Você está na página 1de 67

Standard Operating Procedures Urologi

Converted to iSilo format by BOY

TOC
BATU URETER BATU BULI-BULI TRAUMA URETRA BATU GINJAL BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA KARSINOMA BULI-BULI KARSINOMA PROSTAT TRAUMA GINJAL TRAUMA BULI-BULI NEPHROSTOMI PERKUTAN OPERASIONALISASI ESWL EDAP LT - 02 URETERORENOSKOPI (URS)

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

BATU URETER
A. PROSEDUR DIAGNOSIS OBJEKTIF Menegakkan diagnosis penderita dengan batu ureter RUANG LINGKUP Semua penderita yang datang dengan keluhan kolik atau nyeri pinggang sebagai akibat dari adanya sumbatan batu (opaque maupun non opaque) disepanjang ureter. DEFINISI Batu ureter : adanya batu (opaque maupun non opaque) di ureter (proksimal, tengah dan distal) RUJUKAN 1. Anderson E.E.; Ureterolithotomy, in Urologic Surgery, 4th Edition, Edited by James F Glenn, Chapter 24, p.276-268. 2. Greenstein A., Smith V., Koontz W.W. : Ureterolithotomy in Surgery of the ureter, Campbells Urology 6th Edition, p. 2552 2560. 3. Spirnac JP, Resnick M., Treatment of Ureteral Stones, in Smith General Urology, 13th Edition, Edited by Emil A. Tanagho, Jack W. Mc Aninch p. 290 292. PROSEDUR LENGKAP a. Anamnesa : - keluhan utama adalah colik ureter, yaitu nyeri pinggang mendadak yang sangat hebat kadang-kadang disertai muntah hilang timbul dan menjalar ke perut bawah atau kemaluan (testis, ujung penis, labium mayor) tergantung lokasi batu. Riwayat kencing batu dan kencing berdarah disertai nyeri pinggang. b c b. Pemeriksaan klinis - status umum - status urologis : - Anamnesa : Flank pain - Pemeriksaan : Flank mass, nyeri CVA, colok dubur: untuk membedakan dengan appendicitis (pada appendicitis, colok dubur akan didapatkan nyeri jam 10.00 11.00, sedangkan kolik ureter tidak didapatkan). c. Pemeriksaan laboratorium - Sedimen urin : Eritrosit > 2 l/lpl - Darah lengkap, Faal ginjal, Faal hati, Faal Hemotasis - Kultur urin dan tes kepekaan antibiotika - Kadar kalsium, phosphat dan asam urat dalam serum serta ekskresi kalsium, phosphat dan asam urat dalam urin 24 jam.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

d. Pemeriksaan Radiologi d Foto polos Abdomen : akan nampak gambaran klasifikasi sepanjang ureter 1/3 proximal, 1/3 tengah atau 1/3 distal bila batu radio opaque. Batu tidak nampak bila batu non opaque. e Pyelografi Intravena (IVP) dengan pemeriksaan ini dapat diketahui anatomi dan fungsi dari Traktus Urinarius. Adanya sumbatan karena batu ureter akan nampak sebagai Hidroureter proximal batu, Hidronephrosis, delayed function sampai non visualized. f Tomogram : bila batu tidak/kurang jelas (semi-opaque) g Pyelografi Retrograde (RPG) Adalah membuat foto kontras dari ureter, pyelum dan kaliks ureter yang dipasang dengan bantuan sistoskop. RPG dikerjakan bila IVP belum cukup jelas (misalnya terdapat tanda obstruksi tetapi penyebabnya belum jelas), atau IVP tidak dapat dikerjakan dan sarana lain dapat membantu diagnosa. Pyelografi Antegrade (APG) - Berlawanan dengan pyelografi retrograde maka pada APG kontras dimasukkan melalui saluran ke kaliks (nefrostomi) yang telah dibuat. - Foto Thoraks - USG / renogram : bila ginjal non visualized

h i j k

e. Pemeriksaan penunjang lain : - Gula darah puasa - Gula darah 2 jpp l - ECG

B. PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Dokter Umum melaksanakan : m - anamnesa n - pemeriksaan klinis o - memintakan pemeriksaan laboratorium, foto radiologi (BOF, IVP, USG) dan EKG. p - merujuk pasien ke spesialis urologi 2. Spesialis Urologi q Tomogram, PNS, APG, RPG, ureterolithotomi, ESWL, URS. r Melakukan staging, perawatan konservatif dan persiapan pra bedah hingga pembedahan s dan perawatan paska operasi dini dan lanjut. ALUR PENATALAKSANAAN PENDERITA Dokter Umum : Anamnesa Pemeriksaan fisik Pemeriksaan laboratorium Menegakkan diagnosis Spesialis Urologi : Tindakan Penatalaksanaan Ureterolithotomi ESWL URS

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

OBJEKTIF Terapi operatif batu ureter tergantung pada lokasi batu, dibagi menjadi batu ureter 1/3 proksimal, batu ureter 1/3 tengah dan batu ureter 1/3 distal. RUANG LINGKUP Batu opaque dan opaque yang terletak di ureter proksimal, tengah dan distal. DEFINISI Ureterolithotomi : operasi pembedahan untuk mengambil batu ureter. Nephrostomy Percutan (PNS) : Adalah membuat lubang yang menghubungkan pelvis kalik sistem dengan dunia luar. Tujuannya untuk diversi urin bila sumbatan ureter tidak dapat segera diatasi. Ureterorenoscopy (URS) : Adalah mengambil / memecahkan batu ureter dengan alat ureteronoscope yang dimasukkan lewat muara meter dengan bantuan cytoscope. RUJUKAN 1. Anderson E.E. ; Ureterolithotomy, in Urologic Surgery, 4 th Edition, Edited by James F. Glenn, Chapter 24, p. 276 286. 2. Greenstein A., Smith V., Koontz W.W. : Ureterolithotomy in Surgery of the ureter, Cambells Urology 6 th. Edition, p. 2552 2560. 3. Spirnac JP, Resnick M.; Treatment of Ureteral Stones, in Smith General Urology, 13 th. Edition, Edited by Emil A. Tanagho, Jack W. Mc Aninch p. 290 292. PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Ureterolithotomi proksimal Alat : - Meja operasi - Lampu operasi besar dan kecil (satelit) - Meja instrument - Lampu baca foto - Anesthesis set - Suction set - Coagulation set - Baju operasi - Klem desinfeksi 1 set - Linen set - Mess No. 20 & No. 15 masing-masing 1 buah - Hand pack mess 2 buah - Pinset anatomis & chirurgie masing masing 2 buah - Dock klem 7 buah - Klem mosquito 2 buah - Hak tajam 2 buah - Hak tumpul 2 buah - Timan besar dan kecil masing masing 2 buah - Spreader finochietto 1 buah - Ring tang 2 buah - Massenbaum 1 buah
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

Red angel besar & kecil masing masing 1 buah Teugel Nelaton No. 12 atau 14 Kocher 2 buah Stein tang 1 buah Naalvoelder 1 buah Steel deppers 1 buah Jarum jahit (cutting & round) Benang : - Dexon 4-0 2 buah - Catgut plain 2-0 1 buah - Vicryl 1-0 2 buah - Zeyde 3-0 2 buah - Maagslang 1 buah (No.8) Handscoen sesuai ukuran 4 pasang Redon drain set Kasa steril set/kasa steril Cucing, bengkok

Teknik Operasi : - Sebelum dilakukan operasi foto BOF pre operatif (1 jam sebelum operasi) - Pasang dauer kateter 16 Fr dan urobag - Pasang foto-foto (BOF/IVP) di light box - Setelah dibius, pasien diletakkan dalam posisi lumbotomi dengan sisi yang ada batu diatas - Dilakukan desinfeksi dengan larutan Povidone Iodine mulai dari papilla mammacumbilikus-collum vertebra-simphisis pubis. - Persempit lapangan operasi dengan dock steril - Insisi kulit mulai ICS XI kearah umbilikus 10 cm lapis demi lapis sambil merawat perdarahannya. (Struktur yang diinsisi : kulit, lemak subcutis, MOE, MOI in transversus abdominis). Buka fascia m. lumbo dorsalis agak ke posterior di posterior axillary line (agar tidak merobek peritoneum) sepanjang 1-2 cm, pisahkan peritoneum dengan steel doppers kearah medial, setelah peritoneum terpisahkan, perlebar insisi sesuai dengan insisi diatasnya. - Pasang spreader - Cari ureter dengan cara buka fascia gerota yang terletak didepan muskulus ileo psoas dengan ciri : - berupa saluran warna putih - tidak berdenyut - berjalan bersama-sama dengan a. spermatika interna pada laki-laki atau a. ovarica pada wanita. Teugel ureter dengan nelaton kateter no. 8 di proksimal batu. - Raba batu dan bersihkan ureter - Insisi ureter dengan mess No. 15 tepat didaerah batu - Keluarkan batu dengan stein tang - Evaluasi cairan/urin yang keluar dari ureter (jernih) - Lakukan sondage ke arah distal dan proksimal - Bila sondage lancar lakukan spoeling - Tutup ureter yang diinsisi dengan Dexon 4-0 secara jelujur - Cuci lapangan operasi dengan PZ berkali-kali - Evaluasi lagi adanya perdarahan - Pasang redon drain di retro peritoneal - Tutup lapangan operasi lapis demi lapis 2. Ureterolithotomi batu ureter tengah dan distal - BOF pre operasi - Posisi pasien telentang
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

Pasang dauer kateter No. 16 Fr dan urobag Insisi Gibson yaitu mulai 2 jari medial SIAS kearah simphisis pubis 8-10 cm lapis demi lapis dan rawat perdarahan. MOE, MOI di split sesuai seratnya - Sisihkan peritoneum kearah medial - Identifikasi ureter dan raba batu - Teugel ureter dengan Nelaton kateter di proksimal batu - Bersihkan ureter dari jaringan peri ureter, insisi ureter di tempat batu, perhatikan urin yang keluar (jernih, pus). - Keluarkan batu dengan stein tang - Sondage dan spoeling ureter distal dan proksimal dengan PZ - Jahit ureter dengan Dexon 4-0 secara jelujur - Cuci lapangan operasi dengan PZ dan rawat perdarahan - Pasang redon drain dan fiksasi di kulit dengan zeyde 2-0 - Tutup lapangan operasi lapis demi lapis. 3. ESWL : memecah batu ginjal dengan gelombang kejut dari luar tubuh penderita 4. URS C. PERSIAPAN PRA OPERASI & PERAWATAN PASCA OPERASI OBJEKTIF Mempersiapkan pra operasi bedah penderita batu ureter dan merawat penderita pasca operasi untuk mengurangi /menghindari morbiditas RUANG LINGKUP Semua penderita batu ureter yang dipersiapkan operasi dan pasca operasi DEFINISI Persiapan pra dan pasca operasi adalah persiapan tindakan pada penderita batu ureter (opaque/non opaque) baik sebelum ataupun setelah dilakukan operasi RUJUKAN 1. Anderson E.E.; Urerolithotomy, in Urologic Surgery, 4 th Edition, Edited by James F Glenn, Chapter 24, p. 276-286. 2. Greenstein A., Smith V., Koontz W.W. : Ureterolithotomy in Surgery of the ureter, Campbells Urology 6 th Edition, p. 2552 2560. 3. Spirnac JP, Resnick M. ; Treatment of Ureteral Stones, in Smith General Urology, 13 th Edition, Edited by Emil A. Tanagho, Jack W. Mc Aninch p. 290 292. PROSEDUR LENGKAP 1. Persiapan pra operasi a a. Anamnesa : - Keluhan utama dan lamanya keluhan - Anamnesa pernah kencing keluar batu atau kencing berdarah disertai nyeri di pinggang. - Sering/ pernah mengeluh nyeri serupa didaerah pinggang. b. Pemeriksaan klinis : - Status Umum - Status urologi : flank pain; nyeri tekan flank mass - Nyeri ketok CVA - Rectal toucher (colok dubur)
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

c. Pemeriksaan laboratorium : - Sediman urin, darah lengkap dan elektrolit - Faal ginjal, faal hati - Kultur urin dan test kepekaan antibiotik - Faal haemostasis - Kadar Calsium, phosphat dan Asam urat dalam serum serta ekskresi Calsium, phosphat dan asam urat dalam urin 24 jam d. Pemeriksaan Radiologi : - BOF - IVP - Tomogram : bila batu tidak/kurang jelas (semi-opaque) - Thoraks foto - USG / renogram : bila ginjal non visualized

e. Pemeriksaan penunjang lain : - Gula darah puasa - Gula darah 2 jpp - ECG f. Penderita masuk rumah sakit (MRS) 2. Perawatan paska operasi a. Di Rumah Sakit : - Kateter dilepas setelah 1 hari paska operasi - Vaccum drain tiap hari - Rawat luka mulai 3 hari paska operasi dan ganti kasa tiap hari - Aff redon drain pada hari ke 5 dan bila produksinya < 10 cc/hari selama 2 hari berturut-turut. - Batu dianalisa bila hasil sudah ada konsult Bagian Gizi b. Di Poliklinik Urologi - Rawat luka operasi, angkat jahitan pada hari ke 10 14 - Evaluasi UL, DL dan Kultur urin, bila ada tanda-tanda ISK berantas dengan antibiotika sesuai dengan uji kepekaannya - Cegah/hilangkan faktor predisposisi timbulnya batu lagi - Evaluasi BOF/IVP 6 bulan paska operasi - Minum banyak (>3 l/hari) dan aktif berolah raga.

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

BATU BULI-BULI
A. PROSEDUR DIAGNOSTIK OBYEKTIF Menegakkan diagnosis penderita batu buli-buli RUANG LINGKUP Semua penderita yang datang dengan keluhan disuria, hematuria dan retensi urin serta dalam pemeriksaan penunjang (radiologis & ultrasonografi) diketahui penyebabnya adalah batu buli-buli. DEFINISI Batu buli-buli adalah batu baik opaque maupun non opaque yang berada di buli-buli PROSEDUR LENGKAP a. Anamnesa : Hematuria baik mikroskopik maupun makroskopik, disuria karena infeksi, demam disertai menggigil, dapat juga terjadi retensi urin bila batu menyumbat leher buli atau dapat tanpa keluhan (silent stone). b. Pemeriksaan Klinis : 1. Status umum 2. Status urologis : - inspeksi : suprapubik dapat terlihat menonjol bila retensi urin - palpasi : suprapubik menonjol atau teraba keras bila batu sangat besar. 3. Colok dubur : teraba batu bila batunya sangat besar c. Pemeriksaan laboratorium : - Darah lengkap - Urin lengkap - Faal haemostasis - Faal hati & faal ginjal : - Kultur urin dan test sensitivitas - Kalsium, phosphat, asam urat dalam darah - Ekskresi kalsium, phosphat, asam urat dalam urin tampung 24 jam d. Pemeriksaan foto radiologis : - Foto polos abdomen (BOF) - Intravena pyelografi (IVP) - Ultrasonografi (USG), bila dicurigai batu non opaque
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

- Foto thoraks e. Pemeriksaan penunjang lain : b - ECG - Sistoskopi bila dipandang perlu

c PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Dokter umum melaksanakan : - Anamnesa : keluhan utama gejala hematuria, disuria, demam/menggigil, kencing darah/menetes atau tidak bisa kencing. - Pemeriksaan klinis : Status generalis dan status urologi - Pemeriksaan laboratorium, radiologi (BOF/USG) - Merujuk penderita ke spesialisme urologi 2. Spesialisme urologi : - Anamnesa lebih lengkap termasuk riwayat kolik, kencing darah/batu, riwayat penyakit sebelumnya termasuk operasi. - Pemeriksaan fisik lengkap : status umum dan urologis - Pemeriksaan laboratorium/ radiologi atau ECG ALUR PENATALAKSANAAN PENDERITA Dokter umum - Anamnesa - Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan laboratorium - Menegakkan diagnosis A. PROSEDUR PENATALAKSANAAN OBJEKTIF Terapi operatif batu buli-buli yang menimbulkan keluhan dan komplikasi RUANG LINGKUP Semua penderita dengan diagnosis batu buli-buli yang menimbulkan keluhan dan komplikasi DEFINISI 1. Vesicolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan dari vesika urinaria 2. Lithotripsi adalah tindakan penghancuran batu buli buli secara endoskopik dengan lithotriptor 3. Trokar lithotripsi adalah tindakan pengeluaran batu di buli-buli pada anak-anak yang besarnya < 10 mm, dengan kombinasi endoskopik dan trokar.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

Spesialis Urologi - Anamnesa lebih lengkap - Pemeriksaan fisik lengkap - Pemeriksaan penunjang lain - Menegakkan diagnosis

RUJUKAN 1. Mauermayer W. ; Transurethral Surgery, Springer-Verlag-Berlin Heidelberg, New York, 1983, p : 359 367. 2. Blandy JP ; Vesical lithotomy and Diverticulectomy in Operation Surgery Urology, 4 th Ed; Butterworths-London-Boston-Singapura-Toronto, p. 328 334. 3. Michell JP ; Litholapaxy ; lithotripty and evacuation of foreign bodies from the Bladder in Operation Surgery Urology, 4 th Ed ; Butterworths-London-Boston-Singapura-Toronto, p. 744-750. PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Dokter umum melaksanakan : Anamnesa, Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan Laboratorium dan mengatasi komplikasi. 2. Spesialisme Urologi : Pemeriksaan laboratorium/radiologi yang lebih mendalam serta merencanakan penatalaksanaan penderita. Vesikolitotomi Indikasi : - batu buli-buli dengan > 2 cm - batu buli-buli yang tidak dapat dipecahkan dengan lithotriptor - batu buli-buli multiple Alat : - baju operasi steril ( operator/asisten/instrumen ) - sarung tangan steril - doek steril - doek klem - khrom klem - gunting - naald voerder - pinset anatomis dan chirurgis - kocher klem - spreader 9 ( millins ) - steen tang - blaas spuit - folley kateter F 16 - urobag Persiapan Operasi : - Persetujuan operasi - Puasa - Antibiotika profilaksis Teknik Operasi : 1. Posisi pasien tidur terlentang dengan GA 2. Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone jodine ( paha atas ; genitalia eksterna, prosesus xyphoideus). 3. Persempit lapangan operasi dengan doek steril 4. Insisi kulit midline, mulai 2 jari diatas simphisis ke arah umbilikus 10 cm, lapis demi lapis sampai fascia anterior muskulus rektus abdominis. 5. Muskulus rektus abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea alba
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

10

6. Pasang spreader millins dan sisihkan pre vesikal fat kearah kranial 7. Dilakukan identifikasi buli (warna kebiruan, banyak pembuluh darah dan punksi keluar urin) 8. Teugel buli dengan chromic catgut 1-0 pada sisi kanan-kiri 9. Insisi buli dengan punch mesch dan perlebar secara tumpul dengan chrome klem. 10. Raba batu dengan jari, kemudian keluarkan batu dengan stain tang (perhatikan jumlah, ukuran dan warna) 11. Setelah batu keluar spoelling buli dengan PZ (3x), kemudian evaluasi mukosa buli (tumor, divertikel), muara ureter kanan-kiri (batu dan ureteric jet) 12. Pasang kateter F 16 sampai tampak ujung kateter di buli-buli kemudian spoelling PZ dengan blaas spuit. 13. Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa muskularis dengan plain catgut 3-0 secara jelujur, tunika serosa dengan Dexon 3-0. 14. Test buli-buli untuk evaluasi kebocoran dengan memasukkan PZ 250 cc lewat kateter, bila tidak ada kebocoran isi kateter dengan air steril 10 cc. 15. Cuci lapangan operasi dengan Betadine dan PZ 16. Pasang redon drain peri vesikal dan fiksasi pada kulit 17. Tutup lapangan operasi lapis demi lapis, muskulus rektus abdominis dengan Dexon 1-0, fascia anterior muskulus rektus abdominis dengan Dexon 1-0, subkutan dengan plain catgut 3-0, kulit dengan Zeyde 3-0. Lithotripsi Indikasi : - Batu buli simple dengan ukuran <2,5 cm Alat : - Alat untuk irigasi dan slang steril - Sumber cahaya dan kabel fibre optic - Busi roser 18 s/d 27 Fr - Sistoskopi set dengan sheath 25 Fr dan teleskop 30 dan 70 - Ellic Evacuator - Alat lithotriptor mekanik : - Alligator lithotrite, untuk batu dengan ukuran panjang terpendek max. 1 cm. d - Hendrickson type lithotrite, untuk batu dengan ukuran panjang terpendek max. 2 cm - Peralatan desinfeksi - Skort serta doek dan baju operasi steril Persiapan : - Puasa, antibiotika profilaksis injeksi, 1 jam sebelum tindakan - Tindakan dilakukan dengan bantuan anestesi umum atau spinal Teknik operasi untuk batu < 1,5 cm : 1. Posisi lithotomi 2. Tindakan aseptik 3. Kalibrasi atau dilatasi urethra dengan roser sampai 27 Fr 4. Panendoskopi untuk diagnosa 5. Teleskop dan bridge dilepas 6. Buli diisi irigan sampai penuh, pasang Aligator lithotrite dengan teleskop 30 mulai lithotripsi. 7. Lithotripsi dihentikan kalau ukuran fragmen sudah dapat melewati sheath 8. Evakuasi fragmen dengan ellik evakuator 9. Sistoskopi melihat apakah batu sudah keluar semua dan mengetahui adanya komplikasi tindakan. 10. Keluarkan lithotriptor dan keluarkan sheath dengan sebelumnya memasang obturator.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

11

11. Pasang folley kateter F 16 12. Kateter dicabut setelah 24 jam, KRS. Teknik Operasi untuk batu < 2,5 cm : 1. Posisi lithotomi 2. Tindakan aseptik 3. Kalibrasi atau dilatasi urethra dengan roser sampai 27 Fr 4. Panendoskopi untuk diagnosa 5. Teleskop dan bridge dilepas 6. Buli diisi irigan sampai penuh 7. Set panendoskopi dikeluarkan semuanya 8. Masukkan lithotriptor type Hendrickson dengan teleskop 70, mulai lithotripsi 9. Lithotripsi dihentikan kalau ukuran fragmen sudah dapat melewati sheath 25 Fr, kemudian lithotriptor dikeluarkan. 10. Masukkan sistoskopi sheath 25 Fr. Evakuasi fragmen 11. Panendoskopi 12. Kalau masih ada fragmen yang tidak bisa di evakuasi, ulangi lithotripsi dengan menggunakan alligator. Trokar Lithotripsi Indikasi : Batu buli pada anak dengan ukuran < 10 mm Alat : - Alat untuk irigasi dan slang yang sudah di sterilkan - Sumber cahaya dan kabel fibre optic - Set sistoskopi pediatri - Set sistoskopi dengan sheath 21 Fr dan teleskop 30 - Trokar champbell untuk fungsi sistostomi suprapubik - Amplats 28 Fr / 30 Fr - Peralatan desinfeksi - Skort serta doek dan baju operasi steril Persiapan : Puasa, antibiotika profilaksi 1 jam sebelum tindakan, tindakan dengan bantuan anesthesi umum Teknik Operasi : 1. Posisi lithotomi 2. Tindakan antiseptik 3. Panendoskopi untuk diagnosa dengan sistoskopi anak 4. Buli diisi irigan sampai penuh semaksimal mungkin sampai teraba pada supra pubis 5. Lakukan insisi longitudinal sepanjang 1,5 sampai dengan 2 cm sampai menembus linea alba pada jarak 2,5 cm dari suprapubik di garis mediana. 6. Lakukan punksi sistostomi dengan trokar campbell yang sudah dipasangi amplatz. Daerah punksi dipastikan dengan melihat dinding anterior buli yang terdorong oleh ujung trokar. 7. Setelah trokar berhasil masuk amplatz didorong ke dalam buli dan setelah kelihatan amplastz dalam buli (secara endoskopis) baru trokar dapat dicabut. 8. Lubang luar amplatz ditutup dengan jari dan ujung amplatz yang berada dalam buli diusahakan agar dapat dimasuki batu.

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

12

9. Buli-buli diisi maksimal dengan cairan irigan, setelah penuh dilakukan penekanan yang gentle pada abdomen pada abdomen pada saat bersamaan jari yang menutup amplatz dilepas . Dengan manuver ini diharapkan batu akan ikut keluar bersama cairan irigasi. 10. Buli dikosongkan 11. Pasang kateter urethra 12. Bekas luka sistostomi dibiarkan terbuka, kalau perlu hanya dilakukan oposisi kulit 13. Kateter dibuka setelah 48 72 jam 14. Anak kencing spontan KRS

C. PERSIAPAN PRA OPERASI DAN PERAWATAN PASCA OPERASI OBJEKTIF Mempersiapkan pra operasi bedah penderita batu buli-buli dan merawat penderita pasca operasi untuk menghindari terjadinya morbiditas RUANG LINGKUP Penderita dengan batu buli-buli yang dipersiapkan operasi dan pasca operasi DEFINISI Persiapan pra dan pasca operasi adalah persiapan tindakan pada penderita batu buli buli baik sebelum ataupun setelah operasi RUJUKAN 1. Drach G.W. ; Urinary lithiasis : etiology ; diagnosis and medical management. Campbells Urology, Vol. III, 6 ed WB Saunders Co. Philladelphia-London-TorontoMontreal-Sidney-Tokyo, 1992 , p. 2085 2156. 2. Roth R.A. ; Finlayson B.; Clinical Management of Urolithiasis, Williams & Wilkins, Baltimore-London, 1983, p. 151 201. 3. Stoller, ML et al ; Urinary Stone Disease. General Urology 14 th Ed Lange Medical Publication Maruzen Asia, 1995, p. 276 304. PROSEDUR PENATALAKSANAAN 1. Dokter Umum dan Perawat : Pra operasi : Informed Consent, Penderita dipuasakan, Lavement dan bersihkan lapangan operasi. Pasca operasi : Menjalankan instruksi operator dan merawat luka operasi . 2. Spesialisme Urologi : Pra operasi : Menjelaskan rencana operasi dan komplikasi yang mungkin terjadi. Vesikolithotomi (batu > 2,5 cm). Lithotripsi (batu < 2,5 cm) dan Trokar lithotripsi pada anakanak dengan batu kecil (<1 cm.). Pasca Operasi : Monitor vital sign dan luka operasi dan lepas dauer kateter sesuai prosedur. PROSEDUR LENGKAP
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

13

1. Persiapan pra operasi 1.1. Klinis : - Keadaan umum penderita baik e - Tidak ada ko-morbiditas yang berat 1.2. Laboratorium : - Darah lengkap & urin lengkap f - Faal hemostasis, Faal hati dan ginjal g - Kultur urin & test sensitivitas h - Gula darah puasa / 2 jam post-prandial (untuk usia > 40 th) 1.3. Pemeriksaan penunjang : i - Elektrokardiografi (untuk usia > 40 th) j - Foto thoraks k - BNO/IVP 1.4. Penderita masuk rumah sakit 2. Perawatan Pasca Operasi 2.1. Di Rumah Sakit : Vesikolithotomi, pelepasan kateter setelah 7 10 hari dan pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut turut setelah pelepasan kateter produksinya < 20 cc/24 jam. Lithotripsi, pelepasan kateter setelah 24 jam, kecuali bila pada waktu operasi terjadi lesi pada buli dapat diperpanjang sampai 5 hari. Periksa analisa batu, untuk menentukan dietnya setelah dikonsulkan kepada ahli gizi. 2.2. Di Poliklinik Urologi : Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol berikutnya tiap 3 bulan Sistoskopi dilakukan 3 bulan setelah lithotripsi Pemeriksaan IVP dilakukan 6 bulan setelah operasi Setiap kontrol penderita periksa laboratorium (darah lengkap, urin lengkap, faal ginjal, urin kultur dan sensitivity test). Usahakan diuresis yang adekuat : minum 2 -3 l / hari, sehingga dicapai diurese 1 l/hari Diet, tergantung dari jenis batunya. Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu struvit.

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

14

A. PROSEDUR DIAGNOSIS

TRAUMA URETRA

OBJEKTIF Menegakkan diagnosis penderita dengan trauma uretra sedini mungkin untuk menghindari komplikasi. RUANG LINGKUP Semua penderita yang datang dengan keluhan berupa tidak bisa kencing, keluar darah lewat uretra, ekstravasasi urin sekitar uretra, hematom pada perineum atau prostat melayang. DEFINISI Trauma uretra adalah Trauma mengenai uretra berupa trauma mengenai uretra berupa trauma tajam, trauma tumpul atau akibat instrumentasi uretra seperti pemasangan kateter dan sistoskopi. PROSEDUR LENGKAP A. Anamnesa : Keluhan Utama : - Keluar darah lewat uretra - Tidak bisa kencing - Hematom urin infiltrat darah uretra / srotum. Anamnesa kausal : - Trauma tajam - Trauma tumpul - Trauma akibat instrumentasi uretra berupa pemasangan kateter atau sistoskopi. Pada trauma tumpul : cara terjadi berupa straddle injury atau fraktur pelvis (bahkan fraktur) A. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda vital 2. Status umum 3. Status urologis / lokalis Inspeksi : - Keluar darah lewat meatus uretra - Buli-buli penuh - Hematom/urin Infiltrat darah uretra atau skrotum
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

15

Palpasi : - Teraba buli penuh - Pembengkakan di uretra, perineum, skrotum - Nyeri tekan Colok dubur : - Terdapat prostat melayang B. Pemeriksaan Laboratorium - Darah lengkap - Urin lengkap - Fungsi ginjal C. Pemeriksaan Radiologis - Foto polos abdomen / pelvis - Uretrografi PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Dokter Umum - Anamnesa - Pemeriksaan Fisik dan status lokalis - Pemeriksaan laboratorium dan radiologis - Melakukan diversi urin dengan sistostomy - Merujuk penderita ke Ahli Urologi 2. Ahli Urologi Sistostomi : - trokar - terbuka

ALUR PENATALAKSANAAN PENDERITA

Dokter umum - Anamnesa - Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan radiolologi

Spesialis Urologi - Anamnesa lebih lengkap - Pemeriksaan fisik lengkap - Pemeriksaan penunjang lain - Menegakkan diagnosis - Tindakan sistostomi trokar dan sistotomi terbuka

B. PROSEDUR PENATALAKSANAAN OBJEKTIF Pengobatan trauma uretra adalah suatu keadaan gawat darurat yang perlu penanganan cepat, tepat dan benar sehingga terhindar dari komplikasi lebih lanjut.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

16

RUANG LINGKUP Trauma uretra disebabkan oleh : - Trauma tumpul - Trauma tajam - Akibat instrumentasi uretra (pemasangan kateter atau sistoskopi) DEFINISI Sistostomi : adalah tindakan mengalirkan kencing melalui lubang yang dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi.

Macam Sistostomi : 1. Sistostomi trokar 2. Sistostomi terbuka RUJUKAN 1. Blandy J; Operative Urology. Blackwell Scientific Publications ; Oxford-London-EdinburghMelbourne, 1978, p. 202-223. 2. Devine CJ, Jordan. GH, Schlossberg SM, ; Surgery of the Penis and Urethra, Cambells Urology, 6 th Ed WB Saunders Co. Philladelphia-London-Toronto-Montreal-Sydney-Tokyo, 1992, p. 2982 3032. 3. Resnick M.I. Caldamone A.A. and Spirnak J.P. : Decision Making In Urology. The C.V. Mosby Company : St. Louis-Toronto-London 1985, p. 172-173. 4. Turner Warwick R.T. : Urethral Stricture Surgery. Urologic Surgery by James F. Glenn 3 rd Ed. J.B. Lippincott Company, 1983, p. 689-719. PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Dokter Umum - Resusitasi / stabilitasi - Sistostomi 2. Dokter Ahli Urologi Sistostomi : - trokar - terbuka Sistostomi Trokar Alat yang diperlukan : 1. Trokar khusus yang terdiri dari : a. Sheath setengah lingkaran b. Kanula berlobang (Hollow Obtutor) 2. Kateter folley Ch 18 atau 20 F 3. Kantong penampung urin (urin bag) 4. Sepasang sarung tangan steril 5. Mata pisau berujung tajam lengkap dengan tangkainya (handle) 6. Syringe : 10 ml. 7. Doek berlobang ditengahnya, steril. 8. Larutan xylocain 1 % 9. Larutan desinfektan 10. Kasa steril 11. Tang/klem/forceps untuk desinfeksi
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

17

Indikasi : Seperti indikasi sistostomi pada umumnya dengan syarat : - Buli-buli jelas penuh dan secara palpasi teraba - Tidak ada sikatrik bekas operasi didaerah abdomen bawah - Tidak dicurigai adanya perivesikal hematom, seperti pada fraktur pelvis Cara melakukan : - Penderita diberi penjelasan tentang apa yang akan dikerjakan padanya dan diminta membuat persetujuan tertulis (inform consent). - Sebaiknya operator berdiri disebelah kiri penderita. Cek ulang semua alat dan siap pakai. - Semua alat yang diperlukan diatur ditempat khusus dan diletakkan sehingga terjangkau oleh operator. - Operasi dikerjakan dengan teknik aseptik. Cukur rambut pubis. - Daerah operasi desinfeksi dan ditutup dengan doek lubang steril. - Di daerah yang akan di insisi (2-3 jari) diatas simpisis, dilakukan infiltrasi anastesi dengan larutan xylocain linea alba. - Trokar set, dimana canulla dalam keadaan terkunci telah pada Sheath ditusukkan melalui insisi tadi ke arah buli-buli dengan posisi telentang miring ke bawah. - Sebagai pedoman arah trokar adalah tegak miring ke arah kaudal sebesar 15-30%. - Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli akan ditandai dengan : 1. Hilangnya hambatan pada trokar 2. Keluarnya urin melalui lubang pada canulla Trokar terus dimasukkan sedikit lagi. - Secepatnya canulla dilepaskan dari Sheathnya dan secepatnya pula foley kateter, maksimal Ch. 20 F, dimasukkan dalam buli-buli melalui kanal dari sheath yang masih terpasang. - Pangkal kateter segera dihubungkan dengan urin bag dan balon kateter dikembangkan dengan air sebanyak kurang lebih 10 cc. - Sekarang sheath dapat dilepas dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel pada dinding buli-buli. - Insisi ditutup dengan kasa steril dan di fiksasi ke kulit dengan plester. Sistostomi Terbuka Alat yang diperlukan : Seperti alat-alat pada sistostomi trokar, hanya tidak memerlukan khusus. Cara operasi : - Posisi penderita : Penderita diletakkan dalam posisi terlentang biasa, kadang diperlukan tambahan pengangkat sakrum. - Kulit perut bawah sampai dasar penis, pelipatan paha kanan dan kiri di desinfeksi dengan larutan povidon iodine 2-3X. - Lapangan operasi dipersempit dengan kain steril. - Dilakukan penyuntikan xilocain untuk anastesi lokal. Irisan yang digunakan disini adalah digaris median tegak lurus keatas sampai dibawah pusat. Disamping itu dikenal beberapa macam irisan yaitu transversal menurut Cherney. - Irisan ini mulai dari kulit diperdalam terus menembus lapisan subcukan, fasia dari muskulus rektus yang digaris tengah kita namakan linea alba. - Dilakukan penyisihan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas. Dalam buli-buli penuh, lipatan peritoneum ini dengan sendirinya sudah terdorong keatas. Kedudukan
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

18

ini dipertahankan dengan meletakkan kasa basah diatasnya dan menariknya keatas (memakai retraktor). Buli2 dikenal karena banyak pembuluh darah vena yang berjalan sebagian besar vertikal Dinding buli disangga dua jahitan yang diletakkan disisi kanan kiri dinding buli sebelah depan (dapat pula digunakan klem dari Allis). Untuk meyakinkan dapat dilakukan fungsi buli, bila ternyata air seni yang keluar melalui tempat fungsi tersebut diperlebar dengan membuat irisan tempat titik fungsi tadi selanjutnya diperlebar dengan menggunakan klem Pean. Setelah dilakukan eksplorasi dari buli buli dimasukkan kateter foley Ch. 20-24 Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chrom catgut No. 0-2, tidak dibenarkan menjahit dengan benang yang tidak dapat diserap. Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli pada otot rektus kanan dan kiri. Luka operasi dijahit lapis demi lapis : Otot dengan catgut chromic ; Fasia dengan catgut chromic ; Lemak dengan catgut plain. Kulit dengan benang sutera Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter dikembangkan juga dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.

C. PERSIAPAN PRA OPERASI & PERAWATAN PASCA OPERASI OBJEKTIF Mempersiapkan pra operasi bedah penderita striktura uretra dan merawat penderita pasca operasi untuk menghindari terjadinya morbiditas. RUANG LINGKUP Penderita dengan striktura uretra yang dipersiapkan operasi dan pasca operasi. DEFINISI Persiapan pra dan pasca operasi adalah persiapan tindakan pada penderita striktura uretra baik sebelum ataupun setelah dilakukan operasi RUJUKAN 1. Blandy J ; Operative Urology. Blackwell Scientific Publication; Oxford-London-EdinburghMelbourne 1978, p. 202-223. 2. Devine.CJ, Jordan. GH, Schlossberg SM, : Surgery of Penis and Urethra, Cambells Urology, 6 th Ed. WB Saunders Co. Philladelphia-London-Toronto-Montreal-Sydney-Tokyo, 1992, p. 2982-3032. 3. Resnick M.I. Caldamone A.A. and Spirnak J.P. : Decision Making In Urology. The C.V. Mosby Company : St. Louis-Toronto-London 1985, p. 172-173. 4. Turner Warwick R.T : Urethral Stricture Surgery Urologic Surgery by James F. Gleen 3 rd. Ed. J.B. Lippincott Company, 1983, p. 689-719. PROSEDUR PELAKSANAAN : 1. Dokter umum & perawat : sistostomi 2. Spesialisme urologi : - uretromi interna & sachse - otis - dilatasi uretra
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

19

- sistostomi PROSEDUR LENGKAP 1. Persiapan pra operasi - Klinis : - Keadaan umum penderita baik - Tidak ada ko-morbiditas yang berat - Laboratorium : - Darah lengkap & Urin lengkap - Faal haemostasis - Faal hati & ginjal - Urin kultur & sensitivity test - Gula darah puasa & 2 jam post-prandial (bagi usia > 40 th) - Elektrokardiografi (untuk usia > 40 th) - X Foto thorak - Uretrogram

- Pemeriksaan penunjang :

2. Perawatan Pasca Operasi - Di Rumah Sakit : Kateter dilepas setelah 5-7 hari bila strikturnya simple, 14 hari apabila strikturnya panjang dan multiple. - Di Poliklinik Urologi (VK Sistoskopi) Untuk striktur simple : kontrol 2 minggu pasca operasi untuk test pancaran (Uroflometri), selanjutnya kontrol setiap 3 bulan. Untuk striktura residif, complicated, multiple & panjang (>1cm) : penderita diajari kateterisasi mandiri (self kateterisasi), kateterisasi sampai dengan 1 tahun, residif paling sering terjadi pada tahun pertama.

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

20

BATU GINJAL
A. PROSEDUR DIAGNOSTIK OBJEKTIF Menegakkan diagnosa penderita batu ginjal. RUANG LINGKUP Semua penderita yang datang dengan keluhan nyeri pada daerah pinggang, hematuria dan disuria serta dalam pemeriksaan penunjang ( Radiologi dan Ultrasonografi ) diketahui penyebabnya adalah batu ginjal. DEFINISI Batu ginjal adalah semua batu baik opaque maupun non opaque yang berada di ginjal ALUR PENATALAKSANAAN PENDERITA

Dokter umum - Anamnesa - Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan laboratorium - Menegakkan diagnosa - Merujuk ke Spesialis urologi

Spesialis Urologi - Anamnesa lebih lengkap - Pemeriksaan fisik lengkap - Pemeriksaan penunjang lain - Menegakkan diagnosis - Tindakan pielolithotomi, bivalve nefrolithotomi. - ESWL - PNL

B. PROSEDUR PENATALAKSANAAN OBJEKTIF Terapi operatif batu ginjal yang menimbulkan keluhan dan komplikasi. SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1. 21

RUANG LINGKUP Semua penderita dengan diagnosis batu ginjal yang menimbulkan keluhan dan komplikasi. DEFINISI 1. Pielolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan batu dari pielum ginjal. 2. Bivalve nefrolithotomi adalah tindakan bedah untuk mengeluarkan batu baik dari pielum dan kalik ginjal dengan membelah ginjal menjadi dua sisi anterior dan posterior. 3. ESWL adalah alat untuk memecah batu ginjal dengan gelombang kejut dari luar tubuh penderita. PROSEDUR LENGKAP 1. Pielolithotomi : Indikasi : Batu ginjal yang berada di pielum dengan batu sekunder yang dapat diambil melalui pielum. : - Baju operasi steril (Operator/asisten/ instrumen) - Handschoen steril - Doek steril - Doek klem - Krom klem - Gunting Metzenbaum dan gunting drip kasar - Naald voerder - Pinset anatomis dan chirurgies - Kocher - Spreader Fienochieto - Stein tang - Blaas spuit - Nelaton kateter - Folley kateter no : 16 F - Urobag - Redon drain - Kateter ureter 6 F Persiapan operasi : - Persetujuan operasi - Puasa sejak malam harinya - Lavemen - Profilaksis antiobiotika sesuai kultur. Tehnik Operasi : 1. Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi atas (misalkan batu ginjal kanan, maka posisi miring kiri, bagian kanan di sebelah atas). Dengan general anesthesi. 2. Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai pada lapangan operasi sampai umbilikus dibagian depan, linea skapularis belakang dan papilla mama). 3. Persempit lapangan operasi dengan doek steril. 4. Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 15 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis dengan memotong
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

Alat

22

fascia eksterna, muskulus intercostalis dibelakang dan muskulus oblikus abdominis di depan sampai didapatkan fascia abdominis internus. 5. Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum dilepaskan dan disisihkan penempelannya pada fascia seperlunya ( sampai ke tepi luka insisi kulit ). 6. Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilakukan kauterisasi terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka lebih kurang sepanjang tepi ginjal. 7. Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan diteugel dengan kateter Nelaton. Lemak perirenal dibersihkan dengan menggunakan pinset anatomis dan gunting Metzembaum bila perlu dilakukan kauterisasi terlebih dahulu. 8. Setelah ginjal telah bebas dari lemak dilakukan fiksasi ginjal pada kedua kutubnya dengan kasa dan di identifikasi pielum dengan mencari hubungannya pada ureter. 9. Pielum dibuka dengan insisi berbentuk huruf V, kemudian batu diluksir keluar dengan menggunakan stein tang. Batu sekunder yang kemungkinan ada juga di cari dan diluksir keluar. 10. Dilakukan sondage ureter kebawah dengan menggunakan kateter ureter dan dipompakan PZ yang telah dicampur Povidone Iodine secukupnya. 11. Dilakukan pula spoeling ginjal dengan PZ steril saja. 12. Penutupan pielum dijahit dengan Dexon 3.0, jahitan simpul terputus semua lapisan sekaligus. 13. Cuci lapangan operasi dengan Povidone Iodine dan PZ 14. Pasang redon drain pada fosa renalis. 15. Luka operasi ditutup lapis demi lapis, muskulus oblikus abdominis internus dan muskulus oblikus abdominis transversus jahit satu lapis, muskulus oblikus abdominis eksternus satu lapis dengan menggunakan benang Dexon 1.0 secara jelujur Feston. Lemak subkutan dengan plain catgut 3.0 dan kulit dengan zeide 1.0 2. Bivalve nefrolithotomi : Indikasi : Batu ginjal yang bercabang dan memenuhi seluruh sistema pelvio kaliseal atau dengan batu sekunder yang banyak. Alat : - Baju operasi steril (Operator/asisten/instrumen) - Handschoen steril - Doek steril - Doek klem - Krom klem - Gunting Metzenbaum dan gunting drip kasar - Naald voerder - Pinset anatomis dan chirurgies - Kocher - Spreader Fienochieto - Stein tang - Blaas spuit - Nelaton kateter - Folley kateter no : 16 F - Urobag - Redon drain - Kateter ureter 6 F - Es PZ ( normal saline beku ) 2 botol Persiapan operasi : - Persetujuan operasi - Puasa sejak malam harinya - Lavemen - Profilaksis antiobiotika sesuai kultur. SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1. 23

- General anestesi Tehnik Operasi : 1. Posisi pasien tidur miring sesuai dengan letak batu pada sisi atas (misalkan batu ginjal kanan, maka posisi miring kiri, bagian kanan disebelah atas). Dengan general anesthesi. 2. Desinfeksi lapangan operasi dengan Povidone Iodine (mulai pada lapangan operasi sampai umbilikus dibagian depan, linea skapularis belakang dan papilla mama). 3. Persempit lapangan operasi dengan doek steril. 4. Insisi kulit dimulai dari tepi bawah arkus kosta XI sampai ke arah umbilikus sepanjang lebih kurang 15 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis dengan memotong fascia eksterna, muskulus intercostalis dibelakang dan muskulus oblikus abdominis depan sampai didapatkan fascia abdominis internus. Fascia abdominis dibuka sedikit, kemudian peritoneum dilepaskan dan disisihkan penempelannya pada fascia seperlunya ( sampai ke tepi luka insisi kulit ). 6. Dicari fascia gerota dan dibuka dengan dilakukan kauterisasi terlebih dahulu. Fascia gerota dibuka sepanjang lebih kurang sepenjang tepi ginjal. 7. Dicari terlebih dahulu ureter pada kutub bawah ginjal dan diteugel dengan kateter Nelaton. Lemak perirenal dibersihkan dengan menggunakan pinset anatomis dan gunting Metzembaum bila perlu dilakukan cauterisasi terlebih dahulu. 8. Setelah ginjal telah bebas dari lemak dilakukan fiksasi ginjal pada kedua kutubnya dengan kasa basah. 9. Dipisahkan pada daerah pedikel ginjal antara pedikel dengan ureter/pielum 10. Pedikel ginjal (tidak termasuk ureter) di klem dengan klem non traumatis menggunakan Satinsky klem. Kemudian ginjal didinginkan dengan memakai es PZ secukupnya. Klem Satinsky harus dibuka tiap 30 menit. 11. Kapsula renalis dibuka tepat pada tepi lateral ginjal. 12. Dilakukan pengirisan pada Broders line sepanjang tepi ginjal pada daerah korteks sampai mencapai daerah sistema pelvio-caliceal. 13. Batu diambil dengan menggunakan stein tang. Batu sekunder yang kemungkinan ada juga dicari dan diluksir keluar. 14. Dilakukan sondage ureter kebawah dengan menggunakan kateter ureter dan dipompakan PZ yang telah dicampur Povidone Iodine secukupnya. 15. Dilakukan pula spoeling ginjal dengan PZ steril saja. 16. Sistema pelviokaliseal dijahit dengan menggunakan Dexon 3.0 serapat mungkin, dengan menggunakan simpul terputus. 17. Korteks dijahit dengan khromik cat gut 2.0 dengan jarum bulat, jahitan matras. 18. Kapsula renalis dijahit dengan Dexon 3.0 dengan simpul terputus. 19. Cuci lapangan operasi dengan Povidone Iodine dan PZ 20. Pasang redon drain pada fosa renalis. 21. Luka operasi ditutup lapis demi lapis,muskulus oblikus abdominis internus dan muskulus oblikus abdominis transversus di jahit satu lapis, muskulus oblikus abdominis eksternus SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1. 24 5.

satu lapis dengan menggunakan benang Dexon 1.0 secara jelujur Feston. Lemak subkutan dengan plain cat gut 3.0 dan kulit dengan zeide 1.0. C. PERSIAPAN PRA OPERASI DAN PERAWATAN PASCA OPERASI OBJEKTIF Mempersiapkan pra operasi bedah penderita batu ginjal dan merawat penderita pasca operasi untuk menghindari terjadinya morbiditas. RUANG LINGKUP Penderita dengan batu ginjal yang dipersiapkan operasi dan pasca operasi. DEFINISI Persiapan pra dan pasca operasi adalah persiapan tindakan pada penderita batu ginjal baik sebelum ataupun setelah operasi. RUJUKAN 1. Drach G.W.: Urinarylithiasis: Etiology ; Diagnosis and Medical Management. Campbells Urology, Vol.III 6ed WB Saunders Co. Philladelphia - London - Toronto Montreal - Sidney - Tokyo, 1992, p. 2085 - 2156. 2. Roth R.A. ; Finlayson B. ; Clinical Management of Urolithiasis, Williams & Wilkins Baltimore - London, 1983, p. 151 - 210. 3. Stroller. M.L. et al : Urinary Stone Disease. General Urology 14th Ed. Lange Medical Publication Maruzen Asia,1995, p. 276 - 304. PROSEDUR LENGKAP 1. Persiapan pra operasi 1.1. Klinis :

- Keadaan umum penderita baik - Tidak ada ko-morbiditas yang berat. 1.2. Laboratorium : - Darah lengkap dan urin lengkap - Faal hemostasis, faal hati dan faal ginjal - Urin kultur dan sensitivity test. - Glukosa darah puasa/2 jam post-prandial (untuk usia > 40 tahun) 1.3. Pemeriksaan penunjang : - Elektrokardiografi (untuk usia > 40 th) - Foto thoraks - BNO/Tomogram/IVP/USG/Renogram 1.4. Penderita masuk rumah sakit.

2. Perawatan Pasca Operasi : 2.1. Di Rumah Sakit : Pelepasan kateter 24 jam setelah penderita siuman Pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi < 20cc/24 jam. Pelepasan benang jahitan selang-seling 4 hari pasca operasi bila luka operasi kering dan pelepasan benang keseluruhan 7 hari pasca operasi. 2.2. Di Poliklinik Urologi :
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

25

Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol berikutnya tiap 3 bulan Pemeriksaan IVP dilakukan 6 bulan pasca operasi Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, urin lengkap faal ginjal, urin kultur dan tes kepekaan). Usahakan diuresis yang adekuat ; minum 2 - 3 liter / hari, sehingga dicapai diuresis 1,5 l/hari. Dilakukan konsultasi ke Instalasi Gizi untuk menentukan jenis diet sesuai analisa batu Eradikasi infeksi saluran air kemih, khususnya untuk batu struvit.

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA


A. PROSEDUR DIAGNOSIS
OBYEKTIF Menegakkan diagnosa penderita BPH RUANG LINGKUP Semua penderita laki-laki berusia diatas 50 tahun yang datang dengan keluhan kencing kurang lancar ( sindroma prostatism ) yang terdiri dari : 1. Gejala Obstruktif Hesitansi, pancaran urin melemah atau mengecil, intermitensi, terminal dribling, terasa ada sisa setelah selesai miksi. 2. Gejala Iritasi Urgensi (sulit menahan miksi), frekuensi (miksi lebih sering dari biasanya), disuria sampai akhirnya terjadi retensi urin. DEFINISI BPH adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler. ALUR PENATALAKSANAAN : PENDERITA Dokter umum - Anamnesa
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

Spesialis Urologi - Anamnesa lebih lengkap 26

- Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan laboratorium - Menegakkan diagnosis

- Pemeriksaan fisik lengkap - Pemeriksaan penunjang lain - Menegakkan diagnosis

PROSEDUR LENGKAP DIAGNOSA a. Anamnesa : Keluhan utama dan lamanya keluhan

b. Pemeriksaan Klinis :
b.1. Status umum - Inspeksi : Penonjolan supra pubik bila terjadi retensi urin dengan buli penuh. - Palpasi : Buli-buli teraba diatas simpisis pubis apabila terjadi retensi urin. - Rectal toucher : Prostat teraba membesar konsistensi kenyal

c. Pemeriksaan laboratorium :
Darah lengkap, Faal hemostasis, Faal hati, Faal Ginjal, Elektrolit (K, Na), Urinalisis, Kultur urin dan test kepekaan antibiotika. d. Pemeriksaan Foto Radiologi - BOF - IVP : Pada kasus BPH tanpa retensi urin - USG : Apabila terjadi gangguan faal ginjal ( serum kreatinin > 4 ) - Foto thoraks

e. Pemeriksaan penunjang lain :


- Uroflowmetri harus dikerjakan apabila penderita masih bisa kencing atau untuk evaluasi pasca terapi. - Sistoskopi dilakukan pada penderita tanpa retensio urin dengan indikasi tertentu - TRUS (Transrektal USG) dengan indikasi tertentu - ECG B. PROSEDUR PENATALAKSANAAN Penderita BPH seperti yang disebutkan diatas. OBJEKTIF 1. Terapi medikamentosa diindikasikan pada penderita : - BPH dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa penyulit (dianjurkan dengan IPSS) - BPH dengan indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra Macam obat yang digunakan : - Golongan alpha blocker - Golongan inhibitor enzim 5 alpha reduktase - Golongan finasteride

2. Terapi operatif diindikasikan pada penderita :


Penderita dengan retensio urin akut atau pernah retensio urin akut Penderita dengan retensio urin kronis artinya dalam buli-buli selalu lebih dari 300 ml. Penderita dengan residual urin lebih dari 100 ml SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1. 27 -

Penderita BPH dengan penyulit : batu buli-buli, divertikel buli-buli, hidronephrosis, gangguan faal karena obstruksi. Terapi medikamentosa tidak berhasil Flowmetri menunjukkan pola obstruksi, yaitu : - Flow maksimal < 10 ml/detik - Kurve berbentuk datar atau multifasik - Waktu miksi memanjang

RUANG LINGKUP Penderita BPH seperti yang disebutkan diatas DEFINISI

1. Retropubik

pengambilan kapsul prostat. 2. Reseksi prostat transuretra (TURP) adalah suatu tindakan pengambilan (pembuangan) jaringan prostat secara endoskopi dengan menggunakan alat pemotong (cutting loop) elektrik.

transkapsular (pembuangan)

prostatektomi (cara Millin) adalah suatu tindakan jaringan prostat melalui retropubik dan membuka

3. Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT) adalah invasi minimal terhadap prostat


dengan menggunakan kateter 22 F yang dihubungkan dengan sumber panas microwave 1296 MHz, dipanaskan sampai 45 - 60 C dan uretra secara terus menerus didinginkan sehingga mukosa uretra tidak rusak. PROSEDUR LENGKAP OPERASI 1. Retropubik Transkapsular Prostatektomi (cara Millin) Alat yang diperlukan : - Alat operasi set besar - Linen set terdiri dari : - Doek besar 2 buah - Doek kecil 6 buah - Baju operasi 4 buah

- Taplak penutup - Meja instrumen

Tehnik Operasi : 1. Pasang foto-foto pada light-box 2. Setelah dilakukan anestesi baik regional ataupun general, penderita diletakkan dalam posisi supinasi (telentang). 3. Dilakukan desinfeksi dengan larutan povidone iodine 5% dari bawah os xyphoid sampai pertengahan kedua paha dan skrotum di sangga dengan doek steril kecil. 4. Lapangan operasi di persempit dengan doek steril (lapangan operasi di mid line antara umbilikus dan os pubis). 5. Insisi supra pubik dan infra umbilikal (midline) lapis demi lapis 6. Muskulus rektus abdominis dipisahkan ke lateral (pada linea alba) sambil merawat perdarahan 7. Lemak perivesikal disisihkan ke proksimal, identifikasi buli-buli dan prostat selanjutnya dipasang spreader. 8. Pasang bantalan pada kiri dan kanan prostat (dengan kasa) dengan tujuan : - agar prostat lebih menonjol - identifikasi prostat lebih mudah 9. Jahit (hemostasis) kapsul prostat pada 4 tempat dengan chromic catgut no. yaitu
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

28

- lateral kanan dan kiri (arah oblique) - tengah atas dan bawah kira-kira 1 cm dan 2 cm dari leher buli-buli. 10. Insisi kapsul prostat arahnya horisontal (diantara ke empat jahitan tersebut) sampai nampak adenoma prostat. 11. Adenoma prostat dipisahkan dari kapsulnya dengan gunting metzeubaum secara tajam dan tumpul. 12. Setelah ada ruang antara kapsul dengan adenoma prostat sampai keluar semua adenomanya. Bekas enukleasi di tekan dengan kassa sebanyak 4-5 lembar selama 5 menit untuk menghentikan perdarahan. 13. Kasa diambil 2 sumber perdarahan dijahit dengan chormic catgut No. 0 pada jam 5 dan 7 secara figure of eight. Rawat perdarahan yang lain dengan kauterisasi. 14. Kemudian pasang kateter three way 24F sampai ke buli-buli (balon jangan diisi dulu) 15. Kapsul prostat dijahit dengan chromic catgut No. 0 secara simpul bedah sampai tidak ada kebocoran (water tight). 16. Isi buli-buli dengan PZ untuk melihat kebocoran buli. 17. Setelah tidak bocor, balon kateter diisi air 40 cc dan di fraksi dan dipasang spoel dengan PZ. 18. Rawat perdarahan dan pasang redon drain pada cavum Retzii 19. Semua kasa yang ada didalam dikeluarkan 20. Luka operasi ditutup lapis demi lapis : - Otot dan fascia dijahit dengan chromic catgut - Lemak dijahit dengan plain catgut - Kulit dijahit dengan benang sutra (zeide) 2. Reseksi Prostat Transuretra (TURP) Alat yang dipersiapkan : - Cold light fountain standard (lampu endoskopi) - Kabel cahaya fiber optik - Pipa air dengan luerlock - Alat koagulasi dan reseksi listrik - Working element yang terdiri dari : Sheath : No.24 F atau 27 F Teleskope : Optik 0 atau 30 Obturator : No. 24 F atau 27 F Cutting loop : No. 24 F atau 27 F - Bougie : Roser 25 F,27 F, dan 29 F - Desinfeksi klem - Sarung tangan steril 2 pasang - Linen set terdiri dari : penutup meja instrumen, sarung kaki 2 buah, doek besar berlubang, baju dan skort operasi Tehnik Operasi : - Pasang foto-foto pada light box - Setelah dilakukan anestesi regional penderita diletakkan dalam posisi lithotomi - Untuk menghindari komplikasi orchitis dilakukan Vasektomi tanpa Pisau (VTP) - Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine didaerah penis scrotum dan sebagian dari kedua paha dan perut sebatas umbilikus - Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek panjang berlubang untuk bagian perut keatas. - Dilatasi uretra dengan bougie roser 25 F sampai 29 F - Sheath 24F / 27F dengan obturator dimasukkan lewat uretra sampai masuk buli-buli. - Obturator dilepas, diganti optik 30 dan cutting loop sesuai dengan ukuran sheatnya. - Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu, trabekulasi dan divertikel buli - Working element ditarik keluar untuk mengevaluasi prostat ( panjangnya prostat yang SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1. 29

menutup uretra, leher buli dan verumontanum ) Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya, waktu reseksi paling lama 60 menit (bila menggunakan irigan aquades) dan waktu bisa lebih lama bila menggunakan irigan glisin. Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TUR. - Bila terjadi pembukaan sinus, operasi dihentikan, untuk menghindari sindroma TUR - Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan ellik evakuator sampai bersih, selanjutnya dilakukan perawatan perdarahan. - Setelah selesai, dipasang three way kateter 24F dan dipasang Spoel PZ / Aquades. Kateter ditraksi selama 24 jam, dan dilepas 5-7 hari. - Flowmetri dilakukan setelah lepas kateter dan penderita dapat miksi spontan. - Penderita dapat pulang setelah diketahui hasil Patologi Anatominya 3. Transurethral Microwave Thermoterapi (TUMT) Kriteria : - Volume prostat > 40 cc - Lobus medius (sub trigonam) tidak membesar - PSA 0-4 ng/ml - Tidak memakai Implan metal - Tidak memakai pacemaker jantung - Tidak mempunyai kelainan koagulasi - Tidak memakai Aspirin - Tidak mempunyai Angina - Panjang urethra prostatika > 25 mm Alat alat : - Prostaprobe (dapat disterilkan dalam Glutaraldehyde selama 15 menit dan dicuci dengan PZ) - Sarung tangan steril 3 pasang - Kondom 2 buah - Xylocain 2% jelly - Analgesik dan antibiotik - Doek steril - Disposable syringe 5 cc (2 buah) ; 10 cc (2 buah) - Larutan PZ - Folley kateter 16 F (1 buah) & Urobag (1 buah) Persiapan penderita : - Sebaiknya dilakukan lavement dengan pemberian dulcolax suppositoria pada pagi harinya. - Kateter per uretram (bila ada) di klem untuk pengisian buli-buli - Analgesik (sedatif) dan antibiotik diberikan 1 jam sebelumnya Tehnik Operasi : - Posisi penderita tidur telentang - Dilakukan pengukuran temperatur aksilar dan catat hasilnya - Dilakukan pemeriksaan TRUS dengan probe 7,5 MHz untuk mengukur volume prostat : 0,52 x D1 x D2 x D3 (D1 = penampang longitudinal/sumbu panjang prostat ; D2 = penampang melintang/sumbu lebar prostat ; D3 = penampang melintang/sumbu tinggi prostat) dan mengukur panjang uretra pars prostatika.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

30

Kateter uretra bila ada dilepas Masukkan probe 2,5 atau 2,0 dari prosta probe sesuai program yang diminta pada uretra. - Masukkan probe rektal dan fiksasi pada tempatnya dengan baik - Jalankan mesin sesuai prosedur - Cek dan monitor probe rektal dan uretra secara berkala, dengan probe USG pada bulibuli. - Bila telah selesai lepaskan probe per uretram dan probe rektal - Pasang kateter per uretram No. 16 dan urobag - Penderita harus kontrol tiap minggu sampai pelepasan kateter di hari ke XIV. C. PERSIAPAN PRA & PASCA OPERASI OBJEKTIF Mempersiapkan pra operasi bedah penderita BPH dan merawat penderita pasca operasi untuk menghindari terjadinya morbiditas. RUANG LINGKUP Penderita dengan BPH yang dipersiapkan operasi dan pasca operasi DEFINISI Persiapan pra dan pasca operasi adalah persiapan tindakan pada penderita baik sebelum ataupun setelah dilakukan operasi.

BPH

PROSEDUR LENGKAP 1. Persiapan Pra Operasi 1.1. Klinis :

- Keadaan umum penderita baik - Tidak ada ko-morbiditas yang berat 1.2. Laboratorium : - Darah lengkap dan urin lengkap - Faal hemostasis, faal hati dan ginjal - Urin kultur dan tes kepekaan antibiotika - Gula darah puasa dan 2 jam post prandial - Elektrolit (K & Na) 1.3. Pemeriksaan penunjang : - Elektrokardiografi - Foto thoraks - BOF - IVP atas indikasi 1.4. Penderita masuk rumah sakit 2.1.

2. Perawatan Pasca Operasi


Di Rumah Sakit : - Traksi kateter dilepas setelah 24 jam pasca operasi - Spoel kateter dilepas apabila urin yang keluar sudah jernih ( 2 hari) - Pada tindakan Millin : SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1. 31

- kateter dilepas setelah hari ke 5 - redon drain dilepas pada hari berikutnya, bila produksi < 20 cc/24 jam. - pada tindakan TURP, kateter dilepas pada hari ke 3 atau lebih lama 2.2. l n o Di Poliklinik Urologi (VK Sistoskopi) - Pada bulan pertama kontrol 2 minggu sekali untuk evaluasi keluhan dan m pancaran kencingnya. - Selanjutnya setiap 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan setiap tahun - Apabila terdapat gangguan pancaran segera periksa uroflowmetri - Setiap kontrol penderita harus sudah membawa hasil laboratorium dasar (UL, DL, RFT dan kultur urin). - Terapi antibiotika diberikan atas indikasi yang jelas

KARSINOMA BULI-BULI A. PROSEDUR DIAGNOSIS OBYEKTIF Menegakkan diagnosis penderita karsinoma buli-buli stadium dini maupun lanjut. RUANG LINGKUP Semua penderita yang datang dengan keluhan painless hematuri disertai intermiten atau retensi karena bekuan darah dengan kecurigaan karsinoma buli-buli yaitu adanya masa suprasimfiser, bimanual palpasi dengan colok dubur teraba masa di buli-buli. Pemeriksaan IVP tampak adanya filling deffect buli-buli atau pada USG buli-buli tampak ada massa intra vesikal dan pada pemeriksaan sistoskopi adanya masa pada buli-buli serta dengan atau tidak adanya tanda-tanda keganasan lanjut. DEFINISI Karsinoma buli adalah keganasan berasal dari epitel (mukosa) buli-buli, dan pada anak-anak paling sering berasal dari otot. PROSEDUR LENGKAP Anamnesa : Keluhan utama adanya hematuria dengan sifat : gross (makroskopis) tanpa nyeri dan intermiten dapat terjadi (berulang serta retensi urin karena tersumbat bekuan darah).
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

32

Pemeriksaan klinis 1. Status Umum : Tanda vital, berat badan, status penampilan (Karnofsky). 2. Status Urologi : Adanya masa suprasimfiser, tanda invasi organ terdekat, tanda-tanda metastase. Palpasi : Adanya masa suprasimfiser, masa daerah flank. Colok dubur : Adanya masa pada buli-buli dan prostat. Bimanual palpasi pada keadaan narkose Pemeliharaan Laboratorium - Darah lengkap - Faal Hemostasis - Faal hati - Faal Ginjal - Urinalisis - Kultur Urin dan tes kepekaan. - Sitologi Urin, dinilai menurut sistim Broder, di bagi 5 kelas : Kelas I : tidak di ketemukan sel Kelas II : di ketemukan sel yang normal Kelas III : di ketemukan sel dengan perubahan atipik Kelas IV : di ketemukan sel yang mencurigakan keganasan Kelas V : di ketemukan sel-sel ganas.

Pemeriksaan Radiologis : - Thoraks foto PA / lateral - IVP - USG buli-buli, ginjal dan abdomen - CT Scan abdomen, di kerjakan dengan indikasi tertentu Pemeriksaan Sistoskopi : Pemeriksaan ini dikerjakan bila pemeriksaan yang disebut di atas diketahui hasilnya. Dan bila hasilnya mendukung adanya karsinoma buli-buli, maka penderita sekaligus dipersiapkan untuk dilakukan reseksi tumor dan staging. Pemeriksaan sistoskopi dengan tujuan diagnostik saja, dikerjakan bila : 1. Pemeriksaan yang lain tidak mendukung adanya karsinoma buli-buli 2. Penderita mengalami penyulit retensi urin karena tersumbat bekuan darah. Pada sistoskopi diagnostik ini sekaligus dilakukan pemeriksaan bimanual palpasi dalam keadaan narkose dan biopsi. Histopatologi : - Dilakukan biopsi pada saat melakukan sistoskopi - Pemeriksaan histopatologi untuk menentukan : 1. Jenis Karsinoma. 2. Sebagian besar karsinoma buli-buli berasal dari epitel (mukosa) dan jenisnya yang sering adalah karsinoma sel transisi (TCC), karsinoma sel skuamosa, adeno karsinoma 3. Derajat Infiltrasi. 4. Derajat Infiltrasi ditentukan berdasarkan infiltrasi sel ganas terhadap membrana basalis (lamina propria) dan lapisan otot buli-buli. 5. Derajat degenerasi / deferensiasi.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

33

6. Derajat deferensiasi ditentukan berdasarkan susunan dan tebalnya lapisan sel, gambaran inti sel dan perbandingan antara inti sel dengan sitoplasma. 7. Derajat I : diferensiasi baik ( well differentiated ) Derajat II : diferensiasi sedang ( moderatly differentiated ) Derajat III : diferensiasi jelek ( poorly differentiated ) Derajat IV : diferensiasi tak beraturan ( undifferentiated ) Diagnosa Stadium klinis : Setelah data klinis, laboratoris, radiologis, histopatologi ditegakkan, diperlukan staging guna memilih terapi yang adekuat untuk penderita. PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Dokter umum / spesialis lain melaksanakan : Anamnesa, pemeriksaan klinis ( ginjal, buli-buli, dan colok dubur ), laboratorium pemeriksaan radiologis ( USG abdomen dan IVP ), menegakkan diagnosa. 2. Spesialis Urologi : Anamnesa, pemeriksaan klinis, laboratorium ( melengkapi pemeriksaan yang kurang misalnya sitologi urin ), analisis hasil radiologi yang sudah dimintakan dokter umum, sistoskopi dan biopsi, menegakkan diagnosa / staging, menentukan terapi, serta follow up penderita.

ALUR PELAKSANAAN
DOKTER UMUM / SPESIALIS - Anamnesa - Pemeliharaan klinis - Laboratorium - Pemeriksaan radiologis - Menegakkan diagnosis SPESIALIS UROLOGI - Melengkapi pemeriksaan yang kurang dan analisa - Sistoskopi biopsi - Menegakkan diagnosa / staging - Menentukan terapi - Follow up

Merujuk ke Spesialis Urologi

B. PROSEDUR PELAKSANAAN OBYEKTIF Terapi karsinoma buli-buli tergantung status penampilan pasien, staging, derajat diferensiasi, pilihan pasien atau dokter. RUANG LINGKUP Pembagian stadium / ekstensi dari tumor Ekstensi dari karsinoma buli-buli dinyatakan dengan sitim T N M (UICC 1987), dimana : Staging Batasan

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

34

T N M Tx To Tis Ta T1 T2 T3 T4 Nx No N1 N2 N3 Mx Mo M1

: Menyatakan ektensi dari tumor primer ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, imaging, sistoskopi dan biopsi / reseksi. : Menyatakan keadaan dari kelenjar limfa regiona;, yaitu kelenjar limfa yang berada di bawah bifurcatio arteria iliaka komunis sepanjang arteria iliaka interna. : Menyatakan ada tidaknya metastase jauh. Ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan imaging. : Tumor primer tidak bisa di nilai ekstensinya, misalnya karena tidak tersedia fasilitas untuk melakukan sistoskopi dan reseksi. : Tidak didapatkan tumor primer. : Karsinoma in situ yaitu tumor yang datar / difuse flat tumor. : Karsinoma papiler tidak invasive, belum menembus membrana basalis. : Tumor mengadakan invasi sampai ke jaringan sub mukosa. : Tumor mengadakan invasi sampai ke lapisan otot superfisial, kurang dari setengah lapisan otot dan bersih dengan reseksi transuretra. : Tumor mengadakan invasi sampai : - 3a melebihi tebal otot - 3b mengenai lemak peri vesikal. : Tumor mengadakan invasi ke : Prostat, Uterus, Vagina, Dinding pelvis, Dinding abdomen. : Keadaan kelenjar limfa tidak bisa dinilai : Tidak terdapat metastase ke kelenjar limfa : Metastase tunggal dengan diameter < 2 cm : Metastase tunggal dengan diameter > 2 < 5 cm Metastase multipel dengan diameter < 5 cm : Metastase dengan diameter > 5 cm : Ada tidaknya metastase jauh tidak bisa dinilai : Tidak ada metastase jauh : Terdapat metastase jauh

Pembagian staging yang lain adalah menurut Jewett Strong Marshall Stage. DEFINISI : Reseksi Transuretra Dengan resektoskop dilakukan reseksi transuretra dalam keadaan narkose baik sebagai monoterapi maupun dengan tujuan mengurangi masa tumor. Cara ini dilakukan dengan menggunakan peralatan endoskopi.

Sistektomi Partial Pengangkatan buli-buli secara parsial (sebagian buli-buli) sebatas daerah tumor. Adapun teknik operasi dengan cara pendekatan supra pubik, identifikasi buli-buli dan kelenjar getah bening daerah pelvis, ligasi arteri vesicalis superior, dilakukan limfadenektomi daerah pelvis dan wide eksisi tumor minimal 2 cm daerah bebas tumor. Radikal Sistektomi Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki dilakukan pangangkatan buli-buli, peritoneum daerah pelvis, prostat, vesikula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal, termasuk limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pengangkatan buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk peritoneum daerah pelvis, uretra, serviks, uterus sepertiga dinding depan vagina, ligamen maupun ovarium disertai limfadenektomi daerah pelvis. Diversi urin dikerjakan
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

35

berdasarkan persetujuan dokter, penderita maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang inkontinen. Metode yang biasa digunakan adalah dengan cara Coffey atau cara Bricker. Radiasi Radiasi yang diberikan adalah eksternal radiasi dengan dosis 6000 7000 rad diberikan selama 5 - 8 minggu untuk tujuan kuratip dan 2000 rad untuk preoperatip (sistektomi). Kemoterapi Kemoterapi diberikan secara topikal intravesikal. PROSEDUR PELAKSANAAN 1. Dokter Umum / Spesialis lain melakukan skrening / menegakkan diagnosis baik pemeriksaan klinis, laboratorium maupun radiologis. 2. Spesialis Urologi : Pemeriksaan Sistoskopi Reseksi Transuretra buli-buli staging Sistektomi Merencanakan eksternal radiasi dan kemoterapi.

Penanganan karsinoma buli-buli

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

36

1. 2.

Reseksi Transuretra - Operasi sistektomi. - SALVAGE sistektomi

Ta, T1, T2 Tis, T3, T4 prostat T2 res G 3-4 No, Mo

3.

Sistostika : - Intravesika - Sistemik

Ta, T1 residif T1, G 3-4 T1 m - Sebagai pengobatan alternatif untuk T3, T4 - Untuk M1 multiple - Pra operasional radikal - T3, N 1-3, Mo - Alternatif untuk T2, G3-4, Nx, Mo - T3, T4, Nx, Mo Ta, T1 (sebagai alternatif)

4.

Radiasi eksterna

5.

Imunologi (BCG intra fesikal)

1. Reseksi Transuretra buli-buli. Alat yang dipersiapkan - Cold light fountain standart (lampu endoskopi). - Kabel cahaya fiber optik - Pipa air dengan Luer lock - Resektoskop set terdiri dari : Resektoskop Sheath dengan obturator No. F 24 atau F 27 Teleskop optik 30 o Working elemen Cutting Loop Coagulating elektroda High Frequency Cord Protection tube. - Bougie Roser. - Three Way catheter F 24 dan urobag. - Desinfeksi klem - Sarung tangan dua pasang ukuran sesuai - Linen set terdiri dari : taplak penutup meja instrumen, sarung kaki 2 buah, doek besar berlubang, baju/skot operasi. - Cairan irigan yang digunakan Water for irrigation. Teknik Operasi Pasang foto-foto pada light box Setelah dilakukan anesthesi baik regional ataupun general, penderita diletakkan dalam posisi lithotomi. Dilakukan pemeriksaan colok dubur dan bimanual palpasi Dilakukan desinfeksi dengan larutan povidone jodine : di daerah penis, skrotum sebagian dari kedua paha dan perut sebatas umbilikus.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

37

Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki pada kedua kaki dan doek panjang berlubang untuk bagian perut ke atas Dilakukan panendoskopi dengan sheath No. F16, Optik 30o, untuk evaluasi uretra Dilatasi dengan bougie roser secara gentle Dengan sheath F 27 atau F 24 Sheat Resektoskop dengan obturator secara gentle dimasukkan ke dalam buli-buli Kemudian dilakukan evaluasi buli-buli, sebelum melakukan reseksi harus diperhatikan lokasi, ukuran tumor, bentuk tumor. Reseksi dilakukan / dimulai dari daerah tumor yang berbatas tegas dengan mukosa buli-buli yang normal (daerah margin). Kemudian reseksi tumor dilanjutkan sampai tampak otot buli-buli sambil melakukan hemostatis dengan cara fulgurasi. Selama reseksi, cairan irigan diatur sedemikian rupa sehingga operator dapat melakukan reseksi tumor dengan baik, serta tidak menyebabkan perforasi buli-buli. Untuk tumor yang besar, dan dasar tumor yang luas bentuk sesile, tumor papiler yang multiple, serta lokasi tumor yang sulit, sukar untuk melakukan reseksi sampai bersih. Hati-hati melakukan reseksi tumor di muara ureter daerah trigonum, kemungkinan terjadi sikatrik di muara ureter sangat besar sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya striktur. Beberapa peneliti menggunakan penuntun sten kateter ureter sebelum melakukan reseksi. Untuk tumor di dinding lateral buli-buli hati-hati akan terjadinya rangsangan nervus obturator saat melakukan reseksi, sehingga terjadi kontraksi otot aduktor paha yang dapat mengakibatkan perforasi buli-buli. Apabila tumor sudah bersih, dasar otot yang sudah dilakukan reseksi dilakukan biopsi untuk menilai dalamnya infiltrasi tumor ( staging ). Setelah dilakukan hemostasis, dilakukan pemasangan three way kateter No. F 24, sambil dilakukan spoeling dengan cairan NaCl 0,9% sampai jernih. Tidak dilakukan pemasangan traksi kateter. Jaringan reseksi tumor dan biopsi dasar tumor dilakukan pemeriksaan PA. 2. Partial Sistektomi Indikasi : Tumor tunggal, T1-T3, lokasi tumor pada dinding lateral buli-buli, atap buli-buli (dome), tumor pada divertikel, adeno karsinoma daerah dome yang berhubungan dengan urachus. Teknik Operasi Pendekatan Retroperitoneal. Persiapan operasi pada umumnya. Pemberian antibiotika profilaksis, premedikasi anestesi. Setelah dilakukan anestesi secara general, penderita diletakkan dalam posisi supine. Dilakukan pemasangan kateter No. F 16 Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan povidone iodine di daerah penis, skrotum, sebagian dari pangkal paha, kateter, perut sebatas umbilikus, jika wanita sampai dalam vulva. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril. Insisi midline supra pubik, perdalam lapis demi lapis. Identifikasi buli-buli dan peritonium disisihkan ke kranial. Bebaskan dinding buli-buli kearah lateral dan posterior.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

38

Identifikasi kelenjar getah bening ipsilateral dengan cara mengikuti percabangan anterior dan posterior arteri iliaka interna, sampai tampak pedikel arteri vesikalis superior, ligasi arteri vesikalis superior. Jika kelenjar getah bening tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan pemeriksaan frozen section sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah dapat memprediksi letak tumor yang sudah dilakukan evaluasi sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai memperkirakan insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga sampai empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat sentimeter dari tepi tumor, sehingga terekspose dengan baik. Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat sebelumnya pada dinding buli-buli, dilakukan insisi dinding buli-buli diantara dua jahitan pagar. Insisi diperluas dengan krom klem sehingga tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya. Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam buli-buli tampak jelas, sambil melakukan hemostasis yang baik dengan elektro surgikal. Apabila dalam perencanaan eksisi tumor diperkirakan akan mengenai muara ureter ( karena lokasi tumor dekat dengan muara ), maka dapat digunakan stent kateter ureter. Lindungi jaringan mukosa buli-buli normal dengan kasa, guna mengisolasi jaringan tumor. Setelah jaringan tumor dapat diekspose dengan jelas, dilakukan wide eksisi jaringan tumor 2-3 cm dari margin, termasuk lemak perivesikal. Jika eksisi tumor mengenai muara ureter, dapat dilakukan reimplantasi ureter, yang sering digunakan adalah cara Politano-Ledbetter. Sesudah jaringan tumor dieksisi dilakukan penjaitan dua lapis. Tidak dianjurkan pemasangan kateter sistostomi. Pasang drain prevesikal, pasang kateter F 22 atau F 24 Jahit dinding abdomen lapis demi lapis.

Pendekatan Trans Peritoneal Untuk tumor daerah dinding posterior buli-buli, dianjurkan dengan pendekatan transperitoneal. Insisi midline suprasimfisis, perdalam lapis demi lapis. Identifikasi buli-buli dan peritonium, buka peritonium daerah midline, sisihkan usus. Identifikasi vasa iliaka interna dan percabangan arteri vesikalis superior, serta dilakukan ligasi. Bebaskan dinding posterior buli-buli serta identifikasi kelenjar getah bening ipsilateral. Jika kelenjar getah bening tampak besar dilakukan limfadenektomi dan dilakukan pemeriksaan frozen section sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. Setelah buli-buli terekspose dengan baik dimana operator sudah dapat memprediksi letak tumor yang sudah dilakukan evaluasi sebelumnya dengan pemeriksaan sistoskopi, operator mulai memperkirakan insisi dinding buli-buli. Letak insisi harus jauh dari lokasi tumor. Beberapa peneliti menganjurkan tiga sampai empat sentimeter dari leher buli-buli dan tiga sampai empat sentimeter dari tepi tumor, sehingga terekspose dengan baik. Dengan bantuan dua buah jahitan pagar yang sudah di buat sebelumnya pada dinding buli-buli, dilakukan insisi dinding buli-buli diantara dua jahitan pagar. Insisi
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

39

diperluas dengan krom klem sehingga tampak tumor yang sudah dievaluasi sebelumnya. Gunakan allis clamp agar lapangan pandang tumor dalam buli-buli tampak jelas, sambil melakukan hemostasis yang baik dengan elektro surgikal. Apabila dalam perencanaan eksisi tumor diperkirakan akan mengenai muara ureter ( karena lokasi tumor dekat dengan muara ), maka dapat digunakan stent kateter ureter. Lindungi jaringan mukosa buli-buli normal dengan kasa, guna mengisolasi jaringan tumor. Setelah jaringan tumor dapat diekspose dengan jelas, dilakukan wide eksisi jaringan tumor 2-3 cm dari margin, termasuk lemak perivesikal. Jika eksisi tumor mengenai muara ureter, dapat dilakukan reimplantasi ureter, yang sering digunakan adalah cara Politano-Ledbetter. Sesudah jaringan tumor dieksisi dilakukan penjaitan dua lapis. Tidak dianjurkan pemasangan kateter sistostomi. Pasang drain prevesikal, pasang kateter F 22 atau F 24 Jahit dinding abdomen lapis demi lapis.

3. Radikal Sistektomi Persiapan preoperasi Radiasi atau kemotrapi preoperasi dilihat kasus perkasus Bowel sterilisasi Prinsip teknik operasi : Pengangkatan organ yang lebih luas / radikal. Pada laki-laki dilakukan pengangkatan bulibuli, peritonium daerah pelvis, prostat, vesicula seminalis dengan cara sistoprostatektomi radikal, termasuk limfadenektomi daerah pelvis. Pada wanita pangangkatan buli-buli disertai organ sekitarnya termasuk peritonium daerah pelvis, uretra, serviks, uterus, sepertiga dinding depan vagina, ligamen maupun ovarium disertai limfadenektomi daerah pelvis. Diversi urin dikerjakan berdasarkan persetujuan dokter, penderita maupun kebiasaan operator, baik yang kontinen maupun yang inkontinen. Metode yang biasa digunakan adalah dengan cara Coffey atau cara Bricker. Follow Up : Interval pemeriksaan ulang setelah pengobatan : Tahun I : setiap 3 bulan Tahun II : setiap 4 bulan Tahun III : setiap 6 bulan dan seterusnya. Hal yang diperiksa pada saat kunjungan ulang : Tentukan status penampilan ( performance status ) dari penderita, menurut kriteria Karnofsky. Untuk evaluasi dari penyakitnya sendiri pada prinsipnya kunjungan ulang juga menentukan T, N dan M nya. Dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorik dasar, dan sitologi urin. Sistoskopi di kerjakan setiap kali kunjungan ulang, kecuali telah dikerjakan sistektomi. Foto thorak : setiap 6 bulan sekali Pyelografi intravena : setelah 6 bulan, 12 bulan dan bila ada indikasi tertentu.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

40

PH dan elektrolit darah dikerjakan setiap kali kunjungan untuk penderita-penderita dengan diversi urin. Pemeriksaan yang lain dikerjakan hanya atas dasar indikasi tertentu.

Algoritma penanganan penderita karsinoma buli-buli : Curiga karsinoma buli-buli : Hematuri - Gross - Painless - Intermitten Retensi blood clots ISK berulang / persisten

SISTOSKOPI BIOPSi USG IVP SITOLOGI URIN SISTOSKOPI + BIOPSI SISTOSKOPI + TUR + STAGING

Ta T1 T2 well-moderate diff.

Tis T2 poorly/undifferentiated No Mo + T4 T3 No Mo RADIASI EKSTERNA 6000 rads SISTEKTOMI RADIKAL PREOP RADIASI 2000 RADS FOLLOW UP T tetap (+) operabel

FOLLOW UP

FOLLOW UP 41

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

SALVAGE SISTEKTOMI FOLLOW UP RUJUKAN 1. Carrol P.R. : Urothelial Carsinoma Cancers of the Bladder Ureter & Renal Pelvis : Smiths General Urology, 14th Prentice Hall International Inc. 1995. P. 353 - 371. 2. Catalona W.J. : Urothelial Tumors of the Urinary Tract : Campbells Urology vol II, 6th ED WB Saunders Co. Philladelphia London Toronto Monthreal Sydney - Tokyo, 1992, P. 1094 - 1140. 3. Fitzpatrick J.M. : Partial Cystectomy and Symple Cystectomy. Urologic Surgery By James F Glenn 4th ED. JB Lippincott Company, 1991. P. 439-453. 4. Hardjowijoto S. : Karsinoma Buli-buli. Seksi / Program Studi Urologi. Lab/UPF Ilmu Bedah, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 5. Hinman F. : Attlas of Urologic Surgery WB Saunders Co. Philladelphia-London-TorontoMonthreal 1989 Sidney-Tokyo P. 390-444. 6. Paulson D.F. : Radical Cystectomy Surgery by James F Glenn 4th ED. JB. Lippincott Company 1991. P.439-453.

-------------------

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

42

KARSINOMA PROSTAT
A. PROSEDUR DIAGNOSIS OBJEKTIF : Menegakkan diagnosis penderita karsinoma prostat baik stadium dini maupun lanjut. RUANG LINGKUP Semua penderita yang datang keluhan prostatisme atau retensio urin disertai dengan kecurigaan keganasan prostat yaitu colok dubur terdapat nodul, keras, peningkatan PSA > 4 ng/dl, didapatkan lesi hypoekhoik pada TRUS sampai tanda-tanda keganasan lanjut. DEFINISI Karsinoma prostat adalah keganasan yang berasal dari sel asinus prostat. PROSEDUR LENGKAP Anamnesa : - Keluhan utama, lamanya keluhan, riwayat pemeriksaan, pengobatan dan rujukan. - Gejala-gejala obstruksi infravesikal - Tanda-tanda metastase
Pemeriksaan klinis :

Status umum : Tanda vital, Berat badan, Status penampilan (Karnofsky) Status urologi :
Inspeksi

: Tanda - tanda pembesaran kelenjar regional / juksta regional, tanda-tanda invasi organ terdekat, tanda-tanda metastase. Palpasi : Kelenjar inguinal, kelenjar hypogastrika, kelenjar Virchow, massa tumor di supra pubik. Colok dubur : Nodulus, konsistensi prostat berdungkul keras, mobilitas, invasi perkontinuitatum ke vesikula seminalis, rektum.

Pemeriksaan laboratorium : - Darah lengkap - Faal hemostasis - Faal hati - Elektrolit - Urinalisis - Kultur urin dan tes kepekaan - Antigen spesifik untuk prostat (PSA) - Alkali fosfatase untuk kecurigaan metastase tulang Pemeriksaan radiologis : - Foto thoraks PA/lateral
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

43

IVP USG abdomen TRUS Bone survey/scanning CT scanning bila diperlukan MRI

Histopatologi pre operasi : Sitologi urin bila didapatkan hematuria Colok dubur teraba nodul keras, didapatkan peningkatan PSA > 4 ng/dl, lesi hypoekhoik pada TRUS dilakukan Biopsi prostat Uretrosistoskopi : Adanya kecurigaan invasi pada uretra, bladder neck, buli-buli dilakukan uretrosistoskopi. Diagnosa stadium klinis : Setelah data klinis, laboratoris, radiologis bilamana perlu histopatologi ( sitologi urin/Biopsi ) ditegakkan diagnosa stadium klinis guna memilih terapi yang adekuat untuk penderita. PROSEDUR PELAKSANAAN : 1. Dokter umum/ahli lain melaksanakan Anamnesa, pemeriksaan klinis (colok dubur), laboratorium ( PSA ), di rujuk ke ahli urologi 2. Ahli urologi Anamnesa, pemeriksaan klinis lengkap, laboratorium lengkap, Biopsi tuntunan TRUS, Radiologis lengkap, menegakkan diagnosa stadium klinis, memberi terapi. ALUR PENATALAKSANAAN
Anamnesa Colok dubur PSA Anamnesa, DP, Laboratorium Radiologis, TRUS Biopsi, CT scan Bone Scan, Cystoscopi Staging Klinis Terapi Spesialis

Dokter umum

B. PROSEDUR PENATALAKSANAAN OBJEKTIF Terapi karsinoma prostat tergantung stadium klinis, status penampilan pasien, pilihan pasien dan atau dokter. RUANG LINGKUP Karsinoma prostat staging menurut AUA (Modifikasi sistem Jewett)
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

44

Staging Stage A1 Stage A2 Stage B1 Stage B2 Stage C Stage C1 Stage C2 Stage D1 Stage D2

Batasan Fokal Difuse Tumor pada 1 lobus kurang dari 1,5 cm Tumor pada 2 lobus lebih dari 1,5 cm Ekstensi ekstrakapsuler ke lemak periprostatik, bladder neck atau vesikula seminalis Invasi vesikula seminalis (-) Invasi vesikula seminalis (+) Metastase regional ke kel. Lymfe pelvik atau hydronefrosis karena obstruksi uretra Metastase kelenjar jauh, tulang, paru, liver dan jaringan lunak lain

DEFINISI PROSTATEKTOMI RADIKAL - Teknik suprapubik, insisi midline suprapubik sampai dengan 2 cm di atas umbilikus membuang prostat, vesikula seminalis beserta limfedenektomi pelvik meninggalkan jaras syaraf vaskuler. - Tehnik perineal, insisi mercy pada perineal membuang prostat, vesikula seminalis, jaras syaraf vaskuler terpotong, insisi kedua di atas untuk limfedenektomi pelvik. RADIASI EKSTERNA Radiasi eksterna dengan rasdioterapi simulator (a.l : Xymatron) baik untuk terapetik, adjuvan maupun paliatif. RADIASI IMPLANTASI Retropubik implantasi I 125 pada prostat TERAPI HORMONAL BEDAH, Orkhidektomi subkapsuler MEDIKAMENTOSA dengan estrogen, LH-RH agonis, anti androgen KEMOTERAPI Dengan sitostatika pada kasus hormonal resisten PENGOBATAN PALIATIF Terutama pengobatan bebas nyeri pada keganasan lanjut. PROSEDUR PELAKSANAAN

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

45

Dokter Umum : Melakukan skrIning penderita, dengan colok dubur, PSA, serta merujuk ke dokter ahli. Dokter spesialis Bedah : Menegakkan diagnosa stadium klinis, pada kasus keganasan lanjut melakukan orkhidektomi, selanjutnya merujuk ke ahli urologi. A. Radiasi eksterna pasca operasi Dilakukan setelah TURP sebagai terapik adjuvan atau pada prostatektomi radikal bila masih ada spillage, dosis 60 65 Gy. Paliatif Radiasi eksterna untuk metastase tulang : - Lokal, dosis 3500 4000 cGy selama 2 minggu - Difus, radiasi hemibogy 800 cGy tiap kali pemberian RADIASI IMPLANTASI Dengan I 125 dimasukkan ke prostat melalui insisi suprapubik dosis total 10.000 sampai 17.000 rads HORMONAL TERAPI Orkhidektomi subkapsuler, dengan anestesi lokal infiltrasi ke arah funikulus atau anestesi umum atau regional, insisi pada raphe, dibuka rongga kanan kiri, buka tunika vaginalis keluarkan isi testis dengan meninggalkan epididimis dan kapsul. Medikamentosa : - Estrogen, preparat DES dosis 3 mg/hari - LH-RH agonis : leuprolide acetate, goserlin - Antiandrogen : ketoconazole, flutamide KOMBINASI ANDROGEN BLOKADE Kombinasi antiandrogen dengan LH-RH analog atau orkhidektomi KEMOTERAPI Terutama untuk kasus hormonal resisten :
Obat Epirubicin Obat Adriamycin Cyclophosphamide Obat Adriamycin Platinum-cis Dosis harian Mg/m2 25-30 Dosis harian Mg/m2 30 100 Dosis harian Mg/m2 50 - 60 50 - 60 Route pemberian i.v Route pemberian i.v p.o Route pemberian i.v i.v Cara pemberian Hari ke . 1-8-15 Cara pemberian Hari ke . 1-8 1 s/d 14 Cara pemberian Hari ke . 1 1 Frekuensi Tiap minggu Frekuensi Diulang tiap 4 minggu Diulang tiap 4 minggu Frekuensi Diulang tiap 4 minggu Diulang tiap 4 minggu

Dokter spesialis Radioterapi : melakukan terapi radiasi eksterna maupun implantasi


SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

46

Dokter spesialis pengobatan paliatif bebas nyeri : memberikan terapi bebas nyeri medikamentosa pada kasus keganasan lanjut. Dokter spesialis Urologi : menegakkan diagnosa stadium klinis, melakukan biopsi tuntunan TRUS, TRUP, prostatektomi radikal, orkhidektomi subkapsuler, terapi hormonal, medikamentosa, kemoterapi dan merencanakan terapi radiasi. PENATALAKSANAAN TERAPI
Stadium A A1 A2 B,B1,B2 C D D0 D1 D2 D3 Tumor keluar dari prostat Metastase jauh (-) PSA normal Metastase jauh PSA meningkat persisten Metastase kel. Lymfe regional Metastase ke tulang atau organ lain Metastase jauh progresif lagi setelah terapi hormonal Batasan Differensiasi baik, fokal Bukan well differensiasi, difus Alternatif Prostatektomi radikal Radiasi eksterna Implantasi I 125 Prostatektomi radikal Radiasi eksterna Implantasi I 125 Prostatektomi radikal + radiasi adjuvan radiasi eksterna Hormonal Hormonal Radioterapi Hormonal Kemoterapi

A. RADIASI EKSTERNA -

Stage A1, A2, B1 dimana limfedenektomi hasil (-) radiasi pada prostat saja dosis total 6400 cGy selama 6,5 minggu. - Stage A2, B tanpa limfedenektomi radiasi dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000 cGy selama 2 minggu - Stage A2, B dengan limfedenektomi hasil (+) area radiasi diperluas sampai dengan Th 2 sampai L5 dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan pada prostatnya saja 2000 cGy selama 2 minggu - Stage C dengan limfedenektomi hasil (-) radiasi area pelvik dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2000 cGy selama 2,5 minggu Stage C dengan limfedenektomi hasil (+) radiasi area pelvik bila kelenjar para aorta positif juga diradiasi dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2500 cGy selama 2,5 minggu D1 area pelvik dengan dosis 4500 cGy selama 4,5 minggu dilanjutkan daerah prostat saja 2000 cGy selama minggu

N a G. Cancer Treatment Medical Guide. 10th Farmitalia Carlo Erba-Erbamont. Milan. Italy 1991 p. 231, p. 233, p.

g WB. (ed) Questions and Uncertainties about Prostate Cancer. Blackwell Science. 1996 p. 97, p. 123, p. 198 o H. dkk. : Karsinoma Prostat. Karakteristik penderita dan penyakitnya serta penanganannya. Studi deskriptif enderita yang dirawat tahun 1989 sampai dengan tahun 1992. SMF Urologi FK Unair/RSUD Dr. Soetomo ya
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

47

o S. : Radiotherapi pada Tumor Ganas Prostat. Seksi Radiotherapi SMF Radiologi FK Unair/RSUD Dr. mo Surabaya ho EA, Mc Aninch JW (eds). Smiths General Urology. Prentice Hall International Inc. 1992 p.392-408. Walls et ). Campbells Urology. WB Saunders NY.1992 p.1159-1214

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

48

TRAUMA GINJAL
A. PROSEDUR DIAGNOSIS OBJEKTIF : Menegakkan diagnosis penderita dengan trauma ginjal sedini mungkin, agar komplikasi yang timbul dapat ditekan serendah mungkin. RUANG LINGKUP Semua penderita dengan riwayat trauma tumpul, tajam atau tembak di daerah perut bagian atas, atau pinggang yang disertai gejala hematuria atau tidak. DEFINISI Trauma ginjal adalah suatu proses rudapaksa yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal, bisa menyebabkan diskontinuitas kortex atau bahkan dapat merusak medulla sampai sistim pielokaliks, atau merusak pembuluh darah utama ginjal. Biasanya merupakan salah satu diagnosa dari multiple injured patient. Klasifikasi : 1) Trauma major : 85 % Kontusio : Memar atau hematom subkapsuler, kapsul ginjal masih utuh Laserasi minor : Kerusakan korteks parenkim ginjal bagian superfisial tanpa disertai kerusakan medula atau sistim kaliks. 2) Trauma mayor (10-15 %) (Ruptur Ginjal) : Kerusakan parenkim yang meluas mulai dari korteks dan medulla sampai ke sistim kaliks 3) Trauma vaskuler (1 %) atau Renal vascular injury : oklusi atau terputusnya pembuluh darah utama ginjal. RUJUKAN 1. Adi Santoso : Trauma Urogenital, J urol Indonesia Vol 4(2) : 45-52. Jul 1994 2. Mc Aninch JW : Injuries to the genitourrinary tract. Smiths General Urology 14th ed, edited by Tanago EA, Mc Aninch JW p 317-323. 1995 3. PetersPC, sagalowsky AI,.: Genitourinary trauma. In Campbells Urology, 7th ed, edited by walsh PC et al. P 3085-3100. 1998 4. Mc Aninch JW. Renal Injuries in Trauma Management, vol II ; Urogenital trauma, edited by Blaidell & Trunkey, p 27-49. 1985 PROSEDUR LENGKAP a) Anamnesa : Keluhan, kencing darah, nyeri pinggang, riwayat trauma ( mode of injury ), riwayat penyakit ginjal sebelumnya ( batu ginjal, hidronefrosis, kista ) b) Pemeriksaan klinis : Status Umum : Dicari apakah ada tanda kekurangan darah atau adanya syok karena berkurangnya volume darah atau cairan intravaskuler. Dicari apakah ada kerusakan organ lain akibat proses rudapaksa yang dialami penderita. Status Urologis : Inspeksi : Dilihat apakah ada jejas, hematome, luka terbuka, luka tusuk, luka masuk atau luka keluar akibat tembakan didaerah perut bagian atas ( kiri atau kanan ), pinggang (kanan atau kiri) dicari apakah ada gross hematuria.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

49

Palpasi : Dicari apakah ada tanda patah tulang iga 12, dan tanda penumpukan darah didaerah ginjal. Biasanya ditemui adanya nyeri tekan ataupun nyeri ketok pada daerah ini. Auskultasi : Pada kasus dimana sudah terjadi inhibisi cairan dari retroperitoneal kedalam rongga peritoneal biasanya ditemui tanda ileus paralitik. c) Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan faal hemostatik, faal ginjal dan eritrosit dalam sedimen urin pada keadaan syok diperlukan pemeriksaan hematokrit, analisa gas darah. d) Pemeriksaan foto rongen Pemeriksaan IVP di klinik ini dijadikan sebagai pemeriksaan standard untuk penilaian klinis adanya trauma serta menilai berat ringannya trauma ginjal. Agar dapat terlaksana penderita tidak harus dalam keadaan syok, dan tidak ada kontra indikasi lain untuk pemeriksaan radiologis dengan menggunakan kontrast serta tidak boleh menunda tindakan yang bersifat live-saving. Pada senter yang lebih maju, umumnya diluar negeri yang dijadikan standard adalah CT-Scan. e) Pemeriksaan penunjang lain Pada keadaan tertentu dimana pemeriksaan IVP tidak dapat dilakukan atau kurang informatif dapat dilakukan pemeriksaan dengan ultrasonografi. Pada kecurigaan trauma pedikel, dapat dilakukan pemeriksaan arteriografi renal. PROSEDUR PELAKSANAAN : Dokter jaga gawat darurat : Melakukan primary survey (ABCDE) sebagaimana layaknya penanganan trauma pada ATLS. Setelah kondisi yang bersifat live saving dapat teratasi, melakukan secondary survey, mencari keluhan dan tanda fisik adanya trauma ginjal, kemudian melakukan pemeriksaan laboratorium ; darah lengkap urin lengkap, fungsi ginjal serta pemeriksaan laborat tertentu sesuai kondisi penderita, segera dilaporkan ke spesialisme bedah urologi. Spesialisme bedah urologi : Re-check primary survey dan secondary survey yang telah dilakukan dokter jaga gawat darurat. Menentukan staging menentukan indikasi pemeriksaan radiologis, dan penunjang lainnya, serta melakukan perencanaan tatalaksana penderita Pada ilmu lain seperti kardiologi, dan anesthesiologi. Melakukan tindakan perawatan konservatif, persiapan pra-bedah, pembedahan dan perawatan pasca operasi dini dan lanjut. ALUR PENATALAKSANAAN PENDERITA Dokter jaga Gawat Darurat Primary survey (A,B,C,D,E) Secondary Survey Laboratorium : DL, UL, RFT, dll Diagnosis Spesialisme Urologi Indikasi Pemeriksaan Radiologis : IVP, USG Tatalaksana kasus - Konservatif - Pembedahan/Eksplorasi

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

50

B. PROSEDUR PENATALAKSANAAN OBJEKTIF Terapi trauma ginjal tergantung pada klasifikasi, serta ada tidaknya kondisi yang membutuhkan tindakan live saving. RUANG LINGKUP Semua penderita trauma ginjal apakah itu karena trauma tumpul, tajam atau luka tembak, sesuai klasifikasi, serta ada atau tidaknya trauma pada organ lain. DEFINISI Eksplorasi emergensi : adalah suatu tindakan eksplorasi ginjal yang mengalami trauma yang bernilai live saving dengan tujuan mengatasi perdarahan. Selain untuk mengatasi perdarahan indikasi lain eksplorasi emergensi adalah ; cedera vaskular ginjal, non viable parenchym, ekstravasi urin major. Macam perlakuan tergantung pada derajat kerusakan ginjal yang ditemui saat eksplorasi serta pertimbangan kondisi ginjal kontralateral. Tindakan yang paling sering dilakukan nefrektomi. Tindakan lain yang mungkin dilakukan adalah nefrektomi parsial, reparasi kerusakan parenkim dan sistim kaliks serta reparasi kerusakan vaskuler. Terapi konservatif : 85% trauma ginjal hanya membutuhkan tindakan tirah baring. Eksplorasi tertunda : yaitu tindakan eksplorasi yang dilakukan pada penderita dengan terapi konservatif dengan komplikasi berupa gejala perdarahan berulang, infeksi dan timbulnya urinoma. Terapi Late complication : pada penderita yang pernah mengalami trauma ginjal dapat timbul komplikasi berupa hipertensi, fistel arteri-venosa, urolithilasis dan pielonefritis. Pada penderita tersebut dapat dilakukan tindakan ; terapi urolithiasis koreksi hidronefrosis atau fistel AV, atau nefrektomi. RUJUKAN 1. Mc Aninch JW : Injuries to the genitourinary tract. Smiths General Urology 14th ed, edited by Tanago EA, Mc Aninch JW p 317-323. 1995 2. Peter PC, Sagalowsky AI, : Genitourinary trauma. In Campbells Urology, 7th ed, edited by Walsh PC et al. P. 3085-3100. 1998 3. Mc Aninch JW. Renal Injuries in Trauma Management, vol II ; Urogenital trauma, edited by Blaidell & Trunkey, p 27-29. 1985 4. Eastman AB. : Advanced Trauma Life Support, Course for Physicians. American College Surgeon, Chicago, USA. 1993.

1. Eksplorasi emergensi A. Persiapan Pra Bedah gawat darurat. : - Melakukan resusitasi kardio-pulmonal, agar optimal untuk pembedahan emergensi - Mempersiapkan kebutuhan cairan dan darah yang dibutuhkan untuk pembedahan - Memasang kateter uretra - Melakukan informed consent

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

51

B. Alat yang diperlukan - Satu set alat major set surgery - Ring spreader besar - Peralatan untuk oklusi pedikel ginjal : klem satinsky, bulldog - Alat untuk diversi urin atau untuk tindakan splinting ; DJ Stent, Gastric tube 8 Fr, Kateter folley 20 Fr - Redon drainage set steril C. Teknik Operasi / Eksposur ginjal Karena besar kemungkinan adanya trauma organ intraperitoneal maka approach operasi adalah lewat sayatan perut vertikal dibagian tengah. Penderita dalam posisi terlentang Buat sayatan mediana dari prosesus sifoideus kearah simfisis pubis Eksplorasi organ intraperitoneal (hepar, lien, usus, omentum). Umumnya reparasi organ intraperitoneal dilakukan lebih dulu, kecuali kalau perdarahan retroperitoneal yang lebih mengancam. Pasang ring spreader Usus halus dikeluarkan dan ditempatkan di atas dinding perut kontralateral. Peritoneum posterior dibuka vertikal secara tajam di sebelah medial dan sejajar vena mesenterika inferior. Kalau perlu agar eksposure dapat lebih baik, pada sisi kiri, arteri dan vena mesenterika inferior dapat dikorbankan. Pasang klem vaskuler pada vasa renalis Insisi peritoneum posterior pada daerah white line ipsilateral, kolon disisihkan ke arah medial, agar daerah retroperitoneal ipsilateral dapat di ekpose, bebaskan ginjal dari lemak perirenal. Hematome dan darah yang terkumpul pada daerah retroperitoneal dikeluarkan, nilai derajat kerusakan ginjal, dan vaskular. Perlakuan terhadap ginjal yang mengalami trauma tergantung pada beratnya kerusakan, perkiraan waktu yang diperlukan untuk tindakan yang bersifat koreksi, adanya trauma penyerta lain serta keadaan umum penderita saat operasi. D. Teknik Reparasi ginjal Ginjal didinginkan dengan Ice slush. Buka klem pada vena renalis agar lokasi perdarahan dapat terlihat. Perdarahan diatasi dengan jahitan angka 8 dengan chromic cat gut 4.0. Laserasi parenkim dijahit dengan chromic cat gut 4.0 Drainage retroperitoneal dipasang kalau ada kecurigaan ekstravasasi urin E. Nefrektomi Pada tindakan nefrektomi parsial (atas atau bawah), sebaiknya dilakukan ligasi arteri segmental terlebih dulu. Kalau diputuskan untuk melakukan nefrektomi total tindakan diawali dengan memasang klem hilus, kemudian nefrektomi dan kemudian dilakukan double ligasi pada arteri dan vena renalis secara terpisah dengan benang sutera No. 1
F. Repair Vaskuler
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

52

Robekan pada arteri atau vena renalis dilakukan jahitan dengan prolene 5.0, interrupted. Pada trombosis yang menimbulkan oklusi mungkin diperlukan graft yang berasal dari vena safena. G. Repair Sistem Pielokaliks Robekan pada pielum atau UPJ dijahit dengan chromic cat gut 4.0 atau 5.0 dan dengan pemasangan splint. H. Teknik Eksplorasi delayed Ginjal di ekpose melalui sayatan lumbotomi lateral (ICS XI-XII) Perlakuan pada ginjal tergantung berat ringannya kerusakan yang ada (seperti 1d,e,f,g) 2. Terapi Konservatif 80-85% trauma ginjal merupakan kontusio dan laserasi minor, dan tidak membutuhkan terapi pembedahan, dan hanya memerlukan tirah baring, sampai makrokopis hematuria menghilang dan tanda vital normal dan stabil (berapa lama waktu yang diperlukan tidak disebutkan dari kepustakaan). Tindakan yang dilakukan pada terapi konservatif ini adalah : Tirah baring Monitor tanda vital berkala (tekanan darah nadi, frekuensi nafas dan suhu rektal) Monitor perubahan tanda fisik pada status lokalis : flankmass, nyeri lokal Monitor tanda berlanjutnya perdarahan ; Hb, hematokrit, Urin serial. Terapi konservatif dianggap tidak berhasil kalau didapatkan : Perdarahan masih berlanjut, dengan tanda flank mass bertambah besar, atau gross hematuri menetap. Ekstravasasi urin yang cukup besar (urinoma) Komplikasi infeksi / sepsis Perdarahan sekunder. 3. Perawatan pasca Bedah / follow-up Pada penderita yang di nefrektomi perhatian harus ditujukan pada ginjal yang masih ada agar terhindar dari proses patologi lain yang dapat timbul Pada penderita yang diterapi konservatif atau dengan koreksi pembedahan harus dilakukan pemeriksaan teratur secara berkala agar komplikasi yang timbul berupa hipertensi, fistel arteri-venosa, urolithiasis, hidronefrosis dan pielonefritis dapat diketahui dan dikoreksi sedini mungkin. RUJUKAN 1. Mc Aninch JW : Injuries to the genitourrinary tract. Smiths General Urology 14th ed, edited by Tanago EA, McAninch JW p.317-323. 1995 2. Peter PC, Sagalowsky AI,.: Genitourinary trauma in Campbells Urology, 7th ed, edited by Walsh PC et al. P 3085-3100. 1998 3. Mc Aninch JW. Rena; Injuries in trauma management, vol II ; Urogenital trauma, edited by Blaidell & Trunkey, p. 27-49. 1985.

--------------SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

53

TRAUMA BULI-BULI
A. PROSEDUR DIAGNOSIS OBJEKTIF :
Menegakkan diagnosis penderita dengan trauma buli-buli

RUANG LINGKUP Semua penderita yang dicurigai trauma buli-buli, yaitu penderita dengan riwayat trauma yang disertai dengan : - Tidak keluar kencing atau tidak ingin kencing - Kencing darah atau bercampur darah - Nyeri didaerah supra simfisis/perut bagian bawah - Nyeri tekan didaerah abdomen dan tegang (peritonismus) - Sistografi : ada ekstravasasi kontras - Test buli-buli : cairan yang keluar < cairan yang masuk buli DEFINISI Trauma buli-buli adalah hilangnya kontinuitas dari dinding buli-buli, dapat disebabkan oleh trauma tajam, trauma tumpul maupun iatrogenik. PROSEDUR LENGKAP a. Anamnesa : Keluhan utama

- nyeri didaerah supra simphysis - kencing darah atau bercampur darah - tidak keluar kencing dan atau tidak ingin kencing - riwayat trauma - instrumentasi didaerah urethra buli-buli

Anamnesa kausal

b. Pemeriksaan klinis : 1. Status umum : Tensi, nadi, respirasi ( ingat ABCD, karena biasanya disertai dengan trauma ditempat lain ) 2. Status urologi : Inspeksi : - adanya jejas didaerah simfisis atau pelvis - kwalitas urin yang keluar ( hematuria ) - abdomen distended bagian bawah (supra simphysis) Palpasi : - nyeri tekan di supra simfisis / abdomen bawah - abdomen tegang (peritonismus) - buli-buli tak teraba (kosong) - terdapat infiltrat urin di daerah prevesikal Perkusi : nyeri ketok supra simfisis RT : prostat melayang/tidak teraba ditempat
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

54

c. Pemeriksaan laboratorium : Sedimen urin Darah lengkap RFT, LFT, FH Kultur urin d. Pemeriksaan radiologis : - Foto polos abdomen dan sistografi - IVP (bila juga dicurigai ada trauma di upper tract dan vital sign-nya stabil - Foto thoraks e. Pemeriksaan penunjang : - Test buli-buli : Masukkan PZ 300 cc melalui kateter per urethra, kemudian keluarkan lagi bila jumlah yang keluar lebih sedikit trauma buli-buli. - Sistoskopi PROSEDUR PELAKSANAAN : - Dokter umum melakukan : - Anamnesa - Pemeriksaan klinis - Memintakan pemeriksaan laboratorium dan radiologi - Spesialisasi - Menegakkan diagnosa dengan tepat - Mengerjakan eksplorasi dan repair buli ALUR PENATALAKSANAAN Dokter umum - Anamnesa
- Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan laboratorium - Menegakkan diagnosa

Spesialis Urologi
- Memastikan diagnosa trauma buli - Mengerjakan eksplorasi dan repair buli.

B. PROSEDUR PENATALAKSANAAN OBJEKTIF Terapi trauma buli tergantung letaknya, yaitu ekstra peritoneal atau intra peritoneal.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

55

RUANG LINGKUP Semua penderita trauma buli baik yang disebabkan oleh trauma tumpul, tajam maupun iatrogenik. PROSEDUR PELAKSANAAN A. Alat yang disiapkan : Linen set, terdiri dari : - Taplak penutup meja instrumen - Duk besar dan kecil - Baju operasi - Sarung tangan - Set Instrumen - Desinfeksi klem - Kateter Folley No. 16 dan 20 + urobag - Benang : - Plain cat gut No. 3-0 - Dexon No. 4-0 TEKNIK OPERASI - Beri profilaksis antibiotika (ampisilin 2 gr) sebelum operasi (bila ada hasil kultur urin, profilaksis sesuai kultur). - Pasang foto sistografi (bila ada) pada kotak cahaya - Setelah dilakukan anesthesi, baik regional ataupun general penderita diletakkan dengan posisi terlentang. - Desinfeksi (dengan larutan povidon iodine 10%) didaerah paha atas, skrotum, penis sampai di processus xyploideus. - Pasang duk kecil dibawah skrotumnya - Persempit lapangan operasi dengan duk steril - Insisi kulit midline 10 cm, lapis demi lapis dan rawat perdarahan - M. rektum abdominis di split (dipisahkan) pada linea alba (tengah-tengah) - Sisihkan prevesikal fat ke arah kranial sehingga buli - buli terlihat keseluruhannya dengan jelas. - Periksa dengan teliti seluruh dinding buli-buli, tentukan letak, jumlah, ukuran dan bentuk robekannya : - Bila bentuk robekan tidak teratur, perlu dilakukan debridement pada tepi-tepinya. - Bila letak robekan di intraperitoneal, maka dilakukan repair trans peritoneal - Pasang DK 16 F per urethra sebelum dilakukan penjahitan buli-buli, dan pastikan DK masuk di dalam buli (balon kateter jangan dikembangkan dulu, agar tidak tertusuk sewaktu menjahit buli) pada kasus - kasus ruptura yang berat atau pertimbangan lain perlu di pasang kateter sistostomi Ch. 22 atau 24. - Jahit robekan buli 2 lapis, yaitu : - Jahit mukosa-muskularis buli dengan plain catgut 3-0 secara jelujur biasa - Jahit mukosa-muskularis dengan dexon 4-0, satu-satu - Kembangkan balon kateter dengan PZ 10cc - Lakukan test buli-buli, untuk mengecek jahitan buli (bocor/tidak) - Cuci lapangan operasi dengan PZ sampai bersih - Pasang redon drain perivesikal (di cavum Retzii) dan fiksasi dengan silk 1-0 di kulit - Tutup lapangan operasi lapis demi lapis
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

56

Dekatkan M. rektus abdominis dengan chromic 2-0 satu-satu Jahit lemak subkutan dengan plain cat-gut 3-0 satu-satu Jahit kulit dengan silk 3-0 satu-satu

PERAWATAN PASCA OPERASI - Bila bising usus (+) dan tidak muntah, segera di MSS (minum sedikit-sedikit) - Mobilisasi sedini mungkin (bila dengan anesthesi SAB, mobilisasi/duduk setelah 24 jam post operasi) - Rawat DK dengan baik, perhatikan fixasinya dengan baik - Usahakan di uresis yang cukup (minum : 2-3 liter/hari) - Rawat luka dan vaccum drain tiap hari - Catat produksi urin dan drain - Lepas DK atau kateter sistostomi pada hari ke 7 dengan profilaksis antibiotika sesuai kultur urin (ampisilin 2 gr, bila hasil kultur (-) ) Lepas drain, setelah lepas DK dan produksinya < 20 cc dalam 2 hari berturut-turut RUJUKAN 1. Aninch J.W. : Ingurias to The Genito Urinary Tract. Smith General Urology 13th Ed. p. 308 326, 1992. 2. Caim H.D. : Genito Urinary Tract Emergencies Traumatic Condition. Emergency Treatment And Management, p. 318-322, 1985. 3. Coltans G.E, Bright T.C : Injury to The Genitory Urinary System. Campbells Urology 4. Devine S.C, Guirreiro W.G : Initial Evaluation of Urologic Injury, p. 1 8, 1984. 5. Santoso Adi : Trauma Urogenital, J. Urology Indonesia, Vol. 4 (2), Juli 1994

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

57

NEPHROSTOMI PERKUTAN
I. Hal-hal yang perlu diperhatikan Semua tindakan Endourologi yang menggunakan sinar rontgen harus diperhatikan perlindungan untuk dokter/petugas dan juga untuk penderita. - Untuk petugas : - pakai baju khusus (lood jas/apron) - bila tidak perlu jangan berada dalam kamar operasi - pakai dosimeter (bila tersedia) - Untuk penderita : - batasi ekspos dengan sinar rontgen seminimal mungkin - gunakan C-arm dengan memori II. Indikasi 1. Pyonefrosis akut dan kronis 2. Infected hidronefrosis 3. Bilateral hidronefrosis 4. Sebagai bagian dari test Whitaker 5. Sebagai bagian PNL 6. Hidronefrosis unilateral terapi tindakan definitif tidak dapat cepat dikerjakan (lebih dari 2 minggu). III. Alat yang diperlukan A. 1. Meja operasi tembus sinar-X 2. Image intensifier = C arm 3. Kontras minimal 2 ampul B. Set katun steril C. 1. Klem desinfeksi 2. Kasa depper 3. Larutan desinfektan (Povidone jodium 10%) 4. Doek klem atau steridrape 5. Spidol steril 6. Spuit 10 ml (2 buah) 7. Larutan anestesi 1% 8. Tangkai dan pisau yang sesuai (kecil) 9. Jarum punksi lengkap dengan mandrin : jarum Chiba 22G 20 cm (2 bh) 10. Larutan kontras (urografin atau yang lain) minimal 2 ampul 11. Guide wire : Standar : panjang 80 cm ; 0,97 mm ; ujung fleksibel lurus atau panjang 100 cm ; 0,97 mm ; ujung fleksibel J. 12. Dilator teflon : Ch. 6 ; 8 ; 10 dan 12 F 13. Set dilator metal yang terdiri dari : - Rigid guide wire (antena) Storz 27090 AG. - 6 buah telescoping dilator/Storz 27090 A : Ch. 9, 12, 15, 21, 24F.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

58

- Slotted canulla (Storz 27094 V) 14. Kateter Ch. 18F atau 20F, kantong urin 15. Alat jahit 16. Kasa ; plester

IV. Tehnik Operasi A. Persiapan penderita : - Inform consent - Pasang infus - Antibiotika (untuk indikasi 1 & 2 : terapeutik ; 3,4 & 5 : profilaktik) - Cuci lapangan operasi dengan Savlon encer B B. Operasi - Penderita posisi telengkup - Daerah ginjal yang akan di punksi boleh diberi ganjal - Tim pakai apron, cuci tangan secara Fuhrbringer dan pakai gaun steril - Desinfeksi daerah operasi : - ke kranial sampai ujung scapula - ke kaudal sampai sakrum yang menonjol - ke lateral sampai linea axilaris anterior - Persempit lapangan operasi dengan linen steril - C arm yang telah di tutup linen steril. Diatur dan dipasang posisinya - Bila terdapat bayangan batu opaque bertanda silang dengan spidol - Tentukan daerah yang akan di punksi/insisi kulit yaitu titik temu antar garis 2 cm sejajar dan dibawah kosta XII dengan garis aksila posterior. Beri tanda dengan spidol. - Berikan anestesi lokal sampai fascia pada titik 7 - Insisi kulit di titik 7, sepanjang 1 - 1 cm. - Punksi melalui insisi kulit tadi dengan tujuan kaliks inferior berpedoman : - Bayangan batu - Pyelografi retrograd (RPG) - Pyelografi interna (IVP) - Ultrasonografi - Imaginasi berdasarkan bayangan tulang-tulang - Punksi ke arah kutub bawah ginjal dengan sudut 30- 45. Bila jarum telah masuk/menusuk ginjal biasanya akan bergerak seirama dengan pernafasan penderita. - Tarik mandrin pelan-pelan sambil dorong sedikit jarum luar, perhatikan cairan yang keluar dari jarum setelah mandrin terlepas, Bila yang keluar bukan urin/pus segera tutup dengan jari dan masukkan kontras pelan-pelan dengan perenceran 1:1, sambil dilakukan fluoroskopi dan diperhatikan apakah jarum telah betul masuk kalik inferior atau kaliks yang dituju. Bila kontras ternyata tidak masuk kaliks / pyelum, penyuntikan jangan diteruskan. Lakukan punksi ulangan. - Bila punksi sudah tepat segera masukan guide wire sampai ke pyelum dan jangan sampai melingkar di jalur nefrostomi. - Cabut jarum punksi pelan-pelan dengan mempertahankan guide wire tetap pada tempatnya. 59

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

Masukan delator teflon melalui guide wire, mulai ch. 6 bergantian sampai no. 10 atau 12 F, sampai bagian yang datar dari delator masuk kedalam kaliks kontrol dengan fluoroskopi. Masukkan Rigit Guide Wire = antena melalui fleksibel guide wire. Lakukan delatasi traktus dengan cara memasukan Telescopy Delator pada antena secara berturutan dari yang terkecil sampai ukuran ch. 22.

Cara : - Tetap pertahankan antena pada tempatnya . - Kontrol dengan fluoroskopi pada saat manipulasi - Bila terdapat tahanan dari fascia, delator dapat diputar2 sedikit Lepaskan delator yang Ch. 22 dan ganti dengan slotted canulla Cabutlah antena, pertahankan guide wire fleksibel dan slotted canulla. Semua delator akan tercabut bersama antena. Masukkan Folley kateter Ch. 18 atau 20 yang telah dipotong ujungnya dengan tuntunan guide wire dan slotted canulla. Bagian baloon kateter harus berada dalam kaliks. Cabut slotted canulla dan kembangkan baloon kateter dengan H2O atau PZ 2 5 ml. Lepaskan guide wire, kontrol dengan memasukkan kontras melalui kateter. Fiksasi kateter dengan jahitan benang sutera. Hubungkan dengan kantong urin.

V. Perawatan Nefrostomi 1. Untuk nefrostomi dengan indikasi 1 & 2 (infeksi) maka pemberian antibiotika sejak sebelum tindakan diteruskan. Pedoman : a. Jenis antibiotika berdasarkan kultur dan antibiogram b. Bila belum ada kultur dan antibiogram : Kombinasi ampicillin atau derifatnya dan aminoglikosida Cephalosporin generasi III, untuk kasus gagal ginjal berat Bila tidak infeksi cukup diberikan obat golongan nitrofurantorin atau asam nalidisat peri operatif. 2. Perhatikan kateter / pipa drainage, jangan sampai buntu karena terlibat, dll. 3. Perhatikan dan catat secara terpisah produksi cairan dari nefrostomi 4. Usahakan diuresis yang cukup 5. Periksa kultur urin dari nefrostomi secara berkala 6. Bila ada boleh spoelling dengan larutan asam asetat 1% seminggu 2x 7. Kateter diganti setiap lebih kurang 2 minggu. Bila nefrostomi untuk jangka lama pertimbangkan memakai kateter silikon.

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

60

OPERASIONALISASI ESWL EDAP LT - 02

A. Persiapan penderita: 1. Sedative (valium) dan analgetika kalau dianggap perlu dapat diberikan

2. Antibiotika diberikan mulai sehari sebelumnya bila terdapat bakteriuria bermakna 2. Tidak diperlukan puasa 3. Untuk batu ureter distal penderita diusahakan defekasi (bab) dahulu dan buli-buli dalam
keadaan terisi (jangan miksi dahulu sebelum ESWL). B. Alat I. Menyalakan dan Booting Unit :

1. Power dan regulator bekerja pada 220 volt 2. Tombol M-24 di unit Control Console harus terangkat (tombol berwarna merah)
3. Power Supply Unit (PSU) : 3.1. Tangkai berwarna merah putar ke arah ON, lampu kuning menyala. 3.2. Kunci putar ke arah ON. 3.3. Tekan tombol hitam - lampu hijau menyala. Sebagian dari unit telah menyala , kecuali X - ray unit. II. Operasionalisasi Unit Control - Console ( Unit X-ray) Digunakan tanpa penderita.

1. Tekan tombol X-01 sehingga unit X-Ray menyala, tunggu 2-3 menit akan keluar
tulisan Ready for Operation pada monitor A. Catatan : 02. Off button X-02 untuk mematikan X-Ray. X-Ray baru boleh dimatikan bila semua session telah selesai. Diantara 2 penderita jangan tekan X-

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

61

2. Fluoroskopi (tombol X-29) ditekan sampai menyala pada monitor A (tombol X-30,
monitor B menyala).

2. Tombol X-22 (switch auto/manual regulation) dari KV (X-16) dan mA (X-17),


mengatur dose sampai 6.0 mA). rate controle (DRC). Kemudian Sebaiknya dimulai secara manual dahulu X-17 yaitu dengan mematikan tombol X-22. menyesuaikan secara otomatis. (misalkan X-16 sampai 60 KVdan

tekan X-22

sampai menyala, maka kV dan mA

4. Pemanfaatan X-Ray : Dimulai dengan menekan tombol M-19 Tekan tombol M-20 untuk mengaktifkan X-ray unit sampai M-20 menyala. Tekan M-23 terus menerus untuk mengembangkan balon X-ray sampai lampu menyala. III. Operasionalisasi Unit Control console - Unit USG 1. Pastikan tidak ada gelembung udara dalam balon. Tekan tombol F3. 2. Tekan tombol 1 pada keyboard untuk mengaktifkan monitor 1 atau monitor 3. Luruskan arah panah pada monitor 2, gambar 1 dan 2 dengan joystick M 4. Berikan lubrikan pada membran dan kulit penderita pada sisi letak batu. 5. Dengan menekan tombol F3 pada keyboard, harus diisi data penderita dan komentar atau tekan tombol return : 2x 6. Mengembangkan balon :

6.1. Aktifkan ultrasound unit dengan mengempeskan balon X-Ray, dengan menekan
terus-menerus tombol M-21 sampai menyala.

6.2. Tekan tombol M-22 guna memindahkan probe ultrasound ketempatnya 6.3. Matikan M-19 untuk dapat mengisi membran balon. 6.3. Tekan M-17 sambil melihat monitor-1 sehingga dicapai luas permukaan kontak
yang optimal antara membran dengan kulit.

6.4. Melihat pada layar


memainkan

monitor-1 posisi

ginjal dan batu

dicari

dengan

ketiga Joy-stick M1 - M2 - M3 secara sistematis.

6.5. Usahakan posisi pusat dari ginjal dan batu berada pada fokus tembakan. 6.7. Bilamana masih belum jelas dapat diatur gambaran potongan ginjal pada
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

62

Ultrasonografi dengan menekan tombol M4a atau M4b (M4a : posisi longitudinal ; M4b : posisi transversal/melintang). Lihat monitor 2 gambar kanan bawah. 6.8. Isilah data penderita pada monitor B dengan tombol-tombol huruf / angka dikeyboard.

IV. Positioning Batu 1. Dengan unit X-Ray : 1.1. Letakkan batu dalam layar monitor A. 1.2. Tepatkan batu dengan menggunakan Joystick M2 pada tanda pusat tembakan dengan X-Ray aktif ( Fluoroskopi aktif dengan menekan X-29). 1.3. Putar arah inklinasi dengan Joystick M-1 ke arah sesuai dengan letak batu dengan memperhatikan tulang rusuk dan tulang-tulang disekelilingnya. 1.4. Dengan Joystick M3, maka kedalaman batu terhadap pusat tembakan diatur sampai tepat pada pusat tembakan (+). 1.5. Dengan memakai Joy-stick M1 dan fluoroskopi aktif dapat dilihat berbagai posisi batu, batu harus tetap pada fokus tembakan. 1.6. Tekan tombol X-47 untuk memory, pindahkan gambar pada monitor B. 2. Dengan unit ultrasonografi : 2.1. Aktifkan ultrasosnografi lihat Bab III. 2.2. Tepatkan batu pada puncak tembakan 2.3. Gunakan Joystick M2 secara sistematis untuk mencari batu. V. Tambahan 1. Usahakan melakukan tembakan dengan memanfaatkan ultrasound. 2. Bilamana tidak memungkinkan dengan ultrasound dapat digunakan X - Ray dengan catatan pada waktu balon X-Ray mengembang, energi akan berkurang 25%. Untuk itu bila selesai memonitor dengan X-Ray, balon harus dikempeskan dengan menekan tombol M-21.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

(+)

63

3. Tembakan dimulai pada posisi tombol M-10 dan M-11 paling rendah ( power dan frekwensi). 4. Tekan tombol M-6 sampai menyala dan dilanjutkan dengan menekan tombol M-9 sampai sampai menyala. Power dan frekwensi dapat ditingkatkan secara bertahap M-11. 5. Disarankan frekwensi maksimal 4Hz yang umum digunakan adalah 1 dan 2 Hz. Sebaiknya ditentukan lama dan storage tiap session. 6. Selama tembakan menerus. 7. Untuk mengakhiri tembakan tekan tombol M-8 dan M-7. dan M-11 pada posisi terendah. VI. Laporan Tindakan 1. Aktifkan monitor 2 dengan menekan tombol 1 pada keyboard. 2. Tekan ombol F5 sehingga terlihat form data isian penderita dan penyakit. 3. Isi : - Nama, kelamin dan umur penderita. - Lokasi batu - US location : YA atau TIDAK - Rx location : YA atau TIDAK - Rx exposure : tulis sesuai X-16, X-17 dan X-19 - Comments : Batu : Hancur atau Tidak ; Nyeri : Ya atau Tidak (keberhasilan, kegagalan, nyeri, catatan lain yang diperlukan) Gunakan tanda panah arah dan ataupun untuk mengisi. Hapus : tekan DEL. 4. Siapkan printer dengan power on dengan kertas ukuran kuarto. 5. Tekan ctrl-F9 untuk pencetakan. Dibuat 2 copies laporan. 6. Untuk mengaktifkan layar kembali : monitor 1 : tekan F5 : exit, untuk monitor 2 : tekan F3. VII. Printing Foto 1. Untuk printer X-ray tekan tombol M12, lihat di monitor kecil, tekan tombol print pada printer unit.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

batas nyeri yang bisa diterima oleh penderita dengan menggunakan tombol M-10 dan

posisi batu diikuti dan dipantau

bila perlu di koreksi terus Kembalikan tombol M-10

- Operator : Isi dengan singkatan nama yang baku (misalkan : WS)

64

2. Untuk printer USG - tekan tombol M-13. Tekan tombol print pada printer unit. 3. Potonglah kertas film dengan menekan tombol cut (cutter).

URETERORENOSKOPI (URS)
A. PROSEDUR PENATALAKSANAAN OBJEKTIF :
Suatu terapi dengan prosedur Endoskopi (minimal invasif) dari semua indikasi URS

RUANG LINGKUP Semua penderita yang memerlukan tindakan URS berupa diagnostik, pengambilan batu atau terapi lainnya. DEFINISI Suatu tindakan Endoskopi seperti Sistoskopi dengan perbedaan utama pada anatomi ureter dan ginjal serta ukuran yang kecil dari instrumentasi, untuk melihat dan melakukan tindakan didalam ureter dan ginjal. PROSEDUR LENGKAP

1. Dokter umum : - Anamnesa - Pemeriksaan klinis - Pemeriksaan laboratorium - Pemeriksaan foto rontgen - Merujuk pasien ke Spesialis Urologi 2. Spesialis Urologi : - Pemeriksaan radiologi - Pemeriksaan penunjang - Tindakan URS

Indikasi URS : 1. Diagnosa - Evaluasi filling defect atau obstruksi pada radiologi - Evaluasi gross hematuri unilateral - Evaluasi maligna sitologi unilateral SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1. 65

Surveilance pada terapi konservatip tumor traktus urinous atas

2. Tindakan - Untuk batu-batu ureter atau dan ginjal basket (tertentu) : - diambil dengan forceps atau - dipecah (lithotripsi) - Biopsi tumor /polyp ureter - Reseksi tumor - Dilatasi striktura - Pengambilan benda asing

ALAT-ALAT : - Baju operasi steril (operator/asistensi/instrumen) - Sarung tangan - Duk steril - Duk klem - Alat set endoskopi - Sheath + optic ukuran bermacam-macam (6 sampai 15 Ch) - Optik 0o atau lainnya - Guidewire - Kateter ureter - Stone basket - Forceps - C arm (Fluoroscopy) TEKNIK OPERASI : 1. Anesthesi umum atau regional (SAB, peridural) 2. Posisi pasien tergantung letak batu biasanya : lithotomi 3. Dilakukan retrograde pyelografi untuk melihat anatomi ureter 4. Bila perlu dilatasi muara ureter 5. Masukkan alat URS secara avue dan bantuan fluoroskopi 6. Lakukan tindakan yang diperlukan 7. Bila batu perlu dihancurkan dipakai transducer Elektro Hidrolik atau Lithoclast (Pneumatik) atau sarana lainnya 8. Bila perlu pemasangan ureter kateter / DJ Stent 9. Kateter uretra dipasang bila perlu (anestesi SAB, dsb) B. PERSIAPAN PRA OPERASI DAN PERAWATAN PASCA OPERASI RUANG LINGKUP : Penderita dengan kelainan diatas (filling defect,obstruksi sitologi abnormal, hematuri, batu, tumor, benda asing) dipersiapkan operasi dan pasca operasi. PENGERTIAN PERSIAPAN : Persiapan pra dan pasca operasi adalah persiapan tindakan pada penderita di atas baik sebelum ataupun setelah operasi.
SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

66

PROSEDUR LENGKAP : 1. Persiapan pra operasi 1.1. Klinis : - keadaan umum penderita baik - tidak ada ko morbiditas yang berat 1.2. Laboaratorium : - darah lengkap, urine lengkap faal hemostasis, faal hati, faal ginjal kultur urin dan test sensitivitas glukosa darah puasa /2 jam post prandial (usia > 40 tahun)

1.3. Pemeriksaan penunjang :

EKG (untuk usia > 40 tahun Foto thorak BNO/IVP/Tomogram/USG Retrograde pyelografi (durante operasi)

1.4. Penderita masuk rumah sakit 1.5. - Informed consent (surat persetujuan tindakan) - Antibiotika profilaksis 2. Perawatan Pasca Operasi Foto polos abdomen dan bila perlu USG hari pertama pasca bedah. Bila dipasang DJ Stent, diambil bila sudah tidak dibutuhkan melalui cystoskopi (2-4 minggu, atau bila ada pertimbangan lain dapat lebih cepat atau lebih lambat).

RUJUKAN 1. Demetrius. H Bagley, et al : Transurethral ureteropyeloscopy. Techniques in Endourology, 1984, p. 267 291. 2. Jeffry. L Huffman, MD : Ureteroscopy, Champbells Urology, 6th ed, 1992, p.2195-2230.

SOP Medik Keilmuan (SMF Urologi/RSUD Dr. Soetomo Surabaya) S3.P4.4.1.

67

Você também pode gostar