Você está na página 1de 3

Berlaku Adil

A. ARTI ADIL DALAM ISLAM Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang lain dalam memberikan hukum, sering diartikan pula dengan persamaan dan keseimbangan dalam memberikan hak orang lain., tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangi. Seperti yang dijelaskan Al Quran dalam surah Ar Rahman/55:7-9 Dan Allah telah meninggikan langit-langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) suapaya kamu jangan melampaui batas neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu

Kata adil sering disinonimkan dengan kata al musawah (persamaan) dan al qisth (moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata dzalim. Dalam Al Quran kata adil dan anak katanya diulang sekitar 30 (tiga puluh) kali. Al Quran mengungkapkannya sebagai salah satu dari asma al husna Allah dan perintah kepada Rasulullah untuk berbuat adil dalam menyikapi semua umat yang muslim maupun yang kafir. Begitu juga perintah untuk berbuat adil ditujukan kepada kaum mukminin dalam segala urusan. B. PRINSIP KEADILAN DALAM ALAM RAYA Jika kita perhatikan alam raya sekitar kita, maka akan kita dapatkan prinsip adil/keseimbangan itu menjadi ciri utama keberlangsungan dunia. Malam dan siang, gelap dan terang, panas dan dingin, basah dan kering, bahkan udara tersusun dalam susunan keseimbangan yang masing-masing fihak tidak ada yang mengambil/mengurangi hak sisi lain. Tata surya kita, matahari, bumi bulan dan planet lainnya berada dalam jalur/garis edar obyektif yang tidak ada satupun dari tata surya itu merampas jalur fihak lain, jika perampasan fihak lain itu terjadi bisa kita bayangkan bagaimana jadinya alam ini, pasti akan terjadi benturan-benturan yang berarti kebinasaan dan kehancuran. (QS. Al Qamar: 49, Al Mulk: 3, Yasin: 40, Ar Rahaman:5-7) Kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh keseimbangan pernafasannya antara menghirup dan membuang. Jika tarikan dan pembuangan tidak seimbang maka manusia akan mengalami kesulitan bernafas dan biasanya kehidupan akan segera berhenti. Begitu juga susunan fisik manusia, memiliki komposisi seimbang antara cairan, udara, dan benda padat (tulang dan otot), jika keseimbangan ini terganggu maka kehidupanpun akan terganggu. Demikian pula susunan materi dan ruhiyah, antara fisik, akal dan rasa. Jika ada satu fihak yang mengambil hak sisi lain dapat dipatikan akan terjadi ketimpangan hidup. Dst.

EFISIEN
Yang enjadi perhatian disini adalah input waktu bagi semua orang adalah sama. Namun, bisa kita lihat pencapaian setiap orang berbeda. Kenapa? Ya, efisiensi yang

dimiliki setiap orang dalam memanfaatkan waktu berbeda-beda. Ada orang, yang dalam sehari mampu menghasilkan uang Rp 2,5 milyar dalam sehari. Namun ada juga orang yang menghasilkan Rp 25.000 dalam sehari. Ada orang yang mampu mendakwahi jutaan orang, ada juga yang untuk keluarganya sendiri tidak mampu. Coba tengok diri kita, sejauh mana yang kita dapatkan? Itulah gambaran besarnya efisiensi yang Anda miliki. Seringkali orang menyalahkan takdir dengan pencapaian yang rendah. Namun Allah SWT memerintahkan kita untuk berusaha, memanfaatkan waktu yang sudah diberikan-Nya. Bukan hanya seberapa banyak Anda berusaha, tetapi juga seberapa bagus kualitas usaha Anda. Apalagi, jika kita tidak berusaha sama sekali. Kekosongan Waktu Fondasi dasar dari efisiensi waktu adalah kualitas tindakan. Input tidak bisa diubah, bahkan jika sudah lewat tidak bisa kembali lagi. Maka untuk meningkatkan output, satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah memperbaiki proses, artinya meningkatkan kualitas tindakan, sebab tindakan adalah proses dalam menghasilkan output. Apa yang menyebabkan kualitas tindakan bisa turun bahkan hampa? Ya, karena ada kekosongan dalam tindakan itu. Jadi, tidak bisa sembarang tindakan, tetapi harus tindakan yang berisi atau berkualitas agar mendapatkan hasil yang berkualitas juga. Apa saja kekosongan dalam tindakan itu? Yang pertama adalah kekosongan akal. Dan mereka berkata: Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Al Mulk:10) Dalam tafsir Shofwat Tafaasiir, karya As-Shabuni, dijelaskan, Orang-orang kafir itu mengatakan, sekiranya kami memiliki akal yang kami manfaatkan atau kami gunakan pendengaran untuk mencari kebenaran dan senantiasa meniti hidayah, niscaya kami tidak tertgolong mereka yang masuk neraka dengan ap yang menyala-nyala. Kekosongan akal bisa terjadi jika seseorang tidak mau mengisi akalnya dan tidak mau menggunakan akalnya dengan baik. Tidak mau belajar atau malas belajar tanda orang yang tidak mau mengisi akalnya dengan sesuatu yang bermanfaat. Orang yang malas berpikir, cepat mengambil kesimpulan, tidak mau berusaha memahami sesuatu, menilai dengan emosi atau memperturutkan hawan nafsu, dan sejenisnya adalah ciri orang yang tidak mau mempergunakan akalnya dengan optimal. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah efisien dalam hidupnya. Dia mungkin bertindak, tetapi bisa saja tidak berarti atau salah arah. Bahkan, orang yang beribadah, tetapi tidak didasari ilmu, ibadah itu pun bisa tertolak. Mari kita instropeksi, apakah kita lebih mendahulukan akal atau hawa nafsu? Silahkan lihat juga artikel lainnya tentang urgensi berpikir. Jangan berharap menghasilkan yang luar biasa saat akal Anda masih kosong. Pengertian efisiensi waktu tidak bisa lepas dari akal atau pikiran Anda.

Yang Kedua adalah Kekosongan Hati. Selain akal, yang tidak bisa lepas dari pengertian efisiensi waktu adalah kekosongan hati. Semua yang Anda lakukan akan menjadi baik jika hati Anda baik. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah qalbu. (HR Bukhari) Kualitas tindakan Anda, akan sesuai dengan kualitas hati Anda. Jika baik, maka semuanya baik. Jelas, ini sangat berkaitan dengan pengertian efisiensi waktu. Yang ketiga adalah kekosongan jiwa Apa bahayanya jika jiwa kita kosong? Dalam tafsir Fi Dzilalil Quran, dijelaskan, Itulah gambaran jiwa yang kosong: yang tidak pernah mengenal makna serius bercanda ria disaat membutuhkan keseriusan senantiasa meremehkan permasalahan yang suci dan sakral Jiwa yang kosong, tidak patut untuk bangkit mengemban tugas dan tidak akan tegak membawa beban amanat. Dan jadilah kehidupan di dalam jiwa demikian itu hampa, remeh, dan tiada berharga. Orang yang memiliki jiwa yang kosong, tidak akan pernah mendapatkan efisiensi waktu yang tinggi.

Você também pode gostar