Você está na página 1de 22

Bab VIII/ Metode Variasi / 150

BAB VIII
METODE VARIASI
8.1 Teorema Variasi
Problem sentral kimia kuantum sebenarnya adalah menentukan energi suatu
sistem yang pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara menyelesaikan persamaan
Schrodinger. Untuk sistem sederhana seperti partikel dalam box, gerak harmonis satu
dimensi atau sistem atom hidrogen penyelesaian persamaan Schrodinger telah pernah kita
lakukan dan tidak membutuhkan kalkulasi yang terlalu rumit. Namun untuk sistem yang
terdiri atas banyak partikel seperti pada atom berelektron banyak atau pada molekul
penyelesaian persamaan Schrodinger untuk sistem tersebut tidak sederhana atau bahkan
merupakan sesuatu yang mustahil. Untuk itu pada bab ini kita akan mempelajari salah
satu metode aproksimasi (pendekatan) yaitu metode variasi. Metode variasi ini didasari
oleh teorema sebagai berikut:

Telah kita ketahui bahwa jika operator Hamilton H adalah operator penentu

energi terendah E1 maka untuk sistem yang fungsi gelombangnya Ψ, berlaku:


* 
∫ Ψ H Ψ dτ = E1
dan untuk sembarang fungsi gelombang ternormalisasi φ yang berkelakuan baik dan

kondisi boundarynya sesuai dengan kondisi boundary Ψ maka berlakulah:


* 
∫ φ H φ dτ ≥ E1 φ ternormalisasi (8-1)

dengan Ψ adalah fungsi gelombang partikel yang susungguhnya sedang φ adalah fungsi
gelombang aproksimasi atau fungsi variasi.
=====================================================
Pembuktian teorema (8-1):
Untuk membuktikan teorema tersebut, marilah kita perhatikan uraian berikut ini. Telah
kita ketahui bahwa suatu fungsi dapat diekspansi menjadi suatu kombinasi linear yang

suku-sukunya merupakan fungsi eigen. Untuk ini kita misalkan φ diekspansi ke dalam

fungsi eigen ψk sehingga:


Bab VIII/ Metode Variasi / 151

φ= ∑ akψ k (8-2)
k

dan karena ψκ adalah fungsi eigen maka padanya berlaku:



Hψ k = E k ψ k (8-3)

Substitusi (8-2) ke dalam ruas kiri (8-1) membuat ruas kiri ini menjadi:

*  ∫ ∑ a *k ψ *k H ∑ a j ψ j dτ
∫ φ H φ d τ =
k j

Dengan menggunakan persamaan eigen (8-3), maka ruas kiri (8-1) menjadi::

*  ∫ ∑ a k* ψ *k ∑ a j E j ψ j dτ
∫ φ H φ d τ =
k j

karena aj ; ak dan Ek adalah bukan fungsi, maka mereka dapat dikeluarkan dari tanda
integral, sehingga:

* 
*
a * a E ψ ψ dτ
∫ φ Hφ dτ = ∑ ∑ k j j ∫ k j = ∑ ∑ a*k a jE j δ kj
k j k j

Perlu diingat bahwa δ kj berharga 1, jika k = j dan 0 jika k ≠ j sehingga ruas kiri (8-1)

menjadi:

* 
∫ Hφ dτ =
φ ∑ a*k ak E k 
( kita juga boleh menyatakan: ∫ φ* Hφ dτ = ∑ a*j a jE j
k j

2
karena a *k a k = a k maka:

* 
∫ φ Hφ dτ = ∑ ak 2E k (8-4)
k

Mengingat E1 adalah tingkat energi terendah, maka Ek pasta > E1 sehingga:

∫ φ Hφ dτ = ∑ ∑ ak
*  ak
2
Ek >
2
E1 atau:
k k

*  ∑
2
ak
∫ φ H φ d τ > E1 (8-5)
k

∫φ
*
Karena φ adalah ternormalisasi maka φ dτ = 1 , dan jika ekspansi (8-2) dimasukkan

ke dalam kondisi normalisasi ini maka:


Bab VIII/ Metode Variasi / 152

∑ ∑ a*k a j ∫ ψ k ψ j dτ = ∑ ∑ ak a j δ kj = ∑ ak
* * 2
1= ∫ φ * φ dτ =
k j k j k
(8-6)

Jika ∑ ak 2 = 1, dimasukkan pada (8-5) maka diperoleh:


k

* ^
∫φ H φ dτ > E1 φ ternormalisasi (8-7)

Dengan demikian (8-1) terbukti.


========================================================

Teorema dengan pernyataan seperti pada persamaan (8-1) adalah jika φ ternormalisasi.

Bagaimana jika φ tidak ternormalisasi ?. Fungsi φ yang tak ternormalisasi akan menjadi
ternormalisasi, jika dikalikan dengan suatu bilangan yaitu A yang disebut faktor
normalisasi, sehingga (8-1) menjadi:

A 2 ∫ φ* Hφ dτ ≥ E1 (8-8)

Harga A dapat dihitung dari sifat fungsi ternormalisasi yaitu : A2 ∫ φ*φ dτ = 1 jadi (8-2)

dapat ditulis:
* 
∫ Hφ dτ
φ
≥ E1
*
(8-9)
∫ φ φ dτ
Keberhasilan penggunaan metode variasi ini ditentukan oleh kemampuan memformulasi

φ berdasarkan data boundary condition.

Fungsi φ disebut fungsi variasi dan integral (8-1) atau integral (8-9) disebut
integral variasional. Untuk dapat memperoleh aproksimasi yang bagus terhadap energi
ground state E1 kita harus mencoba beberapa fungsi variasi yang memberikan hasil
terendah tetapi tidak lebih rendah dari E1 yang sesungguhnya (yaitu E1 yang diperoleh
melalui eksperimen). Salah satu cara untuk mengetahui bahwa fungsi variasi yang kita
pergunakan adalah salah, adalah jika fungsi variasi itu menghasilkan integral variasional
yang lebih rendah dari E1, manakala harga E1 sesungguhnya dari sistem itu telah
diketahui.
Bab VIII/ Metode Variasi / 153

Marilah kita ambil ψ1 sebagai fungsi gelombang ground state yang sesungguhnya.
Dengan demikian:

Hψ 1 = E1ψ 1 (8-10)

Jika secara kebetulan, kita dapat membuat fungsi variasi yang sama dengan ψ1, maka
dengan menggunakan (8-10) ke dalam (8-1) kita akan melihat bahwa integral variasional
tepat sama dengan E1. Jadi fungsi gelombang ground state menghasilkan integral
variasional terendah untuk suatu sistem.
Dalam praktek, orang sering memasukkan beberapa parameter ke dalam fungsi
variasi dalam rangka memperoleh integral variasional yang semakin mendekati energi
ground state yang sesungguhnya.

Contoh:
Turunkan fungsi variasi φ jika fungsi eksaknya merupakan fungsi partikel dalam kotak
satu dimensi yang panjangnya l, dengan kondisi batas berharga 0 jika x = 0 dan x = l .
Aproksimasilah E1.
Jawab:
Fungsi φ harus mempunyai sifat-sifat tersebut. Bentuk paling sederhana untuk φ yang
memenuhi sifat-sifat tersebut adalah:
φ=x(l−x) untuk 0<x< l (8-11)

Karena tidak ada pernyataan bahwa φ ternormalisasi, maka kita tidak menggunakan (8-1)

tetapi (8-9) dengan operator Hamilton H = − ( 2 2 2
/ 2m ) d /dx (Ingat energi potensial

partikel dalam kotak satu dimensi adalah 0 untuk di dalam kotak).


Pembilang ruas kiri (8-9) adalah:
l l
 2 d2 2 d2
*
∫ φ Hφ dτ = − 2m 0
∫ x (l − x )
dx 2
x (l − x) dx= −
2m 0

(l x − x 2 )
dx 2
(l x − x 2 ) dx

2l 3
= (8-12)
6m
Penyebut ruas kiri (8-9) :
Bab VIII/ Metode Variasi / 154

l 5
∫x (l − x) 2 dx = l .
2
∫ φ * φ dτ =
30
0

Jika disubstitusikan pada (8-9) diperoleh:

5h 2
> E1 (8-13
4π 2 l 2 m

8.2 Fungsi Variasi Linear (Metode LCAO : Linear Combination Atomic Orbital)
Salah satu jenis fungsi variasi yang banyak aplikasinya dalam studi mengenai
atom dan molekul adalah fungsi variasi linear. Fungsi variasi linear adalah kombinasi
linear dari fungsi-fungsi f1 , f2 . . . . . fn yang saling independent :
n
φ = c 1 f1 + c 2 f2 + . . . . . . c n fn = ∑ a jf j (8-14)
j=1

dengan φ adalah fungsi variasi dan koefisien cj adalah parameter yang akan ditentukan.
Fungsi fj harus memenuhi kondisi boundary sistem. Kita akan membuat batasan sendiri

yaitu bahwa φ adalah fungsi real, sehingga cj dan fj semuanya juga harus real.

Sekarang kita akan gunakan teorema variasi persamaan (8-9). Harga:


n n n n
* *
∫ φ φ dτ = ∫ ∑ c j f j ∑ c k f k dτ = ∑ ∑ c j c k ∫ f j f k dτ
* (8-15)
j =1 k =1 j =1k =1

∫ f j f k dτ
*
Supaya praktis integral overlap ditulis Sjk sehingga:

n n
*
∫ φ φ dτ = ∑ ∑ c j c k S jk (8-16)
j=1 k =1

Perlu diingat bahwa untuk fungsi real berarti Sjk = ∫ f j f k dτ .

Selanjutnya pembilang (8-9) menjadi:


n  n n n 
*  ∑ ∑ c k f k dτ = ∑ ∑ c j c k ∫ f j Hf k dτ
∫ φ H φ d τ = ∫ c j f j H
j =1 k =1 j=1 k =1

Selanjutnya agar praktis ∫ f j Hf k dτ ditulis Hjk sehingga:
Bab VIII/ Metode Variasi / 155

n n
 *
∫ φ Hφ dτ = ∑ ∑ c jc k H jk (8-17)
j=1 k =1

Jika ruas kiri persamaan (8-9) kita sebut W (jadi W > 1) maka:
n n

*  ∑ ∑ c j c k H jk
∫ φ Hφ dτ j k
W= *
= n n (8-18)
∫ φ φ dτ ∑∑ c j c k S jk
j k

n n n n
W ∑ ∑ c j c k S jk = ∑ ∑ c j c k H jk (8-19)
j k j k

Selanjutnya W disebut integral variasional yang pada dasarnya adalah fungsi n buah
variabel bebas c1 , c2 , . . . . . . cn jadi:
W = W( c1 , c2 , . . . . cn )
Sekarang kita harus meminimalkan W agar W sedekat mungkin dengan E1. Kondisi yang
dibutuhkan untuk memperoleh W minimal terhadap variabel tertentu adalah turunan
parsial pertamanya terhadap variabel tertentu tersebut harus nol.
∂W
=0 c = 1, 2, 3 . . . . . . . . n (8-20)
∂ci

Selanjutnya (8-19) didiferensialparsialkan terhadap ci untuk mendapatkan n buah


persamaan:
n n ∂ n n ∂ n n
δW
∑∑ c j c k S jk .
δc i
+W.
∂ci
∑∑ c j c k S jk =
∂ci
∑ ∑ c j c k H jk
j k j k j k

i = 1, 2, 3 . . . . n (8-21)
Suku pertama ruas kiri (8-21) hilang karena ∂W/∂ci = 0, jadi:

∂ n n ∂ n n
W.
∂ci
∑ ∑ c j c k S jk =
∂ci
∑ ∑ c j c k H jk i = 1, 2, 3 . . . . n (8-22)
j k j k

Karena ci adalah variabel-variabel bebas satu terhadap yang lain maka:


δc j  = 0 jika i ≠ j ∂c j
 sehingga kalau begitu = δij
δci  = 1 jika i = j ∂ci
Bab VIII/ Metode Variasi / 156

∂ n n
Selanjutnya marilah kita evaluasi
∂ci
∑ ∑ c j c k S jk .
j k

∂ n n n n δ
∂ci
∑ ∑ c j c k S jk = ∑∑ c j ck S jk
j k j k δci

n n δc j n n δck
= ∑ ∑ ck S jk + ∑ ∑ c j S jk
j k δci j k δci

n n n n
= ∑∑ ck S jkδ ij + ∑ ∑ c jS jkδ ik (8-23)
j k j k

Jika suku pertama ruas kanan (8-23) kita kembangkan j-nya mulai 1sampai n (k tidak

dikembangkan) maka ketika j = i harga δij = 1 sedang untuk harga i yang lain δij = 0
sehingga:

n n n
∑∑ ckS jkδ ij = ∑ c k S ik (8-24)
j k k

Analog dengan itu jika suku kedua ruas kanan (8-23) kita kembangkan j-nya mulai

1sampai n (k tidak dikembangkan) maka ketika j = i harga δik = 1 sedang untuk harga i

yang lain δik = 0 sehingga:


n n n
∑∑ c jS jkδ ik = ∑ c jS ji (8-25)
j k j

Dengan memasukkan (8-24) dan (8-25) ke dalam (8-23) maka (8-23) menjadi:

δ n n n n

δci
∑∑ c j c k S jk = ∑ c k S ik + ∑ c jS ji (8-26)
j k k j

n n
Pada hakekatnya ∑ c k S ik = ∑ c jS ji karena baik j maupun k mulai 1 sampai dengan n.
k j

Dengan demikian maka (8-26) dapat ditulis:

∂ n n n

∂ci
∑ ∑ c j c k S jk = 2 ∑ c k S ik (8-27)
j k k

Jika Sjk diganti Hjk maka:


Bab VIII/ Metode Variasi / 157

∂ n n n

∂ci
∑∑ c j c k H jk = 2 ∑ c k H ik (8-28)
j k k

Substitusi (8-27) dan (8-28) ke dalam (8-22) menghasilkan:


n n
2W ∑ c k S ik = 2 ∑ c k H ik
k k

atau:
n n
∑ c k H ik − W ∑ c k S ik =0
k k

atau:
n
∑ (H ik − Sik W) ck = 0 (8-29)
k

Persamaan (8-29) tersebut adalah himpunan yang terdiri atas n buah persamaan simultan,
linear, homogen dinyatakan dalam n buah variabel tak diketahui yaitu c1 , c2 . . . . . cn.
Untuk n = 2, persamaan (8-29) adalah:
(H11 – S11W)c1 + (H12 – S12W)c2 = 0
(H21 – S21W)c1 + (H22 – S22W)c2 = 0
Secara umum, untuk n fungsi, persamaan (8-29) menjadi:
(H11 – S11W)c1 + (H12 – S12W)c2 . . . . . .+ (H1n – S1nW)cn = 0
(H21 – S21W)c1 + (H22 – S22W)c2 . . . . . + (H2n – S2nW)cn = 0 (8-30)
...............................................
(Hn1 – Sn1W)c1 + (Hn2 – Sn2W)c2 . . . . . + (Hnn – SnnW)cn = 0
Penyelesaian (8-30) harus non trivial, artinya c1 sampai dengan cn ≠ 0, untuk itu

determinan koefisiennya harus nol, jadi det.(Hij − SijW) = 0 atau:

H12 − S12 W ................... H1n − S1n W


H11 − S11 W
H 21 − S 21 W ................... H 2n − S 2 n W
H 21 − S 21 W . =0 (8-31)
.................... .................... .................... ....................
H n1 − S n1 W ...................
H n1 − S n1 W H nn − S nn W

Untuk n = 2, maka (8-31) menjadi:


Bab VIII/ Metode Variasi / 158

H11 − S11 W H12 − S12 W


=0 (8-32)
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W

Penyelesaian determinan (8-31) akan menghasilkan sebuah persamaan aljabar berderajat


n dalam W yang tidak diketahui. Persamaan itu mempunyai n akar yaitu W1 sampai Wn
yang jika ditata mulai yang nilainya terendah, urutannya adalah:
W1 < W2 < W3 <. . . . < Wn (8-33)
Jika kita menandai state sistem sesuai dengan urutan kenaikan energinya, maka kita
peroleh:
E1 < E2 < . . . . . . < En < En+1 < . . . . . (8-34)
Kita tahu dari (8-9) bahwa:
* 
∫ φ Hφ dτ
E1 < *
∫ φ φ dτ
^
*
Karena ∫ φ H φ dτ disebut W, pada W terdiri atas W1 , W2 . dst, maka kita dapat
*
∫ φ φ dτ
menuliskan:

E1 < W1 ; E2 < W2 ; . . . . . . . En < Wn (8-35)


dengan E1 adalah energi terendah sesungguhnya dari state (1), E2 adalah energi terendah
sesungguhnya dari state (2) dan seterusnya.
Dari uraian di atas maka kita tahu bahwa dengan metode variasi linear kita dapat
memperkirakan E1 sampai En dengan menggunakan W1 sampai dengan Wn. Apa bedanya
dengan teorema variasi pada pasal 8-1 ? Teorema variasi hanya dapat memperkirakan E1
saja.
Untuk mendapatkan aproksimasi energi yang akurat, maka kombinasi linear yang
dibuat tentu jangan hanya tiga atau empat suku saja, tetapi dapat ratusan, ribuan atau
bahkan jutaan suku kombinasi linear. Untuk itu, dukungan komputer sangat esensial
untuk melakukan kalkulasi numeriknya. Cara paling efisien untuk menyelesaikan (8-31)
(yang biasa disebut persamaan sekular) adalah dengan metode matrik.
Bab VIII/ Metode Variasi / 159

Untuk memperoleh aproksimasi terhadap fungsi gelombang ground state-nya, kita


gunakan W1 untuk disubstitusikan pada (8-30), sehingga kita dapat memperoleh c1(1) ; c2(1)
; c3(1) ; . . . . cn(1) . Superskrip (1)
digunakan untuk menandai bahwa koefisien c1 sampai
dengan cn tersebut berhubungan dengan W1. Setelah harga c diperoleh maka kita
masukkan ke dalam fungsi aproksimasi:
n
(1)
φ1 = ∑ c k f k (8-36)
k =1

Penggunaan W yang lebih tinggi (W2 , W3 dst) akan menghasilkan aproksimasi fungsi

gelombang tereksitasinya yaitu φ2 φ3 dan seterusnya.

Contoh :
Gunakan fungsi x (a – x) untuk 0 < x < a, untuk menyusun fungsi variasi linear φ untuk
partikel dalam box satu dimensi. Tentukan pula energi dan fungsi gelombang state
pertama sampai state ke empat.
Jawab:
n
φ = ∑ c k fk
k =1

Kita gunakan f1 = x ( a − x) . Karena kita harus ingin mengaproksimasi sampai dengan n


= 4 maka kita harus memilih f1 sampai dengan f4 yang harga memenuhi 0 < x < a . Tak
terhingga banyaknya f1 sampai dengan f4 yang dapat kita buat maka kita harus memilih
yang peng-integralnya sederhana. Untuk f2 kita pilih x2 (a – x)2 . Karena telah kita pilih
fungsi genap untuk f1 dan f2 maka kita harus memilih fungsi ganjil untuk f3 dan f4 agar
pada pengintegralan banyak yang hilang. kita ambil untuk f3 adalah x ( a – x ) ( ½ a – x )
dan f4 nya adalah x2( a – x )2( ½ a – x ), jadi:
f1 = x ( a − x) ;

f2 = x2 (a – x)2 ; (8-37)
f3 = x ( a – x ) ( ½ a – x ) ;
f4 = x2( a – x )2( ½ a – x )
Karena f1 dan f2 genap sedang f3 dan f4 ganjil, maka:
S13 = S31 = 0 ; S14 = S41 = 0 ; S23 = S32 = 0 ; S24 = S42 = 0 (8-38)
Bab VIII/ Metode Variasi / 160

H13 = H31 = 0 ; H14 = H41 = 0 ; H23 = H32 = 0 ; H24 = H42 = 0 (8-39)


Persamaan sekularnya adalah:
H11 − S11 W H12 − S12 W H13 − S13 W H14 − S14 W
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W H 23 − S 23 W H 24 − S 24 W
H 31 − S 31 W H 32 − S 32 W H 33 − S 33 W H 34 − S 34 W =0
H 41 − S 41 W H 42 − S 42 W H 43 − S 43 W H 44 − S 44 W

atau:
H11 − S11 W H12 − S12 W 0 0
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W 0 0
H 33 − S 33 W H 34 − S 34 W =0 (8-40)
0 0
0 0 H 43 − S 43 W H 44 − S 44 W

atau:
H11 − S11 W H12 − S12 W H 33 − S 33 W H 34 − S 34 W
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W x H 43 − S 43 W H 44 − S 44 W =0 (8-40a)

Jadi:
H11 − S11 W H12 − S12 W
H 21 − S 21 W H 22 − S 22 W =0 dan (8-41)

H 33 − S 33 W H 34 − S 34 W
H 43 − S 43 W H 44 − S 44 W =0 (8-42)

Untuk mengevaluasi W dari (8-41) dan (8-42) kita tentukan dulu masing-masing harga H
dan S:

 a  2  2 2a 2
H11 = < f1 H f1 > = ∫ x(a – x) −  d [x(a – x)] dx =
 2m  2 6m
0   dx

a 5
S11 = < f1f1 > = ∫ [x(a – x)]2 dx = a
0 30

analog dengan itu kita peroleh:


a  2  2
x(a – x)  −  d
H12 = H21 = ∫ 2m  dx 2
[x2(a – x)2] dx = 2 a5/30m
0  

H22 = 2 a7/105m ; H33 = 2 a5/40m ; H34 = H43 = 2 a7/280m


S12 = S21 = a7/140 ; S22 = a9/630 ; S33 = a7/840 ; S44 = a11/27720
S34 = S43 = a9/5040
Bab VIII/ Metode Variasi / 161

Selanjutnya (8-41) menjadi:


2a 3 a5 2a 5 a7
− W − W
6m 30 30m 140 =0 (8-43)
2a 5 a7 2a 7 a9
− W − W
30m 140 105m 630

Baris pertama dikalikan dengan 420m/a3 , baris kedua dikalikan dengan 1260m/a5 , maka
(8-43) menjadi:

70 2 − 14 m a 2 W 14 2a 2 − 3m a 4 W
=0 (8-44)
42 2 − 9 m a 2 W 12 2a 2 − 2m a 4 W

Jadi:
m2a4 W2 − 56 ma2 2 W + 252 4 = 0

sehingga (8-41) menghasilkan 2 harga W yaitu:


W = 0,1250018 2 /ma2 dan 1,293495 2 /ma2
Dengan cara yang sama, (8-42) juga menghasilkan 2 macam harga W yaitu:
W = 0,5002930 2 /ma2 dan W = 2,5393425 2 /ma2
Jika memperhatikan urutan harga W yang diperoleh, maka (8-41) menghasilkan W 1 dan

W3 jadi (8-41) pasti berkorelasi dengan fungsi gelombang variasi φ1 dan φ3, sementara

itu juga dapat kita lihat bahwa (8-41) berhubungan dengan f1 dan f2, jadi φ1 dan φ3 pasti
merupakan kombinasi linear dari f1 dan f2 dan kita boleh menyatakannya dengan:

φ1 = c1(1) f1 + c (21) f 2 φ3 = c1( 3) f 1 + c (23) f 2 (8-45)

Sementara itu, harga W yang diperoleh dari (8-42) adalah urutan ke 2 dan ke empat jadi
(8-42) menghasilkan W2 dan W4 yang pasti berkorelasi dengan fungsi gelombang variasi

φ2 dan φ4. Tampak pula bahwa (8-42) berhubungan dengan f3 dan f4, jadi φ2 dan φ4 pasti
merupakan kombinasi linear dari f3 dan f4 dan kita boleh menyatakannya dengan:

φ2 = c 3( 2 ) f 3 + c (42 ) f 4 φ4 = c 3( 4 ) f3 + c (44 ) f 4 (8-46)

Catatan:
1) indek koefisien c menunjukkan fungsi f yang bersangkutan sedang superscripnya
menunjukkan energi W nya.
Bab VIII/ Metode Variasi / 162

2) fungsi φ1 adalah fungsi variasi yang berenergi W1 dan seterusnya.

Selanjutnya kita akan mengaproksimasi harga koefisien c dalam rangka menentukan


fungsi variasi. Persamaan sekular (8-41) yang berkorelasi dengan f1 dan f2 berasal dari
kombinasi persamaan:
( H11 − S11W ) c1 + ( H12 − S12W ) c2 = 0
( H 21 − S21W ) c1 + ( H 22 − S22W ) c2 = 0 (8-47)

Karena (8-47) berasal dari (8-41) maka harga W yang berhubungan adalah W1 dan W3 .
Untuk W = W1 maka: (8-47) menjadi:

( H11 − S11W1 ) c1(1) + ( H12 − S12W1 ) c2(1) = 0


(8-48)
( H 21 − S21W1 ) c1(1) + ( H 22 − S22W1 ) c2(1) = 0
Untuk W = W3 maka: (8-47) menjadi:

( H11 − S11W3 ) c1( 3) + ( H12 − S12W3 ) c2( 3) = 0


(8-49)
( H 21 − S21W3 ) c1( 3) + ( H 22 − S22W3 ) c2( 3) = 0

Jika semua harga H, S dan W yang dibutuhkan dimasukkan maka c1(1) , c 2(1) dapat

diperoleh dari (8-48) dan dari (8-49) kita dapat memperoleh harga c1( 3) dan c (23) sehingga

φ1 = c1(1) f1 + c (21) f2 = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (dapat ditentukan)

φ3 = c1( 3) f1 + c (23) f2 = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (dapat ditentukan)

Harga c untuk φ2 dan φ4 diperoleh dengan cara yang sama tetapi bertolak dari (8-42).

Persamaan sekular (8-42) yang berkorelasi dengan f3 dan f4 berasal dari kombinasi
persamaan:
( H33 − S33W ) c3 + ( H34 − S34W ) c4 = 0
( H 42 − S43W ) c3 + ( H 44 − S44W ) c4 = 0 (8-50)

Karena (8-50) berasal dari (8-42) maka harga W yang berhubungan adalah W2 dan W4 .
Untuk W = W2 maka: (8-50) menjadi:

( H33 − S33W2 ) c3( 2) + ( H34 − S34W2 ) c(42) = 0


(8-51)
( H 42 − S43W2 ) c3( 2) + ( H 44 − S44W2 ) c(42) = 0
Bab VIII/ Metode Variasi / 163

Untuk W = W4 maka: (8-50) menjadi:

( H33 − S33W4 ) c3( 4) + ( H34 − S34W4 ) c(44) = 0


(8-52)
( H 42 − S43W 4) c3( 4) + ( H 44 − S44W4 ) c(44) = 0

Jika semua harga H, S dan W yang dibutuhkan dimasukkan maka c 3( 2 ) , c (42 ) dapat

diperoleh dari (8-51) dan dari (8-52) kita dapat memperoleh harga c 3( 4 ) dan c 3( 4 ) sehingga

φ2 = c 3( 2 ) f3 + c (42 ) f4 = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (dapat ditentukan)

φ3 = c 3( 4 ) f4 + c 3( 4 ) f4 = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (dapat ditentukan)

8.3 Matrik, Nilai Eigen dan Vektor Eigen


Matrik diperkenalkan oleh ahli hukum dan matematisi Arthur Cayley untuk
mencari jalan pintas dalam menangani kombinasi fungsi linear dan transformasi linear
dari sebuah himpunan variabel menjadi himpunan yang lain.
Anggap saja kita mempunyai n buah persamaan linear dengan n buah variabel,
yaitu:
a11x1 + a12x2 . . . . . . . . . . a1nxn = b1
a21x1 + a22x2 . . . . . . . . . . a2nxn = b2
a31x1 + a32x2 . . . . . . . . . . a3nxn = b3 (8-53)
...........................
an1x1 + an2x2 . . . . . . . . . . annxn = bn
Dalam bahasa matrik himpunan (8-53) tersebut dapat ditulis:
 a 11 a 12 ....... a 1n   x 1   b1 
a a 22 a 2n   x 2   b 2 
 21 .......
 a 31 a 32 ....... a 3n   x 3  =  b 3  (8-54)
 ....... ....... ....... .......   .......  .......
a a n2 ....... a nn   x n   b n 
 n1

Ax = b (8-55)

dengan A adalah matrik koefisien sedang x dan b adalah matrik kolom. Kesamaan antara
(8-53) dan (8-54) dapat dengan mudah dibuktikan melalui perkalian matrik A dengan x.
Bab VIII/ Metode Variasi / 164

Matrik A merupakan matrik bujur sangkar, sehingga determinannya dapat ditentukan,

Jika det.A ≠ 0 maka A disebut nonsingular. Jika A−1 adalah invers dari A, maka antara
keduanya berlaku hubungan:
AA−1 = A−1A = 1 (8-56)

Jika matrik A nonsingular, maka seandainya (8-55) dikalikan dengan A−1 diperoleh A−1

(Ax) = A−1b. Karena perkalian matrik bersifat asosiatif, maka A−1 (Ax) = (A−1A) x = x
sehingga:
x = A−1b (8-57)

Persamaan (8-57) merupakan solusi dari himpunan (8-53)


Metode variasi linear merupakan metode yang hampir selalu dipergunakan untuk
memperoleh aproksimasi fungsi gelombang molekul dan matrik menawarkan cara yang
paling efisien untuk mencari penyelesaian terhadap persamaan-persamaan dalam metode
variasi.
n
Jika fungsi f1 , f2 . . . . fn dalam fungsi variasi linear φ = Σ ∑ ck fk adalah
k =1

 1 jika i = j
ortonormal, maka S1j = δij =  0 jika i ≠ j sehingga persamaan (8-30) dapat ditulis:

H11c1 + H12c2 . . . . . . + H1ncn = Wc1


H21c1 + H22c2 . . . . . . + H2ncn = Wc2
H31c1 + H32c2 . . . . . . + H3ncn = Wc3 (8-58)
.............................
Hn1c1 + Hn2c2 . . . . . . + Hnncn = Wcn
dan dalam bahasa matrik (3-6) dapat ditulis:
 H11 H12 ....... H1n   c1   c1 
H H 22 H 2n   c 2  c 
 21 .......  2 
 H 31 H 32 ....... H 3n   c 3  = W  c 3  (8-59)
 ....... ....... ....... .......   .......  .......
H H n2 ....... H nn   c n  c 
 n1  n 

B c = Wc (8-60)
Bab VIII/ Metode Variasi / 165

dengan H adalah matrik bujur sangkar yang elemen matriknya Hij = < fiĤfj > dan c
adalah vektor kolom dari koefisien c1 , c2 , . . .cn. Dalam (8-60) H adalah matrik yang
diketahui, c dan W belum diketahui dan akan dicari penyelesaiannya.
Jika kita mempunyai relasi:
Ac =λc (8-61)

dengan A adalah matrik bujur sangkar dan c adalah vektor kolom yang paling tidak ada

satu elemennya yang tidak nol, dan λ adalah skalar, maka c disebut vektor eigen dari
matrik A dan L disebut nilai eigen dari matrik A.
Komparasi antara (8-60) dan (8-61) menunjukkan bahwa sebenarnya penyelesaian

problema variasi linear dengan Sij = δij adalah problema penentuan nilai eigen dan vektor
eigen dari matrik H yang nilai eigennya adalah W dan vektor eigennya adalah c.
Catatan:
Jika c adalah vektor eigen dari matrik A, maka jelas bahwa k c pasti juga vektor
eigen dari A (sudah tentu jika k konstan). Jika k dipilih sedemikian rupa sehingga:
n
2
∑ ci =1 (8-62)
i =1
maka vektor kolom c disebut ternormalisasi.
Dua buah vektor kolom b dab c yang masing-masing mempunyai n elemen disebut
ortogonal jika :
n
∑ b *ic i = 0 (8-63)
i =1
Sekarang marilah kita perhatikan persamaan eigen (8-60) yang mempunyai n nilai eigen
yaitu W1, W2 . . . . Wn dan mempunyai n vektor eigen yaitu c1 , c2 . . . . . . cn sedemikian
rupa sehingga:
Hc( i ) = Wic( i ) i = 1, 2, 3, . . . . . . n (8-64)

dengan c( i ) adalah vektor kolom matrik H yang elemen-elemennya adalah c1( i ) , c (2i ) . . . .

( i)
c n . Selanjutnya marilah kita buat matrik C yang elemen-elemennya adalah vektor eigen

matrik H, dan kita buat matrik W yang merupakan matrik diagonal yang elemen
diagonalnya nilai eigen matrik H. Jadi:
Bab VIII/ Metode Variasi / 166

 c(1) c1( 2 ) ......... c ( n ) 


 1 1
 
 (1) 
 c2 c2( 2 ) ........ c ( n ) 
2
   W1 0 . . . . . 0 
 W ..... 0 
C=   W =  . .0. . . . . . 2. . . . . . . . . . . .  (8-65)
. . . . . ..... .....   0
.....
 0 . . . . . Wn 
 
 
 cn(1) cn( 2 ) ........ c ( n ) 
n
 
 
Ternyata Himpunan persamaan nilai eigen (8-64) dapat ditulis:
HC = CW (8-66)
Jika masing-masing ruas (8-66) kita kalikan C−1 maka diperoleh:

C−1HC = W (8-67)

Beberapa Istilah Matrik:


1. Matrik Simetrik
Matrik bujur sangkar B adalah Matrik Simetrik jika elemen bij = bji. Contoh:
7 2 5 
B =  2 3i 5 − 3i 
5 5 - 3i 0 

2. Matrik Hermitian
Matrik bujur sangkar D adalah matrik Hermitian jika elemen d ij = d*ij . Contoh:
7 − 2i 5 
D =  2i 3i 5 + 3i 
5 5 - 3i 0 

3. Matrik ortogonal
Matrik ortogonal adalah matrik yang transposenya = inversnya
4. Unitary Matrix
Matrik yang inversnya sama dengan konjugate transposenya atau U−1 = U†

Orang dapat membuktikan bahwa dua vektor eigen dari matrik Hermitian H yang
berhubungan dengan nilai eigen yang berbeda adalah ortogonal (Levine, 1998) Untuk
vektor eigen dari H yang nilai eigennya sama, orang dapat membuat kombinasi linear di
antara mereka untuk mendapatkan vektor eigen yang ortogonal bagi H. Lebih lanjut,
Bab VIII/ Metode Variasi / 167

vektor eigen yang tak ternormalisasi dapat dikalikan dengan suatu bilangan konstan agar
menjadi vektor eigen ternormalisasi. Dengan demikian, vektor eigen dari matrik
Hermitian dapat dipilih dan dijadikan ortonormal. Jika vektor eigen yang dipilih adalah

ortonormal, maka vektor eigen matrik C dalam (8-65) unitary matrix, sehingga C−1 = C†,
sehingga (8-67) menjadi:
C† HC = W jika Ĥ Hermitian (8-68)
Dengan C† adalah transpose dari konjugate-nya C.
Jika Ĥ real dan simetrik maka berlaku hubungan:
Cτ HC = W jika Ĥ real dan simetrik (8-69)

Berikut ini adalah beberapa istilah dan notasi matrik:

Nama Matrik Notasi Cara mendapatkannya


Transpose A Aτ Mengubah semua baris matrik a
menjadi kolom
kompleks konjugasi dari A A* Mengganti semua elemen matrik A
dengan kompleks konjugasinya
Konjugasi transpose atau A✝ (A*) τ ; Dicari konjugasi A, lalu di
Konjugasi Hermit (A dagger) transpose.
Semua elemen A diganti dengan
Adjoint A atau adjugasi A ^ kofaktornya kemudian ditranspose
adj A atau A

A−1 Bagilah semua elemen dari adj. A


Inversi A
dengan det.A

Contoh:

 3 2i 
 
Tentukan nilai eigen dari matrik Hermitian: A =  .
- 2 i 0 
 
Jawab: Persamaan karakteristik jika nilai eigennya dimisalkan λ menurut (8-61) adalah :

det ( aij - δijλ ) = 0. Jadi:

3-λ 2 i
−2i −λ = 0
Bab VIII/ Metode Variasi / 168

λ2 − 3λ − 4 = 0 → λ1 = 4 dan λ2 = −1

Untuk λ1 = 4, himpunan persamaan simultan (8-58) H dan W berturut-turut diganti

dengan A dan λ adalah:

(3 − λ1) c1(1) + 2 i c 2(1) = 0

−2i c1(1) − λ1 c 2(1) = 0

atau:
(1) (1)
− c1 + 2 i c2 = 0

(1) (1)
−2i c1 − 4 c2 = 0

sehingga:
(1)
c1 = 2 i c 2(1)

Normalisasinya menghasilkan:
2 2 2 2 2
1 = c (1) + c (1) = 4 c (1) + c (1) = 5 c (1)
1 2 2 2 2

(1) 2 = 1 ; c2
(1)
= 1 / 5 ; c 2(1) = 1/ 5
c2
5
(1) (1)
c1 = 2 i c2 = 2 / 5

Dengan cara yang sama untuk λ2 = −1, diperoleh:


( 2) ( 2)
c1 = − i / 5 ; c2 = 2/ 5

Matrik vektor eigen ternormalisasinnya adalah:

 2i / 5  − i / 5
c (1) =   ; c ( 2) = 
  2/ 5 

 1/ 5   
Soal Bab 8
1. Gunakan fungsi variasi φ = e−cr untuk atom hidrogen; pilihlah parameter c untuk
meminimalkan integral variasi dan hitunglah % error integral variasional terhadap
energi ground state hidrogen yang sesungguhnya .
Bab VIII/ Metode Variasi / 169

(
2. Jika fungsi variasi ternormalisasi φ = 3 / 3 )1 / 2 x untuk 0 ≤ x ≤  diaplikasikan pada
sister partikel dalam box, kita akan mendapatkan bahwa integral variasionalnya sama
dengan nol, dan ini berarti lebih kecil dari pada energi ground state yang
sesungguhnya. Bagaimana dengan hal ini ?
3. Untuk partikel dalam box tiga dimensi yang sisi-sisinya a, b dan c, tulislah fungsi

variasi yang merupakan perluasan dari fungsi satu dimensi φ = x (  − x ) yang


digunakan pada sub bab 8.1. Gunakan integral (8-12) dan persamaan yang
menyertainya untuk mengevaluasi integral variasional pada kasus tiga dimensi.
Tentukan % error-nya.
4. (a) Diketahui sebuah sistem partikel tunggal satu dimensi dengan energi potensial:
V = b untuk ¼  ≤ x ≤ ¾  dan V = 0 untuk 0 ≤ x ¼  dan ¾  ≤ x ≤  .

dan di luar itu V = ∞ (b konstan). Gunakan fungsi variasi φ1 = ( 2 / ) 1 / 2 sin ( πx/)

untuk 0 ≤ x ≤  untuk meng-estimasi energi ground state untuk b = 2 / m2 dan

bandingkan hasilnya dengan energi ground state yang sesungguhnya yaitu E =

5,750345 2 / m2 . Untuk menghemat waktu dalam mengevaluasi integral, perlu


 
diingat bahwa <φ1 H φ1> = <φ1 T φ1> + <φ1 V φ1> , dan jelaskan mengapa <φ1


T φ1> persis sama dengan energi ground state partikel dalam box yaitu h 2 / 8m2

.
(b) Untuk sistem dan kasus yang sama gunakan fungsi variasi φ = x (  − x ) .

5. Sebuah partikel berada dalam box sperik yang radiusnya b, energi potensialnya V = 0

dan untuk 0 ≤ r ≤ b dan V = ∞ untuk r > b. Gunakan fungsi variasi φ = b − r untuk 0

≤ r ≤ b dan φ = 0 untuk r > b untuk mengestimasi energi ground statenya dan

bandingkan dengan nilai yang sesungguhnya yaitu h 2 / 8mb 2 .

6. Sebuah osilator satu dimensi mempunyai V = cx2 dengan c konstan. Rancanglah fungsi
variasi dengan sebuah parameter untuk sistem itu, dan tentukan nilai optimum untuk
Bab VIII/ Metode Variasi / 170

parameter itu untuk meminimalkan integral variasional, dan estimasilah energi ground
state.

7. Untuk partikel dalam box yang panjangnya  , gunakan fungsi variasi φ = x k (  − x ) k

untuk 0 ≤ r ≤  . Kita akan membutuhkan integral berikut:


1 s s + t +1 Γ( s + 1) Γ(t + 1)
∫0 x (  − x ) dx = 
t
Γ( s + t + 2)

dimana fungsi gamma mengikuti relasi Γ(z + 1) = zΓ(z). Adanya fungsi gamma
tersebut, tidak perlu membuat anda risau, karena fungsi gamma tersebut akan hilang
sendiri.

(a) Buktikan bahwa integral variasionalnya adalah ( 2 / m2 )(4k 2 + k ) /( 2k − 1)


(b) Tentukan nilai optimum dari k dan tentukan pula % error terhadap energi ground
state untuk nilai k ini.

8. Gunakan fungsi variasi φ = 1 /( a 2 + x 2 ) pada osilator harmonik satu dimensi. Pilihlah

harga a untuk meminimalkan integral variasional dan tentukan % errornya. Beberapa


bentuk integral yang dibutuhkan adalah:
∞ ∞
1 π 1 3π
∫ dx = ∫ dx =
( )2 ( )3
;
0 x2 + a2 4a 3 0 x2 + a2 16a 5

∞ ∞
x2 π x2 π
∫ dx = ∫ dx =
( )2 ( )4
;
0 x2 + a2
4a
0 x2 + a2 4a 5

9. Pada tahun 1971, melalui sebuah karya ilmiah dipublikasikan bahwa aplikasi fungsi

variasi ternormalisasi ( 2 2
N. e − br / ao − cr/a o ) untuk atom hidrogen dengan

meminimalkan parameter b dan c menghasilkan energi 0,7 % di atas energi ground


state yang sesungguhnya. Tanpa melakukan kalkulasi apapun berikan penjelasan
bahwa pernyataan itu pasti salah.
2 2
10. Untuk atom hidrogen ground state, gunakan fungsi variasi Gauss φ = e − cr / ao .

Tentukan nilai optimum c dan % error energinya.


Bab VIII/ Metode Variasi / 171

11. Dengan metode Gauss, selesaikan kombinasi persamaan linear berikut:


2 X1 − X2 + 4 X3 + 2 X4 = 16

3 X1 − X3 + 4 X4 = −5

2 X1 + X2 + X3 − 2 X4 = 8

− 4 X1 + 6 X2 + 2 X3 + X 4 = 3

12. Tentukan A* , Aτ dan A✝ dari:

 7 3 0
 
A =  2 − 1 2i i 
 1 + i 4 2
 
13. a) Tentukan nilai eigen dan vektor eigen ternormalisasi dari:

2 2 

A= 
2 −1 
 
b) Apakah matrik A real dan simetrik ?
c) Apakah matrik A Hermitian ?
d) apakah matrik vektor eigen C ortogonal
e) buktikan bahwa C−1AC adalah matrik diagonal yang elemennya nilai eigen.

14. Tentukan nilai eigen dan vektor eigen ternormalisasi dari matrik

 − 1 0 − 2
 
A= 0 5 0 
 2 4 2 
 

===000===

Você também pode gostar