Você está na página 1de 10

PENDUDUK LANSIA: PERLUNYA PERHATIAN TERHADAP KONDISI LOKAL DAN PERAN KELUARGA Oleh Mundiharno1

Indonesia Sudah Memasuki Tahap Penduduk Tua


Tahun 1998/1999 ini merupakan tahun penting bagi Indonesia jika dilihat dari perspektif proses perubahan struktur umur penduduk. Tahun tersebut merupakan tahun dimana Indonesia diperkirakan memasuki tahap penduduk tua. Secara demografis, sebuah penduduk disebut berstruktur penduduk tua jika persentase penduduk lansia-nya 7% atau lebih dari seluruh jumlah penduduk2. Berdasarkan data SUPAS 1995 persentase penduduk lansia di Indonesia sudah mencapai 6,83 persen. Dan pada tahun 1998/1999 ini persentase penduduk lansia diperkirakan telah mencapai sekitar 7%. Artinya, penduduk Indonesia sudah memasuki tahap struktur penduduk tua (aged population).

Dibanding dengan negara-negara lain seperti Singapura, Hongkong, Korsel, Australia persentase penduduk lansia di Indonesia memang masing lebih rendah (Tabel 1). Namun perlu diingat bahwa meskipun persentase penduduk lansia di Indonesia masih relatif rendah, namun secara absolut jumlah penduduk lansia di Indonesia jauh lebih besar dibanding jumlah penduduk di negara-negara yang dibandingkan tersebut. Meskipun persentase penduduk lansia di Indonesia (6,83%) lebih rendah dibanding Belanda (18,1%) dan Australia (14,9%) misalnya, tetapi secara absolut jumlah penduduk lansia Indonesia (13,3 juta jiwa) jauh lebih besar dibanding jumlah lansia di kedua negara tersebut; bahkan hampir sama dengan jumlah keseluruhan penduduk di Belanda (15,4 juta jiwa) dan Australia (18,2 juta jiwa). Jumlah penduduk lansia di Indonesia bahkan sekitar 4 kali lipat jumlah seluruh penduduk Singapura atau sekitar dua kali lipat seluruh penduduk Hongkong.

1 2

Peneliti Senior di AKADEMIKA. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intern Departemen Sosiak Secara demografis ada beberapa ukuran untuk mengkategorikan sebuah penduduk berstruktur tua, dewasa atau muda. Dapat dilihat dari (a) persentase penduduk lansia terhadap keseluruh jumlah penduduk, atau; (b) dari besarnya rasio beban ketergantungan penduduk tuda dan muda, atau (c) dari umur median penduduk.

Tabel 1 Proporsi Penduduk Lansia Beberapa Negara, 1995* No Negara Jumlah

Persen 1 Indonesia** 194.754.808 6,83 2 Singapore 2.944.000 9,21 3 Vietnam 74.109.000 7,20 4 Australia 18.240.000 14,96 5 Hong Kong 5.962.00 14,68 6 Korea Selatan 44.824.000 9,03 7 Jepang 125.213.000 20,05 8 Belanda 15.446.000 18,13 9 Swedia 8.785.000 22,06 10 Swiss 7.071.000 20,08 Sumber: * Bos, Eduard et.al, World Population Projections, Estimates and Projections with Related Demographic Statistics, 1994-1995, A World Bank Book, The John Hopkins University Press, Baltimore & London ** BPS, Laporan Sosial Indonesia 1997, Penduduk Lansia, BPS, Jakarta, 1998

Lansia Absolut 13.298.588 271.000 5.336.000 2.729.000 875.000 4.052.000 25.108.000 2.801.000 1.938.000 1.419.000

Disamping karena jumlahnya yang besar, persoalan penduduk lansia di negara berkembang seperti Indonesia perlu mendapat perhatian lebih serius mengingat kemampuan ekonomi negara yang masih rendah dalam menyediakan berbagai sarana prasarana yang diperlukan oleh penduduk lansia. Akibatnya, keberadaan penduduk lansia tidak ditopang oleh sistem jaminan sosial (social security system) yang memadai. Bahkan penyediaan sarana dan prasarana sosial yang dilakukan seringkali tidak sensitif terhadap issue keberadaan lansia. Padahal meningkatnya jumlah penduduk lansia yang demikian cepat (lebih cepat relatif jika dibanding dengan penambahan penduduk kelompok usia lain) berimplikasi pada meningkatnya permintaan sosial (social demand) terhadap berbagai pelayanan yang spesifik.

Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam menyediakan dukungan institusional mengindikasikan perlunya memperhatikan dukungan keluarga terhadap keberadaan penduduk lansia.

Mengapa Perlu Perhatian Pada Peran Keluarga?


Perhatian terhadap peran keluarga berkaitan dengan penduduk lansia penting dilakukan antara lain karena beberapa hal, pertama, bahwa dukungan keluarga (family support) terhadap keberadaan lansia di Indonesia memiliki peran yang amat penting.

Peran keluarga di Indonesia dalam mendukung kehidupan lansia jauh lebih besar dibanding dengan dukungan kelembagaan (intitutional support) yang ada. Amat terbatasnya dukungan institusi (institutional support) terhadap keberadaan lansia --seperti melalui mekanisme panti jompo, sistem pensiun, sistem asuransi dan sejenisnya-membawa implikasi pada terhadap keberadaan lansia. pentingnya peranan dukungan keluarga (familial support)

Kedua, dukungan keluarga ini menjadi makin penting maknanya jika dikaitkan dengan keterbatasan dana pemerintah Indonesia yang dialokasikan untuk mendukung kehidupan penduduk lansia. Pengalaman negara-negara maju --yang telah lebih dahulu memasuki ageing population-- menunjukan bahwa dana pembangunan yang disediakan untuk kehidupan lansia cukup besar. Sebagai contoh, pada tahun 1983, Belanda mengalokasikan 14,5 persen dari GNP-nya untuk penduduk lanjut usia . Sedang Jerman pada tahun yang sama mengalokasikan 12,5 persen dari GNP-nya, Perancis sekitar 8 persen dan Amerika Serikat 7 persen. Alokasi dana ini terus membesar dari tahun ke tahun akibat bertambahnya proporsi penduduk lanjut usia3. Di negara-negara maju yang menganut pandangan welfare state proses penuaan penduduk memang membawa konsekuensi sosial-ekonomi yang amat besar berkaitan dengan sistem jaminan sosial (social security system). Di negara-negara maju para lansia yang sudah tidak lagi bekerja memperoleh tunjangan sosial dari negara. Dana tunjangan sosial tersebut diperoleh dari pajak khusus jaminan sosial yang dikenakan pada penduduk yang masih bekerja. Dengan proses penuaan penduduk berarti akan makin banyak penduduk lansia yang harus ditanggung melalui social security system sementara di sisi lain proporsi penduduk yang bekerja makin sedikit sehingga proporsi penerimaan pajak social security yang diperoleh negara (pemerintah) makin kecil4. Pajak di Indonesia memang tidak menganut earmarked system dimana penggunaan penerimaan ditujukan sesuai dengan tujuan peruntukkannya, namun demikian isu ekonomi (keterbatasan dana sosial) dengan meningkatnya penduduk lansia akan tetap menjadi isu yang penting diperhatikan. Krisis moneter dan ekonomi

Mundiharno, Pengertian, Ruang Lingkup dan Bentuk-bentuk Analisis Ekonomi Kependudukan Dengan Penekanan Pada Analisis Ekonomi terhadap Penuaan Penduduk, paper, Jakarta, Juni 1998

yang sudah setahun lebih mendera Indonesia menambah pentingnya memperhatikan dukungan keluarga terhadap para lansia.

Ketiga, perhatian terhadap dukungan keluarga pada lansia juga amat penting jika dikaitkan dengan terjadinya perubahan sosial seiring dengan terjadinya perubahan ekonomi. Beberapa gejala seperti (I) adanya kecenderungan perubahan nilai keluarga dari extended family ke nuclear family ; (ii) meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) wanita; (iii) terjadinya migrasi keluar penduduk muda (young out-migration) merupakan hal-hal yang dapat melemahkan dukungan keluarga terhadap penduduk lansia.

Pertanyaannya, bagaimanakah sebenarnya keberadaan lansia dalam keluarga (rumah tangga); apakah benar bahwa mereka semata-mata merupakan beban rumah tangga atau justru sebaliknya? Selama ini ada anggapan bahwa meningkatnya penduduk lansia selalu berimplikasi pada meningkatnya beban khususnya beban keluarga. Benarkah demikian? Atau sebaliknya, ada tugas-tugas dan peran positip yang dilakukan lansia di tengah-tengah anggota rumah tangga lainnya?

Kedudukan Lansia dalam Rumah Tangga


Studi yang dilakukan Lembaga Demografi FEUI bekerjasama dengan UN ESCAP tentang Household Structure and the Elderly in Indonesia barangkali dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana kedudukan lansia dalam rumah tangga? Apakah keberadaan lansia di rumah tangga semata-mata merupakan beban atau merupakan asset bagi rumah tangga? Bagaimana aktifitas yang dilakukan lansia dalam rumah tangga, apakah mereka juga dilibatkan dalam pengambilan berbagai keputusan yang diambil rumah tangga?

Studi yang dilakukan di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cirebon terhadap 300 rumah tangga tersebut menyimpulkan bahwa keberadaan lansia di keluarga tidak sematamata sebagai beban, tetapi sebagian besar justru masih berperan penting dalam kehidupan keluarga. Masih pentingnya peran lansia dalam keluarga (rumah tangga) antara lain dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:

Sebagian besar lansia baik laki-laki maupun perempuan masih menentukan jalannya aktifitas rumah tangga dari mulai belanja harian, menentukan jenis makanan yang dibeli, pendidikan anggota rumah tangga (ART) yang lebih muda, perkawinan ART yang lebih muda, investasi, kemana akan berobat dan sebagainya. Temuan ini menunjukkan bahwa keberadaan lansia masih dianggap penting dalam menentukan arah kehidupan sebagian besar rumah tangga dimana mereka berada. Masih banyaknya lansia yang berperan sebagai pencari nafkah. Hasil studi menunjukkan sekitar separuh lansia laki-laki menyatakan dirinya masih berperan sebagai pencari nafkah. Sedang persentase perempuan yang berperan sebagai pencari nafkah mencapai 40,6% di perkotaan dan 24,2% di pedesaan. Cukup banyaknya lansia yang masih berkedudukan sebagai kepala rumah tangga. Hasil studi menunjukkan sekitar 78% lansia laki-laki di pedesaan menyatakan sebagai kepala rumah tangga, sementara ada sekitar 53% lansia wanita di pedesaan yang menyatakan sebagai kepala rumah tangga. Di perkotaan proporsi lansia baik laki-laki maupun wanita yang berkedudukan sebagai kepala rumah tangga lebih besar lagi. Sekitar 85% lansia laki-laki di perkotaan menyatakan dirinya sebagai kepala rumah tangga, sementara lansia perempuan sebesar 71.7 persen. Hasil studi menunjukkan hampir sepertiga lansia di pedesaan masih bekerja dalam satu minggu terakhir. Untuk lansia dibawah usia 70 tahun persentase lansia yang bekerja lebih besar lagi dibanding lansia yang berusia 70 tahun keatas. Ada sekitar 14 persen lansia di pedesaan yang meskipun telah berusia 70 tahun lebih masih tetap bekerja pada seminggu terakhir sebelum survei. Beberapa temuan studi tersebut mengindikasikan bahwa peran lansia dalam rumah tangga sebenarnya masih besar. Oleh karena itu persepsi yang menyatakan bahwa lansia semata-mata sebagai beban merupakan persepsi yang keliru.

Namun studi tersebut juga menunjukkan bahwa persoalan kesehatan merupakan persoalan yang cukup krusial yang dihadapi oleh lansia, utamanya yang telah berusia sangat tua (70 tahun keatas). Setidaknya ada dua persoalan utama yang seringkali dihadapi lansia di negara berkembang yaitu persoalan kesehatan dan persoalan kemiskinan. Makin tua usia seseorang cenderung makin berkurang daya tahan fisik mereka. Dalam kaitan inilah maka kajian terhadap kehidupan lansia tidak pernah lepas dari kajian aspek kesehatan. Dalam hal kesehatan lansia, studi yang dilakukan oleh Lembaga Demografi FEUI dengan ESCAP mengungkapkan beberapa hal sebagai berikut: Sekitar 11% lansia di pedesaan yang menyatakan kondisi kesehatan mereka buruk. Di perkotaan persentase lansia yang menyatakan kondisi kesehatan mereka buruk

lebih besar lagi. Persentase lansia perempuan yang menyatakan kondisi kesehatan mereka buruk lebih besar dibanding persentase lansia laki-laki. Sekitar 17% lansia yang selama sebulan lalu mengalami sakit (ill/injured) sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Persentase lansia perempuan yang mengalami sakit selama sebulan lalu lebih besar dibanding lansia laki-laki. Sekitar 74% lansia menyatakan mengidap penyakit kronis. Penyakit kronis yang diderita lansia bermacam-macam seperti tekanan darah tinggi, diabetes, uleer, astama dan sebagainya. Tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis yang paing banyak diderita lansia. Sekitar seperlima lansia menderita penyakit tekanan darah tinggi. Cukup besarnya penduduk lansia yang menghadapi masalah kesehatan sebagaimana diindikasi oleh temuan studi yang dilakukan oleh Lembaga Demografi FEUI dan ESCAP tersebut mendorong perlunya lebih ditingkatkan upaya-upaya yang berkaitan dengan pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit geriatric yang dialami oleh lansia. Pertanyaannya, program-program seperti apa sajakah yang perlu dilaksanakan dalam rangka memberikan dukungan terhadap keberadaan lansia?

Mengapa Perlu Perhatian Lokal?


Saat ini pemerintah (yang dikoordinir Meneg Kependudukan/BKKBN) telah menyusun National Plan of Action berkaitan dengan kebijakan tentang penduduk lansia. Ada sejumlah aspek kebijakan yang dicoba dirumuskan berkaitan dengan penduduk lanisa antara lain dari aspek (a) Kesejahteraan Sosial dan Jaminan Sosial bagi Lansia; (b) Dukungan Keluarga dan Masyarakat; (c) Pelayanan Kesehatan; (d) Kesempatan

Kerja, kualitas SDM dan Mental Keagamaan, dan; (e) Sarana-Prasarana. Aspek-aspek tersebut pada dasarnya sesuai dengan aspek yang juga dicantumkan dalam Plan of Action on Ageing for Asia and the Pacific yang disusun oleh UN ESCAP5. Kelima aspek diatas juga telah sejalan dengan apa yang disarankan oleh hasil ICPD Cairo 19946.

Dalam Plan of Action yang disusun UN ESCAP terdapat tujuh aspek (area) yang menjadi perhatian yaitu (a) social position of older persons; (b) older persons and the family; (c) health and nutrition; (d) housing, transportation and the built environment; (e) older persons and the market; (f) income security, maintenance and employment, and; (g) social services and the community. Ketujuh aspek tersebut pada dasarnya termasuk kedalam pengelompokkan diatas disesuaikan dengan kondisi sosial dan kelembagaan yang ada di Indonesia. 6 Hasil ICPD menyatakan bahwa program aksi untuk penduduk lansia ditujukan untuk : a. Meningkatkan kemandirian lansia, melalui mekanisme yang tepat, dan menciptakan kondisi yang meningkatkan kualitas hidup lansia dan membantu mereka untuk bekerja dan hidup secara bebas dalam komunitas mereka sendiri b. Mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem ekonomi dan sistem jaminan sosial masa tua dengan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan wanita

Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan implementasi berbagai kebijakan tentang penduduk lansia tersebut adalah perlunya memperhatikan variasi kondisi lokal baik di tingkat propinsi maupun kabupaten. Pertama, karena secara demografis pencapaian tahap penduduk tua (aged population) memang berbeda-beda menurut propinsi/daerah. Meskipun persentase penduduk lansia di Indonesia secara nasional baru sekitar 7%, namun secara lokal persentase penduduk lansia di beberapa propinsi sudah diatas 7%. Ada lima propinsi yang perssentase penduduk lansianya (pada tahun 1995) sudah diatas 7%. Kelima propinsi tersebut adalah DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah dan Sumatera Barat.
Tabel Jumlah dan Persentase Penduduk Lansia di Lima Propinsi, 1995 Propinsi di Indonesia Jumlah Persen D.I. Yogyakarta 366.917 12,6 Jawa Timur 3.201.653 9,5 Bali 259.441 8,9 Jawa Tengah 2.610.833 8,8 Sumatera Barat 345.022 7,9 Sumber: BPS, Survei Penduduk Antar Sensus 1995

Jumlah penduduk lansia juga terkonsentrasi di propinsi-propinsi di Pulau Jawa. Jumlah penduduk lansia di Pulau Jawa dan Bali mencapai 68.8% dari seluruh lansia yang ada di Indonesia. Dengan demikian kebijakan penduduk lansia dapat dimulai dari propinsi-propinsi tersebut. Jika penanganan penduduk lansia di kelima propinsi tersebut dapat berjalan dengan baik maka diharapkan dapat ditularkan ke berbagai propinsi lain di Indonesia.

Jumlah dan persentase penduduk lansia di lima propinsi khususnya Propinsi DI Yogyakarta dan Jawa Timur hampir sama dengan kondisi di beberapa negara maju. Persentase penduduk lansia di Propinsi DI Yogayakarta (12,6%) dan Jawa Timur (9,5%) lebih besar dibanding persentase lansia di Singapore (9,21%) dan Korea Selatan (9,03%).

c. Mengembangkan sistem dukungan sosial, baik formal maupun informal, dengan pandangan untuk meningkatkan kemampuan keluarga untuk merawat penduduk lansia di dalam keluarga mereka (Lihat Wirakartakusumah & Mundiharno, Review Pelaksanaan Hasil ICPD 1994, Kantor Meneg Kependudukan/BKKBN, 1998)

Kedua, dari sisi anthropologi dan sosiologi masing-masing daerah juga memiliki variasi budaya dalam kaitan upaya menghormati dan merawat para orang tuanya. Diduga masing-masing daerah memiliki kekayaan kultur dan tradisi yang dapat dikembangkan dalam rangka memperkuat dukungan keluarga (dan generasi muda) kepada para orangtua/lansia-nya. Muatan lokal seperti itu perlu diperhatikan dalam merumuskan kebijakan penanganan permasahalan yang berkaitan dengan penduduk lansia. Perlu dihindari upaya penyeragaman kebijakan yang bersifat sentralistis. Perhatian yang tinggi terhadap muatan lokal dalam mengimplementasi kebijakan tentang penduduk lansia diperkirakan akan lebih efektif dibanding kebijakan yang seragam dan sentralistis, meskipun disadari bahwa perubahan pola kebijakan yang berat ke daerah tersebut juga masih menyimpan sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Penutup
Dari uraian diatas dapat dikemukakan beberapa hal pokok. Pertama, perhatian dan kebijakan tentang penduduk lansia perlu memperhatikan kondisi lokal masing-masing daerah. Kedua, peran keluarga dalam mendukung kehidupan lansia amat penting dan perlu dipertahankan mengingat belum luasnya cakupan sistem jaminan sosial yang ada. Ketiga, keberadaan lansia tidaklah semata-mata sebagai beban bagi keluarganya. Sebagian besar dari lansia (60+) bahkan masih banyak berperan dalam rumah tangganya. Karena itu persepsi yang menyatakan bahwa lansia semata-mata sebagai beban tidaklah sepenuhnya benar.

DAFTAR BACAAN

Bos, Eduard et.al, World Population Projections, Estimates and Projections with Related Demographic Statistics, 1994-1995, A World Bank Book, The John Hopkins University Press, Baltimore & London Demographic Institute FEUI, Local Policy Level Development to Deal with the Consequences of Population Ageing: Indonesian Case, UN ESCAP, 1998 Demographic Institute FEUI, Household Structure and the Elderly in Indonesia, Demographic Institute FEUI dan UN ESCAP, 1997/1998 Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, I, Kebijaksanaan Program, Departemen Kesehatan RI, 1998 Department of International Economic and Social Affairs, 1988, Economic and Social Implications of Population Aging, United Nations, New York Graeme Hugo, "Review of The Population Ageing Situation and Major Ageing Issues at Local Levels", dalam Productive Ageing in Asia and The Pacific, ESCAP, New York, 1993. Joseph Simanis, "National Expenditure on Social Security and Helath in Selected Countries" dalam Demography and Retirement: the Twenty-First Century, Rappaport & Scheiber (editors), Praeger, London, 1993, Kono, Shigemi The Social Consequences of Changing Family and Household Structure Associated with an Ageing Population in Department of International Economic and Social Affairs, Economic and Social Implications of Population Ageing, ESCAP, 1988 Mundiharno, Lansia Indonesia Awal Abad 21, : Sebuah Tinjauan Demografis,Warta Demografi, Edisi Khusus 1997 -----------------, Lansia, Kapan Perlu Diperhatikan, Kompas, 4 Mei 1994 -----------------,Kapan Jawa Tengah Menjadi Propinsi Tua, Suara Merdeka, 9 Juli 1994

-----------------,Pengertian, Ruang Lingkup dan Bentuk-bentuk Analisis Ekonomi Kependudukan Dengan Penekanan Pada Analisis Ekonomi terhadap Penuaan Penduduk, paper, Jakarta, Juni 1998 -----------------,Pengertian, Dampak dan Isu-Isu Sekitar Penuaan Penduduk, paper, Jakarta, 1997 Shryock, Henry S. & Siegel, Jacob S., The Methods and Materials of Demography, Academic Press, New York, 1976 United Nations, Productive Ageing in Asia and the Pacific, ESCAP, New York, 1993 United Nations, World Population Prospect 1990, UNFPA, New York Wirakartaksumah & Mundiharno, Mengantisipasi Ageing Population di Indonesia, Republika, 3 Maret 1994 Wirakartaksumah & Mundiharno, Beberapa Agenda Kependudukan, Republika 2 Juni 1994 Wirakartaksumah & Mundiharno, Productive Employment Bagi Lansia di Indonesia: Issu dan Empirie, paper, April 1994 Wirakartaksumah & Mundiharno, Review Pelaksanaan Hasil ICPD 1994 Bidang Penduduk Lansia, BKKBN, 1998

Você também pode gostar