Você está na página 1de 9

HARM REDUCTION DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN : URGENSI DAN KEMUNGKINAN PENERAPANNYA Rias Tanti *)

PENDAHULUAN

Meningkatnya

peredaran

narkotika

psikotropika

dan

obat-obatan

terlarang

(selanjutnya disebut narkoba) dan peningkatan populasi pengguna narkoba di masyaraat secara langsung berhubungan dengan peningkatan jumlah populasi tahanan dan narapidana yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba di Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disebut Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (selanjutnya disebut Rutan). Hingga pertengahan Agustus 2006, jumlah tahanan dan narapidana (selanjutnya disebut sebagai warga binaan) Lapas dan Rutan di Indonesia secara keseluruhan berjumlah 116.200 orang. Dari jumlah tersebut, 25.096 atau sekitar 24.45%-nya merupakan warga binaan terkait dengan kasus narkoba. Sebanyak 19.123 (16,2%) dari jumlah tersebut masuk kategori pengguna atau pecandu dan 5.647 orang pengedar, serta 326 sisanya berstatus produsen (Sadar BNN, September 2006).

Keadaan tahun 2007 tidak jauh berbeda. Proporsi warga binaan yang tersangkut kasus narkoba makin meningkat. Menurut Direktur Bina Khusus Narkotika Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI seperti yang dikutip oleh Antara News, dari kurang lebih 124.000 jumlah warga binaan Lapa, 30%-nya terkait kasus narkoba, dan 70% dari jumlah tersebut masuk kategori pengguna (http://www.antara.co.id)

Besarnya jumlah tahanan dan narapidana yang terkait dengan penggunaan (pecandu) narkoba juga membawa masalah tersendiri di dalam Lapas dan Rutan. Bukan tidak mungkin, tahanan dan narapidana akan meneruskan kecanduannya

(ketergantungannya pada narkoba) di lapas sehingga jumlah pemakai narkoba di lapas pun akan meningkat. Tingginya angka pemakai/pecandu akan berakibat pada makin tingginya permintaan/kebutuhan akan narkoba (drug demand) dan bukan tidak
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum dan HAM RI rstanti@yahoo.com
*)

mungkin pula, hokum pasar akan berlaku di Lapas ; tingginya permintaan (demand) akan narkoba diikuti pula dengan tingginya penawaran (supply) sehingga bukan tidak mungkin pula, peredaran narkoba akan marak terjadi di lapas.

Karena masih belum diberlakukannya secara ketat pemisahan blok dan kamar antara warga binaan kategori pemakai narkoba dan pelaku kejahatan lain, bisa jadi pula, peredaran narkoba di lapas tidak hanya akan berputar di sekitar para tahanan dan narapidana terkait kasus narkoba, tetapi menular juga pada tahanan dan narapidana yang pada awalnya bukan pemakai narkoba. Dengan demikian, lapas sangat mungkin akan menjadi lahan subur bagi penyebaran dan peningkatan jumlah pemakai atau pecandu narkoba dan bahkan menjadi sarang yang aman dan nyaman bagi para pemakai dan pengedarnya.

Permasalahan-permasalahan yang terkait dengan peredaran dan penggunaan narkoba di masyarakat (seperti meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, hepatitis B dan C, serta penyakit menular lain yang berhubungan dengan penggunaan narkoba) rentan pula terjadi di Lapas. Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI menyebutkan bahwa peringkat pertama penyebab kematian warga binaan pemasyarakatan yang terbesar adalah penyakit yang diakibatkan atau dipicu oleh HIV/AIDS. Angka kematian di Lapas dan Rutan seluruh Indonesia tahun 2007 adalah sejumlah 724 orang. 362 atau 50% dari kematian tersebut adalah kematian yang disebabkan atau dipicu oleh HIV/AIDS. (Jawaban Menteri Hukum dan HAM RI atas Pertanyaan Komisi III DPR RI, tanggal 12 Pebruari 2007:11)

Kemudian jika ditelusuri lebih jauh, dari warga binaan lapas yang meninggal akibat/dipicu oleh HIV/AIDS tersebut, sebagian besar patut diduga berkaitan dengan penggunaan narkoba, terutama pemakaian narkoba dengan jarum suntik (Injection Drug User/IDU). Data tahun 2006, dari sejumlah 813 warga binaan lapas yang meninggal, 70-75% adalah warga binaan dengan kasus narkoba. (http//www.aidsina.org)

Tingginya pengidap HIV/AIDS dan penyakit menular lain terkait narkoba disertai dengan kondisi lapas dan rutan (overcrowding, budaya lapas ; adanya hierarki kekuasaan/power hierarchy yang potensial bagi terjadinya bullying dan forced sex, minimnya dana) sangat potensial menjadikan lapas sebagai tempat bagi terjadinya penularan HIV/AIDS. Rantai penularan akan berputar dari masyarakat luar lapas (dibawa oleh tahanan dan narapidana yang semula telah mengidapnya) ke dalam lapas dan diteruskan kembali ke masyarakat oleh narapidana baik yang semula telah mengidapnya maupun oleh narapidana yang tertular penyakit di dalam lapas. Rantai penularan akan terus berlangsung dan akan meningkatkan jumlah pengidap HIV/AIDS, hepatitis, dan penyakit menular lain (communicable diseases) di lapas dan di masyarakat.

Karena penyebaran HIV/AIDS di Lapas dapat dan telah berlangsung dengan relative cepat, pendekatan untuk menahan serta menghalangi laju penyebaran tersebut telah diteliti dan dikaji di banyak negara. Yang muncul kemudian, baik di negara maju maupun di negara berkembang, adalah pendekatan Pengurangan Dampak Buruk Narkoba.

Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini mengangkat permasalahan : Seberapa penting dan bagaimana kemungkinan penerapan program harm reduction di lembaga pemasyarakatan. Dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menjajagi dan menguraikan tingkat urgensi dan kemungkinan penerapan program harm reduction di lapas. Teori Di banyak negara, strategi penanganan masalah yang berkaitan dengan penggunaan dan peredaran narkoba di lapas (prison drug strategy) tidak hanya ditekankan pada upaya pencegahan peredaran narkoba di lapas ( upply reduction) s tetapi diikuti pula dengan upaya penyembuhan untuk menghilangkan keinginan

memakai narkoba (demand reduction) yang menekankan pada upaya penanganan secara medis (health care provision), harm reduction dan treatment programmes dengan melibatkan tenaga tenaga profesional dari berbagai disiplin ilmu (multy disciplinary working). (http://www.heuni.fi/uploads/f0gyxe5.pdf) Harm reduction (upaya pengurangan dampak) menjadi hal penting bagi upaya penanganan narapidana kasus narkoba di Lapas dan Rutan. Harm reduction strategy yang umumnya dilakukan di lapas adalah berupa program edukasi (penyuluhan) tentang bahaya narkoba dan penyakit resiko penyakit menular yang menyertainya, perilaku seks yang sehat dan aman. Di banyak negara upaya harm reduction meliputi pula penyediaan kondom, alat suntik, dan bleach untuk menstrerilkan jarum suntik dan alat bantu pakai narkoba lain selain upaya upaya prevensi masuknya narkoba ke dalam lingkungan lapas. Kebijakan pengurangan dampak buruk didasari oleh pandangan pragmatis bahwa peredaran dan penggunaan narkoba diakui atau tidak, masih dan dapat terjadi di lapas. Pengurangan dampak buruk ditempuh melalui upaya penyediaan kondom dan pelicin, penyediaan jarum suntik dan pemutih (bleach) sebagai pencuci hama alat suntik, program pengalihan narkoba (methadone programme) dan pendidikan atau penyuluhan penggunaan alat suntik secara aman. Upaya pencegahan dan pengurangan dampak juga berkaitan dengan upaya pencegahan penularan penyakit menular akibat penggunaan narkoba. Upaya pencegahan dampak diperlukan manakala penghentian konsumsi narkoba tidak dapat dikurangi atau dihentikan seketika. Karena fungsinya tersebut, maka program program pengurangan dampak sampai saat ini masih menjadi perdebatan dan kontroversi. Upaya pengurangan dampak, seringkali dianggap sebagai legalisasi atas pengggunaan narkoba itu sendiri. Di banyak negara, program pengurangan dampak buruk dapat diberlakukan, tetapi labih banyak lagi yang masih menolak program. Program pengurangan dampak buruk juga terkendala karena umumnya administratur lapas menolak atau tidak mengakui bahwa terjadi peredaran dan penggunaan narkoba (terutama dengan alat suntik) di lapas. (http://www.aids-ina.org) METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, menggambarkan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta fakta yang nampak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner. Diajukan pertanyaan baik kepada petugas (sejumlah 392 orang) maupun kepada narapidana (sejumlah 840 orang) pada 14 Lapas di 14 propinsi di Indonesia. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2007. HASIL DAN PEMBAHASAN Besarnya jumlah tahanan dan narapidana yang terkait dengan penggunaan (pecandu) narkoba juga membawa masalah tersendiri di dalam Lapas dan Rutan. Bukan tidak mungkin, tahanan dan narapidana pe candu narkoba akan meneruskan kecanduannya (kebiasaannya memakai narkoba) di lapas sehingga jumlah pemakai narkoba di lapas pun akan meningkat. Tingginya angka pemakai/pecandu akan berakibat pada tingginya permintaan/kebutuhan akan narkoba (drug demand) dan bukan tidak mungkin pula, hukum pasar akan berlaku pula di lapas ; tingginya permintaan (demand) akan narkoba diikuti pula dengan tingginya penawaran (suply), sehingga bukan tidak mungkin pula, peredaran narkoba akan marak terjadi di lapas. Karena masih belum diberlakukannya secara ketat pemisahan blok atau kamar antara warga binaan dengan status pemakai narkoba dan pelaku kejahatan lain, peredaran narkoba di lapas, bisa jadi pula, tidak hanya berputar di sekitar para tahanan dan narapidana yang terkait dengan kasus narkoba, tetapi menular pula pada tahanan dan narapidana yang pada awalnya bukan pemakai narkoba. Dengan demikian, lapas sangat mungkin akan menjadi lahan yang subur bagi penyebaran dan peningkatan jumlah pemakai atau pecandu narkoba dan bahkan menjadi sarang yang aman dan nyaman bagi para pemakai dan pengedarnya. Program harm reduction menjadi sesuatu yang penting untuk diterapkan

ketika pemakaian narkoba tidak atau belum dapat dihentikan. Untuk menjajagi kemungkinan masih dimungkinkannya peredaran dan penggunaan narkoba tersebut, kepada responden (baik petugas maupun narapidana) diajukan pertanyaan yang hasilnya tersaji dalam table berikut :

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Pernyataan Kemungkinan peredaran narkoba di dalam Lapas Kemungkinan penggunaan narkoba di dalam Lapas Kemungkinan penggunaan narkoba dengan alat suntik di dalam Lapas Kemungkinan penggunaan alat suntik secara bergantian di dalam Lapas Kemungkinan penggunaan alat bantu pakai narkoba tanpa sterilisasi Kemungkinan terjadinya hubungan seks di dalam Lapas Kemungkinan terjadinya hubungan seks sesama jenis di dalam Lapas Kemungkinan Umum

Responden P N P N P N P N P N P N P N P N

Tingkat Kemungkinan 56.71% 56.67% 58.57% 59.17% 55.71% 48.50% 55.71% 48.17% 56.07% 55.50% 50.00% 49.33% 61.79% 56.17% 56.22% 53.50%

Setelah melalui proses pengolahan data dengan menggunakan program SPSS, didapat skor capaian mengenai hal hal yang berkaitan dengan pentingnya harm reduction di lapas/rutan sebagai berikut :
No. 1 Pernyataan 1 Kemungkinan terjadinya penularan HIV/AIDS dan hepatitis antar sesama penghuni Kemungkinan terjadinya penularan HIV/AIDS dari napi kepada petugas Kemungkinan terjadinya penularan HIV/AIDS dari masyarakat (pembesuk) kepada napi Kemungkinan terjadinya penularan HIV/AIDS dan hepatitis dari napi kepada masyarakat di luar Lapas Kemungkinan penyediaan kondom secara legal dan terkontrol bagi napi Kemungkinan penyediaan alat suntik secara legal dan terkontrol bagi napi Jumlah 2 8 2 Skor 3 19 23 4 4 5 56 66.79% 13 13 8 56 58.93% 8 6 11 56 54.64% 7 6 12 56 55.36% 5 11 10 56 53.21% 8 3 10 56 50.00% 60 (17.86%) 62 (18.45%) 55 (16. 37) 336 (100%) Jumlah

Tingkat Kemungkinan 10 12

Tingkat Kemungkinan 12 19

Tingkat Kemungkinan 12 19

Tingkat Kemungkinan 20 10

Tingkat Kemungkinan 16 19

Tingkat Kemungkinan 72 (21.43%) 87 (25.89%)

Sumber data : hasil pengolahan kuesioner penelitian

Keterangan : P = Petugas, N = Narapidana

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum sebaran pendapat responden pada setiap skor cukup merata dan tidak ada skor yang cukup mencolok. Demikian juga hampir tidak ada perbedaan yang berarti antara pendapat atau jawaban petugas dan jawaban atau pendapat narapidana. Hampir pada semua item pertanyaan, skor capaian berada pada kategori cukup mungkin (kisaran antara 41,00% sampai dengan 60.00%). Dengan skor capaian tersebut dapat dikatakan pula bahwa urgensi harm reduction berada pada tingkatan cukup perlu atau cukup mendesak untuk dilakukan. Pertanyaan pertanyaan lain yang berkaitan dengan harm reduction disajikan pada tabel berikut : Item item pertanyaan di atas diajukan untuk mengidentifikasi urgensi tindakan harm reduction di Lapas. Secara umum sebagian besar responden berpendapat bahwa kemungkinan kemungkinan terjadinya hal hal yang mengarahkan pada kebijakan menerapkan harm reduction di Lapas adalah mungkin terjadi (25.89%). Akumulasi jumlah responden yang berpendapat bahwa hal hal yang ditanyakan cukup mungkin terjadi sampai sangat mungkin terjadi adalah sebesar 52.68%. Besaran prosentase tersebut dapat dikatakan cukup memadai untuk menghasilkan kebijakan penerapan harm reduction di Lapas. Dampak yang sangat perlu diwaspadai dari penggunaan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian dan tanpa proses sterilisasi adalah terjadinya penularan HIV/AIDS dan hepatitis serta penyakit menular lain diantara para napi. Kemungkinan terjadinya hal tersebut menurut responden adalah sebesar 66.79%. Angka tersebut menunjukkan bahwa tingkat penularan HIV/AIDS, hepatitis, dan penyakit menular lain yang berkaitan dengan pemakaian narkoba di Lapas sudah cukup

memprihatinkan. Karena itu, tindakan harm reduction berupa pertukaran jarum suntik (penyediaan jarum suntik dan sterilisasi) serta penyediaan kondom, sebenarnya sudah saatnya untuk dipikirkan. Sedangkan pada pertanyaan yang langsung menyangkut pada tindakan harm reduction, yaitu tindakan penyediaan kondom dan pertukaran jarum suntik, angka yang dihasilkan menunjukkan bahwa responden berada pada posisi ragu ragu,

dimana pada item pertanyaan tentang kemungkinan penyediaan kondom, tingkat capaiannya adalah sebesar 53.21% dan kemungkinan penyediaan jarum suntik tingkat capaiannya sebesar 50.00%. angka tersebut menunjukkan bahwa pendapat responden mengenai kemungkinan penerapan kedua tindakan tersebut benar benar terbelah menjadi dua. Sebagian responden berpendapat perlu atau memungkinkan untuk diterapkan, sedangkan sebagian yang lain memandang belum perlu atau belum memungkinkan untuk dilaksakan di Lapas. Sama seperti di masyarakat pada umumnya, penerapan program harm reduction di Lapas juga masih menjadi hal yang kontroversial. Walaupun secara nyata sebenarnya program tersebut dibutuhkan, tetapi upaya penerapannya masih sangat diperdebatkan. Fakta bahwa keberadaan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di dalam Lapas yang terus bertambah jumlahnya yang mencerminkan tingginya kemungkinan penularan HIV/AIDS di Lapas masih belum cukup menjadi alasan bagi penerapannya. Keberadaan ODHA di Lapas menjadi alasan yang cukup kuat bagi penerapan harm reduction di Lapas dengan titik penekanan sebagai upaya pencegahan penularan dan perawatan, dan sebagai upaya untuk menekan tingginya angka kematian di Lapas. Dengan demikian, Poliklinik bagi ODHA sebenarnya sudah menjadi kebutuhan di Lapas. Program penyediaan kondom dan alat pelumas (lubricant) sulit untuk diterapkan karena kontroversi legalisasi sex menyimpang dan sex bebas di Lapas. Penyediaan kondom dan pelumas dianggap sebagai tindakan melegalkan sex menyimpang dan sex bebas yang melanggar norma susila dan norma agama. Demikian pula dengan penyediaan jarum suntik dan cairan pensteril (bleach). Penyediaan keduanya dianggap sebagai legalisasi penggunaan narkoba dan tindakan pembiaran atas terjadinya penggunaan narkoba. Penerapan program tersebut juga dengan sendirinya akan menegaskan bahwa narkoba masih bisa didapatkan di Lapas. Fakta bahwa peredaran dan penggunaan narkoba m asih sangat mungkin terjadi di Lapas, belum cukup menjadi alasan bagi penerapan kedua program tersebut. Alasan lain mengapa kedua program di atas sulit dilaksanakan terletak pada masalah pengawasan penggunaan dan pendistribusiannya. Penentuan siapa yang

berhak mendapatkan, siapa yang berwenang mendistribusikan, kapan dan bagaimana pendistribusiannya masih menjadi hal yang sangat rumit untuk dilakukan. Program harm reductions yang masih mungkin untuk dilaksanakan di Lapas adalah program penggantian konsumsi opiate dengan obat sntesis pengganti yang memiliki efek yang sama namun memiliki efek merusak yang minim ( ethadone M Program). Namun karena keterbatasan dana, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, program yang sebenarnya tidak terlalu menimbulkan ko ntroversi ini pun masih belum dapat dilaksanakan secara penuh di Lapas. Program pencegahan dan pengurangan dampak yang sama sekali tidak menimbulkan kontroversi adalah tindakan dalam bentuk pemberian informasi, edukasi, dan komunikasi. Tindakan tersebut dalam konteks Lapas dapat dilakukan baik secara individual maupun kelompok melalui kegiatan diskusi dan penyuluhan. Karena rendahnya kemungkinan penolakan atas program program yang berhubungan dengan pemberian informasi, edukasi, dan komunikasi ini, maka sudah selayaknya program program tersebut lebih diintensifkan pelaksanaannya.

Você também pode gostar