Você está na página 1de 11

PEND&&N

Hubungan sumbang (Inggris: incest) adalah hubungan saling mencintai yang


bersiIat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga
(kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu
dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.
Pengertian istilah ini lebih bersiIat sosio antropologis daripada biologis (bandingkan
dengan kerabat-dalam untuk pengertian biologis) meskipun sebagian penjelasannya
bersiIat biologis
1
.
Dalam penjelasan biologis dan sosial, hubungan sumbang diketahui berpotensi
tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik Iisik maupun mental
(cacat), atau bahkan letal (mematikan). Fenomena ini juga umum dikenal dalam dunia
hewan dan tumbuhan karena meningkatnya koeIisien kerabat-dalam pada anak-
anaknya. Akumulasi gen-gen pembawa 'siIat lemah' dari kedua tetua pada satu
individu (anak) terekspresikan karena genotipe-nya berada dalam kondisi homozigot.
Secara sosial, hubungan sumbang dapat disebabkan, antara lain, oleh ruangan
dalam rumah yang tidak memungkinkan orangtua, anak, atau sesama saudara pisah
kamar. Hubungan sumbang antara orang tua dan anak dapat pula terjadi karena
kondisi psikososial yang kurang sehat pada individu yang terlibat. Beberapa budaya

Soelardjo Pontjosutirto, Orang-Orang Golongan Kalang, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, 1973, hlm. 5.

juga mentoleransi hubungan sumbang untuk kepentingan-kepentingan tertentu,


seperti politik atau kemurnian ras
2
.
Akibat hal-hal tadi, hubungan sumbang tidak dikehendaki pada hampir semua
masyarakat dunia. Semua agama besar dunia melarang hubungan sumbang. Di dalam
aturan agama Islam (Iiqih), misalnya, dikenal konsep muhrim yang mengatur
hubungan sosial di antara individu-individu yang masih sekerabat. Bagi seseorang
tidak diperkenankan menjalin hubungan percintaan atau perkawinan dengan orang
tua, kakek atau nenek, saudara kandung, saudara tiri (bukan saudara angkat), saudara
dari orang tua, kemenakan, serta cucu.
Contoh-contoh hubungan sumbang dalam kebudayaan pada kelompok
masyarakat tertentu, seperti suku Polahi di Kabupaten Gorontalo, Sulawesi dan Orang
Kalang di Kotagede, Yogyakarta. Praktik hubungan sumbang banyak terjadi.
Perkawinan sesama saudara adalah hal yang wajar dan biasa di kalangan suku Polahi.
Kalangan bangsawan Mesir Kuna, khususnya pascainvasi Alexander Agung,
melakukan perkawinan dengan saudara kandung dengan maksud untuk mendapatkan
keturunan berdarah murni dan melanggengkan kekuasaan. Contoh yang
terdokumentasi adalah perkawinan Ptolemeus II dengan saudara perempuannya,
Elsinoe. Beberapa ahli berpendapat, tindakan seperti ini juga biasa dilakukan

www.wikipedia.com diaskses 2 maret 2011.

kalangan orang biasa. Toleransi semacam ini didasarkan pada mitologi Mesir Kuna
tentang perkawinan Dewa Osiris dengan saudaranya, Dewi Isis.
Dalam mitologi Yunani kuno, Dewa Zeus kawin dengan Hera, yang merupakan
kakak kandungnya sendiri. Folklor Indonesia juga mengenal hubungan sumbang.
Hubungan sumbang antara Sangkuriang dan ibunya sendiri (Dayang Sumbi) dalam
dongeng masyarakat Sunda atau antara Prabu Watugunung dan ibunya (Sinta), yang
menghasilkan 28 anak kisahnya diabadikan dalam pawukon adalah contoh-
contohnya.
Perkawinan sekerabat (Ing. inbreeding) atau penangkaran sanak dalam biologi
diartikan sebagai perkawinan antara dua individu yang masih memiliki hubungan
kekerabatan yang dekat. Dalam bahasa sehari-hari dikenal istilah incest atau muhrim
yang memiliki kedekatan makna. Meskipun mirip dengan hubungan kekerabatan
yang dikenal dalam silsilah manusia atau hukum agama, pengertian dalam biologi
mencakup pula perkawinan/pembuahan sendiri (Ing. selIing atau selI Iertilisation).
Hubungan kekerabatan (Ing. relatedness atau relationship) ini biasanya dikuantiIikasi
dengan beberapa ukuran (seperti koeIisien konsanguinitas dari Jacquard, koeIisien
kesekerabatan atau inbreeding coeIIicient, dan kovarians kekerabatan)
3
.
Perkawinan sekerabat yang banyak dikaji dalam biologi biasanya yang dianggap
memiliki pengaruh ekonomi (baik menguntungkan maupun merugikan), seperti:

Soelardjo Pontjosutirto, Op cit, hlm. 7.

1. perkawinan sendiri,
2. perkawinan tetua-anak,
3. perkawinan saudara kandung, dan
4. perkawinan saudara tiri.
Meskipun demikian, perkawinan untuk kerabat yang lebih jauh juga telah dikaji.
Implikasi genetis dari perkawinan sekerabat menjadi bahan kajian klasik dalam
genetika populasi, genetika kuantitatiI serta genetika evolusioner.
PERM$N
Fenomena Wong Kalang (orang kalang) di Kota Gede, Yogyakarta, tidak hanya
menarik diamati dari perilaku sosial, perekonomian, maupun religiusitasya yang
abangan. Tetapi juga selera arsitekturnya yang memadukan Jawa tradisional dengan
gaya Eropa. Bahkan gara-gara selera arsitektur itu, memicu pergolakan sosial yang
berujung pada tindak kekerasan dan penjarahan pada 1949.
Pusat orang Kalang tampaknya adalah Kotagede. Di sini, masih bisa dilihat
peninggalan arsitektur mereka. Peninggalan itu mencerminkan bahwa orang Kalang
memang kaya. Kemungkinan besar, di Kotagede-lah pusat bisnis orang Kalang di
masa lalu. Dan di Kotagede pula cerita tentang ekor itu masih hidup meski diam-
diam.
Terkucilnya orang Kalang tampaknya karena dua hal, yang sebenarnya bak dua
sisi mata uang yang sama. Di satu sisi, orang Jawa umumnya mengucilkan mereka, di

sisi lain kalangan Kalang memang menutup diri. Tidak mudah (dan mungkin juga
karena tidak mau) orang Jawa yang bukan Kalang masuk ke dalam komunitas orang
Kalang. Mereka menerapkan endogami atau perkawinan sebatas di antara mereka
sendiri. Perkawinan antarsepupu adalah biasa dalam masyarakat Kalang. Umumnya,
anak laki-laki diharuskan mendapat istri dari kalangan Kalang sendiri. Untuk
perempuan, ketentuan tersebut sedikit lebih longgar.
Tujuan endogami itu adalah agar harta benda tidak keluar dari kelompok
masyarakat tersebut. Meski tidak dilakukan secara terbuka, banyak orang tua Kalang
yang mempertunangkan anak-anak mereka sejak masih kanak-kanak. Maka,
ketertutupan itu pun hampir sempurna. Ini menyebabkan orang di luar Kalang mudah
mereka-reka cerita, misalnya tentang orang Kalang menyembah patung anjing itu.






N$$
John Gillisen dan Frist Gorle, bertitik tolak dengan memilih pandangan
hukum sosialogis, artinya suatu yang dalam hukum tidak bertujuan melihat
perwujudan tersebut dari satu atau lain asas tersebut, melainkan menengok suatu
produk kenyataan dalam kemasyarakatan
4
. Dengan cara ini visi-visi matrealistis
dan spiritualistis sepertinya dapat diperdamaikan satu dengan yang lainnya
5
.
Didalam batas-batas yang dimungkinkan oleh situasi kehidupan materiil untuk
dapat melaksanakan (karenanya ada kemandirian relative ini), maka hal tersebut
memainkan suatu peranan spesiIik.
Menurut Max Weber mengemukakan bahwa agama Kristen Protestan yang
berkembang di Eropa saat itu berperan besar dalam membawa perubahan sosial
ekonomi masyarakat Eropa. Dengan etika yang lahir dan termaktub dalam ajaran
protestan maka orang Eropa dapat menggali kesuksesan. Konsep kesederhanan,
zuhud, dan asketik yang lahir dari penganut Protestan yang taat membawa
kesejahteraan ekonomi dan pengumpulan materi yang mantap yang sesuai dengan
prinsip dan etika agamanya
6
.
Menurut Robert M. Bellah tentang Religi Tokugawa. Buku yang meneliti latar
belakang agama Shinto sebagai pemicu perkembangan perekonomian dan

John Gillisen, atrealistis and spiritualistis in odern Civil, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2000, hlm. 6.

-id, hlm 7.

Max Weber, !rotestant Ethic and Spirit Capitalism, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm
110.

kemajuan bangsa Jepang ini sangat menarik. Jika Max Weber menganggap bahwa
etika Protestanlah yang membawa semangat pengumpulan modal orang-orang
Eropa, maka Robert M. Bellah melirik bahwa etika Shinto yang diyakini
membawa kemajuan bagi bangsa Jepang saat ini.
Sedangkan menurut Mitsuo Nakamura yang berjudul tentang The Crescent
Arise over The Banyan Tree: A Study Muhammadiyah Movement in A Central
Javanese Town yang intinya buku itu meneliti tentang peranan etika Islam bagi
pemantapan dan pemunculan gerakan Muhammadiyah yang disponsori oleh
pengusaha-pengusaha muslim yang kaya. Mitsuo juga mengkritisi bahwa
motivasi orang Islam mengumpulkan kekayaan materi adalah pengamalan dari
keyakinan mereka terhadap syariat Islam terutama pasal tentang zakat dan pergi
Haji. Kedua pasal ini yang membangkitkan semangat dan jiwa kewirausahaan
orang-orang muslim untuk mengejar kekayaan materi.
Perbedaan ekonomi antara Orang Kalang dengan orang pribumi menyebabkan
kecemburuan sosial. Hal ini juga menyebabkan Orang Kalang menerapkan
Endogami dalam pernikahan Orang-Orang Kalang. Endogami suatu perkawinan
antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama. Tujuan
endogami itu adalah agar harta benda tidak keluar dari kelompok masyarakat
tersebut. Meski tidak dilakukan secara terbuka, banyak orang tua Kalang yang
mempertunangkan anak-anak mereka sejak masih kanak-kanak. Maka,
ketertutupan itu pun hampir sempurna. Sedangkan dampak dari perkawinan

endogami terhadap pasangan adalah bagi pasangan tidak merasakan kebahagiaan


dalam rumah tangganya karena tidak ada rasa kasih sayang sebelumnya sebab
jodoh ditentukan orang tua, serta dampak kecacatan Iisik atau mental terhadap
salah satu keturunan dari pasangan perkawinan endogami, dan dampak bagi
masyarakat dusun Randugeneng yaitu kurangnya rasa damai dan aman bila terjadi
konIlik dalam keluarga, dan tidak meratanya derajat perekonomian masyarakat.
Faktor-Iaktor yang mendorong atau memotivasi Orang Kalang melaksanakan
perkawinan endogami, yaitu ; Iaktor budaya yakni memandang perkawinan
endogami merupakan tindakan turun-temurun. Faktor pendidikan dan
keterampilan yaitu yang memilki cukup bekal pendidikan dan keterampilan
lanjutan terbukti lebih banyak perkawinan dengan kalangan keluarga luar tanpa
adanya hubungan kekerabatan atau pertalian darah. Faktor ekonomi yaitu, Orang
Kalang mempunyai pandangan bahwa harta harus tetap menjadi milik keluarga
atau kerabat sendiri, untuk itu yang dapat mempertahankan dan menyatukan harta
hanya dengan melaksanakan perkawinan endogami.
Menurut agama islam, perkawinan Endogami tidak dilarang tetapi ditetapkan
batasan-batasan dalam Al-qur`an yaitu:
1. Islam memperbolehkan pernikahan Endogami dengan syarat hubungan
darah antara laki-laki dengan perempuan tidak terlalu dekat.
2. Melarang perkawinan Endogami yang berbeda agama.

Berdasarkan hasil analisis hukum Islam terhadap data hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa larangan perkawinan sesuku adalah tidak sesuai dengan
ketentuan hukum Islam karena di dalam Al-qur`an dan Al-hadist tidak ada
ketentuan mengenai larangan tersebut atau saudara sesuku tidak termasuk dalam
orang-orang yang haram untuk dinikahi, dengan kata lain hukum perkawinan
sesuku adalah boleh (mubah), akan tetapi jika berdampak negatiI terhadap
keturunan maka hendaklah dihindari karena menyangkut kualitas keturunan.
D E$MP&N
Bahwa perkawinan Endogami bagi Orang-orang Kalang mempunyai tujuan
ekonomi yaitu agar harta harus tetap menjadi milik keluarga atau kerabat sendiri,
untuk itu harus ada cara untuk mempertahankan dan menyatukan harta serta harta
benda tidak keluar dari kelompok masyarakat tersebut sehingga munculnya
kecemburuan sosial. Secara biologis perkawinan endogami dilarang karena
berdampak negatiI terhadap keturunan maka hendaklah dihindari karena
menyangkut kualitas keturunan. Akan tetapi agama islam melarang perkawinan
yang masih mukhrim dalam suatu keluarga namun islam memperbolehkan
perkawinan sesuku.



E $RN
1 Perkawinan Endogami harus dihindari dengan pertimbangan dari aspek
biologis dan sosiologis,
2 Tujuan perkawinan Endogami dari aspek ekonomi mengenai harta harus
dihapuskan karena sesungguhnya harta merupakan titipan Allah SWT
yang bersiIat sementara.











Daftar Pustaka
John Gillisen, atrealistis and spiritualistis in odern Civil, 2000, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Max Weber, !rotestant Ethic and Spirit Capitalism, 1998, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Soelardjo Pontjosutirto, Orang-Orang Golongan Kalang,1973,Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
www.wikipedia.com diaskses 2 maret 2011

Você também pode gostar