Você está na página 1de 2

APA DAN SIAPA / ALFONSIUS KOA SEMPAT DISERANG WARGA Pengabdian sebagai seorang guru selama 28 tahun bukanlah

hal yang mudah apalagi bertugas didaerah Pedalaman pulau Timor yang masih cukup primitif. Sekolah-sekolah terpencil dan bertemu dengan masyarakat Pedalaman yang terbilang cukup keras tak membuat ia takut dan gentar namun ia semakin sadar bahwa menjadi guru bukanlah hanya guru didalam kelas tetapi juga guru di masyarakat apalagi pengalaman selama menjadi guru selama 28 tahun dan ditempatkan didaerah daerah terpencil serta bergaul dengan masyarakat yang terkenal keras seperti kumpulan para pemabuk, penjudi, pencuri bahkan perampok yang sering dilanda berbagai kasus kriminal yang tinggi seperti kasus-kasus pembunuhan. Dalam perbincangannya dengan penulis, Bpk Alfonsius membeberkan perasaannya bertugas sebagai guru didaerah pedalaman ini adalah bukti nyata dari ungkapan klasik bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, bahwa saat ini guru sudah dibayar tapi bayar nyawapun jadi taruhannya. Bertugas didaerah Pedalaman saya tidak takut dan saya harus menjadi guru didalam kelas dan juga guru diluar kelas. Artinya masyarakat yang sekeras apapun intinya adalah guru harus hidup bermasyarakat. Guru harus menjadi guru yang baik, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Ini prinsip sayaungkapnya. Ketika bertugas di SDK Tafuli pada tahun 1986, sekolah tempat ia bertugas pernah diserang oleh warga. Kasus penyerangan warga ke kompleks sekolah tersebut dipicu oleh sengketa kebun. Sapi milik warga yang berjumlah 10 ekor memasuki kebun milik salah satu guru. Guru tersebut dengan emosi dan marah tidak menerima ini sehingga keluar kata-kata kasar dari mulutnya. Guru tersebut adalah teman dari Bapak Alfonsius. Merasa diremehkan, warga Tafuli pada malam harinya menyerang ke kompleks sekolah dengan membawa kayu kudung ditangan mereka. Namun guru itu beruntung telah pergi dahulu pada siang harinya ke kampung tetangga. Bapak Alfonsius yang berada dikompleks sekolah tidak lari sementara beberapa teman gurunya lari menyelamatkan diri karena ketakutan. Bapak Alfonsuis dengan tenang menenangkan warga dan berusaha menjadi mediator diantara kedua belah pihak dan dalam hatinya ia selalu mengangkat hati pada Bunda Maria. Bapak Alfonsius Koa perangainya yang tenang dan kalem membuat ia tak asing dimata warga desa kakaniuk dan Boni. Desa kakaniuk yang terletak di wilayah Kecamatan Malaka tengah kabupaten Belu ini terletak di daerah aliran sungai Benenain dan berjarak sekitar 80 km arah selatan kota atambua, ibukota kabupaten Belu. Setelah menamatkan pendidikannya di SPG Negeri Soe pada

tahun 1981, Alfonsius memulai karienya sebagai guru honorer pada SMPK Stella Maris Biudukfoho dari tahun 1981 hingga 1983 sampai pada penempatannya sebagai PNS. Bapak Alfons mengawali karier pengangkatannya di SDK Tafuli selama 2 tahun. Setelah bertugas di SDK Tafuli, Bapak Alfons dipindahkan ke SDI Nunfutu. Nunfutu adalah sebuah desa dipedalaman pulau Timor yang berbatasan antara kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara. 4 tahun bertugas didaerah yang belum memiliki akses jalan darat membuat ia harus berjuang ekstra keras dan guru yang bertugas ditempat inipun masih minim. Karena kesetiaannya yang tinggi pada tugasnya, maka pada tahun 1990, pak Alfons ditarik ke SDI Halioan sebuah desa yang bersebelahan dengan desa istri tercinta yang dinikahinya Angela Iba yang juga berprofesi sebagai guru agama Katolik. Bapak Alfons bertugas selama 7 tahun di SDI Halioan dari tahun 1990 hingga 1997. Dari tahun 1997 hingga sekarang Bapak Alfons bertugas di SDI Boni sebagai kepala sekolah. Dari hasil pernikahannya dengan istri tercinta, Bapak Alfons dan ibu Angela dikaruniai 3 anak, 2 putra serta 1 putri. Selain memiliki anak kandung, Bapak Alfons juga memiliki 2 angkat yang kini telah diangkat pula sebagai PNS pada pemda TTU. Dalam kehidupan menggereja khususnya diparoki St. Mikael Biudukfoho, Bpk Alfons begitu aktif dimana ia sering diserahi tugas dalam setiap kegiatan gereja sebagai pemimpin atau ketua bahkan penasehat pada kegiatan-kegiatan gereja. Baginya, seorang guru harus mampu menjadi teladan bagi anakanak maupun bagi masyarakat tempat dimana sang guru berada. FRANSISKUS PONGKY SERAN

Você também pode gostar