Você está na página 1de 4

Coban Rais Batu Bersama MABA 2010 UB

Akhirnya, petualangan menuju air terjun Coban Rais pun dimulai. Setelah seluruh persiapan selesai, kami pun berangkat dengan jumlah pasukan sebanyak 18 orang karena sebagian dari teman-teman MABA maupun panitia ada yang pulang. Perjalanan menuju Coban Rais ini ternyata tidak semudah yang saya pikirkan. Melewati perkampungan penduduk, jalan yang menanjak tinggi, dan terik matahari senantiasa menemani perjalanan kami dan menghapus rasa dingin yang kami rasakan. Namun, canda tawa, keunikan, dan semangat pun menghiasi perjalanan kami. Menyenangkan sekali, walau terkadang aku sempat mengeluh karena ingin cepat sampai ke tempat tujuan. Berjalan berkilo-kilo meter bersama teman-teman MABA 2010 ini, sambil sesekali berfoto dengan berbagai macam tingkah ekspresi yang berbeda-beda dan lucu juga latar belakang foto yang aneh-aneh. Keakraban sejati terpatri di antara kami, senyuman tulus menghiasi, dan semangat perjuangan demi Islam senantiasa menyelimuti jiwa kami. Ketika melewati perkampungan, berbagai macam bentuk rumah, corak kehidupan menarik perhatian kami. Banyak sekali ternyata orang-orang Indonesia yang masih murni berpegang pada kebudayaannya, belum ternodai memang oleh budaya dan pemikiran kufur. Namun sayang, Islam pun belum mewarnai mereka. Menjadi tugas kami beserta orang-orang yang sudah mengerti dan paham akan hakikat Islam, tiada kompromi memang dalam berislam jika kita ingin mengatakan bahwa kita berislam secara kaffah. Kembali kepada cerita, melewati perkampungan ini memang cukup banyak waktu yang diperlukan hingga sampai pada gerbang kaki gunung yang nanti akan kami lewati. Namun, perjalanan yang cukup melelahkan itu menjadi sangat berarti ketika kami saling berkomunikasi, berbicara, mengobrol dan mengenal satu sama lain. Sampai di depan gerbang, kami harus membayar uang masuk namun semua tidak masalah, karena sudah ada sahabat seperjuangan yang dermawan dan bersedia menanggung seluruh biaya. Usai beristirahat sekitar 15 menit, kami pun memulai mendaki gunung dihadapan kami, hanya saja saya tertinggal dari rombongan karena harus menunggu kakak angkat yang sedang berada di kamar mandi. Dan pada akhirnya, setelah beliau selesai, kami berdua berangkat menyusul rombongan yang sudah lebih dahulu berjalan di depan. Sepanjang perjalanan, di sekeliling kami yang terlihat adalah pohon-pohon rindang hijau alami, air di selokan yang mengalir dari atas gunung dengan bunyi gemericiknya yang khas, dan binatang-bintang alam. Saya tersenyum sendiri melihat pemandangan yang ada di depan mata saya, sungguh indah dan juga menakjubkan. Untungnya kakak angkat saya yang awalnya tadi berangkat bersama dengan saya sudah berada sedikit di depan sehingga tidak mengetahui bahwa saya sedang senyum-senyum sendiri, karena bisa-bisa dianggap orang gila. Terkadang saya juga melihat ada beberapa pohon karet yang sedang diproses, kulitnya dibuat semacam garis kemudian getah yang keluar dari torehannya itu ditadah dengan memakai sebuah wadah. Tapi, yang paling menarik adalah kupu-kupu bermacam warna senantiasa menemani

perjalanan saya, terbang menjauh-mendekat kepada saya seolah-olah ingin mengajak bermain, lucu memang. Banyak sekali kupu-kupu ini, tak ada habisnya dari saya naik gunung hingga sampai ke tempat dimana air terjunnya itu berada. Kupu-kupu dengan warna merah, kuning, hitam, coklat, serta putih (Kupu-kupu ini yang sering saya temui dan seringkali selalu berada di dekat saya) dan masih banyak lagi warna lainnya. Jalan yang semulanya lebar akhirnya mulai menyempit dan seperti biasa, jalannya pun mulai menanjak dengan tegasnya. Sempat kami berdua berpapasan dengan dua ekor anjing sebelum akhirnya bertemu dengan rombongan teman-teman yang lainnya. Kami tepat bertemu ketika teman-teman sedang menyeberangi sebuah jurang dengan menggunakan saluran air. Sebenarnya ada jalan yang sedikit memutar untuk sampai ke bagian seberang namun teman-teman mungkin sangat suka dengan tantangan sehingga memilih menggunakan jalan yang lebih cepat namun jelas sekali berbahaya karena di bawahnya, jurang menganga siap menerima siapapun yang terjun ke dalamnya. Ketika tiba giliran saya, saya dengan berani (sambil memaksakan diri) mengambil jalan untuk menyeberang menggunakan saluran air yang sebenarnya bukan berfungsi sebagai jembatan namun bagi orang-orang yang nekat, mungkin bisa jadi juga digunakan sebagai jembatan. Sedangkan kakak angkat yang bersama saya tadi mengambil jalan sedikit memutar bersama salah seorang dari MABA yang ikut bersama kami. Itupun adalah sebuah pilihan, saya memilih jalan yang menantang dan yang lain ada yang memilih jalan memutar atau ada pula mungkin yang diam tak berani menempuh jalan yang ada di depan walau mungkin tantangannya pun tidak lah seberapa. Sama seperti perjuangan menegakkan Syariat Islam dan Khilafah dalam rangka mengembalikan kehidupan dan kemuliaan Islam. Ada orang yang bersedia memaksa diri mereka untuk berjuang tanpa sekali pun menggadaikan keislaman mereka. Mereka sadar bahwa harga mati bagi mereka adalah berpegang teguh pada Islam dan tak sekalipun berkompromi terhadap kemaksiatan. Terkadang, orang-orang seperti ini menerima perlakuan yang tidak sepantasnya diberikan kepada manusia baik dalam skalanya yang kecil maupun besar. Namun, mereka tetap berpegang teguh tanpa menggadaikan keislaman mereka sedikitpun, dan Allah tentu akan memberikan mereka pahala dan pertolongannya untuk mereka para hamilud dakwah yang ideologis terhadap mabda atau ideologi Islam ini. Kemudian, ada juga orang yang memang berjuang membantu tegaknya Islam namun sayangnya terkadang orang ini begitu mudah menggadaikan keislamannya terhadap masalah-masalah kecil. Dia tidak sanggup bahkan tidak berani menghadapi berbagai macam tantangan yang tentu akan muncul di jalan para pejuang Islam ini. Bahasa sederhananya adalah mereka ingin mencari jalan aman dan diri mereka sendiri aman dari berbagai macam masalah. Bahkan cenderung mereka menggunakan jalan-jalan yang tidak pernah digunakan dan dicontohkan oleh Rasulullah dalam perjuangan menegakkan kembali Islam sehingga ini lah salah satu bentuk sikap kompromi mereka terhadap sebuah kemaksiatan ataupun kebatilan, entah sedikit ataupun banyak menggadaikan keislamannya.

Dan terakhir, ada juga orang yang sama sekali tidak berani mengambil tantangan atau ikut berjuang dalam usaha menegakkan kehidupan Islam ini. Ada dua tipe, pertama adalah mereka sudah tahu akan kewajiban memperjuangkan Islam namun mereka tidak peduli dan kedua adalah mereka yang belum tahu. Tipe kedua tidak begitu menjadi masalah, karena masih bisa diberitahu. Lain kasusnya jika tipe pertama, ini bisa menjadi masalah karena seolah-olah menjadi seorang muslim yang tidak peduli sedikitpun dengan kewajibannya untuk berdakwah. Namun, semuanya adalah pilihan. Seperti yang sudah pernah saya sampaikan bahwa setiap pilihan yang manapun tentu mempunyai resiko dan sudah pasti kita harus menghadapinya. Hanya saja, pilih lah pilihan yang benar sesuai dengan ajaran Rasulullah dan tentu Rasulullah mengajarkan dan mencontohkan kepada kita untuk berjuang demi kemuliaan Islam tanpa sekalipun menggadaikan keislaman kita. Kembali kepada kisah perjalanan kami, setelah rombongan kami bergabung kembali, kami pun melanjutkan perjalanan. Saya berada di urutan paling belakang dari barisan kami, dan tetap saja, kupu-kupu cantik berbagai macam warna setia menemani saya (tentu kupu-kupu putih yang paling sering). Ketika tiba di sebuah gundukan batu besar, teman saya berhenti dan duduk di sana dan meminum minuman yang dibawanya. Saya memutuskan untuk menemaninya, dan di sana pun berbagai macam kupu-kupu masih setia menemani saya, asyik sekali. Setelah teman saya selesai beristirahat, kami berdua pun melanjutkan perjalanan, namun ternyata kami terpisah dari rombongan teman-teman yang lain. Dan pada akhirnya kami benar-benar terpisah dari rombongan, kacau! Di persimpangan jalan setapak, saya coba melacak jejak namun baik jalan ke kiri maupun ke kanan sama saja, tidak ada jejak khas yang ditinggalkan. Hingga tidak ada pilihan lain selain mencoba masing-masing jalan dan ini membuat saya bersama teman saya itu menghabiskan waktu sekitar lebih dari satu jam. Teman saya sendiri sudah sangat kelelahan hingga terkadang saya pun harus berhenti sebentar untuk memberinya waktu beristirahat. Pengalaman yang mengasyikkan memang, dari sini saya benar-benar bisa merasakan rasanya berpetualang menembus hutan dengan pohon-pohonnya yang rindang walau terkadang ancaman terjatuh ke jurang pun setia mengancam. Akhirnya, setelah mengumpulkan bukti jejak yang berasal dari kelompok utama dan juga data dari perjalanan yang sudah dilakukan, saya akhirnya berkesimpulan jalan mana yang benar dan bisa membawa kami bertemu dengan kelompok utama sekaligus dengan air terjun yang menjadi tujuan perjalanan kami. Apalagi setelah bertemu dengan bapak-bapak yang sedang memperbaiki pipa saluran air dari gunung ke rumah penduduk dan bertanya apakah kelompok utama lewat jalan ini dan memang benar ternyata kelompok utama lewat jalan ini seperti yang dikatakan bapak-bapak itu tadi. Kami pun semakin yakin bahwa jalan ini memang benar. Setelah menemukan jalan yang benar, ternyata jarak yang harus kami tempuh masih jauh untuk bisa sampai ke tempat dimana kelompok utama dan air terjun berada. Pada akhirnya kami pun sampai di tempat kelompok utama berada, walau di perjalanan sempat hendak tersesat karena jalannya yang terkadang menipu. Namun, dengan mengandalkan jejak, kami pun berhasil menemukan jalan yang benar.

Hanya saja, tepat saat kami sampai di tempat itu, teman-teman kelompok utama sudah selesai dan mulai bergerak untuk pulang. Awalnya oleh pimpinan rombongan, kami diminta berada di sana sebentar saja dan kemudian segera menyusul rombongan, namun saya menolak. Tidak afdhol dan kaffah kalau saya sudah tiba di sana namun tidak bisa merasakan jernih dan dinginnya air terjun itu alias mandi. Akhirnya saya bersama teman saya yang sama-sama tersesat tadi menikmati dingin dan sejuknya air terjun serta pemandangan di sekitarnya, dan membiarkan teman-teman yang lain meninggalkan kami. Namun ternyata, ketua rombongan dengan ikhlas menunggui kami, baguslah! Setelah puas menikmati air terjun, kami pun mulai perjalanan pulang menuruni gunung, rasa lelah yang tadi hinggap setelah pendakian yang melelahkan ditambah dengan tersesat, seolaholah hilang terobati setelah menikmati keindahan alam ciptaan Allah yang benar-benar sangat menakjubkan dan juga air dari gunung yang membasahi tubuh kami. Perjalanan pulang ternyata juga tidak semudah yang dikira, kaki ini ternyata mulai protes, ditambah lagi saya cuma memakai sandal jepit (naik gunung pakai sandal jepit, jelas bermasalah). Namun, tidak ada gunanya protes, jalani saja dan nikmati, itu prinsip saya! Setelah berhasil menuruni gunung, ternyata kami bertemu dengan beberapa orang dari kelompok utama yang sedang meminum kopi tepat di bawah kaki gunung. Setelah mereka selesai, akhirnya kami bertiga ditambah dengan beberapa orang dari kelompok utama memulai perjalanan yang panjang menuju tempat kami mabit. Untungnya kami menemukan jalan pintas sehingga jalan pulang kami tidak sejauh perjalanan berangkat tadi. Dan ketika sampai di tempat kami mabit, kami pun beristirahat sejenak sambil menunggu datangnya konsumsi siang itu. Setelah memakan konsumsi, saya pun langsung pulang bersama kakak angkat dan memutuskan untuk shalat dikontrakan kami saja, mengingat pakaian yang kami pakai semuanya kotor. Tidak pantas rasanya jika harus berhadapan dengan seorang direktur saja kita harus memakai pakaian serba bagus, masa berhadapan dengan Sang Pencipta, kita memakai pakaian biasa saja apalagi kotor? Dan untuk adik-adik tingkatku, MABA 2010. Semoga kalian bisa secepatnya bergabung bersama kami untuk mewarnai kampus Brawijaya khususnya dan dunia umumnya dengan Islam. Bukan hanya Islam yang berbicara tentang ibadah mahdah, tapi juga Islam sebagai mabda, ideology atau aturan hidup. Allahu Akbar

Você também pode gostar