Você está na página 1de 17

METODE PEMISAHAN DAN PEMURNIAN SENYAWA ORGANIK DENGAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) Sebagai tugas mata kuliah

Pemisahan dan Pemurnian Senyawa Organik

Disusun oleh : Khoirun Nisyak Mega Nurjayanti Moch. Lutfi Suharianto Nur Anggara Putra Riskha Oktirisa Vindi Puspita Sari Winda Yulia K 0810920046 0810920048 0810920049 0810920054 0810920063 0810920066 0810920067

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh TSWEET, telah menggunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna dan nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu fasa tetap (stasionary) dan yang lain fasa bergerak (mobile), pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini . Senyawa pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi sendiri diantara fasa-fasa bergerak dan tetap dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985). Kromatografi lapis tipis merupakan jenis kromatografi yang dapat digunakan untuk menganalisis senyawa secara kualitatif maupun kuantitatif (Sumarno, 2001). Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir (fase diam) ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Stahl,1985). Keuntungan menggunakan kromatografi ini adalah bercak zat yang terjadi sesudah dikromatografi tidak banyak melebar dibanding bercak semula. Sehingga hanya sedikit saja yang diperlukan dan waktu yang diperlukan untuk elusi lebih singkat. Mekanisme pemisahannya terjadi interaksi antara solut dengan fase diam, bila interaksi adsorbsi yang terjadi antara solut dengan fase diam sangat kuat maka solut tertahan lebih lama pada fase diam. Pemilihan fase gerak baik tunggal

maupun campuran tergantung solut yang dianalisis dan fase diam yang digunakan. Bila fase diam telah ditentukan maka memilih fase gerak dapat berpedoman pada kekuatan elusi fase gerak (Sumarno, 2001). Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan. Disamping menghasilkan pemisahan yang baik, juga membutuhkan waktu yang lebih cepat (Sastrohamidjojo, 1985). Berdasarkan uraian ini, maka kromatografi lapis tipis merupakan suatu metode analisis kimia yang penting dalam pemisahan senyawa. Akan tetapi, materi mengenai hal ini belum dipahami oleh mayoritas mahasiswa kimia. Oleh karena itu, penulis berminat untuk mengkaji kromatografi lapis tipis dalam makalah ini.

1.2. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang dikaji dalam makalah ini antara lain: y y y Apa pengertian kromatografi lapis tipis? Bagaimana prinsip kerja kromatografi lapis tipis? Bagaimana prosedur kerja pada pemisahan sampel menggunakan

kromatografi lapis tipis? y Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemisahan komponen dengan kromatografi lapis tipis? y y Apa kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis? Bagaimana aplikasi kromatografi lapis tipis dalam bidang pemurnian dan pemisahan senyawa organik

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami mengenai kromatografi lapis tipis sehingga dapat mengaplikasikannya.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Gel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Gel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan gel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Gel silica memiliki pori yang banyak, luas permukaan yang besar, mampu mengadsorpsi dengan kuat, banyak komponen polar yang mudah terserap, dan dipengaruhi oleh ikatan hidrogen yang terbentuk antara permukaan gel silica dengan gugus fungsi analit.

Gambar 1. Bagian dari permukaan silica ().

Gambar 2. Struktur Silika (SiO2 .xH2O)n (). Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercakbercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa apabila disinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.

Gambar 3.Bercak yang ditimbulkan sinar UV Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, harus dilakukan penandaan posisi-posisi dari bercak-bercak dengan menggunakan pensil dan melingkari daerah

bercak-bercak itu. Ketika sinar UV dimatikan, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali.

2.2. Prinsip Kerja KLT Kromatografi lapis tipis ini dibedakan menjadi 2 kelas, yaitu : 1. Normal Phase Fase diam yang digunakan bersifat polar, misalnya gel silika, dan untuk fase geraknya adalah pelarut organik atau campuran pelarut organik yang bersifat kurang polar dari fase diamnya. 2. Reversed Phase Fase diam yang digunakan adalah silika yang berikatan dengan senyawa organik, misalnya asam alifatik rantai panjang seperti C-18 dan fase geraknya adalah campuran air dan pelarut organik yang lebih polar dari fase diamnya. Pada kromatografi lapis tipis, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip like dissolved like (Kantasubrata, 1993). Pada proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis, terjadi hubungan kesetimbangan antara fase diam dan fasa gerak, dimana ada interaksi antara permukaan fase diam dengan gugus fungsi senyawa organik yang akan diidentifikasi yang telah berinteraksi dengan fasa geraknya. Kesetimbangan ini dipengaruhi oleh 3

faktor, yaitu : kepolaran fase diam, kepolaran fase gerak, serta kepolaran dan ukuran molekul.

Gambar 4. Kesetimbangan yang terjadi pada KLT

2.3. Prosedur Kerja Pemisahan dengan KLT Pada kromatografi lapis tipis, fasa diam berupa plat yang biasanya disi dengan silica gel. Sebuah garis pensil digambar dekat bagian bawah fasa diam dan setetes larutan campuran ditempatkan di atasnya. Garis pada fasa diam berguna untuk menunjukkan posisi asli campuran. Pembuatan garis harus menggunakan pensil karena jika semua ini dilakukan dengan tinta, pewarna dari tinta juga akan bergerak sebagai kromatogram berkembang. Ketika titik campuran kering, fasa diam diletakkan berdiri dalam gelas tertutup yang telah berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak di bawah garis. Digunakan gelas tertutup untuk memastikan bahwa suasana dalam gelas jenuh dengan uap pelarut.

Gambar 5. Proses Kerja KLT Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik, komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran dipisahkan memiliki warna yang berbeda.

Gambar 6.Bercak Senyawa Organik Diagram menunjukkan plat setelah pelarut telah bergerak sekitar setengah jalan. Pelarut diperbolehkan untuk naik hingga hampir mencapai bagian atas plat yang akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen pewarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam.

Gambar 7. Proses pemisahan dengan KLT Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Untuk identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Seperti halnya pada kertas harga Rf didefinisikan sebagai berikut (Gritter, dkk., 1991) : Harga Rf = jarak yang ditempuh senyawa Jarak yang ditempuh pelarut Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan dengan harga-harga standard. Perlu diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang diperoleh berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan, meskipun daftar dari harga-harga Rf untuk berbagai campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh (Gritter, dkk., 1991). Pengukuran lain yang sering dipakai adalah menggunakan pengertian Rx atau Rstd yang didefinisikan sebagai berikut (Gritter, dkk., 1991) : Harga Rx atau Rstd = jarak yang ditempuh senyawa yang tidak diketahui Jarak yang ditempuh senyawa standart yang diketahui Senyawa standard biasanya memiliki sifat-sifat kimia yang mirip dengan senyawa yang dipisahkan pada kromatogram. Misal perbandingan suatu hidrolisa protein dengan glisin atau alanin.

2.4. Hal-Hal yang Mempengaruhi Pemisahan dengan KLT Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah (Sastrohamidjojo, 1985) : 1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan. 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf meskipun menggunakan fasa bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen. 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat. 4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa bergerak. Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan. 5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan. 6. Teknik percobaan. Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan). 7. Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.

8. Suhu. Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fasa. 9. Kesetimbangan. Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalarn kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dan keadaan ini harus dicegah.

2.5. Kelebihan dan Kekurangan Metode KLT Beberapa keuntungan dari kromatografi lapis tipis ini adalah sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007) :
y Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis. y Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,

fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.


y Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending),

atau dengan cara elusi 2 dimensi.


y Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan

ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.


y Hanya membutuhkan sedikit pelarut. y Waktu yang dibutuhkan singkat y Biaya yang dibutuhkan ringan y Jumlah perlengkapan sedikit. y Preparasi sample yang mudah y Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang

dengan metode kertas tidak bisa

2.6. Aplikasi Metode KLT Penggunaan metode pemisahan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat diterapkan dalam menganalisis adanya senyawa Rhodamin B dalam jajanan pasar. Rhodamin B berupa zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan karena bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Rhodamin B juga menyebabkan pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ.

Gambar 8. Struktur Rhodamin B Pada penelitian ini, sebelum dilakukan KLT, zat warna yang ada dalam sampel jajan diekstraksi terlebih dahulu menggunakan metode serapan benang wol. Prinsipnya adalah penarikan zat warna dari sampel ke dalam benang wol bebas lemak dalam suasana asam dengan pemanasan dilanjutkan dengan pelunturan atau pelarutan warna oleh suatu basa. Benang wol tersusun atas ikatan peptida yang didalamnya terdapat ikatan sistina, asam glutarnat, lisin, asam aspartic dan arginin. Rhodamin B dapat melewati lapisan kutikula melalui perombakan sestina menjadi sistein dengan suatu asam. Sistein terbentuk melalui pecahnya ikatan S-S dari sistina karena adanya asam asetat. Setelah ikatan tersebut terbuka, maka rhodamin B dapat masuk kedalam benang wol dan berikatan dengan COO dari asam aspartik juga berikatan dengan +NH3 dari Arginin. Selanjutnya sebanyak 41 sampel yang ditotolkan pada plat KLT, 25 diantaranya dicurigai mengandung rhodamin B, hal ini didasarkan pada nilai hRf sampel yang sama atau mendekati harga Rf standar rhodamin. Untuk memperjelas

dugaan tersebut, ke-25 sampel tersebut di KLT kembali. Untuk KLT kedua ini, parameter yang dilihat adalah adanya hRf yang sama atau mendekati standar, adanya fluoresensi merah pada UV 366 nm, dan adanya reaksi spesifik dengan pereaksi semprot HCl pekat dan H2SO4 pekat. Berdasarkan hasil KLT tersebut ternyata dari 25 sampel yang dicurigai hanya 15 sampel yang berfluoresensi sedangkan 10 sampel yang lain tidak berfluoresensi meskipun harga Rfnya mendekati standar. Selanjutnya untuk memastikan hasil tersebut, dilakukan reaksi semprot HCl dan H2SO4 pekat. Rhodamin B akan bereaksi membentuk warna dengan pereaksi tersebut sehingga warna rhodamin B menjadi lebih spesifik, yaitu berwarna merah muda dengan HCl pekat dan berwarna jingga dengan H2SO4 pekat. Hal ini dikarenakan adanya sumbangan H+ yang menyebabkan panjang gelombang rhodamin B bergeser lebih pendek. Dari hasil reaksi tersebut dapat dilihat bahwa ada 12 sampel yang memberikan warna dengan pereaksi semprot HCl pekat. Hasil penelitian analisis rhodamin B dalam jajanan pasar menunjukkan bahwa terdapat 15 jajanan pasar yang mengandung rhodamin B dari jajanan pasar yang berjumlah 41 buah.

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam, dimana gel silika bertindak sebagai fase diam sedangkan pelarut organik bertindak sebagai fase gerak. Prinsip kerja kromatografi lapis tipis adalah suatu pelarut yang bersifat relatif polar, cenderung melepaskan ikatan pelarut non polar dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluent maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut, sesuai dengan prinsip like dissolve like. Pada proses pengerjaannya, suatu larutan campuran ditotolkan pada garis yang telah dibuat, dan diletakkan dalam bejana tertutup yang berisi pelarut (fasa gerak) dengan posisi fasa gerak berada di bawah garis. Pelarut (fasa gerak) perlahan-lahan bergerak naik, komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda dan campuran yang dipisahkan memiliki warna yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen dengan kromatografi lapis tipis adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan zat penyerap, kemurnian pelarut, derajat kejenuhan, teknik percobaan, jumlah cuplikan, temperatur, dan kesetimbangan. Penggunaan metode pemisahan secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat diterapkan dalam menganalisis adanya senyawa Rhodamin B dalam jajanan pasar, yaitu dengan terlebih dahulu mengekstraksi zat warna pada sampel jajan dengan metode serapan benang wol, kemudian diuji menggunakan KLT dengan membandingkan harga Rf yang diperoleh dari harga standar Rf Rhodamin.

DAFTAR PUSTAKA Kantasubrata, J., 1993, Warta Kimia Analitik Edisi Juli 1993, Situs Web Resmi Pusat Penelitian Kimia LIPI Sastroharmidjojo, H., 1985, Kromatografi, Liberty, Jogjakarta Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Arthur, S.E., 1991, Pengantar Kromatografi, Penerbit ITB, Bandung

Você também pode gostar