Você está na página 1de 3

Analisis Kasus Disleksia - Reading Disorder

Sebut saja namanya Denny, bocah berusia delapan tahun. Di sekolah, anak ini tidak
hanya lincah, tetapi juga mudah bergaul dengan siapa saja. Namun Denny sering membuat ayah
dan ibunya bingung karena tingkah-laku dan cara berpikir yang berbeda. Denny memiliki sikap
pelupa, tidak suka membaca, sulit mengeja, dan lemah memahami konsep dalam subjek
matematika dan sering tidak memahami apa yang dibacanya.
Orangtua Denny mendapat laporan dari guru bahwa anak itu sulit menghaIal abjad, susah
menghaIal nama hari sesuai urutannya, dan sulit menulis. Abjad ditulisnya tidak sesuai dengan
pembentukan benar. Dia juga sering keliru menuliI huruI b dan d, p dan q. HuruI z, j, dan g,
sering ditulis terbalik. Akhirnya Denny belum dapat membaca dengan lancar, meskipun sudah
naik kelas. Tetapi di balik itu, dia Iasih berbicara dan sering memberikan ide menarik. Ia lebih
senang mendengar cerita yang dibacakan guru, dibanding membaca.

Suatu ketika ketika ditanya kenapa ia tidak mau membaca, Denny mengatakan saat membuka
buku ia melihat huruI yang ada di dalamnya campur-aduk, sehingga kata-katanya tidak jelas.
Akhirnya diketahui Denny mengalami disleksia.
Belajar dari pengalaman Denny, biasanya sebagian orangtua gemas ketika melihat anaknya
lamban, terutama saat membaca dan menulis. Orangtua umumnya langsung mengklaim anaknya
memiliki kekurangan inteligensia. Padahal ketika si anak kesulitan dengan kata-kata, baik saat
membaca atau menulis, serta menerangkan sesuatu, kemungkinan si anak mengalami disleksia.

ANALISIS menurut penulis :
Dari kasus yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa Denny mengalami disleksia.
Yang unik, sebagian besar penderita disleksia adalah kaum lelaki, seperti Denny. Disleksia
merupakan salah satu bentuk dari Learning Disabilities (LD). Disleksia berasal dari bahasa
Yunani, dys` yang artinya sulit, dan lex` yang berarti berbicara.

Disleksia tidak disebabkan oleh kelainan Iisik ataupun mental, karena si penderita memiliki
kemampuan intelegensi yang normal. Hanya saja, ia memiliki masalah yang berhubungan
dengan kata dan simbol tulisan. Sehingga ia terus menerus melakukan kesalahan dalam
membaca, menulis, mengeja dan terkadang matematika dan notasi musik. Bentuk klinis disleksia
itu bermacam-macam, diantaranya sulit menyebut nama benda yang sangat sederhana, padahal
anak itu mengenal betul benda tersebut seperti pensil, buku, sepatu dll. Gangguan lain bisa juga
dalam kemampuan menulis huruI, misalnya "p" ditulis "q", atau "d" ditulis "b".
Disleksia tidak sama dengan penyandang cacat mental. Seorang anak yang mengalami disleksia
murni, dalam arti mengalami suatu gangguan perkembangan spesiIik pada tahap usia tertentu,
dengan pertumbuhan otak dan sel otaknya yang sudah mulai sempurna, ia akan dapat mengatasi
gangguan disleksianya.

Pada umumnya anak yang mendapat gangguan disleksia mempunyai tingkat intelegensi yang
normal, bahkan ada yang mempunyai tingkat intelegensi di atas normal. Jadi jangan menganggap
bahwa anak yang menderita gangguan disleksia itu berarti anak yang bodoh atau terbelakang.
Yang terpenting ketika ditemukan disleksia pada seorang anak, berilah terapi sedini mungkin
yang dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan Khusus utuk penderita disleksia yang
disertai gangguan penyerta, dalam proses terapinya ditambah dengan terapi perilaku.

PENANGANAN :
Ada banyak hal yang dapat kita lakukan dalam menyikapi anak anak yang mengalami
disleksia. Karena disleksia bukanlah penyakit yang dapat sembuh dengan meminum obat-obatan,
melalui metode belajar khusus, dukungan dan kesabaran orang tua maupun para pendidik, anak
yang menderita disleksia akan dapat mengatasi kesulitan baca tulisnya sehingga ia lebih percaya
diri dan termotivasi baik. Karena itu, orang tua maupun para pendidik sangat berperan dimana
keduanya merupakan pihak sangat sering berinteraksi dengan anak anak yang mengalami
disleksia tersebut. Tatalaksana disleksia diarahkan pada kehidupan penderita. Pada anak yang
masih kecil tatalaksana diarahkan pada perbaikan. Setelah anak semakin besar maka tatalaksana
diarahkan pada proses adaptasi.

a. Orang Tua
Yang harus dilakukan orang tua adalah mengenali gangguan tersebut sejak dini dan membantu
anak mengatasi kesulitan baca tulisnya, meskipun sayangnya, tak banyak orang tua yang dapat
langsung mendeteksi gangguan disleksia pada anaknya sehingga label malas, susah
berkonsentrasi bahkan bodoh diberikan kepada anaknya. Selain itu orang tua dapat memberikan
umpan balik berupa reward kepada anaknya apabila anaknya telah mencapai suatu kemajuan
dengan dapat mengatasi kesulitan yang dihadapinya.

b. Pihak Pendidik
Anak dengan disleksia yang disekolahkan bersama dengan anak-anak normal dapat membuat
mereka merasa "bodoh" sebab mereka tidak dapat keluar dari permasalahan itu. Selanjutnya
mereka gagal naik kelas, menutup diri dan Irustasi. Para pendidik ditekankan untuk
mengidentiIikasi ketidakmampuan belajar sedini mungkin, sehingga anak dapat diberikan
pendidikan alternatiI dan dapat menjadi anak yang berprestasi pula disekolahnya. Memang
banyak anak-anak dengan disleksia dapat belajar dan diijinkan masuk di kelas reguler, namun
mereka haruslah mendapatkan lingkungan yang baik dan mendukung, menyediakan pengajar
yang mengerti dan ahli yang dapat memberikan intervensi.

Program intervensi yang diberikan merupakan Iaktor-Iaktor penting dalam membaca yaitu
mengajarkan anak untuk memanipulasi Ionem dengan huruI, memIokuskan instruksi pada satu
atau dua jenis manipulasi Ionem, pola pengajaran dalam kelompok kecil, dan instruksi yang
sistematis dan eksplisit. Intervensi yang eIektiI akan mengajarkan anak untuk mengerti
bagaimana huruI berhubungan dengan suara dari huruI tersebut serta pola mengeja, selain itu
mereka harus diberi audiotaping saat belajar atau lembaran text, menggunakan Ilashcard atau
kartu pengingat untuk mampelajari sesuatu yang baru, selalu tempatkan anak tersebut posisi
depan bila dikelas sehingga pengajar dapat memantau dengan baik dan menggunakan komputer
untuk mengeja dan memeriksa tata bahasanya.

Para penderita disleksia dapat diajarkan untuk mengikuti latihan seperti berdiri di atas papan
bergoyang, melempar kantung dan mengayunkan bola selama sepuluh menit dua kali sehari.
Kemampuan mereka memang mengalami peningkatan, terutama dalam hal membaca, sains dan
matematika, subjek pelajaran yang kerap kurang mampu dipahami penderita disleksia

Você também pode gostar