Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
sosial maupun segi psikologis. Apabila seseorang sudah dapat melakukan reproduksi, maka dari segi biologis, dia sudah dapat dikatakan dewasa. Sedangkan bila mengacu pada kemampuan seseorang dalam melakukan peran-peran sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa, maka dari segi social, orang tersebut dapat dikatakan telah dewasa. Dari segi psikologis akan menempatkan seseorang dalam katagori dewasa ialah apabila seorang tersebut telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Apabila ini dapat dirangkum, maka seseorang yang dikatakan dewasa ialah apabila orang tersebut telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial dan psikologis. Biasanya ini dapat tercapai setelah seseorang telah melewati masa pendidikan dasar dan memasuki dunia kerja, yaitu sejak usia 17 tahun. Namun demikian bertambah dewasa merupakan suatu yang dinamis, mengikuti perkembangan bio-psiko-sosio-kultural di mana seseorang tinggal. Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai konsep andragogi, Malcolm Konwles mengajukan empat asumsi pokok, yakni: a. Konsep diri (Citra diri) Seorang anak-anak pada umumnya akan mencitrakan dirinya tergantung pada orang lain. Dengan berangsurnya dia menjadi lebih dewasa, dia merasa dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri (self-determination), dan memiliki rasa tanggung jawab baik untuk diri mereka sendiri maupun terhadap lingkungan. Dengan demikian, di saat seseorang menjadi dewasa tentunya akan tidak nyaman apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Kedewasaan ini akan mengarahkan dirinya memiliki kemauan untuk belajar. Dorongan hati untuk belajar tersebut terus berkembang, bahkan seringkali tanpa batas. Perubahan konsep diri ini berpengaruh pada hubungan antara pendidik dan peserta didik. Pada andragogi, hubungan tersebut lebih bersifat saling membantu. Implikasi dari hubungan ini di dalam proses pelatihan adalah berkaitan dengan suasana psikologis dan diagnosis kebutuhan yang harus dibangun di dalam proses pelatihan tersebut. b. Peranan Pengalaman Diasumsikan bahwa seorang individu akan tumbuh dan berkembang seiring perjalanan waktu, akan mengalami dan mengumpulan berbagai pengalaman kehidupan. Dengan demikian, individu tersebut telah memiliki dasar pengalaman sebagai dasar pijakan untuk belajar dan memperoleh pengalaman yang baru. Implikasi dari kondisi ini adalah, bahwa pada pembelajaran atau pelatihan orang dewasa perlu mengembangkan teknologi pelatihan yang bertumpu pada pengalaman peserta. Wujud dalam praktek pelatihan yang bertumpu pada pengalaman antara lain dengan menggunakan lebih banyak diskusi kelompok, curah pendapat, kerja di laboratorium, praktek lapangan, dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya melibatkan peran partisipatif dari para peserta.
c. Kesiapan Belajar Dengan berjalannya waktu, diasumsikan individu akan menjadi semakin matang. Maka kesiapan individu untuk belajar tidak ditentukan atau dipaksakan oleh kebutuhan akademik, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peran sosialnya. Hal ini tentunya membawa implikasi terhadap materi dalam suatu pelatihan tertentu, yang mana materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang seiring dengan peran sosial peserta pelatihan. d. Orientasi Belajar Pada orang dewasa, diasumsikan memiliki kecenderungan untuk belajar yang berorientasikan pada pemecahan masalah yang dihadapi (problem centered orientation). Hal ini dikarenakan bahwa belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menhadapi permasalahan kehidupan sehari-hari, terutama yang berkaitan erat dengan peran dan fungsi sosialnya. Dalam perspektif waktu, bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dimanfaatkan/diaplikasikan dalam waktu segera, baik aspek pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajarinya. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap materi suatu pelatihan bagi orang dewasa hendaknya bersifat praktis dan dapat diterapkan di dalam pelaksanaan tugas-tugas sehari-hari. Pembelajaran orang dewasa (androgogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalahmasalah kehidupan yang dihadapinya. Karena itu proses pembelajaran orang dewasa dapat terjadi dengan baik apabila pembelajaran melibatkan peserta didik yang telah dewasa tersebut dengan keempat asumsi di atas. Keterlibatan diri (ego peserta didik) merupakan kunci penting keberhasilan pendidikan/pelatihan dengan metode androgogi. Dalam hal ini pendidik/pelatih/tutor hendaknya mampu membantu peserta untuk 1) mendifinisikan kebutuhan belajarnya, 2) menentukan tujuan belajarnya, 3) ikut serta di dalam penyusunan perencanaan belajar, dan 4) berpartisipasi di dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Metode pembelajaran orang dewasa dapat menjadi optimal dengan mengikuti kaidah persyaratan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. Berpusat pada masalah Mendorong peserta untuk aktif Mendorong peserta untuk mengemukakan pengalamannya Menumbuhkan kerjasama, baik antara sesame peserta, dan antara peserta dengan tutor Lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan transformasi atau penyerapan materi.
Persyaratan yang mesti dipenuhi bagi seorang pengajar/tutor dengan metode andragogi antara lain sebagai berikut: 1. Menjadikan dirinya sebagai anggota dari kelompok yang dilatih. 2. Mampu menciptakan situasi yang kondusif untuk belajar mengajar 3. Memiliki rasa tanggung jawab, pengabdian dan idealism untuk tugasnya selaku pengajar/tutor. 4. Menyadari kelemahannya, kekuatannya dan tingkat keterbukaannya. 5. Dapat mendefinisikan permasalahan dan menentukan pemecahannya. 6. Mengerti dan peka terhadap perasaan orang lain. 7. Mampu mempelajari dan menilai kemampuan orang lain. 8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan memperlakukan orang lain dengan baik. 9. Bersikap selalu optimis dan beriktikad baik terhadap orang lain. 10. Menyadari bahwa sesungguhnya perannya bukan mengajar, tetapi menciptakan iklim untuk belajar. 11. Menyadari bahwa segala sesuatu dapat bernilai positif dan negatif, dapat mempunyai kelebihan dan kekurangan. Para ahli pendidikan tidak mempertentangkan antara pedagogi dengan andragogi sebagai suatu teori pendidikan yang saling bertolak belakang. Sebagian ahli tersebut menggolongkan sebagai teori belajar non-partisipatif dan teori belajar partisipatif. Sebagian ahli yang lain mencoba mengklasifikasikan menjadi pendidikan yang berpusat pada isi (materi belajar) dan pendidikan yang berpusat pada peserta. Dalam prespektif yang lain, sesungguhnya antara pedagogi dan andragogi terdapat suatu kontinum, yakni dari aspek pengarahan dan tingkat kemandirian peserta pembelajaran. Pada pedagogi, peran arahan dan bimbingan dari pelatih masih tinggi. Sedangkan pada andragogi peran arahan dan bimbingan dari pelatih sudah berkurang, dan lebih menonjolkan peran partisipatif dan kemandirian peserta latih. Peran pelatih dengan metode andragogi utamanya sebagai fasilitator dan koordinator suatu proses pelatihan. Ketepatan metode yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pendidikan/pelatihan tentunya akan mempengaruhi hasil (outcome) yang diperoleh.