Você está na página 1de 5

Akhlak terhadap sesama manusia dan Akhlak terhadap lingkungan

Akhlak terhadap sesama manusia


Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur'an berkaitan dengan perlakuan sesama
manusia. Petunjuk dalam hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative
seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, tetapi juga
sampai kepada menyakiti hati dengan cara menceritakan aib sesorang dibelakangnya, tidak
perduli aib itu benar atau salah. Dalam hal ini Allah berfiman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah
ayat 263 yakni:
 )٢٦٣ : ‫قول معروف ومغفرة خير من صدقة يتبعها اذى وهللا غني حليم (البقر ة‬
Artinya: "Perkataan yang baik dan pemberian ma'af, lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerimanya), Allah Maha Kaya Lagi Maha Penyantun.(al-
Baqarah :263)
Di sisi lain Al-Qur'an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara wajar. Tidak
masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang
dikeluarkan adalah ucapan yang baik, hal ini dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 24 yakni :
 )٢٤ : ‫يوم تشهد عليهم السنتهم وايديهم وارجلهم بما كانو يعملون (النور‬
Artinya: "Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjaka (An-Nur : 24). 

Akhlak terhadap lingkungan


Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang,
tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tidak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur'an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman,
pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau
memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada
makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut mampu menghormati proses yang sedang berjalan, dan terhadap
proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertangung jawab, sehingga
ia tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri
manusia itu sendiri.
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh Allah
SWT, dan menjadi milik-Nya, serta kesemuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya.
Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semunya adalah "umat"
Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik

Sumber: http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1973693-akhlak-terhadap-
sesama-manusia-dan/#ixzz1OgVRLauu
Akhlaq Seorang Muslim Terhadap Pemerintah
Posted on Selasa,1 Maret 2011 by as sunnah madiun

Pada edisi kali ini redaksi mengangkat tema tentang akhlak seorang muslim terhadap
pemerintah. Kami mengangkat tema tersebut dengan menyadur secara bebas dari ceramah ilmiah
yang disampaikan Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed dalam pengajian akbar dengan tema
yang sama pada hari Ahad, 31 Mei 2009 M/6 Jumadal Akhirah 1430 H di Masjid Agung Baitul
Hakim Madiun. Semoga sajian dalam dua kajian ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca.
Kajian Pertama
Para ulama menyatakan bahwa manusia bila tidak meng-hormati dan memuliakan pemerintahnya
maka akan rusak kehidupan dunia mereka. Sedangkan bila mereka tidak menghormati dan
memuliakan para ulamanya maka akan rusak kehidupan agama mereka. Sehingga para penguasa
(umara) dan ulama merupakan dua komponen yang harus kita hormati dan muliakan.
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah mengingatkan dalam sabda-nya (artinya) :
“Wajib bagi kalian untuk bersama Al Jama’ah dan hati-hatilah kalian dari perpecahan (diantara
kaum muslimin). Sesungguhnya syaithan itu bersama orang yang berpisah dari Al Jama’ah dan
dia terhadap dua orang lebih jauh…”.
Adapun makna Al Jama’ah sendiri ada dua macam :
1. Kebenaran yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadits/As Sunnah berserta orang-orang
yang berpegang teguh dengan keduanya.
2. Kaum muslimin beserta para penguasanya/pemerintah.
Berkaitan dengan macam kedua maka kita diwajibkan untuk berjalan bersama penguasa dan
tetap mentaati peraturan dan hukum mereka selama dalam kebaikan (ma’ruf). Dengan demikian
akan terwujud persatuan dan kekuatan kaum muslimin. Akan tetapi bila kita tidak mentaati
mereka (para penguasa) maka akan muncul perpecahan dan kerusakan. Lihatlah ketika masing-
masing kelompok menganggap pemimpin mereka sebagai penguasa! Tentu akan timbul
perpecahan. Demikian pula ketika muncul para Khawarij (pemberontak) yang melawan
penguasa, maka akan muncul perpecahan bahkan pertumpahan darah sesama kaum muslimin dan
kehancuran negeri-negeri kaum muslimin.
Allah Ta’ala melarang kita untuk bercerai-berai dan berpecah-belah. Dia berfirman (artinya) :
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih setelah datang
keterangan-keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan
mendapatkan adzab yang besar.” (Ali Imran : 105).
Adapun makna perpecahan juga ada dua macam sebagaimana makna Al Jama’ah :
1. Kebatilan dan orang-orang yang mengikutinya.
2. Orang-orang yang memisahkan diri mereka dari kaum muslimin dan peng-uasanya.
Kemunculan para penentang dan pem-berontak yang melawan penguasa me-rupakan sebab
berkurangnya nikmat ukhuwwah (kebersamaan) kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman
(artinya) :
“Dan berpegang teguhlah kalian terhadap tali agama Allah dan janganlah kalian berpecah belah.
Dan ingatlah kalian terhadap nikmat Allah tatkala kalian saling bermusuhan kemudian Allah
persatukan hati kalian sehingga kalian menjadi bersaudara.” (Ali Imran : 103).
Ketahuilah bahwasanya persatuan kaum muslimin dengan pemerintahnya akan mendatangkan
rahmat Allah. Sedangkan perpecahan akan menda-tangkan adzab-Nya. Rasulullah J ber-sabda
(artinya) :
“Persatuan itu rahmat dan perpecahan itu adzab.” (Ahmad dan Ibnu Abi Ashin).
Perpecahan yang terjadi pada negeri kaum muslimin yang diakibatkan muncul-nya para
pemberontak walaupun dengan dalih mendirikan negara Islam atau menegakkan syariat Islam,
sebenarnya sangat dimanfaatkan orang-orang kafir. Sehingga tidak mengherankan bila para
pemberontak itu justru didukung negara-negara kafir. Tentu saja orang-orang kafir sama sekali
tidak menginginkan dengan dukungan itu akan terwujud sebuah negara Islam atau tegaknya
syariat Islam. Akan tetapi yang mereka inginkan adalah pertumpahan darah sesama kaum
muslimin dan hancurnya negeri-negeri Islam.
Perlu untuk diingat bahwa Rasulullah J bersabda (artinya) :
“Barangsiapa keluar dari ketaatan terhadap penguasanya dan berpisah dari mereka lalu mati
dalam keadaan seperti itu maka dia mati jahiliyah.” (Muslim).
Juga perlu diketahui bahwa kemun-culan para pemberontak pada awalnya dimulai dengan
percikan-percikan api berupa su’udzhan (berprasangka buruk) dan ghibah (menceritakan
kejelekan-kejelekan) para penguasa di berbagai media massa. Padahal Allah Ta’ala ber-firman
(artinya) :
“Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian
dari prasangka itu adalah dosa. Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan sebagian
kalian menceritakan kejelekan (ghibah) sebagian yang lain”. (Al Hujuraat : 12). Maka hendaknya
semenjak dini para penguasa segera mencegah percikan-percikan api tadi sebelum berkobarnya
api-api pemberontakan dan kekacauan.
Kita perlu bertanya kepada para penentang dan pemberontak penguasa :
“Apa yang telah kalian hasilkan dari pemberontakan yang kalian lakukan?”. Ternyata hasilnya
adalah tertumpahnya darah kaum muslimin dalam jumlah yang sangat besar sebagaimana yang
pernah terjadi di Sudan. Atau hilangnya beberapa syiar Islam seperti di majelis-majelis taklim
dan shalat berjama’ah di masjid-masjid sebagaimana yang sempat terjadi di Aljazair.
Kita juga perlu bertanya :
“Apakah bila pemberontakan yang kalian lakukan itu berhasil menggulingkan penguasa akan
memunculkan seorang pemimpin yang lebih baik dari sebe-lumnya?”. Ternyata tidak berbeda
jauh. Kapan akan ada pemimpin yang sempurna dan tidak memiliki kekurangan!? Akan adakah
pemimpin yang bisa diridhai semua pihak!?
Sekalipun kita melihat adanya kenya-taan bahwa para penguasa memiliki ke-kurangan bahkan
kejahatan maka tetap dilarang untuk kita memberontak mereka selama mereka beragama Islam.
Rasulullah J bersabda (artinya) :
“… Kemudian kelak akan muncul para penguasa yang hati kalian tidak tenang dan kulit kalian
merinding (karena me-nyaksikan kejahatan mereka).” Lalu seseorang berdiri dan berkata :
“Apakah kita tidak melawan mereka?” Beliau menjawab : “Jangan, selama mereka masih
menegakkan shalat (beragama Islam).” (Ahmad dan Ibnu Abi Ashim).
Kita memang tidak ridha dan mem-benci kejahatan yang mereka lakukan. Namun hal demikian
tidak kemudian kita lampiaskan dengan perlawanan kepada penguasa sekalipun “hanya” dengan
demontrasi. Lebih-lebih pemberontakan.
Kajian Kedua
Sekian banyak sabda Rasulullah J yang memerintahkan untuk tetap bersama Al Jama’ah dan
larangan untuk berpecah belah atau berpisah darinya.
Namun perlu untuk kita ketahui tentang ucapan para ulama khususnya para sahabat radhiyallahu
‘anhum berkaitan sabda-sabda tadi.
Diantaranya ucapan Umar bin Al Khaththab kepada Suwaid bin Ghafa-lah:
“Bisa jadi engkau akan hidup panjang setelahku sehingga akan engkau saksikan kejahatan para
pnguasa. Maka dengar dan taatilah mereka sekalipun mereka adalah bekas budak. Bila mereka
men-dzalimi dan memukul punggungmu maka tetap bersabarlah. Namun bila mereka
memerintahmu untuk merusak agamamu maka katakanlah : “Dengar dan taat dalam urusan
darahku namun tidak dalam urusan agamaku”. Tetaplah engkau jangan memisahkan diri dari Al
Jama’ah.”
Abu Umamah Al Bahili pernah ber-kata kepada Abu Ghalib :
“… Wajib bagimu untuk mengikuti As Sawaadul A’dham (kaum muslimin dan penguasanya).”
Lalu dikatakan kepada beliau: “Engkau tentunya telah tahu tentang kejelekan yang ada pada para
penguasa.” Beliau menjawab : “Ya, aku tahu tentang itu. Namun kewajiban yang mestinya
mereka emban merupakan tanggung jawab mereka di hadapan Allah. Sedangkan kewajiban yang
mestinya kalian tunaikan merupakan tanggung jawab kalian di hadapan Allah”.
Kejahatan para penguasa mestinya jangan dibalas dengan kejahatan atau dosa dari kita berupa
menentang dan memberontak. Tetapi yang justru kita lakukan adalah menasehati mereka dan
mendoakan kebaikan/hidayah bagi me-reka. Rasulullah J bersabda (artinya) : “Barangsiapa
memiliki nasehat kepada penguasanya maka hendaknya dia pegang tangannya (artinya tidak di
depan umum-red). Bila penguasa itu menerima nasihat tersebut maka itu yang diharapkan.
Namun bila dia tidak menerima maka telah lepas sebuah tanggung jawab.”
Al Imam Al Fudhail bin ‘Iyyadh rahi-mahullah berkata : “Kalau seandainya aku memiliki satu
doa yang dikabulkan Allah maka akan aku panjatkan untuk kebaikan penguasa.” Kemudian
ditanyakan kepada beliau : “Kenapa demikian?” Beliau menja-wab : “Kalau aku memanjatkan
doa terse-but untuk diriku maka aku saja yang men-jadi bailk. Namun bila aku memanjatkan doa
tersebut untuk penguasaku maka seluruh rakyat (termasuk aku) akan menjadi baik.

Akhlak terhadap sesama manusia dan Akhlak terhadap lingkungan


Akhlak terhadap sesama manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur'an berkaitan dengan perlakuan sesama
manusia. Petunjuk dalam hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negative
seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, tetapi juga
sampai kepada menyakiti hati dengan cara menceritakan aib sesorang dibelakangnya, tidak
perduli aib itu benar atau salah. Dalam hal ini Allah berfiman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah
ayat 263 yakni:
 )٢٦٣ : ‫قول معروف ومغفرة خير من صدقة يتبعها اذى وهللا غني حليم (البقر ة‬
Artinya: "Perkataan yang baik dan pemberian ma'af, lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerimanya), Allah Maha Kaya Lagi Maha Penyantun.(al-
Baqarah :263)
Di sisi lain Al-Qur'an menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara wajar. Tidak
masuk kerumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang
dikeluarkan adalah ucapan yang baik, hal ini dijelaskan dalam surat an-Nur ayat 24 yakni :
 )٢٤ : ‫يوم تشهد عليهم السنتهم وايديهم وارجلهم بما كانو يعملون (النور‬
Artinya: "Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap
apa yang dahulu mereka kerjaka (An-Nur : 24). 

Akhlak terhadap lingkungan


Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang,
tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang tidak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur'an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan
sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman,
pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau
memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada
makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut mampu menghormati proses yang sedang berjalan, dan terhadap
proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertangung jawab, sehingga
ia tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri
manusia itu sendiri.
Binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya di ciptakan oleh Allah
SWT, dan menjadi milik-Nya, serta kesemuanya memiliki ketergantungan kepada-Nya.
Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa semunya adalah "umat"
Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.

Sumber: http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1973693-akhlak-terhadap-
sesama-manusia-dan/#ixzz1OgVz5Zia

Você também pode gostar