Você está na página 1de 3

Ini Jurus Bank Indonesia Hadang Krisis Global

Selasa, 15 November 2011 11:18 WIB REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyiapkan enam strategi kebijakan untuk memperkuat ketahanan dan meningkatkan daya saing perekonomian domestik di tengah situasi ekonomi dunia yang melambat. "Langkah pertama adalah mengoptimalkan peran kebijakan moneter dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional," kata Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Perry Warjiyo, di Jakarta, Selasa. Sementara untuk mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia di tengah tekanan inflasi yang menurun, menurut Perry, kebijakan moneter BI yang sudah berjalan dengan mendorong suku bunga menurun yang perlu terus diupayakan. "Penurunan suku bunga acuan diharapkan dapat diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan, baik suku bunga pinjaman maupun suku bunga simpanan sehingga dapat meningkatkan aktivitas perekonomian," ujarnya. Perry mengatakan bahwa langkah kebijakan kedua adalah dengan meningkatkan efisiensi, intermediasi dan menyiapkan ketahanan perbankan nasional serta daya saing menghadapi persaingan bebas. Menurut dia, selain menurunkan suku bunga acuan, upaya BI untuk menurunkan suku bunga perbankan, utamanya suku bunga pinjaman, adalah dengan mengupayakan efisiensi perbankan. "Untuk langkah ketiga adalah dengan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran," katanya. Upaya meningkatkan daya saing, tuturnya, dilakukan dengan meningkatkan efisiensi sistem pembayaran dalam pembentukan National Payment Gateway (NPG), baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri. Perry menjelaskan bahwa untuk langkah keempat adalah memperkuat antisipasi dampak krisis global dengan membangun mekanisme pencegahan krisis. "Saat ini BI sedang menyusun suatu mekanisme antisipasi dampak krisis global dengan membangun mekanisme pencegahan krisis (protokol manajemen krisis) terkait nilai tukar dan perbankan," katanya. Berikutnya adalah meningkatkan peran BI untuk mendukung pemberdayaan sektor riil, dan ini merupakan strategi kelima. Disusul dengan strategi keenam, yaitu meningkatkan tata kelola manajemen BI. "Strategi institusional ke dalam perlu dilakukan, yaitu dengan senantiaa meningkatkan tata kelola manajemen. Hal itu dapat tercapai dengan memperbaiki kompetensi dan integritas setiap komponen BI baik di tataran kelembagaan, organisasi, maupun personal serta memperkuat kondisi keuangan BI," katanya. Redaktur: Siwi Tri Puji B Sumber: Antara -------1

Indonesia Bakal Kena Imbas Krisis


Ester Meryana | Erlangga Djumena | Rabu, 30 November 2011 | 13:06 WIB JAKARTA, KOMPAS.com Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, menyebutkan, ekonomi Indonesia lambat laun akan terkena pengaruh krisis utang yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Pengaruh ini bisa terlihat pada kinerja ekonomi tahun 2012. Hal ini disampaikan Darmin pada seminar bertema "Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi," di Jakarta, Rabu (30/11/2011). "Terdapat 3 jalur transmisi (bagi pengaruh krisis utang, yakni) jalur perdagangan atau trade channel,jalur pasar keuangan, dan jalur imported inflation," sebut Darmin. Pada jalur perdagangan, BI melihat adanya pengaruh krisis kepada sektor perdagangan nasional sekalipun terbatas. "Sebagaimana krisis tahun 2009, dampak ke Indonesia melalui trade channel saya perkirakan relatif terbatas dibandingkan negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia," ujar dia. BI melihat sektor perdagangan nasional tertolong oleh kuatnya konsumsi domestik. Selain itu, kata dia, perdagangan intra-regional di antara negara berkembang pun kian menguat, misalnya saja intensitas perdagangan antarnegara ASEAN semakin besar. Ini menjadi pelindung tambahan bagi sektor perdagangan nasional dari dampak krisis. Dampak terbatas pada jalur perdagangan ini tidak berlaku bagi jalur pasar keuangan. Menurut dia, harapan dan kekhawtiran pelaku pasar menyebabkan sentimen sangat mudah berubah. Ini bisa berdampak pada aliran modal keluar dari Indonesia. "Transmisi melalui jalur pasar finansial ini menjadi paling signifikan yang kita rasakan karena besarnya kepemilikan modal portofolio asing, khususnya pada Surat Berharga Negara (SUN) mencapai Rp 219,4 triliun atau 29,4 persen dari total SBN," ujar Darmin. Sementara itu, pada jalur imported inflation, pemulihan ekonomi global yang melambat akan mendorong inflasi tersebut turun. Ini terlihat dari turunnya harga komoditas, yakni emas yang turun dalam 3 bulan terakhir. Turunnya harga emas mendorong inflasi inti Indonesia dari 5,15 persen (Agustus) menjadi 4,43 persen pada Oktober kemarin. "Apabila tanpa memperhitungkan harga emas, inflasi inti per Oktober 2011 hanya 3,88 persen (year on year) atau 3,27 persen (year to date)," sebut Darmin. ------------------------------

Menjaga Ekspor Menjadi Salah Satu Solusi Hadapi Krisis Global


Senin, 24 Oktober 2011 16:15 WIB REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA Krisis keuangan yang melanda tiga penggerak utama ekonomi dunia membuat Indonesia siap siaga menghadapinya. Salah satu langkah yang akan dilakukan Indonesia ialah menjaga jumlah ekspor agar tidak sampai turun akibat krisis. 2

Kalau bisa ekspor malah ditingkatkan, ujar Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, seusai Ceramah Ekonomi bertema Global Economic Challenges and Its Impact on Indonesia di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal, Senin (24/10). Gita menjelaskan bahwa saat ini kemungkinan Indonesia terimbas krisis global sangatlah besar. Meski ekonom sekelas Nouriel Roubini memuji ketahanan Indonesia karena berbasis konsumsi domestik, hanya saja Indonesia harus menyikapi dengan menjaga laju ekspor. Menurut Gita hal ini disebabkan krisis global saat ini tak bisa diprediksi seperti sebelumnya. Makanya menurut Gita Indonesia harus lebih berhati-hati dan berupaya menjaga diri. Meski menjaga ekspor, bukan berarti Indonesia akan mengubah kebijakan perdagangan menjadi berorentasi ekspor. Ini disebabkan ekonomi Indonesia sejak awal sudah ditopang konsumsi domestik, seperti Cina yang sejak awal bergantung pada ekspor. 60-70 persen Cina berbasis ekspor, ucap dia. Itu sebabnya selain menjaga ekspor khususnya menjaga target ekspor 200 miliar dolar Amerika Serikat, ia mengatakan Kementerian Perdagangan juga memprioritaskan perkuatan pasar dalam negeri. target itu (200 miliar dolar AS) nggak gampang untuk dicapai, tutur dia. Menurut Gita, amatlah penting menjaga pasar dalam negeri khususnya pasarpasar tradisional. Satu hal yang ia yakini harus dilakukan pihaknya saat ini ialah penyikapan secara menyeluruh, kenapa biaya transportasi dari wilayah timur Indonesia lebih mahal daripada impor dari negara tetangga. Maka menurut Gita perlu pembicaraan dengan lembaga-lembaga terkait biaya logistik, sehingga bisa menjaga biaya perdagangan dalam negeri. Selain menjaga pasar dalam negeri dan jumlah ekspor, Indonesia menurut Gita juga seharusnya memperkuat sektor sumber daya manusia dan infrastruktur. Kedua hal itu kunci pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Redaktur: taufik rachman Reporter: ichsan Emrald Alamsy

Você também pode gostar