Você está na página 1de 13

Topik Pembahasan Qawaid Fiqhiyah 2010-02-1 Catatan: Perkuliahan ditekankan pada belajar mandiri sehingga setiap kali pertemuan

mahasiswa sudah menyiapkan tulisan sesuai dengan topik yang akan dibahas. Referensi matakuliah Qawaid Fiqhiyah lebih banyak menggunakan bahasa Arab disamping bahasa Indonesia dan bahasa Inggeris. Semua referensi sudah tersedia di Perpustakaan FIAI- UII dan di Perpustakaan MSI-FIAI-UII di kampus UII Jalan Demangan Baru No. 24 lantai 2. Materi Perkuliahan: I. Kontrak Belajar meliputi: a) Penjelasan Silabi. b) Penjelasan Referensi c) Penjelasan tugas-tugas makalah dan ujian sisipan d) Kehadiran kuliah dan batas toleransi keterlambatan e) Sistem penilaian. II.Pengerian Qawaid Fiqhiyah a) Pengertian Qawaid menurut bahasa dan Istilah b) Pengertian Qawaid Fiqhiyah c) Unsur-unsur dalam Pembentukan Qawaid Fiqhiyah III.Karakteristik Qawaid Fiqhiyah a) Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Qawaid Ushuliyah b) Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Dhawabith Fiqhiyah c) Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Nazariyat Fiqhiyah d) Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Qawaid Qanuniyah IV.Al-Asybah dan al-Nazair a) Perbedaan antara al-Asybah dan al-Nazair b) Perbedaan antara al-asyabah dengan al-Furuq V.Qawaid Fiqhiyah dalam berbagai mazhab Hukum Islam a) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Hanafi b) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Maliki c) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Syafii d) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Hanbali e) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Syiah Imamiyah f) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Syiah Zaidiyah g) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Ibadhiyah h) Qawaid Fiqhiyah dalam mazhab Zahiriyah VI.Karya-Karya Qawaid Fiqhiyah dalam berbagai Mazhab Hukum Islam VII.Ujian Sisipan VIII.Kaidah Niat dan beberapa Kaidah turunan dari kaidah niat a) Dalam bidang Ibadat b) Dalam bidang Muamalat Maliyah c) Dalam Bidang ahkam al-Usrah d) Dalam bidang Peradilan IX.Kaidah al-Masyaqqah dan beberapa kaidah turunannya a) Dalam bidang Ibadat b) Dalam bidang Muamalat Maliyah c) Dalam Bidang ahkam al-Usrah

d) Dalam bidang Peradilan X.Kaidah a) b) c) d) al-yaqin dan al-Syak dan beberapa kaidah turunannya Dalam bidang Ibadat Dalam bidang Muamalat Maliyah Dalam Bidang ahkam al-Usrah Dalam bidang Peradilan

XI.Kaidah al-Dharar dan beberapa kaidah turunannya a) Dalam bidang Ibadat b) Dalam bidang Muamalat Maliyah c) Dalam Bidang ahkam al-Usrah d) Dalam bidang Peradilan XII.Kaidah al-Urf dan beberapa kaidah turunannya. a) Dalam bidang Ibadat b) Dalam bidang Muamalat Maliyah c) Dalam Bidang ahkam al-Usrah d) Dalam bidang Peradilan XIII.Diskusi Umum XIV.Diskusi Umum

Referensi: Al-Allmah ar-Rabbni Abdurrahman ibn Nshir as-Sad, Al-Qawid al-Fiqhiyyah li Fahmi an- Nushshs asy-Syariyyah
Asy-Syaikh Ahmad ibn asy-Syaikh Muhammad az-Zarq, Syarh al-Qaqid al-Fiqhiyyah, cetakan ketiga, Damaskus: Dr al-Qolam, 1993 M/1414 H. H. Abdul Mudjib, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih, cet. Keenam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005.

H. Muhlish Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta: Rajawali Pers, 1997. Jalluddn as-Suyt, al-Asybh wa an-Nazir, (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1413 H
Shlih ibn Ghnim as-Sadln, Al-Qawid al-Fiqhiyyah al-Kubr, Riyadh: Dar Balinsiyyah, 1417 H.

Difference Between Usul al-Fiqh and al Qawaid Fiqhiyya Answered by Shaykh Hamza Kaamali, SunniPath Academy Teacher What is the difference between usool al fiqh and al Qawaaid al Fiqhiyyah?

Al-Hamawy, Ahmad Ibn Muhammad, Gamzu Uyni al-Bashair wa Syarah al-Asybh wa al-Nzair, Bairut: Dar al-Kutub al-ilmiah, Cet. 1405 H/1985 M.

Al-Qurafi, Ahmad Ibn Idris, al-Furuq fi Anwar al-Buruq fi Anwai al-Furuq, Mansyurat Muhammad Ali Baidhun, Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, Cet. I, 1418 H/ 1998 M. Suyuthi, Jalaluddin, al-Asybah wa al-Nazair, Beirut: Muassasah alKutub al-Saqofiyah, Cet. 1, 1415 H/1994 M. Al-Zarkasyi, Badruddin, al-Mantsur fi al-Qawaid, Dar al-Kuwait, Cet. II, 1405 H. Al-Zarqa, Mustofa Ahmad, al-Madkhal al-Fiqhi al-Am (al-Fiqh al-Islami fi Saubihi al-Jadid),Beirut: Dar al-Fikr, hal. 1032.

Oleh : H.Harun Zaini, MA Dalam Islam, diantara peninggalan-peninggalan ilmu yang paling besar yang dapat diwarisi oleh semua generasi dan telah dibukukan adalah ilmu Fiqih, karena ilmu ini selain merupakan suatu pedoman yang dapat menjaga amalan-amalan manusia (orang mukallaf) dan memberikan arahan yang harus ditempuh dalam ibadah dan mumalat, ilmu Fiqih juga menunjukkan jalan yang akan membawa kebahagiaan bagi umat manusia.

Bismillahirrahmanirrahim 1.Pendahuluan a. Dalam Islam, diantara peninggalan-peninggalan ilmu yang paling besar yang dapat diwarisi oleh semua generasi dan telah dibukukan adalah ilmu Fiqih, karena ilmu ini selain merupakan suatu pedoman yang dapat menjaga amalan-amalan manusia (orang mukallaf) dan memberikan arahan yang harus ditempuh dalam ibadah dan mumalat, ilmu Fiqih juga menunjukkan jalan yang akan membawa kebahagiaan bagi umat manusia. Para kibar mujtahidin telah berusaha keras dalam menggali hukum syara dari sumber aslinya dan dari nas-nas syara itu mereka keluarkan hukum agama yang sangat tinggi nilainya yang menjamin kemashlahatan bagi umat manusia, memenuhi kebutuhan mereka serta dapat menjawab persoalan-persoalan yang ada bahkan lebih dari itu memuat hukum-hukum yang dapat memberikan jawaban /pemecahan bagi masalah-masalah yang mungkin akan terjadi. Dalam rangka untuk menghindari kekeliruan dalam mengistimbatskan hukum, para mujtahidin juga telah menyusun kaidah-

kaidah tentang metode penggalian hukum dari sumbernya serta syaratsyarat bagi yang akan melakukan istimbats hukum yang hal ini disebut Ushul Fiqih. b. Hukum Fiqih lapangannya sangat luas meliputi beberapa peraturan dalam kehidupan yang menyangkut hubungan manusia dengan Kholiknya dan hubungan manusia dengan sesama makhluk yang dalam pelaksanaanya juga berkaitan dengan situasi/keadaan tertentu, maka mengetahui kaidahkaidah yang juga berfungsi sebagai pedoman berfikir dalam menentukan hukum suatu masalah, dirasa perlu sekali, khususnya untuk menghadapi berbagai persoalan yang muncul dan yang belum pernah terjadi sebelummnya maka para mujtahidin telah berusaha menyusun cabangcabang ilmu baru dibidang Fiqih-yang sekaligus untuk lebih memposisikan Fiqih Islam-dengan merumuskan hukum-hukum Islam dalam kaidah-kaidah yang disebut Al Qowait al Fiqhiyah. Tiap kaidah mengandung banyak materi hukum yang sejenis. Dengan adanya kaidah ini maka seseorang akan mudah mengetahui hukum suatu masalah dengan cara menerapkan kaidah tersebut. c. Barang siapa melihat dan mampelajari kaidah-kaidah Fiqih seperti kesulitan akan mendapat menarik kemudahan, kemadharatan itu harus dihilangkan dan kebiasaan itu dapat dijadikan hukum, akan menyadari betapa luas dan fleksibelnya Fiqih Islam dan kemampuannya memberikan jawaban-jawaban yang ampuh dalam menghadapi berbagai masalah/problema yang ada dan betapa Fiqih Islam itu mampu mengikuti perjalanan kehidupan dan cocok/sesuai untuk segala zaman, keadaan dan tempat. 1. Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqih a. Fiqih Telah menjadi kesepakatan Ulama dari semua madzhab bahwa setiap perbuatan/ucapan manusia (orang mukallaf) baik itu berhubungan dengan ibadah, muamalat, jenayat, akhwal, saksiyah dsb, ada hukumnya dalam syarat Islam yang didasarkan kepada nas-nas syara. Hukum-hukum syara yang berhubungan dengan perbuatan dan ucapan manusia dan yang diambil dari sumber hukum agama, inilah yang dinamakan Fiqih. 1). Definisi Fiqih Mengetahui hukum-hukum syara yang bersifat amaliyah (Perbuatanperbuatan orang mukallaf) yang diambil dari dalili-dalilnya yang tafshili. Himpunan hukum-hukum syara yang bersifat amaliyah (perbuatanperbuatan orang mukallaf) yang diambil dari dalili-dalilnya tang tafshili.

2). Obyek Fiqih Perbuatan orang mukallaf dilihat dari sudut ketetapan hukum syara . 3). Tujuan Fiqih Menerapkan hukum-hukum syariat Islam atas seluruh perbuatan, tindakan dan ucapan orang mukallaf. b. Ushul Fiqih Hukum Fiqih diambil dari adilatul ahkam/ sumber-sumber hukum Islam dan untuk menggali hukum tersebut diperlukan metode penggalian hukum serta siapa saja yang berhak untuk melakukan istimbats hukum, agar tidak salah dan keliru dalam pengambilan hukum tersebut. Inilah Ushul Fiqih. 1). Definisi Ushul Fiqih Mengetahui dalil-dalil Fiqih secara global dan cara menggunakannya serta mengetahui keadaan orang yang menggunakannya (Mujtahid) Himpunan kaidah-kaidah yang berfungsi sebagai alat penggalian hukum syara dari dalil-dalilnya yang terperinci. 2). Obyek Ushul Fiqih a). Dalil syara (sumber hukum) dengan semua seluk beluknya. b). Metode pendayagunaan sumber hukum/metode penggalian hukum dari sumbernya. c). Persyaratan orang yang berhak melakukan istimbats hukum dengan semua permasalahannya. 3) Menerapkan kaidah, teori dan pembahasan dalil-dalil secara rinci untuk menghasilkan hukum syara yang diambil dari dalil tersebut. 1. Qowaid Fiqiyah dan Qowaid Ushuliyah a. Qowaid Fiqiyah 1). Kaidah-kaidah Fiqih disebut juga Kaidah-kaidah syariyah yang berfungsi untuk memudahkan mujtahid memudahkan sesorang menistimbatskan hukum yang bersesuaikan dengan tujuan syara dan kenashlahatan manusia terhadap suatu masalah dengan cara menggabungkan masalah yang serupa dibawah satu kaidah. 2). Dari sekian kitab kaidah-kaidah Fiqih, yang akan digunakan disini adalah kitab Al ashbah wan Nadloir karangan Imam Jalalaludin assuyuti, hal ini disamping kitab tersebut muncul pada saat puncak keemasan pembukuan kaidah-kaidah Fiqih, kitab tersebut oleh beberapa ulama disebut sebagai kitab yang terbaik dan banyak dipakai oleh kebanyakan ulama Indonesia. Kitab-Kitab standar kaidah Fiqih: a). Ushulu al Jami al-Kabir, karangan Malik al- Muadzamisa Al-Ayubi(623 H) b). Al Furuq, karangan Abu Abbas Al-Qarafi (758 H) c). AL-Asybah wa An Nadzair, karangan Imam As suyuti (911 H)

d). Al Qowaid al Fiqiyah, karangan Ibnu Qadi Al Jabali (771 H) 3). Definisi kaidah Fiqih Suatu Kaidah kulli (umum) yang bersesuaiakan atas juziyahnya (bagian bagiannya) yang banyak yang dari padanya diketahui hukum-hukum juziyah tersebut. Prof T.M. Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan: Dikehendaki dari kaidah Fiqih adalah kaidah-kaidah hukum yang bersifat kulliyah yang dipetik dari dalildalil kulliyah (yaitu Al Quran dan Hadist yang menjadi pokok kaidah-kaidah kulliyah yang dapat disesuaikan dengan banyak juziyahnya) dan dari maksud syara dalam meletakkan kallaf dibawah beban taklif dan dari memahamkan rahasia dan tasriq dan hikmahnya. 4). Obyek kaidah Fiqih Perbuatan perbuatan orang mukallaf 5). Kegunaan /urgensi kaidah Fiqih Fiqih adalah merupakan kumpulan berbagai macam aturan hidup yang begitu luas karena mencakup berbagai huruf furu, karena itu perlu adanya usaha untuk mensistemasikan hukum-hukum tersebut dalam bentuk kaidahkaidah kulli yang berfungsi sebagai klasifikasi masalah-masalah furumenjadi beberapa kelompok, dan tiap-tiap kelompok itu merupakan kumpulan dari masalah-masalah yang serupa. Para fuqoha mengatakan Barangsiapa memelihara Ushul maka ia akan sampai kepada yang dimaksud, dan barangsiapa memelihara kaidah-kaidah selayaknya ia dapat mencapai maksudnya. Dalam kitab Al Faraid al Bahiyyah dikatakan Sesunguhnya cabang-cabang masalah Fiqih itu hanya dapat dikuasai dengan kaidah-kaidah Fiqih. Maka menghafal kaidah kaidah itu termasuk sebesarbesar manfaat. Imam Abu Muhamad Ezzudin Ibn Abd Salam berpendapat bahwa kaidah-kaidah Fiqih adalh sebagai jalan untuk mendapatkan mashlahat dan menolak mafshadah. Hal ini disebutkan dalam kata katanya sewaktu menjelaskan tujuan menulis kitab Qowaidul Ahkam fi Mashalihil Anam sebagai berikut Maksud dari menyusun kitab ini adalah menjelaskan mashlahat-mashlahat ketaatan muamalat dan semua perbuatan dalam usaha hamba untuk memperolehnya, menerangkan maksud dari pelanggaran/ kemadharatan agar bisa dihindari, menunjukkan mashlahat-mashlahat ibadat agar hamba itu dapat melakukan sebaik mungkin, menjelaskan mashlahat-mashlahat mana yang harus didahulukan dari yang lain serta mafshadat/ madharat

mana yang harus dikemudiankan dan menerangkan apa yang termasuk dibawah (kemampuan) usaha hamba bukan hal yang diluar kemampuannya dan tidak ada jalan untuk menuju kepadanya. Hasbi Ash Shiddiqi juga mengatakan mengingat pentingnya kaidah-kaidah itu dan besarnya manfatnya serta mendalam pengaruhnya dalam membuat petunjuk hukum-hukum furu bila kita memerlukan hujjah dan dalil serta mengistimbatskan hikmah, maka para fuqohamemperhatikan sungguh kaidah-kaidah ini. 6). Sistematika Qowaid Fiqiyah Pada umumnya pembahasan Qowaid Fiqiyah berdasarkan pembagian kaidah-kaidah asasiyah dan kaidah-kaidah ghoiru asasiyah. Kaidah asasiyah adalah kaidah yang disepakati oleh imam-imam azhah tanpa diperselisihkan kekuatannya disebut juga sebagai kaidah-kaidah induk karena hampir setiap bab dalam Fiqih masuk dalam kelompok kaidah induk ini. Adapun jumlah kaidah asasiyah hanya 5 macam yaitu a). Segala sesuatu tergantung kepada tujuannya. b). Kemadharatan itu harus dihilangkan. c). Kebiasaan itu dapat dijadikan hukum. d). Yakin itu tidak dapat dihilangkan dungeon keraguan. e). Kesulitan itu dapat menarik kemudahan. Kelima kaidah itu diringkas oleh Ezzudin Ibn Ab Salam dungeon Menolak kerusakan dan menarik kemashlahatan. Sedang kaidah Ghoiru asasiyah adalah kaidah yang merupakan pelengkap dari kaidah asasiyah dan keabsahannya masih diakui. Kaidah ini berjumlah 19 buah (Hasbi Ash Shiddiqi), ada yang mengatakan 40 kaidah yang tidak diperselisihkan dan 20 kaidah yang diperselisihkan (Abdul Mujid). Selain sistematika tersebut sebagian ulama ada yang menyusun kaidah Fiqih berdasarkan abjad dungeon jumlah 145 buah kaidah yang kemudian disarikan menjadi 99 buah kaidah dalam buku Majalah al ahkam al adliyah. Selanjutnya sebagian fuqoha lagi menyusun kaidah berdasarkan sistematika fiqih, misal klasifikasi kaidah berdasarkan bab Ibadah, bab Muamalat, bab Uqubah dsb seperti kitab Al Faraidul Bahiyyah fil Qowaidi wal Fawaidil Fiqiyah karangan Sayyid Mohammad Hamzah. b. Qowaid Ushuliyah 1). Kaidah Ushuliyah disebut juga kaidah istimbatstiyah yaitu kaidah-kaidah yang berkaitan dengan metode penggalian hukum. Dr Nasrun Harun mengatakan dalam bukunya Ushul Fiqih untuk memahami syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW para ulama ushul Fiqih mengemukakan 2 bentuk pendekatan , yaitu melalui kaidah-kaidah kebahasaan (pendekatan

bahasa) dan melalui pendekatan maqoshid syariyah (tujuan syara dalam menetapkan hukum) pendekatan melalui kaidah kebahasaan (uslub maupun tarkibnya) adalah untuk mengetahui dalil yang aam dam khas mutlak dan muqoyat, mujmal dan mubayyan, muhkam mufassar amar, nahyu dsb. Dalam kaidah kebahasaan ini dikemukakan cara-cara menyelesaikan dalildalil yang bertentangan secara dhair, sehingga seluruh yang ada dalam Al Quran dan Sunnah dapat dipahami serta diamalkan. Persoalan hukum dalam pendekatan ini terkait langsung dengan nas (Al Quran /Sunnah). Pendekatan maqosit syariyah, penekanannya terletak pada upaya menyingkap dan menjelaskan hukum dari suatu kasus yang dihadapi melalui pertimbangan maksud-maksud syara dalam menetapkan hukum. Teori yang digunakan untuk menyingkap dan menjelaskan hukum dalam berbagai kasus yang tidak ada nash (Ayat Al Quran dan atau al Hadis)nya secara khusus, dapat diketahui melalui metode ijma, qias, istihsan, urf dsb. Pada hakekatnya intisari maqosit syariat adalah kemashlahatan manusia didunia dan diakherat. Oleh sebab itu, berbagai metode yang digunakan untuk menyingkap dalam menjelaskan hukum pada setiap kasus yang tidak ada nashnya harus senantiasa berorientasi kepada kemashlahatan umat kedua pendekatan yang digunakan dalam memahami syariat-syariat Islam diatas dibahas dalam ilmu Ushulil Fiqih. Untuk itu para ahli Ushul Fiqih membuat berbagai kaidah, prinsip-prinsip dasar dan metode yang dapat digunakan dalam menyingkap dan menjelaskan suatu hukum. 2). Definisi kaidah Ushul a). Sejumlah peraturan untuk menggali hukum, dan kaidah ushuliyah umumnya berkaitan dengan ketentuan dalalah lafaz atau kebahasaan. b). Hukum Kulli yang dapat dijadikan standar hukum bagi juzi yang diambil dari dasar kulli yakni Al Quran dan Sunnah. 3). Obyek dalil hukum 4). Urgensi Qowaidul Ushuliyah Qowaidul Ushuliyah pada umumnya berkaitan dengan dalalah lafadz atau kebahasaan.dalam pada itu sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa oleh karena itu kaidah ushul berfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yang terdapat dalam bahasa. Penggalian hukum terutama hukum syariah tidak terlepas dari pembahasan kebahasaan karena hampir 80% penggalian hukum syariah menyangkut lafadz. Sebenarnya lafadzlafadzlah yang menunjukkan hukum harus jelas dan tegas supaya tidak membingungkan para pelaku hukum namun pada kenyataannya petunjuk (dalalah) lafadz yang terdapat dalam nasyara itu beraneka ragam. 1. Perbedaan antara Qowaid Fiqihiyah dengan Qowaid Ushuliyah a). Perbedaan-perbedaan yang ada antara Qowaid Fiqihiyah dengan Qowaid Ushuliyah: 1). Obyek Qowaid Ushuliyah adalah dalil hukum, sedang Qowaid Fiqihiyah adalah perbuatan mukallaf.

2). Ketentuan Qowaid Ushuliyah berlaku bagi seluruh bagiannya (juziyahnya) sedangkan Qowaid Fiqihiyah berlaku pada sebagian besar (Aghlabiah) juziyahnya. 3). Qowaid Ushuliyah sebagai sarana istimbats hukum sedangakan Qowaid Fiqihiyah sebagai usaha menghimpun dan mendekatkan ketentuan hukum yang sama untuk memudahkan pemahaman fiqih. b). Jika kaidah Ushuliyah dicetuskan dan disusun oleh ulama ushul sedangkan kaidah Fiqihiyah oleh ulama Fiqih namun aplikasi kaedah tersebutselalu berkaitan tidak berdiri sendiri mengingat kaidah ushul memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya sedangkan Qowaid Fiqhiyah merupakan operasionalisasi dari kaidah ushul tersebut sehingga kadang-kadang terjadi seperti tumpang tindih mana yang disebut kaidah Ushuliyah dan mana yang disebut Fiqhiyah. Yang jelas keduanya merupakan patokan dalam mengistimbatskan hukum. Jadi suatu kaidah apabila digunakan sebagai dalil pembantuuntuk mengistimbatskan hukum dari dalil tafshili maka disebut kaidah Ushuliyah dan apabila melihat kaidah tersebut atas dasar obyeknya yaitu perbuatan mukallaf dan memuat hukum bagi sejumlah perbuatan yang serupa maka dinamakan kaidah Fiqhiyah. 1. Contoh Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah a). Kaidah Fiqhiyah Pengertian, sumber, cabang dan aplikasi kaidah asasiyah Qaidah Pertama (1). Pengertian Maksud dari qaidah ini adalah setiap perkara bergantung pada tujuannya. Dengan kata lain, bahwa setiap mukallaf dan berbagai bentuknya serta hubungannya, baik dalam ucapannya, perbuatan dsb bergantung pada niatnya. Dengan kata lain, niat dan motivasi yang terkandung dalam hati sanubari seseorang sewaktu melakukan suatu perbuatan menjadi kriteria yang menentukan nilai dan status hukum amal yang ia lakukan. (2). Sumber pengambilan (a). Firman Allah SWT dalam surat Al-Bayyinah ayat 5: Artinya: Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dungeon memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus. (b). Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 145: Artinya:Barangsiapa menghendaki pahala dunia Kami berikan pahala itu dan barang siapa menghendaki pahala akherat Kami berikan kepadanya pahala itu. Dan Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

(c). Hadis yang diriwayatkan Bukhari: Artinya :Sesungguhnya segala amal bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya bagi seseorang hanyalah apa yang ia niati. (d). Hadis yang diriwayatkan Anas Ibnu Malik: Artinya:Tidak ada pahala bagi perbuatan yang tidak disertai niat. (e). Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Abu Hurairah: Artinya:Sesungguhnya manusia itu dibangkitkan menurut niatnya. (f). Hadis riwayat At-Thabrani dari Shalan Ibnu Said: Artinya:Niat seseorang itu lebih baik dari pada perbuatannya. (3). Cabang-cabangnya (a). Qaidah Artinya:Suatu amal yang tidak disyaratkan untuk dijelaskan,baik secara global atau terperinci, bila dipastikan dan ternyata salah, maka kesalahannya tidak membahayakan. (b). Qaidah Artinya:Suatu amal yang disyariatkan penjelasannya, maka kesalahannya membatalkan perbuatan tersebut. (c). Qaidah Artinya:Suatu amal yang harus dijelaskan secara global dan tidak disyaratkan secara terperinci, karena bila disebutkan secara terperinci dan ternyata salah maka kesalahannya membahayakan. (d). Qaidah Artinya:Niat dalam sumpah menkhususkan lafadz umum dan tidak pula menjadikan umum pada lafadz yang khusus. (e). Qaidah Artinya:Maksud dari suatu lafadz adalah menurut niat orang yang mengucapkannya, kecuali dalam 1 tempat, yaitu dalam sumpah dihadapan hakim. Dalam keadaan demikian maksud lafadz menurut niat hakim. (f). Qaidah Artinya:Yang dimaksud dalam bentuk akad adalah maksud / makna bukan lafadz atau bentu-bentuk perkataan. (4). Contoh Aplikasi Diantaranya adalah:

(a). Dalam sholat tidak disyaratkan niat menyebutkan jumlah rakaat, maka bila seoarang muslim berniat melaksanakan shalat Maghrib 4 rakaat, tapi ia tetap melaksanakan 3 rakaat maka sholatnya tetap sah. (b). Seorang yang akan melakukan sholat Duhur, tapi niatnya menunaikan sholat ashar, maka sholatnya tidak sah. (c) Seseorang bersumpah tidak akan berbicara dengan seseorang, dan maksudnya dengan ahmad, maka sumpahnya hanya berlaku pada ahmad saja. Qaidah Kedua (1). Pengertian Arti dari qaidah ini ialah suatu kesusahan menharuskan adanya kemudahan. Maksudnya, suatu hukum yang mengandung kesusahan dalam pelaksanaannya / memadharatkan dalam pelaksanaannya, baik badan, jiwa, /harta seorang mukallaf , diringankan sehingga tidak memadharatkan lagi. Keringanan tsb dikenal dengan rukhsah. Hal itu antara lain karena kemampuan seorang mukallaf terbatas. Kesulitan yang dianggap bisa meringankan taklif kepada seorang mukallaf menurut AsySyatibhi ialah: (a) Karena khawatir terputusnya ibadah dan kerusakan paa diri, harta dsb (b) Ada rasa takut akan terkuranginya kegiatan sosial yang berhubungan dengan sosial kemasyarakatan. (2). Sumber kaidah (a) Firman Allah SWT dalam surat Al- Baqarahayat 185: Artinya:Allah SWT, menhendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (b) Firman Allah SWT dalam surat Al Haj ayat 78: Artinya:Dan Dia tidak menjadikan untukmu dalam agama suatu kesempitan. (c) Hadis riwayat Abu Hurairah: Artinya:Agama itu memudahkan, agama yang disenangi oleh Allah SWT adalah agama yang benar dan mudah. (d) Hadis riwayat Ibnu Abbas : Artinya:Aku diutus oleh Tuhan dungeon membawa agama yang penuh kecenderungan dan toleransi. (3) Cabang-cabang (a) Qaidah

Artinya:Apabila suatu perkara itu sempit maka hukumnya menjadi luas sebaliknya jika suatu perkara itu luas, maka hukumnya menjadi sempit. (b) Qaidah Artinya:Semua yamg melampaui batas, maka hukumnya berbalik kepada kebalikkannya. (c) Qaidah Artinya:Rukhsah-rukhsah itu tidak boleh dihubungkan dengan kemaksiatan. (d) Qaidah Artinya:Rukhsah itu tidak dapat disangkutputkan dungeon keraguan. (4) Contoh Aplikasi Diantarnya adalah: (a) Boleh berbuka puasa ketika berpergian atau sakit. (b) Dibolehkan tidak ada ijab qabul dalam jual barang-barang yang tidak berharga. (c) Tidak ada untuk melakukan kemaksiatan tapi harus menghindarinya. b) Kaidah Ushuliyah (1) Qaidah Artinya:Yang dipandang dasar adalah petunju umum dasar lafadz bukan sebab khusus (latar belakang kejadian). (2) Qaidah Artinya:Lafadz nakirah dalam kalimatnegatif (nafi) mengandung pengertian umum. (3) Qaidah Artinya:Petunjuk nash didahulukan dari pada petunjuk zahir. (4) Qaidah Artinya:Perintah terhadap sesuatu berarti larangan atas kebalikannya. Buku-buku rujukan. 1)Ilmu Ushulil fiqhi : Sheik Abd Wahab Khallaf 2)Al Qowaidul fiqhiyah : Ali Ahmad an Nadawi 3)Tarikh tasyriq : Sheik Khudori Bey 4)Ushul Fiqh : Dr. H Rhachmat SyafiI 5)Ushul Fiqh : Dr. H Nasrun Harun

6)Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah : Drs. H Mukhlis Usman MA 7)Kaidah-kaidah ilmu Fiqih : Drs. H Abd Mujib 8)Kaidah-kaidah Fiqih : Drs. H. Asymuni A. Rahman

Você também pode gostar