Você está na página 1de 3

Asal-Usul Nama INDONESIA Kata Indonesia pertama kali digagas pada 1850 dalam bentuk Indu-nesians olehg pelancong

dan pengamat sosial asal Inggris, George Samuel Windsor Earl. Earl ketika itu sedang mencari istilah enografis untuk menjabarkan cabang ras Polinesia yang menghuni kepulauan Hindia atau ras-ras berkulit cokelat di kepulauan Hindia. Namun, setelah menciptakan istilah baru itu, Earl langsung membuangnya karena terlalu umum dan menggantinya dengan istilah yang dia anggap lebih khusus, Malayunesians. Seorang kolega Earl, James Logan, tanpa mengindahkan keputusan Earl, memutuskan bahwa Indonesian sebenarnya adalah kata yang lebih tepat dan benar untuk digunakan sebagai istilah geografis, bukan etnografis : Saya lebih menyukai istilah geografis Indonesia, yang sekadar pemendekan istilah Indian Island atau Indian Archipelago. Dari sana kita dapatkan Indonesians untuk Indian Archipelagian atau Archipelagic, atau Indonesians untuk Indian Archipelagians atau Indian Islanders Dengan membedakan antara penggunaan kata itu secara geografis dan etnologis, Logan menjadi orang pertama yang menggunakan nama Indonesia untuk menjabarkan, walau secara longgar, kawasan geografis, kepulauan Indonesia. Logan lantas terus menggunakan kata Indonesia, Indonesian, dan Indonesians dalam arti geografis secara relatif bebas, tapi tidak eksklusif (Indian Archiplego harus tetap dipakai), dalam tulisan-tulisan berikutny. Logan bahkan membagi Indonesia menjadi empat kawasan geografis terpisah, membentang dari Sumatra sampai Formosa (Taiwan). Penggunaan Indonesia oleh Logan tidak segera diikuti orang lain. Baru pada 1877 E.T. Hamy, ahli antropologi asal Prancis menggunakan kata Indonesia untuk menjabarkan kelompok-kelompok ras prasejarah dan pra-Melayu tertentu di kepulauan Indonesia. Pada 1880, ahli antropologi Britania A.H. Keane mengikuti penggunaan Hamy. Pada tahun yang sama, istilah Indonesia dengan pengertian geografis yang lebih pas, mengikuti Logan, digunakan oleh ahli Linguistik Britania, N.B. Dennys, dan dua tahun sesudahnya Sir William Edward Maxwell, administrator kolonial dan ahli bahasa Melayu dari Britania, mengikuti praktik Dennys. Adolf Bastian, ahli etnografi terkenal dari Jerman, yang telah mengetahui penggunaan istilah Indonesia untuk pertama kali oleh Logan, menggunakan istilah tersebut dalam lima jilid Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel karyanya, yang terbit pada 1884-94. Mengingat cukup terkenalnya Bastian di dunia cenndikia, penggunaan istilah Indonesia jadi lebih dianggap. Mungkin karena terdorong oleh penggunaan istilah Indonesia, oleh Bastian, ahli etnologi brilian dan mantan pejabat Hindia Belanda G.A. Wilken, yang pada

September 1885 menjadi professor di Universitas Leiden, pada tahun itu juga menggunakan istilah Indonesia. Wilken, seorang cendekiawan ulung, sangat menghargai dan akrab dengan karya Bastian Wilken menyebut Bastian pangeran para hli etnologi dan juga tahu mengenai upaya Logan sebelumnya. Wilken menggunakan istilah Indonesia dalam pengertian geografi (kepulauan Indonesia) dan (lebih jarang) dalam pengertian budaya yang lebih luas (orangorang yang memiliki kesamaan bahasa dan budaya, yang tersebar dari Madagaskar di barat sampai Taiwan di utara). Namun Wilken lebih suka kepulauan Hindia, dan hanya sesekali menggunakan kata Indonesia. Meskipun demikian, pada waktu itu Wilkens diteladani kolega-kolega Belandanya, termasuk ahli Linguistik H. Kern, dan sesudahnya oleh G.K. Niemann, C.M Pleyte, dan lain-lain. A.C. Kruyt, misionaris dan ahli etnografi terkenal, menggunakan istilah Indonesia dalam karyanya tentang animisme (1906), dalam pengertian murni budaya. Beberapa petunjuk mengenai penerimaan istilah Indonesia secara terbatas bisa diperoleh dari analisis sitilah yang digunakan untuk kepulauan Indonesia oleh para ahli etnografi, ahli geografi dan penulis perjalanan pada bagaian terakhir abad kesembilan belas. Tinjauan atas buku tebal Repertorium, rubric anthropologicetnographie: de Indische Archipel, menunjukkan bahwa istilah-istilah seperti Indonesia/Indonesien/Indonesier/Indonesischer/Indonesische/Indonesisches/Volkern Indonesiens digunakan hanya empat kali dalam judul artikel-artikel penelitian antara 1866 dan 1893, empat kali lagi antara 1894dan 1900, serta tiga kali antara 1901 dan 1905. Yang lebih dominan adalah pemakaian istilah Indonesia dalam pengertian budaya secara luas sehingga ahli etnografi Kern sampai bisa mengatakan kelompok pulau utara Indonesia terdiri atas Filipina. Begitu pula, jilid kedua Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie (1899) menyatakan bahwa : Dalam pengertian geografis, wilayah ras Melayu adalah ranah kepulauan, yang terbagi menjadi Indonesia, New Guinea, Melanesia, Polinesia, Mikronesia, Filipina, Selandia Baru dan Madagaskar , juga semenanjung Melaka dan pedalaman Formosa. Populasi bangsa penghuni pula-pulau itu sebesar sekitar 45 juta orang , dan tak kurang dari 33 juta merupakan penduduk Hindia Belanda. Yang menarik pada penggunaan istilah Indonesia sejak Bastian tidak hanya sifatnya yang kurang jelas dan umum, tapi juga kemunculan fungsinya sebagai penjabar untuk suatu kawasan yang dianggap dihuni orang-orang dengan ciri etnis dan budaya yang ,mirip bahasa, ciri fisik dan adat. Indonesian adalah kata sifat yang digunakan untuk mewakili sifat-sifat tersebut, sementara Indonesians adalah orang-orang dengan ciri-ciri umum seperti itu (yang terkadang dianggap mencakup penghuni Madagaskar hingga Formosa), dan Indonesia adalah tempat(tempat) yang mereka huni. Tidak mesti ada hubungan antara Indonesia dalam pengertian budaya yang dominan dengan wilayah Hindia Timur Belanda, dan tidak ada yang menggunakan istilah Indonesia dalam pengertian politis.

*Diambil dari buku The Idea of Indonesia : A History ( RE Elson), Cetakan Pertama Januari 2009, Serambi, Hlm. 2-5

Você também pode gostar