogaol. Rumus kimia shogaol disajikan
pada gambar 7.

Gambar 7. Rumus Kimia Shogaol

2.4 Skin Lotion

Skin lotion termasuk golongan kosmetika pelembab kulit yang terdiri dari
berbagai minyak nabati, hewani maupun sintetis yang dapat membentuk lemak
permukaan kulit buatan berfungsi untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan
kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti
seluruh fungsi dan kegunaan kulit semula. Kosmetika pelembab kulit umumnya
berbentuk sediaan cairan minyak atau campuran minyak dalam air yang dapat ditambahi
atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja 1997).
Skin lotion merupakan salah satu jenis produk industri kosmetik hasil emulsi
minyak dalam air (oil on water atau o/w) yang digunakan untuk menjadikan kulit halus,
segar, dan bercahaya. Campuran skin lotion terdiri dari air, emolien, humektan, bahan
pengental, pengawet, dan pewangi (Mitsui 1997).

Gambar 8. Emulsi minyak dalam air

Lotion pelembab berfungsi menyokong kelembaban dan daya tahan air pada
lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit tersebut (Mitsui
1997). Lotion didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak bercampur,
distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang jika
ditempatkan pada suhu ruang (Schmitt 1996). Syarat mutu pelembab kulit (berdasarkan
SNI 16-4399-1996) disajikan pada Tabel.
Tabel 4. Syarat mutu pelembab kulit
No Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Penampakan - Homogen
2 pH - 4,5-8,0
3 Bobot jenis, 20oC - 0,95-1,05
4 Viskositas, 25oC cP 2000-50000
5 Cemaran mikroba koloni/gram Maks 102

Emulsi adalah suatu sistem yang heterogen dan mengandung dua fase cairan
yaitu fase terdispersi dan pendispersi. Molekul-molekul fase tersebut bersifat saling
antagonis karena perbedaan sifat kepolarannya (Suryani et al. 2000). Emulsi yang
mempunyai fase terdispersi minyak dan fase pendispersi air disebut emulsi minyak
dalam air, yang biasanya mengandung >31% air (w/w). Skin lotion merupakan salah
satu contoh emulsi tersebut (Ansel 1989).
Pada emulsi minyak dalam air, fase minyak dan fase air yang terpisah
disatukan dengan pemanasan dan pengadukan. Fase minyak mengandung komponen
bahan yang larut minyak. Fase air mengandung komponen bahan yang larut air yang
dipanaskan pada suhu yang sama dengan fase minyak kemudian disatukan (Rieger
2000).
Pencampuran antara fase minyak dan air dilakukan pada suhu 70-75oC. Proses
emulsifikasi pada pembuatan skin lotion adalah pada suhu 70oC (Mitsui 1997). Waktu
pengadukan juga mempengaruhi emulsi yang dihasilkan. Pengadukan yang terlalu lama
pada saat dan setelah emulsi terbentuk harus dihindari, karena akan menyebabkan
terjadinya penggabungan partikel. Lamanya pengadukan tidak dapat ditetapkan secara
pasti karena hanya dapat diketahui secara empiris. Pengadukan akan mengurangi ukuran
partikel dan mempengaruhi viskositas emulsi yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran
partikel akan menyebabkan semakin meningkatnya viskositas emulsi (Rieger 1994).
Emulsi merupakan penyatuan dari zat-zat yang mempunyai sifat yang bertolak
belakang. Zat-zat tersebut mempunyai sifat kelarutan yang berbeda, yaitu sebagian larut
dalam air dan sebagian larut dalam minyak. Penyatuannya dimungkinkan dengan
menambahkan suatu zat yang memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan
dalam satu molekulnya. Zat tersebut dinamakan emulsifier (Suryani et al. 2000). Pada
pembuatan emulsi akan terjadi kontak antara dua cairan yang tidak bercampur karena
berbeda kelarutannya dan pada saat tersebut terdapat kekuatan yang menyebabkan
masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.
Kekuatan ini disebut tegangan antar muka. Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan
tahanan tersebut akan merangsang suatu cairan untuk menjadi partikel-partikel yang
lebih kecil. Penggunaan zat-zat ini sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil
menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling
bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya
tarik menarik antarmolekul dari masing-masing cairan (Ansel 1989).
Zat pengemulsi mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang
merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu emulsi yang
mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih
larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dalam fase tersebut dibandingkan
pada fase lainnya karena molekul-molekul zat ini mempunyai suatu bagian hidrofilik
(bagian suka air) dan suatu bagian hidrofobik (bagian tidak suka air). Molekul-molekul
tersebut akan mengarahkan dirinya ke masingmasing fase (Ansel 1989).
Suatu emulsifier memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan antar
muka dan tegangan permukaan. Menurunnya tegangan antar muka ini akan mengurangi
daya kohesi dan meningkatkan daya adhesi. Emulsifier akan membentuk lapisan tipis
(film) yang menyelimuti partikel sehingga mencegah partikel tersebut bersatu dengan
partikel sejenisnya. Sistem emulsi yang stabil dapat diperoleh melalui pemilihan
emulsifier yang larut dalam fase yang dominan (pendispersi) (Suryani et al. 2000).

2.4 Bahan Penyusun Skin Lotion

Bahan penyusun skin lotion terdiri dari asam stearat, mineral oil, setil alkohol,
triethanolamin, gliserin, air murni, pengawet dan pewangi yang disusun berdasarkan
persentase berat dalam formulasi (Nussinovitch 1997).

2.4.1 Asam stearat

Asam stearat (C16H32O2) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai
hidrokarbon, diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan, dan
berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform,
eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi
dalam sediaan kosmetika (Depkes RI 1993). Asam stearat dapat menghasilkan
kilauan yang khas pada produk skin lotion (Mitsui 1997).
Emulsifier (pengemulsi) yang digunakan dalam pembuatan skin lotion ini
memiliki gugus polar maupun non polar secara bersamaan dalam satu
molekulnya sehingga pada satu sisi akan mengikat minyak yang non polar dan di
sisi lain juga akan mengikat air yang polar sehingga zat-zat yang ada dalam
emulsi ini akan dapat dipersatukan. Suatu emulsi biasanya terdiri lebih dari satu
emulsifier karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah
kesempurnaan sifat fisik maupun kimia dari emulsi (Suryani et al. 2000).

2.4.2 Setil alkohol

Setil alkohol (C16H33OH) merupakan butiran yang berwarna putih, berbau


khas lemak, rasa tawar, dan melebur pada suhu 45-50oC. Setil alkohol larut
dalam etanol dan eter namun tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai
pengemulsi, penstabil, dan pengental (Depkes RI 1993). Setil alkohol adalah
alkohol dengan bobot molekul tinggi yang berasal dari minyak dan lemak alami
atau diproduksi secara petrokimia. Bahan ini termasuk ke dalam fase minyak
pada sediaan kosmetik. Pada formulasi produk setil alkohol yang digunakan
kurang dari 2%. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang
mengandung gugusan kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil
emulsi pada produk emulsi seperti cream dan lotion (Mitsui 1997). Alkohol
dengan bobot molekul tinggi seperti stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril
monostearat digunakan terutama sebagai zat pengental dan penstabil untuk
emulsi minyak dalam air dari lotion (Ansel 1989).
Bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan dan
mempertahankan kestabilan produk. Pengental dibedakan menjadi pengental
yang berasal dari lemak (lipid thickeners), misalnya setil alkohol; pengental yang
berasal dari hewan dan tumbuhan serta turunannya (thickeners of vegetable and
animal), misalnya karaginan; pengental mineral dan mineral termodifikasi
(mineral and modified mineral thickeners), misalnya silicon oil; dan pengental
sintetik (synthetic thickeners), misalnya karbomer (Polo 1998). Proporsi bahan
pengental yang digunakan dalam skin lotion yaitu dibawah 2,5%. Bahan
pengental yang digunakan dalam pembuatan skin lotion bertujuan untuk
mencegah terpisahnya partikel dari emulsi (Schmitt 1996).
Salah satu cara untuk meminimumkan kecenderungan bergabungnya fase
terdispersi adalah dengan mengentalkan produk. Hal ini juga akan membuat
emulsi menjadi stabil. Kestabilan sistem emulsi ini ditandai dengan semakin
berkurangnya kemungkinan terjadinya penggabungan partikel sejenis dan
rendahnya laju rata-rata pengendapan yang terjadi (Glicksman 1983).

2.4.3 Minyak mineral

Minyak mineral (parafin cair) adalah campuran hidrokarbon cair yang


berasal dari sari minyak tanah. Minyak ini merupakan cairan bening, tidak
berwarna, tidak larut dalam alkohol atau air, jika dingin tidak berbau dan tidak
berasa namun jika dipanaskan sedikit berbau minyak tanah. Minyak mineral
berfungsi sebagai pelarut dan penambah viskositas dalam fase minyak (Depkes
RI 1993).
Parafin merupakan hidrokarbon yang jenuh dan dapat mengikat atom
hidrogen secara maksimal sehingga bersifat tidak reaktif. Bahan ini memiliki
kompatibilitas yang sangat baik terhadap kulit. Minyak mineral mempunyai
peranan yang khas sebagai occlusive emolien (Mitsui 1997).
Emolien didefinisikan sebagai sebuah media yang bila digunakan pada
lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan
adanya hidrasi ulang. Dalam skin lotion, emolien yang digunakan memiliki titik
cair yang lebih tinggi dari suhu kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya
rasa nyaman, kering, dan tidak berminyak bila skin lotion dioleskan pada kulit.
Kisaran penggunaan pelembut adalah 0.5-15 % (Schmitt 1996).

2.4.4 Gliserin

Gliserin (C3H8O3) disebut juga gliserol atau gula alkohol, merupakan


cairan yang kental, jernih, tidak berwarna, sedikit berbau, dan mempunyai rasa
manis. Gliserin larut dalam alkohol dan air tetapi tidak larut dalam pelarut
organik (Doerge 1982).
Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan dalam
pembuatan skin lotion. Humektan adalah komponen yang larut dalam fase air
dan merupakan bagian yang terpenting dalam skin lotion. Bahan ini ditambahkan
ke dalam sediaan kosmetik untuk mempertahankan kandungan air produk pada
permukaan kulit saat pemakaian. Humektan berpengaruh terhadap kulit yaitu
melembutkan kulit dan mempertahankan kelembaban kulit agar tetap seimbang.
Humektan juga berpengaruh terhadap stabilitas skin lotion yang dihasilkan
karena dapat mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pada suhu ruang
(Mitsui 1997).
Komposisi gliserin yang digunakan pada formula berkisar 3-10%.
Gliserin diperoleh dari hasil samping industri sabun atau asam lemak dari
tanaman dan hewan (Mitsui 1997). Gliserin tidak hanya berfungsi sebagai
humektan tetapi juga berfungsi sebagai pelarut, penambah viskositas, dan
perawatan kulit karena dapat melumasi kulit sehingga mencegah terjadinya
iritasi kulit (Depkes RI 1993).
Gliserol yang diperoleh dari penyabunan dipisahkan melalui proses
penyulingan dan dapat digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri
farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil
yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air
(Fessenden dan Fessenden 1982).

2.4.5 Triethanolamin

Triethanolamin ((CH2OHCH2)3N) atau TEA merupakan cairan tidak


berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut air dan etanol tetapi sukar larut
dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air
dalam sediaan skin lotion (Depkes RI 1993).
TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amine dan alkohol
dan berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasi skin lotion. TEA
tergolong dalam basa lemah (Anonima 2008).

2.4.6 Metil Paraben

Metil paraben (C8H8O3) merupakan zat berwarna putih atau tidak


berwarna, berbentuk serbuk halus, dan tidak berbau. Zat ini mudah larut dalam
etanol 95%, eter, dan air tetapi sedikit larut benzen, dan karbontetraklorida
(Depkes RI 1993). Metil paraben sering digunakan dalam skin lotion karena
dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur serta dapat mempertahankan
skin lotion dari mikroorganisme yang dapat merusak (Rieger 2000).
Metil paraben termasuk salah satu jenis pengawet yang biasa digunakan
dalam pembuatan skin lotion. Bahan pengawet yang biasa ditambahkan pada
pembuatan skin lotion sebesar 0,1-0,2%. Pengawet yang digunakan sebagai
tambahan pada produk menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh karena
pengawet bersifat antimikroba. Pengawet harus ditambahkan pada suhu yang
tepat pada saat proses pembuatan skin lotion, yaitu antara suhu 35-45oC agar
tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet tersebut (Schmitt
1996).
Pengawet yang baik memiliki beberapa persyaratan, antara lain: efektif
mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan
penguraian bahan, dapat bercampur dengan bahan lainnya secara kimia, tidak
menyebabkan iritasi, tidak mempengaruhi pH produk, tidak mengurangi
efektivitas produk, tidak menyebabkan perubahan pada produk (bau dan warna),
memiliki kestabilan pada rentang pH (dari netral sampai alkali) dan suhu yang
luas, mudah didapat, dan harga yang ekonomis (Mitsui 1997).

2.4.7 Air murni

Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam


pembuatan skin lotion. Air yang digunakan dalam pembuatan skin lotion
merupakan air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara penyulingan, proses
penukaran ion dan osmosis sehingga tidak lagi mengandung ion-ion dan mineral-
mineral. Air murni hanya mengandung molekul air saja dan dideskripsikan
sebagai cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki pH 5.0-7.0, dan
berfungsi sebagai pelarut (Depkes RI 1993).
Pada pembuatan skin lotion, air merupakan bahan pelarut dan bahan baku
yang tidak berbahaya, tetapi air mempunyai sifat korosi. Air murni juga
mengandung beberapa bahan pencemar, untuk itu air yang digunakan untuk
produk kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu. Air yang digunakan juga
dapat mempengaruhi kestabilan dari emulsi yang dihasilkan. Pada sistem emulsi
air juga berperan penting sebagai emolien yang efektif (Mitsui 1997).

2.5 Kulit

Menurut Mitsui (1997) kulit merupakan lapisan yang menutupi dan melindungi
seluruh tubuh dari berbagai macam gangguan dari luar tubuh yang menyebabkan
hilangnya kelembaban sehingga kulit menjadi kering. Menurut Suryani et al. (2002)
kulit merupakan bagian organ terluas pada tubuh manusia yang berfungsi untuk
melindungi organ tubuh dari radiasi sinar ultraviolet, mengatur suhu tubuh, dan sebagai
tempat saraf bekerja.
Kulit mengeluarkan lubrikan alami yaitu sebum, untuk mempertahankan agar
permukaan kulit tetap lembut, lunak dan terlindung. Lapisan sebum dapat menjadi rusak
atau hilang jika kulit dicuci atau dicelupkan dalam larutan sabun atau detergen. Jika
sebum hilang secara lebih cepat dari pada terbentuknya, kulit menjadi kering dan
bersisik. Permukaan kulit dapat pecah, mempermudah masuknya bakteri, dapat terjadi
infeksi, akhirnya kulit akan mengeluarkan cairan, jika dibiarkan dapat menyebabkan
dermatitis. Kulit juga mengandung lapisan lemak yang berfungsi untuk mengontrol
penguapan air, kulit juga mengeluarkan cairan pelembab alami. Keseimbangan
kandungan kulit air dalam kulit sangat penting untuk diperhatikan (Formularium
Kosmetika Indonesia 1985).
Fungsi kulit adalah sebagai pembungkus struktur jaringan tubuh di bawahnya,
sehingga dapat melindungi bagian tubuh lainnya dari pengaruh buruk cuaca (Warta
Kosmetik 1995). Gambar penampang kulit disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Struktur lapisan kulit (Bramayudha 2008)

Ketebalan kulit manusia tergantung dari umur, jenis kelamin, dan lokasi pada
bagian tubuh. Kulit luar terbagi atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis,dan sel
subcutaneous. Epidermis terdiri dari beberapa lapisan yang mempunyai ketebalan
sekitar 0,1-0,3 mm yaitu lapisan stratum corneum, lapisan granular, lapisan spinous,
dan lapisan basal. Lapisan basal merupakan lapisan yang paling dasar dari epidermis
yang berhubungan langsung dengan lapisan dermis. Lapisan basal membelah terus
menerus membentuk sel-sel baru yang berpindah kepermukaan diatasnya dan
membentuk lapisan spinous. Di atas lapisan spinous terdapat dua atau tiga lapisan
granular. Lapisan basal, spinous, dan granular secara kontinyu bergerak ke lapisan luar
membentuk lapisan stratum corneum. Peristiwa ini disebut proses keratinisasi. Lapisan
stratum corneum adalah lapisan yang terlihat dan merupakan bagian yang diperhatikan
oleh ahli kimia kosmetik (Mitsui 1997).
Lapisan epidermis memiliki fungsi yang paling penting yaitu menjaga gangguan
stimuli eksternal seperti dehidrasi, sinar ultraviolet, faktor fisik, dan faktor kimia
lainnya. Fungsi ini dilakukan oleh lapisan stratum corneum sebagai lapisan paling luar.
Lapisan dermis merupakan lapisan kulit kedua setelah lapisan epidermis yang
memegang peranan penting dalam elastisitas dan ketegangan dari kulit. Sel
subcutaneous berada dibawah lapisan dermis. Sel ini berperan dalam mengatur
temperatur kulit (Mitsui 1997).

V. METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Bahan dan Alat

5.1.1 Bahan

5.1.1.1 Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini oleoresin jahe.


5.1.1.2 Bahan Kimia

Bahan yang digunakan sebagai formulasi skin lotion adalah


asam stearat, setil alkohol, minyak mineral (parafin cair), gliserin,
triethanolamin, metil paraben, dan air murni, sedangkan bahan kimia
yang digunakan untuk analisis yaitu aquadest, Plate Count Agar (PCA),
dan NaCl.

5.2 Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan,


termometer, gelas piala, cawan alumunium, hot plate, pH meter, inkubator,
otoklaf, stirrer, mixer dan alat gelas lainnya.

5.2 Metodologi Penelitian

5.2.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan untuk mempelajari formulasi bahan-bahan


penyusun dan prosedur pembuatan skin lotion yang tepat tanpa menggunakan
oleoresin jahe.

5.2.2 Penelitian Utama

Aplikasi minyak jahe pada produk lotion dilakukan dengan penambahan


konsentrasi minyak jahe sebesar 4%, 8%, 12%, dan 16%. Diagram proses
pembuatan skin lotion pada penelitian utama disajikan pada Gambar 7.
Prosedur pembuatan produk adalah sebagai berikut :
1. Masing-masing bahan yang akan digunakan dalam formulasi ditimbang.
Kemudian dipisahkan berdasarkan fasenya (kelarutan dalam air dan dalam
minyak). Fase minyak meliputi asam stearat, setil alkohol, dan parafin cair,
sedangkan fase air meliputi gliserin, TEA, dan air.
2. Bahan-bahan yang memiliki fase yang sama dicampurkan. Kemudian
masing-masing campuran tersebut dipanaskan secara terpisah sampai pada
suhu 70oC -75 oC sambil terus dilakukan pengadukan dengan menggunakan
stirrer. Untuk fase minyak dilakukan selama ±10 menit (sediaan 1) dan untuk
fase air selama ±25 menit (sediaan 2).
3. Sediaan yang telah homogen tersebut dicampur dan diaduk dengan pengaduk.
Proses pencampuran kedua sediaan yang berbeda tersebut dilakukan pada
suhu 70oC. Proses pengadukan dengan stirrer dilakukan hingga campuran
kedua sediaan homogen dan mencapai suhu 40oC (sediaan 3)
4. Setelah keduanya tercampur, kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit
oleoresin dan metil paraben ke dalam campuran tersebut sambil terus
dilakukan pengadukan. Penambahan minyak jahe ini tidak dilakukan pada
penelitian pendahuluan.
5. Pengadukan dilakukan sampai campuran tersebut dingin pada suhu kamar
atau selama ± 30 menit. Kemudian dilakukan analisis fisik dan hedonik
terhadap produk lotion yang dihasilkan.

Mulai

Fase minyak (sediaan 1) : Fase Cair (sediaan 2) :


Asam stearat Gliserin
Parafin cair TEA
Setil Alkohol Air Murni

Pengadukan dan pemanasan pada Pengadukan dan pemanasan pada


suhu 70-75°C selama ± 10 menit suhu 70-75°C selama ± 25 menit

Pencampuran pada suhu 70oC

Pengadukan hingga suhu 40oC selama ± 30 menit dan


pendinginan hingga suhu 35oC selama ± 10 menit

Sediaan 3

Pengadukan dan
Oleoresin Jahe pencampuran Metil Paraben
selama ± 1 menit

Skin Lotion

Stop

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Skin Lotion


Keterangan simbol : : Mulai dan Akhir, : Hasil

: Input, dan : Proses


5.3 Analisa

5.3.1 Uji Fisik

5.3.1.1 pH

Sebanyak satu gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi,


dilarutkan dalam 10 ml aquades dan didiamkan selama 30 menit,
kemudian diukur derajat keasamannya dengan pH meter.

5.3.1.2 Bobot Jenis

Gunakan piknometer bersih, kering dan timbang bobotnya (W).


Masukkan sampel cairan kedalam piknometer. Atur suhu piknometer
yang telah diisi sampel hingga 17°C - 19°C. Tutup perlahan agarr tidak
terjadi gelembung. Buang kelebihan zat uji melalui bagian sisi tabung dan
bersihkan bagian permulaannya, lalu timbang (W1). Lakukan pengukutan
yang sama terhadap air (W2). Hitung :
D 2020 = W1-W
W2-W

5.3.1.3 Total Cemaran Mikroba

Secara aseptis ditimbang satu gram sampel dan kemudian


dimasukkan larutan pengencer (garam fisiologis) dan dikocok.
Pengenceran sampai 10-2. sebanyak 1 ml dari sampel diinokulasi pada
cawan petri yangsudah dituang media PCA. Cawan petri dibiarkan
membeku. Inokulasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah
koloni yang tumbuh dicatat sebagai total mikroba.

5.3.1.4 Viskositas

Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam wadah


kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer.
Viskositasnya (cp) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi.

5.3.1.5 Ukuran dan Distribusi Globula

Masing-masing konsentrasi skin lotion diletakan diatas preparat


dengan kaca penutup. Amati ukuran dan distribusi partikel-partikel bahan
penyusun yang digunakan pada pembuatan emulsi dengan menggunakan
mikroskop cahaya menggunakan perbesaran tertentu.

5.3.2 Uji Sensori (Kesukaan)


Uji sensori merupakan identifikasi, pengukuran secara ilmiah,
analisis dan interpretasi dari elemen-elemen pada suatu produk yang
dapat dirasakan oleh panca indera (penglihatan dan sentuhan). Uji sensori
pada penelitian ini menggunakan uji penerimaan atau uji hedonik yang
bertujuan untuk mengevaluasi daya terima atau tingkat kesukaan panelis
terhadap produk yang dihasilkan. Skala hedonik yang digunakan berkisar
antara 1-7 dimana: (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak
suka; (4) normal; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka (Carpenter et al.
2000).
Uji sensori bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap produk skin lotion yang dihasilkan dengan cara meraba produk
dengan ujung jari kemudian mengoleskannya ke tangan, mencium dengan
hidung, dan melihat produk.
Dalam uji ini panelis diminta untuk menilai produk sesuai dengan
tingkat kesukaan dan ketidaksukaannya terhadap produk hand and body
cream dengan skala numerik, 1 adalah sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3
netral, 4 suka, dan 5 sangat suka. Hal-hal yang diuji meliputi
homogenitas, warna, bau, kesan lengket di tangan, dan rasa hangat pada
kulit. Contoh kuisoner disajikan pada lampiran 1.

5.4 Rancangan Percobaan (Steel dan Torie 1991)

Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor dengan
tiga kali ulangan untuk masing-masing perlakuan. Faktor yang dikaji pengaruhnya
adalah sebagai berikut :
A1 : skin lotion dengan konsentrasi 4% oleoresin jahe
A2 : skin lotion dengan konsentrasi 8% oleoresin jahe
A3 : skin lotion dengan konsentrasi 12% oleoresin jahe
A4 : skin lotion dengan konsentrasi 16% oleoresin jahe

Model matematis rancangan percobaan yang dipakai adalah sebagai berikut:


Yij = μ + Ai + εij
Dimana :
Yij = Hasil pengamatan lotion ke-j dengan perlakuan ke-i
I = Perbedaan konsentrasi karaginan (4%, 8%,12%, dan 16%)
j = Ulangan dari setiap perlakuan (tiga kali)
μ = Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat

5.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan antara akhir bulan Maret hingga awal bulan Juli
2011 di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor . Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut
(Tabel 7).
Tabel 5. Jadwal Penelitian

No.
5.6 Anggaran Biaya

Dana yang diperlukan pada penelitian ini digunakan untuk membeli beberapa
bahan baku serta biaya administrasi penelitian. Alokasi biaya penelitian juga digunakan
untuk peminjaman alat, penyewaan laboratorium dan administrasi. Biaya yang
dibutuhkan untuk penelitian adalah sebagai berikut (Tabel 6).
Tabel 6. Rincian Biaya Penelitian

No
1 Stu
1 Pe
2 Sur
Lampiran 1. Kuisoner untuk uji hedonik

UJI HEDONIK SKIN LOTION JAHE

No. :
Nama :
Tanggal :
Contoh : skin lotion jahe
Instruksi : oleskan skin lotion jahe ke kulit Anda dan berikan penilaian dalam tabel di bawah
ini.

Kode
No. Parameter
A B C D E F
1 Homogenitas
2 Warna
3 Aroma
4 Kemudahan menyebar
5 Kesan lengket dikulit
6 Rasa hangat dikulit

Nilai : 1 = sangat tidak suka


2 = tidak suka
3 = netral
4 = suka
5 = sangat suka
DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2008. Triethanolamin. Dalam http://en.wikipedia.org [5 Maret 2011].

Anonimb. 1999. Plant Resources Of South East Asia 13 SPICES. PROSEA Foundation, Bogor.
Indonesia [5 Maret 2011]

Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ibrahim F, penerjemah. Jakarta: UI-
Press. Terjemahan dari Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms.

Bramayudha . 2008. Struktur Kulit Manusia. Dalam http://www.insightmagazine.com [5 Maret


2011].

Budavary, Susan (editor). 1996. The Merck Index Twelfth Edition. Merck & Co., INC. New
Jersey.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Kodeks Kosmetik Indonesia Edisi ke-2
Volume I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan R. I. 1978. Formularium Indonesia. Edisi II. Jakarta.

Dickes G. J. dan P. V. Nicholas. 1976. Gas Chromatography In Food Analysis, Butterwoods.,


London Boston.

Doerge RF. 1982. Serbaneka senyawa organik untuk farmasi. Di dalam Wilson, Gilsvold.
1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik Bagian II.
Fatah AM, penerjemah. Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari Wilson and
Gisvold’s Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical Chemistry.

Farida, Mutia Kemala. 2009. Minyak Jahe. Dalam http://mkf-poenya.blog.friendster.com [27


Februari 2011].

Farrel, K. T. 1985. Spices, Condiments and Seasoning. The Avi Publishing Company Inc.
Westport Connecticut, Daytona Beach. Florida.

Fessenden RJ, Fessenden JS. 1982. Kimia Organik. Ed ke-3. Pudjaatmaka AH, penerjemah.
Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Organic Chemistry.

Glicksman M. 1983. Food Hydrocolloids. Florida: CRC Press.

Guenther, E. 1952. The Essential Oils. Van Nostrand Company. Inc., New York 5 : 106-120.
Hayati, E. K. 2005. Pemilihan Metode Pemisahan Untuk Penentuan Konsentrasi Gingerol dan
Pola Respon Fourier Transform Infrared Pada Rimpang Jahe Emprit (Zingiber
officinale Roscoe). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kardarron, Dan. 2009. Jahe. Dalam http://www.asiamaya.com [27 Februari 2011].

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. UI Press, Jakarta

Koswara. S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar harapan, Jakarta.

Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetics Science. Elsevier, Tokyo.

Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloid Aplications. London: Blackie Academic & Professional.

Paimin, F. B dan Murhananto. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Perdagangan Jahe. PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Polo KFD. 1998. A Short Textbook of Cosmeticology. Ed ke-1. Jerman: Verlag fur Chemische
Industrie.

Rieger M. 1994. Emulsi. Di dalam : Lachman et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Ed ke-2. Suyatmi S, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Theory and
Pharmacy Practical Industry. Ed ke-2.

Rieger M. 2000. Harry’s Cosmeticology. Ed ke-8. New York: Chemical Publishing Co Inc.

Rismunandar. 1988. Rempah – Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Rumphius dalam K. Heyne. 1988. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Badan Litbang Kehutanan
Jakarta. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

Sapphire. 2009. Jahe untuk Manfaat Kesehatan. Dalam http://www.sendokgarpu.com [27


Februari 2011].

Schmitt WH. 1996. Skin Care Products. Di dalam: DF Williams and WH Schmitt (Ed). 1996.
Chemistry and Technology of Cosmetics and Toiletries Industry. Ed ke-2. London:
Blackie Academy and Profesional.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari Principles and Procedures of Statistics.

Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Warta Kosmetik. 1995. Sedian Farmasi Edisi Tahun XIX No. 235/1995. Hal 22-23.

Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Penerbit Universitas Indonesia


(UI-Press), Jakatra.
USULAN MASALAH KHUSUS

APLIKASI OLEORESIN JAHE (Zingiber officinale) PADA


PEMBUATAN SKIN LOTION

Oleh :
Ratih Purnamasari
F34070061

2011
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

APLIKASI OLEORESIN JAHE (Zingiber officinale) PADA


PEMBUATAN SKIN LOTION

USULAN MASALAH KHUSUS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Melaksanakan Penelitian


Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :

RATIH PURNAMASARI
F34070061

Disetujui,
Bogor, Maret 2011

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.sc. Agr.


Pembimbing Akademik

Você também pode gostar