Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB VIII
METODE VARIASI
8.1 Teorema Variasi
Problem sentral kimia kuantum sebenarnya adalah menentukan energi suatu
sistem yang pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara menyelesaikan persamaan
Schrodinger. Untuk sistem sederhana seperti partikel dalam box, gerak harmonis satu
dimensi atau sistem atom hidrogen penyelesaian persamaan Schrodinger telah pernah kita
lakukan dan tidak membutuhkan kalkulasi yang terlalu rumit. Namun untuk sistem yang
terdiri atas banyak partikel seperti pada atom berelektron banyak atau pada molekul
penyelesaian persamaan Schrodinger untuk sistem tersebut tidak sederhana atau bahkan
merupakan sesuatu yang mustahil. Untuk itu pada bab ini kita akan mempelajari salah
satu metode aproksimasi (pendekatan) yaitu metode variasi. Metode variasi ini didasari
oleh teorema sebagai berikut:
Telah kita ketahui bahwa jika operator Hamilton H adalah operator penentu
dengan Ψ adalah fungsi gelombang partikel yang susungguhnya sedang φ adalah fungsi
gelombang aproksimasi atau fungsi variasi.
=====================================================
Pembuktian teorema (8-1):
Untuk membuktikan teorema tersebut, marilah kita perhatikan uraian berikut ini. Telah
kita ketahui bahwa suatu fungsi dapat diekspansi menjadi suatu kombinasi linear yang
suku-sukunya merupakan fungsi eigen. Untuk ini kita misalkan φ diekspansi ke dalam
φ= ∑ akψ k (8-2)
k
Substitusi (8-2) ke dalam ruas kiri (8-1) membuat ruas kiri ini menjadi:
* ∫ ∑ a *k ψ *k H ∑ a j ψ j dτ
∫ φ H φ d τ =
k j
Dengan menggunakan persamaan eigen (8-3), maka ruas kiri (8-1) menjadi::
* ∫ ∑ a k* ψ *k ∑ a j E j ψ j dτ
∫ φ H φ d τ =
k j
karena aj ; ak dan Ek adalah bukan fungsi, maka mereka dapat dikeluarkan dari tanda
integral, sehingga:
*
*
a * a E ψ ψ dτ
∫ φ Hφ dτ = ∑ ∑ k j j ∫ k j = ∑ ∑ a*k a jE j δ kj
k j k j
Perlu diingat bahwa δ kj berharga 1, jika k = j dan 0 jika k ≠ j sehingga ruas kiri (8-1)
menjadi:
*
∫ Hφ dτ =
φ ∑ a*k ak E k
( kita juga boleh menyatakan: ∫ φ* Hφ dτ = ∑ a*j a jE j
k j
2
karena a *k a k = a k maka:
*
∫ φ Hφ dτ = ∑ ak 2E k (8-4)
k
∫ φ Hφ dτ = ∑ ∑ ak
* ak
2
Ek >
2
E1 atau:
k k
* ∑
2
ak
∫ φ H φ d τ > E1 (8-5)
k
∫φ
*
Karena φ adalah ternormalisasi maka φ dτ = 1 , dan jika ekspansi (8-2) dimasukkan
∑ ∑ a*k a j ∫ ψ k ψ j dτ = ∑ ∑ ak a j δ kj = ∑ ak
* * 2
1= ∫ φ * φ dτ =
k j k j k
(8-6)
* ^
∫φ H φ dτ > E1 φ ternormalisasi (8-7)
Teorema dengan pernyataan seperti pada persamaan (8-1) adalah jika φ ternormalisasi.
Bagaimana jika φ tidak ternormalisasi ?. Fungsi φ yang tak ternormalisasi akan menjadi
ternormalisasi, jika dikalikan dengan suatu bilangan yaitu A yang disebut faktor
normalisasi, sehingga (8-1) menjadi:
A 2 ∫ φ* Hφ dτ ≥ E1 (8-8)
Harga A dapat dihitung dari sifat fungsi ternormalisasi yaitu : A2 ∫ φ*φ dτ = 1 jadi (8-2)
dapat ditulis:
*
∫ Hφ dτ
φ
≥ E1
*
(8-9)
∫ φ φ dτ
Keberhasilan penggunaan metode variasi ini ditentukan oleh kemampuan memformulasi
Fungsi φ disebut fungsi variasi dan integral (8-1) atau integral (8-9) disebut
integral variasional. Untuk dapat memperoleh aproksimasi yang bagus terhadap energi
ground state E1 kita harus mencoba beberapa fungsi variasi yang memberikan hasil
terendah tetapi tidak lebih rendah dari E1 yang sesungguhnya (yaitu E1 yang diperoleh
melalui eksperimen). Salah satu cara untuk mengetahui bahwa fungsi variasi yang kita
pergunakan adalah salah, adalah jika fungsi variasi itu menghasilkan integral variasional
yang lebih rendah dari E1, manakala harga E1 sesungguhnya dari sistem itu telah
diketahui.
Bab VIII/ Metode Variasi / 153
Marilah kita ambil ψ1 sebagai fungsi gelombang ground state yang sesungguhnya.
Dengan demikian:
Hψ 1 = E1ψ 1 (8-10)
Jika secara kebetulan, kita dapat membuat fungsi variasi yang sama dengan ψ1, maka
dengan menggunakan (8-10) ke dalam (8-1) kita akan melihat bahwa integral variasional
tepat sama dengan E1. Jadi fungsi gelombang ground state menghasilkan integral
variasional terendah untuk suatu sistem.
Dalam praktek, orang sering memasukkan beberapa parameter ke dalam fungsi
variasi dalam rangka memperoleh integral variasional yang semakin mendekati energi
ground state yang sesungguhnya.
Contoh:
Turunkan fungsi variasi φ jika fungsi eksaknya merupakan fungsi partikel dalam kotak
satu dimensi yang panjangnya l, dengan kondisi batas berharga 0 jika x = 0 dan x = l .
Aproksimasilah E1.
Jawab:
Fungsi φ harus mempunyai sifat-sifat tersebut. Bentuk paling sederhana untuk φ yang
memenuhi sifat-sifat tersebut adalah:
φ=x(l−x) untuk 0<x< l (8-11)
Karena tidak ada pernyataan bahwa φ ternormalisasi, maka kita tidak menggunakan (8-1)
tetapi (8-9) dengan operator Hamilton H = − ( 2 2 2
/ 2m ) d /dx (Ingat energi potensial
2l 3
= (8-12)
6m
Penyebut ruas kiri (8-9) :
Bab VIII/ Metode Variasi / 154
l 5
∫x (l − x) 2 dx = l .
2
∫ φ * φ dτ =
30
0
5h 2
> E1 (8-13
4π 2 l 2 m
8.2 Fungsi Variasi Linear (Metode LCAO : Linear Combination Atomic Orbital)
Salah satu jenis fungsi variasi yang banyak aplikasinya dalam studi mengenai
atom dan molekul adalah fungsi variasi linear. Fungsi variasi linear adalah kombinasi
linear dari fungsi-fungsi f1 , f2 . . . . . fn yang saling independent :
n
φ = c 1 f1 + c 2 f2 + . . . . . . c n fn = ∑ a jf j (8-14)
j=1
dengan φ adalah fungsi variasi dan koefisien cj adalah parameter yang akan ditentukan.
Fungsi fj harus memenuhi kondisi boundary sistem. Kita akan membuat batasan sendiri
yaitu bahwa φ adalah fungsi real, sehingga cj dan fj semuanya juga harus real.
∫ f j f k dτ
*
Supaya praktis integral overlap ditulis Sjk sehingga:
n n
*
∫ φ φ dτ = ∑ ∑ c j c k S jk (8-16)
j=1 k =1
n n
*
∫ φ Hφ dτ = ∑ ∑ c jc k H jk (8-17)
j=1 k =1
Jika ruas kiri persamaan (8-9) kita sebut W (jadi W > 1) maka:
n n
* ∑ ∑ c j c k H jk
∫ φ Hφ dτ j k
W= *
= n n (8-18)
∫ φ φ dτ ∑∑ c j c k S jk
j k
n n n n
W ∑ ∑ c j c k S jk = ∑ ∑ c j c k H jk (8-19)
j k j k
Selanjutnya W disebut integral variasional yang pada dasarnya adalah fungsi n buah
variabel bebas c1 , c2 , . . . . . . cn jadi:
W = W( c1 , c2 , . . . . cn )
Sekarang kita harus meminimalkan W agar W sedekat mungkin dengan E1. Kondisi yang
dibutuhkan untuk memperoleh W minimal terhadap variabel tertentu adalah turunan
parsial pertamanya terhadap variabel tertentu tersebut harus nol.
∂W
=0 c = 1, 2, 3 . . . . . . . . n (8-20)
∂ci
i = 1, 2, 3 . . . . n (8-21)
Suku pertama ruas kiri (8-21) hilang karena ∂W/∂ci = 0, jadi:
∂ n n ∂ n n
W.
∂ci
∑ ∑ c j c k S jk =
∂ci
∑ ∑ c j c k H jk i = 1, 2, 3 . . . . n (8-22)
j k j k
∂ n n
Selanjutnya marilah kita evaluasi
∂ci
∑ ∑ c j c k S jk .
j k
∂ n n n n δ
∂ci
∑ ∑ c j c k S jk = ∑∑ c j ck S jk
j k j k δci
n n δc j n n δck
= ∑ ∑ ck S jk + ∑ ∑ c j S jk
j k δci j k δci
n n n n
= ∑∑ ck S jkδ ij + ∑ ∑ c jS jkδ ik (8-23)
j k j k
Jika suku pertama ruas kanan (8-23) kita kembangkan j-nya mulai 1sampai n (k tidak
dikembangkan) maka ketika j = i harga δij = 1 sedang untuk harga i yang lain δij = 0
sehingga:
n n n
∑∑ ckS jkδ ij = ∑ c k S ik (8-24)
j k k
Analog dengan itu jika suku kedua ruas kanan (8-23) kita kembangkan j-nya mulai
1sampai n (k tidak dikembangkan) maka ketika j = i harga δik = 1 sedang untuk harga i
Dengan memasukkan (8-24) dan (8-25) ke dalam (8-23) maka (8-23) menjadi:
δ n n n n
δci
∑∑ c j c k S jk = ∑ c k S ik + ∑ c jS ji (8-26)
j k k j
n n
Pada hakekatnya ∑ c k S ik = ∑ c jS ji karena baik j maupun k mulai 1 sampai dengan n.
k j
∂ n n n
∂ci
∑ ∑ c j c k S jk = 2 ∑ c k S ik (8-27)
j k k
∂ n n n
∂ci
∑∑ c j c k H jk = 2 ∑ c k H ik (8-28)
j k k
atau:
n n
∑ c k H ik − W ∑ c k S ik =0
k k
atau:
n
∑ (H ik − Sik W) ck = 0 (8-29)
k
Persamaan (8-29) tersebut adalah himpunan yang terdiri atas n buah persamaan simultan,
linear, homogen dinyatakan dalam n buah variabel tak diketahui yaitu c1 , c2 . . . . . cn.
Untuk n = 2, persamaan (8-29) adalah:
(H11 – S11W)c1 + (H12 – S12W)c2 = 0
(H21 – S21W)c1 + (H22 – S22W)c2 = 0
Secara umum, untuk n fungsi, persamaan (8-29) menjadi:
(H11 – S11W)c1 + (H12 – S12W)c2 . . . . . .+ (H1n – S1nW)cn = 0
(H21 – S21W)c1 + (H22 – S22W)c2 . . . . . + (H2n – S2nW)cn = 0 (8-30)
...............................................
(Hn1 – Sn1W)c1 + (Hn2 – Sn2W)c2 . . . . . + (Hnn – SnnW)cn = 0
Penyelesaian (8-30) harus non trivial, artinya c1 sampai dengan cn ≠ 0, untuk itu
Penggunaan W yang lebih tinggi (W2 , W3 dst) akan menghasilkan aproksimasi fungsi
Contoh :
Gunakan fungsi x (a – x) untuk 0 < x < a, untuk menyusun fungsi variasi linear φ untuk
partikel dalam box satu dimensi. Tentukan pula energi dan fungsi gelombang state
pertama sampai state ke empat.
Jawab:
n
φ = ∑ c k fk
k =1
f2 = x2 (a – x)2 ; (8-37)
f3 = x ( a – x ) ( ½ a – x ) ;
f4 = x2( a – x )2( ½ a – x )
Karena f1 dan f2 genap sedang f3 dan f4 ganjil, maka:
S13 = S31 = 0 ; S14 = S41 = 0 ; S23 = S32 = 0 ; S24 = S42 = 0 (8-38)
Bab VIII/ Metode Variasi / 160
atau:
H11 − S11 W H12 − S12 W 0 0
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W 0 0
H 33 − S 33 W H 34 − S 34 W =0 (8-40)
0 0
0 0 H 43 − S 43 W H 44 − S 44 W
atau:
H11 − S11 W H12 − S12 W H 33 − S 33 W H 34 − S 34 W
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W x H 43 − S 43 W H 44 − S 44 W =0 (8-40a)
Jadi:
H11 − S11 W H12 − S12 W
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W =0 dan (8-41)
H 33 − S 33 W H 34 − S 34 W
H 43 − S 43 W H 44 − S 44 W =0 (8-42)
Untuk mengevaluasi W dari (8-41) dan (8-42) kita tentukan dulu masing-masing harga H
dan S:
a 2 2 2a 2
H11 = < f1 H f1 > = ∫ x(a – x) − d [x(a – x)] dx =
2m 2 6m
0 dx
a 5
S11 = < f1f1 > = ∫ [x(a – x)]2 dx = a
0 30
Baris pertama dikalikan dengan 420m/a3 , baris kedua dikalikan dengan 1260m/a5 , maka
(8-43) menjadi:
70 2 − 14 m a 2 W 14 2a 2 − 3m a 4 W
=0 (8-44)
42 2 − 9 m a 2 W 12 2a 2 − 2m a 4 W
Jadi:
m2a4 W2 − 56 ma2 2 W + 252 4 = 0
W3 jadi (8-41) pasti berkorelasi dengan fungsi gelombang variasi φ1 dan φ3, sementara
itu juga dapat kita lihat bahwa (8-41) berhubungan dengan f1 dan f2, jadi φ1 dan φ3 pasti
merupakan kombinasi linear dari f1 dan f2 dan kita boleh menyatakannya dengan:
Sementara itu, harga W yang diperoleh dari (8-42) adalah urutan ke 2 dan ke empat jadi
(8-42) menghasilkan W2 dan W4 yang pasti berkorelasi dengan fungsi gelombang variasi
φ2 dan φ4. Tampak pula bahwa (8-42) berhubungan dengan f3 dan f4, jadi φ2 dan φ4 pasti
merupakan kombinasi linear dari f3 dan f4 dan kita boleh menyatakannya dengan:
Catatan:
1) indek koefisien c menunjukkan fungsi f yang bersangkutan sedang superscripnya
menunjukkan energi W nya.
Bab VIII/ Metode Variasi / 162
Karena (8-47) berasal dari (8-41) maka harga W yang berhubungan adalah W1 dan W3 .
Untuk W = W1 maka: (8-47) menjadi:
Jika semua harga H, S dan W yang dibutuhkan dimasukkan maka c1(1) , c 2(1) dapat
diperoleh dari (8-48) dan dari (8-49) kita dapat memperoleh harga c1( 3) dan c (23) sehingga
Harga c untuk φ2 dan φ4 diperoleh dengan cara yang sama tetapi bertolak dari (8-42).
Persamaan sekular (8-42) yang berkorelasi dengan f3 dan f4 berasal dari kombinasi
persamaan:
( H33 − S33W ) c3 + ( H34 − S34W ) c4 = 0
( H 42 − S43W ) c3 + ( H 44 − S44W ) c4 = 0 (8-50)
Karena (8-50) berasal dari (8-42) maka harga W yang berhubungan adalah W2 dan W4 .
Untuk W = W2 maka: (8-50) menjadi:
Jika semua harga H, S dan W yang dibutuhkan dimasukkan maka c 3( 2 ) , c (42 ) dapat
diperoleh dari (8-51) dan dari (8-52) kita dapat memperoleh harga c 3( 4 ) dan c 3( 4 ) sehingga
φ3 = c 3( 4 ) f4 + c 3( 4 ) f4 = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (dapat ditentukan)
Ax = b (8-55)
dengan A adalah matrik koefisien sedang x dan b adalah matrik kolom. Kesamaan antara
(8-53) dan (8-54) dapat dengan mudah dibuktikan melalui perkalian matrik A dengan x.
Bab VIII/ Metode Variasi / 164
Jika det.A ≠ 0 maka A disebut nonsingular. Jika A−1 adalah invers dari A, maka antara
keduanya berlaku hubungan:
AA−1 = A−1A = 1 (8-56)
Jika matrik A nonsingular, maka seandainya (8-55) dikalikan dengan A−1 diperoleh A−1
(Ax) = A−1b. Karena perkalian matrik bersifat asosiatif, maka A−1 (Ax) = (A−1A) x = x
sehingga:
x = A−1b (8-57)
1 jika i = j
ortonormal, maka S1j = δij = 0 jika i ≠ j sehingga persamaan (8-30) dapat ditulis:
B c = Wc (8-60)
Bab VIII/ Metode Variasi / 165
dengan H adalah matrik bujur sangkar yang elemen matriknya Hij = < fiĤfj > dan c
adalah vektor kolom dari koefisien c1 , c2 , . . .cn. Dalam (8-60) H adalah matrik yang
diketahui, c dan W belum diketahui dan akan dicari penyelesaiannya.
Jika kita mempunyai relasi:
Ac =λc (8-61)
dengan A adalah matrik bujur sangkar dan c adalah vektor kolom yang paling tidak ada
satu elemennya yang tidak nol, dan λ adalah skalar, maka c disebut vektor eigen dari
matrik A dan L disebut nilai eigen dari matrik A.
Komparasi antara (8-60) dan (8-61) menunjukkan bahwa sebenarnya penyelesaian
problema variasi linear dengan Sij = δij adalah problema penentuan nilai eigen dan vektor
eigen dari matrik H yang nilai eigennya adalah W dan vektor eigennya adalah c.
Catatan:
Jika c adalah vektor eigen dari matrik A, maka jelas bahwa k c pasti juga vektor
eigen dari A (sudah tentu jika k konstan). Jika k dipilih sedemikian rupa sehingga:
n
2
∑ ci =1 (8-62)
i =1
maka vektor kolom c disebut ternormalisasi.
Dua buah vektor kolom b dab c yang masing-masing mempunyai n elemen disebut
ortogonal jika :
n
∑ b *ic i = 0 (8-63)
i =1
Sekarang marilah kita perhatikan persamaan eigen (8-60) yang mempunyai n nilai eigen
yaitu W1, W2 . . . . Wn dan mempunyai n vektor eigen yaitu c1 , c2 . . . . . . cn sedemikian
rupa sehingga:
Hc( i ) = Wic( i ) i = 1, 2, 3, . . . . . . n (8-64)
dengan c( i ) adalah vektor kolom matrik H yang elemen-elemennya adalah c1( i ) , c (2i ) . . . .
( i)
c n . Selanjutnya marilah kita buat matrik C yang elemen-elemennya adalah vektor eigen
matrik H, dan kita buat matrik W yang merupakan matrik diagonal yang elemen
diagonalnya nilai eigen matrik H. Jadi:
Bab VIII/ Metode Variasi / 166
C−1HC = W (8-67)
2. Matrik Hermitian
Matrik bujur sangkar D adalah matrik Hermitian jika elemen d ij = d*ij . Contoh:
7 − 2i 5
D = 2i 3i 5 + 3i
5 5 - 3i 0
3. Matrik ortogonal
Matrik ortogonal adalah matrik yang transposenya = inversnya
4. Unitary Matrix
Matrik yang inversnya sama dengan konjugate transposenya atau U−1 = U†
Orang dapat membuktikan bahwa dua vektor eigen dari matrik Hermitian H yang
berhubungan dengan nilai eigen yang berbeda adalah ortogonal (Levine, 1998) Untuk
vektor eigen dari H yang nilai eigennya sama, orang dapat membuat kombinasi linear di
antara mereka untuk mendapatkan vektor eigen yang ortogonal bagi H. Lebih lanjut,
Bab VIII/ Metode Variasi / 167
vektor eigen yang tak ternormalisasi dapat dikalikan dengan suatu bilangan konstan agar
menjadi vektor eigen ternormalisasi. Dengan demikian, vektor eigen dari matrik
Hermitian dapat dipilih dan dijadikan ortonormal. Jika vektor eigen yang dipilih adalah
ortonormal, maka vektor eigen matrik C dalam (8-65) unitary matrix, sehingga C−1 = C†,
sehingga (8-67) menjadi:
C† HC = W jika Ĥ Hermitian (8-68)
Dengan C† adalah transpose dari konjugate-nya C.
Jika Ĥ real dan simetrik maka berlaku hubungan:
Cτ HC = W jika Ĥ real dan simetrik (8-69)
Contoh:
3 2i
Tentukan nilai eigen dari matrik Hermitian: A = .
- 2 i 0
Jawab: Persamaan karakteristik jika nilai eigennya dimisalkan λ menurut (8-61) adalah :
3-λ 2 i
−2i −λ = 0
Bab VIII/ Metode Variasi / 168
λ2 − 3λ − 4 = 0 → λ1 = 4 dan λ2 = −1
atau:
(1) (1)
− c1 + 2 i c2 = 0
(1) (1)
−2i c1 − 4 c2 = 0
sehingga:
(1)
c1 = 2 i c 2(1)
Normalisasinya menghasilkan:
2 2 2 2 2
1 = c (1) + c (1) = 4 c (1) + c (1) = 5 c (1)
1 2 2 2 2
(1) 2 = 1 ; c2
(1)
= 1 / 5 ; c 2(1) = 1/ 5
c2
5
(1) (1)
c1 = 2 i c2 = 2 / 5
2i / 5 − i / 5
c (1) = ; c ( 2) =
2/ 5
1/ 5
Soal Bab 8
1. Gunakan fungsi variasi φ = e−cr untuk atom hidrogen; pilihlah parameter c untuk
meminimalkan integral variasi dan hitunglah % error integral variasional terhadap
energi ground state hidrogen yang sesungguhnya .
Bab VIII/ Metode Variasi / 169
(
2. Jika fungsi variasi ternormalisasi φ = 3 / 3 )1 / 2 x untuk 0 ≤ x ≤ diaplikasikan pada
sister partikel dalam box, kita akan mendapatkan bahwa integral variasionalnya sama
dengan nol, dan ini berarti lebih kecil dari pada energi ground state yang
sesungguhnya. Bagaimana dengan hal ini ?
3. Untuk partikel dalam box tiga dimensi yang sisi-sisinya a, b dan c, tulislah fungsi
T φ1> persis sama dengan energi ground state partikel dalam box yaitu h 2 / 8m2
.
(b) Untuk sistem dan kasus yang sama gunakan fungsi variasi φ = x ( − x ) .
5. Sebuah partikel berada dalam box sperik yang radiusnya b, energi potensialnya V = 0
6. Sebuah osilator satu dimensi mempunyai V = cx2 dengan c konstan. Rancanglah fungsi
variasi dengan sebuah parameter untuk sistem itu, dan tentukan nilai optimum untuk
Bab VIII/ Metode Variasi / 170
parameter itu untuk meminimalkan integral variasional, dan estimasilah energi ground
state.
dimana fungsi gamma mengikuti relasi Γ(z + 1) = zΓ(z). Adanya fungsi gamma
tersebut, tidak perlu membuat anda risau, karena fungsi gamma tersebut akan hilang
sendiri.
∞ ∞
x2 π x2 π
∫ dx = ∫ dx =
( )2 ( )4
;
0 x2 + a2
4a
0 x2 + a2 4a 5
9. Pada tahun 1971, melalui sebuah karya ilmiah dipublikasikan bahwa aplikasi fungsi
variasi ternormalisasi ( 2 2
N. e − br / ao − cr/a o ) untuk atom hidrogen dengan
3 X1 − X3 + 4 X4 = −5
2 X1 + X2 + X3 − 2 X4 = 8
− 4 X1 + 6 X2 + 2 X3 + X 4 = 3
7 3 0
A = 2 − 1 2i i
1 + i 4 2
13. a) Tentukan nilai eigen dan vektor eigen ternormalisasi dari:
2 2
A=
2 −1
b) Apakah matrik A real dan simetrik ?
c) Apakah matrik A Hermitian ?
d) apakah matrik vektor eigen C ortogonal
e) buktikan bahwa C−1AC adalah matrik diagonal yang elemennya nilai eigen.
14. Tentukan nilai eigen dan vektor eigen ternormalisasi dari matrik
− 1 0 − 2
A= 0 5 0
2 4 2
===000===