CeerLz mengawall dengan deflnlsl kebudayaan Apa lLu kebudayaan?
MenuruLnya manusla lbaraL laba
laba yang hldup LerganLung dalam [e[arlng makna yang dlra[uLnya sendlrl 8udaya lbaraL [e[arlng lLu uan anallsls yang dlbangun unLuk mellhaL apa lLu budaya dengan demlklan bukanlah model llmu eksperlmenLal yang berLu[uan menguak hukumhukum LeLapl sebuah model penafslran yang Lu[uannya mencarl makna
CeerLz memln[am sebuah conLoh yang amaL lnsplraLlf unLuk men[elaskan apa yang dlmasud dengan pen[elasan mendalam (Lhlck descrlpLlon) la mengumpamakan seseorang yang berkedlp dan ngedlpln (dalam bahasa Sunda leblh [elas nglceup dan nglceupan) 8agalmana klLa blsa Lahu bahwa seseorang lLu berkedlp aLau ngedlpln? bukankah keduanya dalam prakLeknya LerllhaL melakukan hal yang sama yaknl menggerakan kelopak maLanya sehlngga sesaaL Lerpe[am lanLas Lerbuka kemball SaLu perbuaLan yang LerllhaL ldenLlk namun sesungguhnya sangaL [auh berbeda 8erkedlp (LwlLch or bllnk) adalah sebuah Llndakan raflekLlf semaLa yang hamplr Lldak bermakna SemenLara ngedlpln (wlnk) adalah sebuah model komunlkasl (blasanya berbenLuk konsplrasl) dl mana dl dalamnya Lerslmpasn pesan yang hendak dlsampalkan memuaL kandungan makna LerLenLu dan meru[uk pada se[umlah [e[arlng makna yang secara soslal Lelah mapan !lka klLa mengeLahul sebuah kebudayaan Lldak berarLl klLa merupakan baglan darl kebudayaan LersebuL engamaL LeLaplah pengamaL Meskl sekelompok orang blsa LerllhaL oleh klLa klLa harus LeLap menglngaL bahwa manusla blsa men[adl mlsLerl bagl manusla laln klLa Lldak blsa memahaml bukan karena klLa Lldak mengeLahul apa yang meraka kaLakan LeLapl karena klLa Lldak blsa [adl mereka (1lC hal 13 MenguLlp WlLLgensLeln)
unLuk memahaml sebuah kebudayaan klLa Lldak perlu men[adl warga asll kebudayaan LersebuL ?ang perlu dllakukan adalah berdlalog dengan mereka
Lahir Sebagai Kritik Antropologi InterpretatiI yang digagas Geertz adalah kritik terhadap dua model pendekatan studi budaya yang ada saat itu. Apakah budaya itu sesuatu yang objektiI atau subjektiI; apakah budaya merupakan tingkah laku yang berpola atau sebuah kerangka pikiran? Pertanyaan tersebut telah menimbulkan sebuah perdebatan sengit. Kelompok yang mengusung ide budaya sebagai entitas objektiI selalu membayangkan budaya sebagai realitas supraorganik yang ada dengan sendirinya yang memiliki kekuatan dan tujuan-tujuannya sendiri (mungkin semacam Iakta sosial ala Durkheim?) Sebagai reaksi atas pandangan yang menggambarkan seolah budaya adalah sebuah entitas tersendiri yang terpisah dari manusia, lahirlah pandangan lain: persIektiI subjektiI. Menurut aliran ini, budaya adalah: sesuatu yang terletak dalam pikiran dan hati manusia (TIC hal 11). Inilah model pendekatan yang sering disebut cognitive anthropology.
atatan tentang ~Thick description iffod Geertz uku The Interpretation oI Culture karya CliIIord Geertz adalah buku kumpulan esai di mana sebagian besar esai itu pernah dipublikasikan di berbagai penerbiatan ilmiahkecuali bab satu. Esai-esai dalam buku itu seluruhnya berkaitan dengan konsep-konsep kebudayaan. Yang lebih menarik, kebanyakan dari esai-esai dalam bukunya itu berisi pemaparan empirik hasil penelitinnya di beberapa tempat seperti di Mojokuto (Pare), ali dan Maroko. Secara keseluruhan, karya Geertz ini berbicara tentang apa itu kebudayaan, peran apa yang dimainkan oleh kebudayaan dalam kehidupan sosial, dan bagaimana seharusnya semua itu dipelajari. Tentu saja Geertz tidak hanya mengkopi teori-teori kebudayaan yang telah ada. Dia melangkah lebih jauh. Dalam buku tersebut, Geertz berusaha melakukan pendeIinisian ulang kebudayaan. Geertz berharap bukunya bisa menjadi sebuah risalah tentang kebudayaan yang dibangun di atas sejumlah analisis-analisis kongkret. uku TIC (The Interpretation oI Culture) diterbitkan tahun 1973. Sejak diterbitkan hingga kini buku tersebut telah menjadi salah satu buku yang sangat berpengaruh dalam studi antropologi.
Geertz adalah pelopor antropologi interpretatiI. Model antropologi ini jelas-jelas dipengaruhi oleh IilsaIat bahasa. Dirinya sendiri maupun para komentator selalu menghadirkan dua sosok pemikir besar yang amat berpengaruh terhadap karya-karyanya: Weber dan Wittgenstein. Weber adalah mbahnya sosiologi interpretatiI (verstehen). Wittgenstein adalah sokoguru IilsaIat analitik.
Apa itu antropologi interpretatiI? Jawabannya dengan jelas dan detail dipaparkan oleh Geertz di bab pertama buku TIC: Thick Description: Toward an Interpretive Theory oI Culture. ab satu ini, tidak seperti bab-bab lain, adalah esai yang sengaja ditulis Geertz sebagai penjelasan teoritis seluruh esai dalam buku itu. Semacam penjelasan metodologi atas apa yang sebelumnya ia kerjakan dalam menganalisa kebudayaan.
Thick Description: Toward an Interpretive Theory of :t:re. Geertz mengawali dengan deIinisi kebudayaan. Apa itu kebudayaan? Geertz dalam mendeIinisikan konsep kebudayaan berhutang pada Weber. Menurutnya, manusia ibarat laba- laba yang hidup tergantung dalam jejaring makna yang dirajutnya sendiri. udaya ibarat jejaring itu. Dan analisis yang dibangun untuk melihat apa itu budaya, dengan demikian, bukanlah model ilmu eksperimental yang bertujuan menguak hukum-hukum, tetapi sebuah model penaIsiran yang tujuannya mencari makna.
DeIinisi ini diajukan Geertz sebagai buah dari keinginannya menyederhanakan konsep budaya|1|. Keingian ini telah muncul sejak pertama kali Geertz menginjakan kaki di Harvard untuk kuliah. Sebagaimana dipaparkannya dalam Available Light(hal 12), ketika Geertz mulai kuliah di Harvard, gurunya, proIesor Kluckhohn dan asistennya AlIerd Kroeber, tengah berusaha menyusun sebuah deIinisi antropologis yang komprehensiI dan deIinitiI tentang budaya. Kedua orang proIesor itu mengkompilasi berbagai deIinisi dalam berbagai karya ilmiah yang muncul sejak Arnold dan Tylor hingga saat itu. Mereka menemukan sekitar 171 deIinisi kebudayaan yang dikelompokan ke dalam 13 kategori. Karya Kuckhohn ini (Miror oI Man) adalah anak dari zamannya. Karya itu mewarisi sejumlah siIat yang saat itu mungkin lumrah: berambisi menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan apa yang dikerjakan, dibayangkan, diucapkan dan diyakini oleh manusia. Saat itu beredar pandangan yang lumrah bahwa orang Amerika bersiIat paragmatis dan praktis, orang Jerman otoriter, orang Rusia senang kekerasan, orang Melayu malas dan lain-lain. Semua itu terjadi karena kebudayaan mereka membuat mereka demikian. Geertz ingin menjadikan deIinisi kebudayaan dalam antropologi lebih sederhana, terIokus dan mawas diri (AL. Hal 13).
DeIinisi kebudayaan yang diajukan oleh Geertz ini akan lebih jelas dalam prakteknya dilapangan (tepatnya dalam etnograIi). Setiap tindakan manusia selalu berdasar pada sejumlah jejaring makna. Untuk mengauk ini, seorang pengamat (dalam hal ini etnograIer) dituntut tidak hanya patuh pada seperangkat prosedur metode normatiI seperti membuat catatan-catatan laporan, menyeleksi inIorman, mentranskip tek-teks, memetakan medan penelitian, membuat diary dan lain-lain. Seorang etnograIer harus berani menempuh petualangan yang penuh resiko untuk mencari makna dan masuk pada penjelasan yang mendalam (thick description, istilah yang dipinjam dari Gilbert Ryle|2|).
Geertz meminjam sebuah contoh yang amat inspiratiI untuk menjelaskan apa yang dimasud dengan penjelasan mendalam (thick description). Ia mengumpamakan seseorang yang berkedip dan ngedipin (dalam bahasa Sunda lebih jelas: ngiceup dan ngiceupan). agaimana kita bisa tahu bahwa seseorang itu berkedip atau ngedipin? bukankah keduanya dalam prakteknya, terlihat melakukan hal yang sama, yakni menggerakan kelopak matanya sehingga sesaat terpejam lantas terbuka kembali. Satu perbuatan yang terlihat identik namun sesungguhnya sangat jauh berbeda. erkedip (twitch or blink) adalah sebuah tindakan raIlektiI semata yang hampir tidak bermakna. Sementara ngedipin (wink) adalah sebuah model komunikasi (biasanya berbentuk konspirasi), di mana di dalamnya tersimpasn pesan yang hendak disampaikan, memuat kandungan makna tertentu dan merujuk pada sejumlah jejaring makna yang secara sosial telah mapan. Contohnya bisa semakin rumit kalau kita menghadirkan sosok ketiga yang mengejek orang yang berkedip dengan memarodikannya (parodying) atau sosok keempat yang berlatih berkedip (rehearsing)|3|. Menurut Geertz, dalam satu tindakan yang terlihat identik itu terkandung hirarki makna yang bertingkatobjek yang menjadi objek studi etnograIi. EtnograIer dituntut terjun dalam kubangan makna tersebut untuk menetahui, dan tentu saja menganalisis, apa yang sesungguhnya terjadi.
Karena itu, karya antropologi bukan hanya berisi paparan realitas yang ditemui selama dilapangan, tetapi lebih dari itu seorang etnograIer dituntut untuk menganalisis apa yang dihadapinya. Menganalisis adalah usaha untuk memilah struktur-struktur makna dan menentukan arti serta landasan sosial sebuah peristiwa. Ini bukanlah hal mudahpenuh resikokarena seorang etnograIer akan berhadapan dengan struktur konseptual makna yang rumit, saling tumpang-tindih, berjalin-berkelindan, asing, implisit dan tak biasa. EtnograIi seperti berusaha membaca sebuah manuskrip.
Lahir Sebagai Kritik Antropologi InterpretatiI yang digagas Geertz adalah kritik terhadap dua model pendekatan studi budaya yang ada saat itu. Apakah budaya itu sesuatu yang objektiI atau subjektiI; apakah budaya merupakan tingkah laku yang berpola atau sebuah kerangka pikiran? Pertanyaan tersebut telah menimbulkan sebuah perdebatan sengit. Kelompok yang mengusung ide budaya sebagai entitas objektiI selalu membayangkan budaya sebagai realitas supraorganik yang ada dengan sendirinya yang memiliki kekuatan dan tujuan-tujuannya sendiri (mungkin semacam Iakta sosial ala Durkheim?) Sebagai reaksi atas pandangan yang menggambarkan seolah budaya adalah sebuah entitas tersendiri yang terpisah dari manusia, lahirlah pandangan lain: persIektiI subjektiI. Menurut aliran ini, budaya adalah: sesuatu yang terletak dalam pikiran dan hati manusia (TIC hal 11). Inilah model pendekatan yang sering disebut cognitive anthropology.
Antropologi kognitiI memandang budaya sebagai sesuatu yang dibentuk dari struktur-struktur psikologis manusia yang mana dengan hal itu individu-individu atau kelompok memandu setiap tindakan mereka. Ward Goodenough, salah seorang tokoh aliran ini, merumuskan kebudayaan masyarakat sebagai sesuatu yang terdiri dari apapun yang diketahui atau dipercayai sejauh berlaku dan bisa diterima oleh anggota masyarakat kebudayaan tersebut. Lantas bagaimana sebuah kebudayaan digambarkan? Menurut aliran ini, kebudayaan bisa digambarkan dengan cara menuliskan dengan rinci aturan-aturan yang bersiIat sitematis--semacam algoritma etnograIi sehingga memungkinkan seorang etnograIer berIungsi dan berperan sebagai seorang warga asli kelompok yang diamatinya (menjadi native)
Tepat disinilah poin yang dikritik oleh Geertz. Menurut Geeertz, budaya adalah sesuatu yang bersiIat publik lebih karena makna yang dikandungnya. Kita tidak mungkin bisa ngedipin tanpa tahu apa itu ngedipin bagaimana caranya ngedipin. Kita tidak bisa mencopet tanpa tahu apa itu mencopet, bagaimna mencopet dan lain-lain. Namun mengambil sebuah kesimpulan bahwa mengetahui bagaimana ngedipin adalah ngedipin; mengetahui bagaimana cara mencopet adalah pencopetan, adalah sebuah kesimpulan yang keliru. Jika kita mengetahui sebuah kebudayaan tidak berarti kita merupakan bagian dari kebudayaan tersebut. Pengamat tetaplah pengamat. Meski sekelompok orang bisa terlihat oleh kita, kita harus tetap mengingat bahwa manusia bisa menjadi misteri bagi manusia lain. Kita tidak bisa memahami bukan karena kita tidak mengetahui apa yang meraka katakan, tetapi karena kita tidak bisa jadi mereka. (TIC hal 13. Mengutip Wittgenstein)
Untuk memahami sebuah kebudayaan kita tidak perlu menjadi warga asli kebudayaan tersebut. Yang perlu dilakukan adalah berdialog dengan mereka. Inilah tujuan antropologi menurut Geertz: memperluas ruang diskursus manusia. Sebagai sistem tanda yang saling mendukung dan berkaitan, budaya bukanlah energi penggerak di mana seluruh peristiwa sosial, institusi atau prilaku digerakan. udaya adalah konteks: sesuatu yang di dalamnya kita bisa memperoleh sebuah penjelasan mendalam.
Hal ini bukan tanpa masalah. Kekhawatiran bahwa antropologi tak lebih dari konstruksi teoritis pikiran antropolog, muncul kepermukaan. Karena itu Geertz menekankan bahwa dalam berdialog dengan kebudayaan yang hendak Iahaminya, seorang etnograIer (antropolog) perlu 'melihat segala sesuatu dari sudut pandang pelaku (aktor)(TIC, hal 14). Dalam istilah Weber, antropolog harus berempati (verstehen). Setiap penaIsiran terhadap budaya haruslah dimulai dengan penaIsiran kita sendiri tentang apa yang dikemukakan atau dipikirkan oleh pemberi inIormasi (inIorman), lantas kita menyusunnya menajadi sistematis. PenaIsiran yang baik terhadap apapun, sebuah puisi, seorang manusia, sejarah, ritual, institusi, masyarakat dan juga budaya, adalah penaIsiran yang terikat dengan jantung hati apa yang ditaIsirkannya (18). Etnograper seperti pelukis atau tukang Ioto. Ia hadir untuk menuliskan diskursus sosial (sebuah peristiwa atau momen) yang mengalir dan lekas hilang agar menjadi abadi. Abadinya peristiwa dalam tulisan membuat hal itu mungkin dianalisis, ditaIsirkan dan dinilai jauh-jauh hari setelah kejadian Iaktualnya tiada. Ketika melakukan penaIsiran, yang dilakukan oleh etnograIer adalah mencari dan menduga makna sebuah peristiwa, menilai dan mempertimbangkan kembali pencarian makna tersebut dan akhirnya menggambarkan kesimpulan penjelasan dari hasil pencarian yang paling baik (20).
Dari pemaparan di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa deskripsi entograIis memiliki tiga karakteristik: (1)bersiIat interpretatiI, (2)apa yang hendak ditaIsirkan adalah sebuah diskursus sosial yang selalu mengalir, (3)usaha penaIsiran adalah usaha penyelamatan sebuah diskursus dari kebinasaan (dengan mencatatnya, atau memotretnya)dan membuatnya mungkin untuk dilihat kembali. Karakteristik baru harus segera ditambahkan: (4) deskripsi etnograIis bersiIat mikroskopik.
Pendekatan antropologis secara karakteristik ditandai dengan sangat luas dan abstraknya penaIsiran serta dalamnya pengetahuan. Anehnya, hal ini diambil dari sebuah pengalaman, atau peristiwa yang amat partikular (sabung ayam, sebagai contoh, atau penculiran yang menimpa seorang Yahudi, Cohen, di Maroko). Lokus studi berbeda dengan objek studi. Antropolog tidaklah mempelajari desa (misalnya ketika penelitian Geertz disebuah desa di ali) mereka belajar di sebuah desa. Kita bisa mempelajari hal berbeda di tempat berbeda, dan juga bisa mempelajari sesuatu di lokasi tertentu. Kadang-kadang Iakta sepele bisa mewakili isu besar. Ngedipin adalah wakil dari moda epistemologi, sekwanan penyerang domba menyimbolkan revolusi dan perlawanan dan lian-lain.
|1| Geertz dalam TIC mengutip 11 deIinisi budaya yang bersiIat panoptical yang dipaparkan Clyde Kluckhohn: (1) total way oI live oI a people, (2) the social legacy the individual acquires Irom his group` (3) a way oI thinking, Ieeling, and bealiving, .. |2| Gilbert Ryle (1900-1976) adalah seorang IilsuI Inggris yang memgang peranan sangat penting dalam perkembangan IilsaIat analitik dan linguistic kontemporer. Lahir di rington dan lulus dari OxIord dan mengajar di sana mlai 1924. Menurutnya IilsaIat tak lebih dari analisis linguistic. Salah satu karyanya yang terkenal adalah The Concept oI Mind (1949). (dikutip dari ensiklopedia MicrosoI Encarta 2006). |3| Geertz mengajukan contoh sendiri dengan memaparkan catatam etnograIisnya tentang sebuah kejadian di Maroko berkaitan dengan sebuah peristiwa yang terjadi yang melibatkan seorang Francis, Cohen yang Yahudi dan sekawanan suku erber.