Você está na página 1de 99

LAPORAN TUGAS PJBL 3 KELAINAN GINEKOLOGI

Untuk Memenuhi Tugas pada Blok Sistem reproduksi dibimbing oleh Ns. Fransiska Imavike F, S.Kep. M.Nurs

DISUSUN OLEH : EKY MADYANING NASTITI 0910721004

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

1. KLASIFIKASI DALAM GINEKOLOGI


Menurut The Dictionary of Nursing, 2007:123, ginekologi merupakan ilmu yang mempelajari organ seks pada wanita beserta treatment nya secara umum. Untuk itu, klasifikasi dalam ginekologi berikut merupakan klasifikasi kelainan/ disorder dalam ginekologi ( Nettina, 2010:839 dan Cunningham, 2008:666 ). 1. Kelainan menstrual termasuk dismenorrhea, premenstrual syndrome, amenorrhea, dysfunctional uterine bleeding, dan menopause 2. Infeksi dan inflamasi pada traktus reproduksi bawah : vulva, vagina, dan serviks termasuk vulvitis, bartholin cyst or abscess, fistula vagina, vaginitis, human papillomavirus infection, herpes genitalis, chlamydial infection, gonorrhea, lichen sklerosus 3. Masalah akibat pengenduran otot pelviks termasuk cystocele, urethrocele, rectocele, enterocele, dan prolaps uterine 4. Tumor-tumor dalam ginekologi termasuk Ca vulva, Ca serviks, Ca endometrial, mioma uteri, kista ovarium, Ca ovarian, Ca mammae 5. Keadaan ginekologi lain termasuk penyakit inflamasi pelviks, endometriosis, Toxic Shock Syndrome 6. Kelainan ginekologi pediatric/ congenital anomali; 7. Termasuk dalam tabel berikut :

1. KELAINAN DALAM GINEKOLOGI


( DEFINISI, EPIDEMIOLOGI, PATOFISIOLOGI, FAKTOR RESIKO, MANIFESTASI KLINIK, PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK, PENATALAKSAAN MEDIS, ASUHAN KEPERAWATAN)

A. AMENORRHEA a. DEFINISI Amennorhea adalah tidak ada atau terhentinya haid secara abnormal. Amenorrhea memberi petunjuk ada gangguan pada interaksi hipotalamus-pituitariGonadal dan uterus dalam menghasilkan hormon, sesuai dengan perubahan yang terjadi pada endometrium setiap siklus menstruasi. b. KLASIFIKASI Amenorrhea dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Amenorrhea fisiologik Terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan, laktasi dan sesudah menopause. 2. Amenorrhea Patoogik a) Amenorrhea Primer Wanita umur 18 tahun keatas pernah haid. Penyebab : kelainan congenital dan kelainan genetic. b) Amenorrhea Sekunder Penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi. Penyebab : hipotensi, anemia, gangguan gizi, metabolism, tumor, penyakit infeksi, kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stress psikologis. Amenore primer Amenore primer biasanya merupakan hasil dari kondisi genetik atau anatomi pada wanita muda yang tidak pernah mengembangkan periode menstruasi (pada usia 16) dan tidak hamil. Banyak kondisi genetik yang ditandai dengan amenore adalah kondisi di mana beberapa atau semua organ normal wanita internal baik gagal untuk membentuk normal selama perkembangan janin atau gagal berfungsi dengan baik. Penyakit kelenjar pituitary dan hipotalamus (suatu wilayah otak yang penting untuk mengontrol produksi hormon) juga dapat menyebabkan amenore primer sejak daerah ini memainkan peran penting dalam pengaturan hormon ovarium. Disgenesis gonad adalah nama dari kondisi di mana ovarium sebelum waktunya habis folikel dan oosit (sel telur) yang menyebabkan kegagalan prematur ovarium. Ini adalah

salah satu kasus yang paling umum dari amenore primer pada wanita muda. Penyebab lain genetik sindrom Turner, di mana perempuan kurang semua atau bagian dari salah satu dari dua kromosom X yang biasanya ada pada wanita. Pada sindrom Turner, ovarium diganti dengan jaringan parut dan produksi estrogen minimal, mengakibatkan amenore. Estrogen-induced pematangan dari alat kelamin perempuan eksternal dan karakteristik seks juga gagal terjadi pada sindrom Turner. Kondisi lain yang mungkin penyebab dari amenore primer termasuk ketidakpekaan androgen (di mana individu telah XY (laki-laki) kromosom tetapi tidak mengembangkan karakteristik eksternal laki-laki karena kurangnya respon terhadap testosteron dan efek nya), hiperplasia adrenal bawaan, dan polikistik ovary syndrome (PCOS). Amenore sekunder Kehamilan adalah penyebab yang jelas dari amenore dan merupakan alasan yang paling umum untuk amenore sekunder. menyebabkan lebih lanjut bervariasi dan dapat mencakup kondisi yang mempengaruhi indung telur, rahim, hipotalamus, atau kelenjar pituitari. Amenore hipotalamus didefinisikan sebagai amenore yang disebabkan gangguan dalam hormon regulator yang diproduksi oleh hipotalamus di otak. Hormon ini mempengaruhi kelenjar pituitary, yang pada gilirannya mengirim sinyal ke ovarium untuk menghasilkan hormon siklik karakteristik. Beberapa kondisi dapat mempengaruhi hipotalamus dan menyebabkan amenore hipotalamus, seperti: * Berat badan ekstrim, * Stres emosional atau fisik, * Latihan ketat, dan * Penyakit parah. Jenis lain kondisi medis dapat menyebabkan amenore sekunder: * Tumor atau penyakit lain dari kelenjar pituitary yang menyebabkan peningkatan kadar hormon prolaktin (yang terlibat dalam produksi susu) juga menyebabkan amenore karena kadar prolaktin tinggi; * Hipotiroidisme; * Peningkatan kadar androgen (hormon laki-laki), baik dari sumber luar atau dari gangguan yang menyebabkan tubuh untuk menghasilkan tingkat terlalu tinggi hormon

laki-laki; * Ovarium gagal (kegagalan ovarium prematur atau menopause dini); * Polycystic ovary syndrome, dan sindrom Asherman adalah contoh penyakit rahim yang menyebabkan amenore. Ini hasil dari parut pada lapisan rahim instrumentasi berikut (seperti dilatasi dan kuretase) dari rongga rahim untuk mengelola perdarahan postpartum atau infeksi. c. ETIOLOGI Penyebab Amenorrhea secara umum adalah: 1. Hymen Imperforata Selaput dara tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat untuk keluar. 2. Menstruasi Anavulatori Rangsangan hormone hormone yang tidak mencukupi untuk membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya sedikit. 3. Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan . Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor Endometrium tidak bereaksi Penyakit lain : penyakit metabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar dan ginjal. d. FAKTOR RESIKO

1. Kuretase saat keguguran yang tidak bersih bisa menjadi faktor risiko terjadinya
amenorrhea

2. Wanita-wanita yang menjalani rutinitas latihan fisik (atlet, penari balet) karena
ketidakseimbangan hormonal di tubuh mereka

3. Gadis yang melakukan diet ketat berpantang makan dan olah raga secara
berlebihan juga rawan amenorrhea

4. Stres dan rasa cemas yang berlebih mempengaruhi terjadinya Amenorrhea.


Stres mempengaruhi pengeluaran hormon sentral di hipotalamus (salah satu bagian otak),hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus yang akan mengatur pengeluaran hormon-hormon lain, termasuk LH dan FSH. e. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang muncul diantaranya : 1) Tidak terjadi haid

2) Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun. 3) Nyeri kepala 4) Lemah badan f. PATOFISIOLOGI Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior gangguan dapat berupa tumor yang bersifat mendesak ataupun menghasilkan hormone yang membuat menjadi terganggu. Kelainan kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan oleh gangguan mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pelepasan neurotransmitter seperti serotonin yang dapat menghambat pelepasan gonadrotropin. Kelainan ovarium dapat menyebabkan amenorrhea primer maupun sekuder. Amenorrhea primer mengalami kelainan perkembangan ovarium ( gonadal disgenesis ). Kegagalan ovarium premature dapat disebabkan kelainan genetic dengan peningkatan kematian folikel, dapat juga merupakan proses autoimun dimana folikel dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat menimbulkan amenorrhea dimana dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan hormone steroid seksual ( estrogen dan progesterone ) tidak tercukupi. Pada keadaaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen berlebih untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan progesterone yang memicu terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih banyak dihasilkan endorphin yang merupakan derifat morfin. Endorphin menyebabkan penurunan GnRH sehingga estrogen dan progesterone menurun. Pada keadaan tress berlebih cortikotropin realizinghormone dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat menekan pembentukan GnRH. g. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pada amenorrhea primer : apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perekatan dalam rahim). Melalui pemeriksaan USG, histerosal Pingografi, histeroskopi dan Magnetic Resonance Imaging (MRI), apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormone FSH dan LH setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormon (TSH) karena kadar hormone thyroid dapat mempengaruhi kadar hprmone prolaktin dalam tubuh.

h. PENATALAKSANAAN Pengelolaan pada pasien ini tergantung dari penyebab. Bila penyebab adalah kemungkinan genetic, prognosa kesembuhan buruk. Menurut beberapa penelitian dapat dilakukan terapi sulih hormone, namun fertilitas belum tentu dapat dipertahankan. Terapi Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorrhea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas maka diit dan olahraga adalah terapinya, belajar untuk mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Pembedahan atau insisi dilakukan pada wanita yang mengalami Amenorrhea Primer.

i. ASUHAN KEPERAWATAN Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik yang pertama kali diperiksa adalah tanda-tanda vital dan juga termasuk tinggi badan, berat badan dan perkebangan seksual. Pemeriksaan yang lain adalah : 1) Keadaan payudara 2) Keadaan rambut kemaluan dan genetalia eksternal 3) Keadaan vagina 4) Uterus : bila uterus membesar kehamilan bisa diperhitungkan 5) Servik : periksa lubang vagina Diagnosa Keperawatan 1) Cemas berhubungan dengan krisis situasi 2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentangpenyakitnya (amenorrhea) 3) Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dngan ketidaknormalan (amenorrhea primer) Intervensi 1 Cemas berhubungan dengan krisis situasi Kriteria hasil : - Cemas berkurang - Tidak menunjukan perilaku agresif Intervensi :

a) Kaji tingkat kecemasan : ringan, sedang, berat, panic. b) Berikan kenyamanan dan ketentraman hati c) Beri dorongan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan kecemasan d) Anjurkan distraksi seperti nonton tv, dengarkan radio, permainan untuk mengurangi kecemasan. e) Singkirkan stimulasi yang berlebihan

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang didapat tentang penyakitnya ( amenorrhea ) Kriteria hasil : pasien mengetahui tentang penyakitnya Intervensi : a) Mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya b) Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman pasien c) Memberikan informasi dari sumber-sumber yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan

3. Gangguan konsep diri : HDR yang dihubungkan dengan ketidak normalan (amenorrhea primer ) Kriteria hasil : Mengungkapkan penerimaan diri secara verbal Intervensi : a) Tetapkan hubungan saling percaya perawat dan pasien b) Cipakan batasan terhadap pengungkapan negative c) Bantu untuk mengidentifikasi respon positif terhadap orang lain d) Bantu penyusunan tujuan yang realitas untuk mencapai harga diri rendah yang tinggi e) Berikan penghargaan dan pujian terhadap pengembangan pasien dalam pencapaian tujuan

B. KANKER VULVA a. DEFINISI Kanker vulva adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam vulva. Vulva merupakan bagian luar dari sistem reproduksi wanita, yang meliputi labia, lubang vagina, lubang uretra dan klitoris. 3-4% kanker pada sistem reproduksi wanita merupakan kanker vulva dan biasanya terjadi setelah menopause. b. FAKTOR RESIKO Penyebabnya tidak diketahui. Faktor resiko terjadinya kanker vulva: 1. Infeksi HPV atau kutil kelamin (kutil genitalis) HPV merupakan virus penyebab kutil kelamin dan ditularkan melalui hubungan seksual. 2. Pernah menderita kanker leher rahim atau kanker vagina 3. Infeksi sifilis 4. Diabetes 5. Obesitas 6. Tekanan darah tinggi. 7. Usia Tiga perempat penderita kanker vulva berusia diatas 50 tahun dan dua pertiganya berusia diatas 70 tahun ketika kanker pertama kali terdiagnosis.

Usia rata-rata penderita kanker invasif adalah 65-70 tahun. 8. Hubungan seksual pada usia dini 9. Berganti-ganti pasangan seksual 10. Merokok 11. Infeksi HIV HIV adalah virus penyebab AIDS. Virus ini menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sehingga wanita lebih mudah mengalami infeksi HPV menahun. 12. Golongan sosial-ekonimi rendah. Hal ini berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang adekuat, termasuk pemeriksaan kandungan yang rutin. 13. Neoplasia intraepitel vulva (NIV) 14. Liken sklerosus. Penyakit ini menyebabkan kulit vulva menjadi tipis dan gatal. 15. Peradangan vulva menahun 16. Melanoma atau tahi lalat atipik pada kulit selain vulva.

c. MANIFESTASI KLINIS Kanker vulva mudah dilihat dan teraba sebagai benjolan, penebalan ataupun luka terbuka pada atau di sekitar lubang vagina. Kadang terbentuk bercak bersisik atau perubahan warna. Jaringan di sekitarnya mengkerut disertai gatal-gatal. Pada akhirnya akan terjadi perdarahan dan keluar cairan yang encer. Gejala lainnya adalah: nyeri ketika berkemih nyeri ketika melakukan hubungan seksual hampir 20% penderita yang tidak menunjukkan gejala.

d. PENEGAKAN DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil biopsi jaringan. Staging (Menentukan stadium kanker) .Staging merupakan suatu peroses yang menggunakan hasil-hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik tertentu untuk menentukan ukuran tumor, kedalaman tumor, penyebaran ke organ di sekitarnya dan penyebaran ke kelenjar getah bening atau organ yang jauh. Dengan mengetahui stadium penyakitnya maka dapat ditentukan rencana pengobatan yang akan dijalani oleh penderita. Jika hasil biopsi menunjukkan bahwa telah terjadi kanker vulva, maka

dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui penyebaran kanker ke daerah lain: Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih) Proktoskopi (pemeriksaan rektum) Pemeriksaan panggula dibawah pengaruh obat bius Rontgen dada CT scan dan MRI.

e. STADIUM KANKER VULVA Stadium kanker vulva dari sistem FIGO: 1. Stadium 0 (karsinoma in situ, penyakit Bowen) : kanker hanya ditemukan permukaan kulit vulva 2. Stadium I : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineum (daerah antara rektum dan vagina). Ukuran tumor sebesar 2 cm atau kurang dan belum menyebar ke kelenjar getah bening 3. Stadium IA : kanker stadium I yang telah menyusup sampai kedalaman kurang dari 1 mm 4. Stadium IB: kanker stadium I yang telah menyusup lebih dalam dari 1 mm

5.

Stadium II : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineu, dengan ukuran lebih besar dari 2 cm tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening

6.

Stadium III : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineum serta telah menyebar ke jaringan terdekat (misalnya uretra, vagina, anus) dan/atau telah menyebar ke kelenjar getah bening selangkangan terdekat.

7. Stadium IVA : kanker telah menyebar keluar jaringan terdekat, yaitu ke uretra bagian atas, kandung kemih, rektum atau tulang panggul, atau telah menyebar ke kelenjar getah bening kiri dan kanan 8. Stadium IVB : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam panggul dan/atau ke organ tubuh yang jauh. f. PENATALAKSANAAN Terdapat 3 jenis pengobatan untuk penderita kanker vulva: 1. Pembedahan Eksisi lokal luas : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah jaringan normal di sekitar kanker Eksisi lokal radikal : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah besar jaringan normal di sekitar kanker, mungkin juga disertai dengan pengangkatan kelenjar getah bening Bedah laser : menggunakan sinar laser untuk mengangkat sel-sel kanker Vulvektomi skinning : dilakukan pengangkatan kulit vulva yang mengandung kanker Vulvektomi simplek : dilakukan pengangkatan seluruh vulva Vulvektomi parsial : dilakukan pengangkatan sebagian vulva Vulvektomi radikal : dilakukan pengangkatan seluruh vulva dan kelenjar getah bening di sekitarnya. Eksenterasi panggul : jika kanker telah menyebar keluar vulva dan organ wanita lainnya, maka dilakukan pengangkatan organ yang terkena (misalnya kolon, rektum atau kandung kemih) bersamaan dengan pengangkatan leher rahim, rahim dan vagina. Untuk membuat vulva atau vagina buatan setelah pembedahan, dilakukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh lainnya dan bedah plastik. 2. Terapi penyinaran Pada terapi penyinaran digunakan sinar X atau sinar berenergi tinggi lainnya utnuk membunuh sel-sel kanker dan memperkecil ukuran tumor.

Pada radiasi eksternal digunakan suatu mesin sebagai sumber penyinaran; sedangkan pada radiasi internal, ke dalam tubuh penderita dimasukkan suatu kapsul atau tabung plastik yang mengandung bahan radioaktif. 3. Kemoterapi Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat tersedia dalam bentuk tablet/kapsul atau suntikan (melalui pembuluh darah atau otot). Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik karena obat masuk ke dalam aliran darah sehingga sampai ke seluruh tubuh dan bisa membunuh sel-sel kanker di seluruh tubuh. Pengobatan berdasarkan stadium Pengobatan kanker vulva tergantung kepada stadium dan jenis penyakit serta usia dan keadaan umum penderita. Kanker vulva stadium 0

1. Eksisi lokal luas atau bedah laser, atau kombinasi keduanya 2. Vulvektomi skinning 3. Salep yang mengandung obat kemoterapi Kanker vulva stadium I

1. Eksisi lokal luas 2. Eksisi lokal radikal ditambah pengangkatan seluruh kelenjar getah bening selangkangan dan paha bagian atas terdekat pada sisi yang sama dengan kanker 3. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan pada salah satu atau kedua sisi tubuh 4. Terapi penyinaran saja. Kanker vulva stadium II

1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan kiri dan kanan. Jika sel kanker ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka dilakukan setelah pembedahan dilakukan penyinaran yang diarahkan ke panggul 2. Terapi penyinaran saja (pada penderita tertentu). Kanker vulva stadium III 1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan dan kelenjar getah bening paha bagian atas kiri dan kanan. Jika di dalam kelenjar getah bening ditemukan sel-sel kanker atau jika sel-sel kanker hanya ditemukan di dalam vulva dan tumornya besar tetapi belum menyebar,

setelah pembedahan dilakukan terapi penyinaran pada panggul dan selangkangan 2. Terapi radiasi dan kemoterapi diikuti oleh vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening kiri dan kanan 3. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi. Kanker vulva stadium IV 1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon bagian bawah, rektum atau kandung kemih ( tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul) 2. Vulvektomi radikal diikuti dengan terapi penyinaran 3. Terapi penyinaran diikuti dengan vulvektomi radikal 4. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi dan mungkin juga diikuti oleh pembedahan. Kanker vulva yang berulang (kambuh kembali) 1. Eksisi lokal luas dengan atau tanpa terapi penyinaran 2. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon, rektum atau kandung kemih (tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai dengan pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul) 3. Terapi penyinaran ditambah dengan kemoterapi dengan atau tanpa pembedahn 4. Terapi penyinaran untuk kekambuhan lokal atau untuk mengurangi gejala nyeri, mual atau kelainan fungsi tubuh.

PATHWAY Virus HPV Virus herpes simplex Sito megalo virus Penekanan sel Ca pada saraf Nyeri Psikologis Kurang pengetahuan Pendarahan Bau busuk Pengobatan Faktor-faktor resiko

Ca Vulva

- Hipovolemi - Anemia

Ggn. Bodi image Resti Infeksi

Ggn. Pola Seksual

Eksternal radiasi

Cemas/Takut

Intoleransi aktifitas

Kulit merah, kering

Depresi sumsum

tulang
Hb Anemia Sel-sel kurang O2

Mulut kering stomatitis

Gastrointestin kurang O2 Mual, muntah Nutrisi kurang

Kelemahan/kelelahan

Daya tahan tubuh berkurang

Resiko injury

Resiko tinggi infeksi

g. PENCEGAHAN Ada 2 cara untuk mencegah kanker vulva: 1. Menghindari faktor resiko yang bisa dikendalikan 2. Mengobati keadaan prekanker sebelum terjadinya kanker invasif.

h. ASUHAN KEPERAWATAN KANKER VULVA A. PENGKAJIAN 1. Pengkajian riwayat penyakit: riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan keluarga, status obstetrikus, riwayat ginekologik (pengalaman menstruasi), riwayat penyakit seksual. 2. Sirkulasi: gejala palpitasi, perubahan tekanan darah 3. Aktivitas istirahat/tidur : kelemahan, perubahan pola istirahat / tidur 4. Integritas ego: faktor stress, cara menghadapi stressor, masalah perubahan gambaran diri 5. Nutrisi: mual dan muntah, kebiasaan diit, bahan pengawet, anoreksia, perubahan berat badan, kakeksia, perubahan turgor kulit, edema 6. Eliminasi: perubahan pola defekasi, perubahan bising usus, distensi abdomen, 7. Neurosensori: pusing, sinkop 8. Nyeri/ ketidaknyamanan: ketidaknyamanan ringan sampai berat

yang berhubungan dengan proses penyakit 9. Keamanan: pemajanan terhadap bahan kimia beracun, bahan karsinogenik, ruam kulit, demam, ulserasi. 10. Interaksi sosial: masalah tentang fungsi, tanggung jawab dan peran 11. Seksualitas: perubahan fungsi seksual, dampak pada hubungan seksual

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri b.d. proses penyakit/ infiltrasi tumor ke serabut saraf, efek samping terapi 2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. keadaan hipermetabolisme sebagai akibat dari kanker, kemoterapi dan distress emosional. 3. cemas b.d. ancaman kematian, perubahan status kesehatan

C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Nyeri b.d. proses penyakit/ infiltrasi tumor ke serabut saraf, efek samping terapi

Tujuan: Menunjukkan penurunan nyeri Mengikuti program pengobatan Mendemonstrasikan keterampilan relaksasi seuai indikasi

Intervensi: Menentukan riwayat nyeri: lokasi, frekuensi, durasi, dan tindakan penghilang yang digunakan. Berikan tindakan kenyamanan dasar: gosokan punggung untuk mengurangi nyeri Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (relaksasi, visualisasi, imaginasi) Evaluasi penghilangan nyeri Kolaborasi pemberian analgetik

2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. keadaan hipermetabolisme sebagai akibat dari kanker, kemoterapi dan distress emosional. Tujuan: Pengungkapan pemahaman tetrhadap asupan yang adekuat Peningkatan BB stabil

Intervensi: pantau masukan makanan setiap hari ukur BB setiap hari dorong klien untuk makan TKTP kaya nutrisi ciptakan suasana makan yang menyenangkan identifikasi adanya mual dan muntah dorong komunikasi terbuka mengenai anoreksia.

3. Cemas b.d. ancaman kematian, perubahan status kesehatan Tujuan: cemas berkurang/hilang Intervensi: mengungkapkan perasaan dan berkurangnya rasa takut beri lingkungan terbuka dimana pasien merasa nyaman untuk mendiskusikan perasaannya

pertahankan kontak sering dengan klien. Bantu klien/ orang terdekat dalam mengenali rasa takut Berikan informasi yang akurat dan konsisten mengenai prognosis penyakit dan dukungan orang terdekat

Jelaskan prosedur dan berikan kesempata untuk bertanya Ciptakan lingkungan yang tenang dan aman. Waspadai adanya tanda depresi.

C. ENDOMETRITIS a. DEFINISI Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan. (Taber, B., 1994). Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I. B. G., 1998). Endometritis adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.

b. ETIOLOGI Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama.

Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan. (Taber, B. 1994). Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah: Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban. Pecahnya ketuban berlangsung lama. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban. Teknik aseptik tidak dipatuhi. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual). Trauma jaringan yang luas/luka terbuka. Kelahiran secara bedah. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.

c. KLASIFIKASI Menurut Wiknjosastro (2002), Endometritis akuta Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus. Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus. Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus. Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.

Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya. Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar. Gejalanya :

Demam Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang purulent.

Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi. Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.

Terapi :

Uterotonika. Istirahat, letak fowler. Antibiotika. Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat diberi estrogen.

Endometritis kronika Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium. Gejala-gejala klinis endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia. Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Endometritis kronis ditemukan: 1. Pada tuberkulosis.

2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus. 3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri. 4. Pada polip uterus dengan infeksi. 5. Pada tumor ganas uterus. 6. Pada salpingo oofaritis dan selulitis pelvik. Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang menahun. Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium. Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta. Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri. Gejalanya :

Flour albus yang keluar dari ostium. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

Terapi :

Perlu dilakukan kuretase.

d. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.

Gambaran klinik dari endometritis: 1. Nyeri abdomen bagian bawah. 2. Mengeluarkan keputihan (leukorea). 3. Kadang terjadi pendarahan. 4. Dapat terjadi penyebaran. Miometritis (pada otot rahim). Parametritis (sekitar rahim). Salpingitis (saluran otot). Ooforitis (indung telur). Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses. (Manuaba, I. B. G., 1998)

Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi: Takikardi 100-140 bpm. Suhu 30 40 derajat celcius. Menggigil. Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral. Peningkatan nyeri setelah melahirkan. Sub involusi. Distensi abdomen. Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen. Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus. Jumlah sel darah putih meningkat.

e. PATOFISIOLOGI Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

f. PENATALAKSANAAN Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik. Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu

mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai. Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post partum. Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya. Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia teah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal).

g. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Aktifitas/istirahat Malaise, letargi. Kelelahan/keletihan yang terus menerus.

2. Sirkulasi Takikardi.

3. Eliminasi Diare mungkin ada. Bising usus mungkin tidak ada jika terjadi paralitik ileus.

4. Integritas ego Ansietas jelas (poritunitis).

5. Makanan atau cairan Anoreksia, mual/muntah.

Haus, membran mukosa kering. Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis).

6. Neurosensori Sakit kepala.

7. Nyeri/ketidaknyamanan. Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen. Nyeri abdomen bawah/uterus serta nyeri tekan. Nyeri/kekakuan abdomen.

8. Pernapasan Pernapasan cepat/dangkal (berat/pernapasan sistemik).

9. Keamanan Suhu 38 derajat celcius atau lebih terjadi jika terus-menerus, di luar 24

jam pascapartum. Demam ringan. Menggigil. Infeksi sebelumnya. Pemajanan lingkungan.

10. Seksualitas Pecah ketuban dini/lama, persalinan lama. Hemorargi pascapartum. Tepi insisi: kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, drainase purulen. Subinvolusi uterus mungkin ada. Lokhia mungkin bau busuk/tidak bau, banyak/berlebihan.

11. Interaksi sosial Status sosio ekonomi rendah.

Pemeriksaan Diagnostik
Jumlah sel darah putih: normal/tinggi. Laju sedimentasi darah dan jumlah sel darah merah: sangat meningkat pada adanya infeksi. Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht): penurunan pada adanya anemia. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus/intraservikal drainase luka/pewarnaan gram dari lokhia servik dan uterus: mengidentifikasi organisme penyebab.

Urinalisis dan kultur: mengesampingkan infeksi saluran kemih. Ultrasonografi: menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan, melokalisasi abses peritoneum.

Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis,massa, pembentukan abses atau adanya vena-vena dengan trombosis.

Bakteriologi: spesimen darah, urin dikirim ke laboratorium bakteriologi untuk pewarnaan gram, biakan dan pemeriksaan sensitifitas antibiotik. Organisme yang sering diisolasi dari darah pasien dengan endometritis setelah seksio sesarea adalah peptokokus, enterokokus, clostridium, bakterioles fragilis, Escherechia coli, Streptococcus beta hemilitikus, stafilokokus koagulase-positif, mikrokokus, proteus, klebsiela dan streptokokus viridans (Di Zerega).

Kecepatan sedimentasi eritrosit:

Nilai dari tes ini sangat terbatas karena derajat sedimentasi cenderung meningkat selama kehamilan maupun selama infeksi. Foto abdomen Udara di dalam jaringan pelvis memberi kesan adanya mionekrosis klostridia. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat. 3. Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi. Intervensi 1. Diagnosa Keperawatan I: Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive. Intervensi: Tinjau ulang catatan prenatal, intrapartum dan pascapartum. Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung. Berikan dan instruksikan klien dalam hal pembuangan linen terkontaminasi. Demonstrasikan massase fundus yang tepat. Pantau suhu, nadi, pernapasan. Observasi/catat tanda infeksi lain. Pantau masukan oral/parenteral.

Anjurkan posisi semi fowler. Selidiki keluhan-keluhan nyeri kaki dan dada. Anjurkan ibu bahwa menyusui secara periodik memeriksa mulut bayi terhadap adanya bercak putih.

Kolaborasi dengan medis.

2. Diagnosa Keperawatan II: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat. Intervensi: Anjurkan pilihan makanan tinggi protein, zat besi dan vitamin C bila masukan oral dibatasi.

Tingkatkan masukan sedikitnya 2000 ml/hari jus, sup dan cairan nutrisi lain. Anjurkan tidur/istirahat adekuat. Kolaborasi dengan medis. Berikan cairan/nutrisi parenteral, sesuai indikasi. Berikan parenteral zat besi dan atau vitamin sesuai indikasi.

Bantu penempatan selang nasogastrik dan Miller Abbot.

3. Diagnosa Keperawatan III: Nyeri akut berhubungan dengan respon tubuh dan sifat infeksi. Intervensi: Kaji lokasi dan sifat ketidakmampuan/nyeri. Berikan instruksi mengenai membantu mempertahankan kebersihan dan kehangatan.

Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi. Anjurkan kesinambungan menyusui saat kondisi klien memungkinkan. Kolaborasi dengan medis: Berikan analgesik/antibiotik. Berkan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu pemanas/rendam duduk sesuai indikasi.

EVALUASI 1. Diagnosa Keperawatan I

Mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab secara individual. Melakukan perilaku untuk membatasi penyebaran infeksi dengan tepat, menurunkan risiko komplikasi. Mencapai pemulihan tepat waktu. 2. Diagnosa Keperawatan II Memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibuktikan oleh pemulihan luka tepat waktu, tingkat energi tepat, penurunan berat badan dan Hb/Ht dalam batas normal yang diharapkan pasca partum. 3. Diagnosa Keperawatan III Mengidentifikasi/menggunakan tindakan kenyamanan yang tepat secara individu. Melaporkan ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.

D. ENDOMITROSIS a. DEFINISI Endomitriosis adalah satu keadaan dimana jarinagn endometrium yang masih berfungsi terdapat diluar kavum uteri dan diuar miometrium. Menurut urutan yang tersering endometrium ditemukan di tempat-tempat sebagai berikut: 1. Ovarium 2. Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi; dinding belakang uterus, tuba fallopii, plika vesikauterina, ligamentum rotondum dan sigmoid 3. Septum retrovaginal 4. Kanalis inguinalis 5. Apendiks 6. Umbilikus 7. Serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva, perineum 8. Perut laparotomi 9. Kelenjar limfe 10. Lengan, paha, pleura dan perikardium(sangat jarang). (Ilmu kebidanan).

Endometriosis adalah suatu penyakit dimana bercak-bercak jaringan endometrium tumbuh di luar rahim, padahal dalam keadaan normal endometrium hanya ditemukan di dalam lapisan rahim. Biasanya endometriosis terbatas pada lapisan rongga perut atau permukaan organ perut.

Endometrium yang salah tempat ini biasanya melekat pada ovarium (indung telur) dan ligamen penyokong rahim. Endometrium juga bisa melekat pada lapisan luar usus halus dan usus besar, ureter (saluran yang menghubungan ginjal dengan kandung kemih), kandung kemih, vagina, jaringan parut di dalam perut atau lapisan rongga dada. Kadang jaringan endometrium tumbuh di dalam paru-paru.

Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada keturunan pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan). Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya endometriosis adalah memiliki rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia diatas 30 tahun dan kulit putih. Endometriosis merupakan suatu kondisi yang dicerminkan dengan keberadaan dan pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus. Jaringan endometrium itu bisa tumbuh di ovarium, tuba falopii, ligamen pembentuk uterus, atau bisa juga tumbuh di apendiks, colon, ureter dan pelvis. ( Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta ) b. EPIDEMIOLOGI Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita subur yang berusia 2544 tahun, 25-50% wanita mandul dan bisa juga terjadi pada usia remaja. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang Negro, dan lebih sering didapatkan pada wanitawanita dari golongan sosioekonomi yang kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang tidak kawin pada umur muda,

dan yang tidak mempunyai banyak anak. Rupanya fungsi ovarium secara siklik yang terus-menerus tanpa diselingi oleh kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya endometriosis. Endometriosis yang berat bisa menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari ovarium ke rahim. c. FAKTOR RESIKO Ada beberapa faktor resiko penyebab terjadinya endometriosis, antara lain: 1. Wanita usia produktif ( 15 44 tahun ) 2. Wanita yang memiliki siklus menstruasi yang pendek (7 hari) 4. Spotting sebelum menstruasi 5. Peningkatan jumlah estrogen dalam darah 6. Keturunan : memiliki ibu yang menderita penyakit yang sama. 7. Memiliki saudara kembar yang menderita endometriosis 8.Terpapar Toksin dari lingkungan. Biasanya toksin yang berasal dari pestisida, pengolahan kayu dan produk kertas, pembakaran sampah medis dan sampah-sampah perkotaan. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta.) Resiko tinggi terjadinya endometriosis ditemukan pada: 1. Wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita endometriosis 2. Siklus menstuasi 27 hari atau kurang 3. Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi lebih awal 4. Menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih 5. Orgasme ketika menstruasi. d. PATOFISIOLOGI Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa ahli mengemukakan teori berikut: 1. Teori menstruasi retrograd (menstruasi yang bergerak mundur)/ teori dari sampson Sel-sel endometrium yang dilepaskan pada saat menstruasi bergerak mundur ke tuba falopii lalu masuk ke dalam panggul atau perut dan tumbuh di dalam rongga panggul/perut. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. 2. Teori sistem kekebalan Kelainan sistem kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di daerah selain rahim.

3. Teori genetik Keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi terhadap endometriosis. Setiap bulan ovarium menghasilkan hormon yang merangsang sel-sel pada lapisan rahim untuk membengkak dan menebal (sebagai persiapan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan). Endometriosis juga memberikan respon yang sama terhadap sinyal ini, tetapi mereka tidak mampu memisahkan dirinya dari jaringan dan terlepas selama menstruasi. Kadang terjadi perdarahan ringan tetapi akan segera membaik dan kembali dirangsang pada siklus menstruasi berikutnya. Proses yang berlangsung terus menerus ini menyebabkan pembentukan jaringan parut dan perlengketan di dalam tuba dan ovarium, serta di sekitar fimbrie tuba. Perlengketan ini bisa menyebabkan pelepasan sel telur dari ovarium ke dalam tuba falopii terganggu atau tidak terlaksana. Selain itu, perlengketan juga bisa menyebabkan terhalangnya perjalanan sel telur yang telah dibuahi menuju ke rahim. Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut. Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat

mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron dalam tubuh. Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mkroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal. Jaringan endometirum yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis. Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan menuju

ke bagian tubuh lainnya. Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic. Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks. Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis. (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta Spero f, Leon. 2005) dan (Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins : Philadelphia. ) e. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala endometriosis antara lain : 1. Nyeri : Dismenore sekunder Dismenore primer yang buruk Dispareunia (nyeri ketika melakukan hubungan seksual). Nyeri ovulasi Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter 2. Perdarahan abnormal Hipermenorea Menoragia

Spotting sebelum menstruasi Darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi 3. Keluhan buang air besar dan buang air kecil Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air besar Darah pada feces Diare, konstipasi dan kolik (Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica : Jakarta) Jaringan endometrium yang melekat pada usus besar atau kandung kemih bisa menyebabkan pembengkakan perut, nyeri ketika buang air besar, perdarahan melalui rektum selama menstruasi atau nyeri perut bagian bawah ketika berkemih. Jaringan endometrium yang melekat pada ovarium atau struktur di sekitar ovarium bisa membentuk massa yang terisi darah (endometrioma). Kadang endometrioma pecah dan menyebabkan nyeri perut tajam yang timbul secara tiba-tiba. Kadang tidak ditemukan gejala sama sekali. f. PEMERIKSAAN PENUNJANG Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan panggul akan teraba adanya benjolan lunak yang seringkali ditemukan di dinding belakang vagina atau di daerah ovarium. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan: 1. Uji serum CA-125 Sensitifitas atau spesifisitas berkurang Protein plasenta 14 Mungkin meningkat pada endometriosis yang mengalami infiltrasi dalam, namun nilai klinis tidak diperlihatkan. Antibodi endometrial Sensitifitas dan spesifisitas berkurang

2. Teknik pencitraan Ultrasound Dapat membantu dalam mengidentifikasi endometrioma dengan sensitifitas 11% MRI 90% sensitif dan 98% spesifik Pembedahan Melalui laparoskopi dan eksisi.USG

(Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta ) g.PENATALAKSANAAN Pengobatan tergantung kepada gejala, rencana kehamilan, usia penderita dan

beratnya penyakit.

Obat-obatan yang dapat menekan aktivitas ovarium dan

memperlambat pertumbuhan jaringan endometrium adalah pil KB kombinasi, progestin, danazole dan agonis GnRH. Agonis GnRH adalah zat yang pada mulanya merangsang pelepasan hormon gonadotropin dari kelenjar hipofisa, tetapis elelah diberikan lebih dari beberapa minggu akan menekan pelepasan gonadotropin. Pada endometriosis sedang atau berat mungkin perlu dilakukan pembedahan. Endometriosis diangkat sebanyak mungkin, yang seringkali dilakukan pada prosedur laparoskopi. Pembedahan biasanya dilakukan pada kasus berikut: bercak jaringan endometrium memiliki garis tengah yang lebih besar dari 3,8-5 cm perlengketan yang berarti di perut bagian bawah atau panggul jaringan endometrium menyumbat salah satu atau kedua tuba jaringan endometrium menyebabkan nyeri perut atau panggul yang sangat hebat, yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Untuk membuang jaringan endometrium kadang digunakan elektrokauter atau sinar laser. Tetapi

pembedahan hanya merupakan tindakan sementara, karena endometriosis sering berulang. Ovarektomi (pengangkatan ovarium) dan histerektomi (pengangkatan rahim) hanya dilakukan jika nyeri perut atau panggul tidak dapat dihilangkan dengan obat-obatan dan penderita tidak ada rencana untuk hamil lagi. Setelah pembedahan, diberikan terapi sulih estrogen. Terapi bisa dimulai segera setelah pembedahan atau jika jaringan endometrium yang tersisa masih banyak, maka terapi baru dilakukan 4-6 bulan setelah pembedahan. Pilihan pengobatan untuk endometriosis: 1. Obat-obatan yang menekan aktivitas ovarium dan memperlambat pertumbuhan jaringan endometrium 2. Pembedahan untuk membuang sebanyak mungkin endometriosis 3. Kombinasi obat-obatan dan pembedahan 4. Histerektomi, seringkali disertai dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium.

Obat-obatan yang biasa digunakan untuk mengobati endometriosis

Obat Pil KB kombinasi estrogenprogestin

Efek samping

Pembengkakan perut, nyeri payudara, peningkatan nafsu makan, pembengkakan pergelangan kaki, mual, perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, trombosis vena dalam

Progestin

Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, perubahan suasana hati, depresi, vaginitis atrofika Penambahan berat badan, suara lebih berat, pertumbuhan rambut, hot flashes, vagina kering, pembengkakan

Danazole

pergelangan kaki, kram otot, perdarahan diantara 2 siklus, payudara mengecil, perubahan suasana hati, kelainan fungsi hati, sindroma terowongan karpal Hot flashes, vagina kering, pengeroposan tulang, perubahan suasana hati

Agonis GnRH

h. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Riwayat Kesehatan Dahulu

Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daaerah pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran sampah medis dan sampah perkotaan.

Riwayat kesehatan sekarang Dysmenore primer ataupun sekunder Nyeri saat latihan fisik Dispareunia Nyeri ovulasi Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan nyeri pada bagian abdomen

bawah selama siklus menstruasi. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter

Hipermenorea Menoragia Feces berdarah Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi. Konstipasi, diare, kolik Riwayat kesehatan keluarga

Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang menderita endometriosis. b. Riwayat obstetri dan menstruasi Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah menstruasi yang bewarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir menstruasi. 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul : 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d gangguan menstruasi, proses penjalaran penyakit. 2. Resiko gangguan harga diri b.d infertilitas 3. Resiko tinggi koping individu / keluarga tidak efektif b.d efek fisiologis dan emosional gangguan, kurang pengetahuan mengenai penyebab penyakit. 4. Resiko tinggi gangguan citra tubuh b.d gangguan menstruasi (Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta)

E. KANKER RAHIM ( CARCINOMA UTERI) a. DEFINISI Kanker rahim adalah suatu kanker di dalam jaringan rahim yang merupakan suatu rongga kosong, berbentuk seperti buah pear, dimana janin tumbuh dan berkembang selama masa kehamilan, mulai dari bentuk sel telur yang dibuahi benih jantan sampai bentuk janin hingga proses kelahiran bayi. (dr. Faisal Yatim, 2005) Kanker Rahim adalah tumor ganas pada endometrium (lapisan rahim). (www.indocancer.com) Kanker rahim biasanya terjadi setelah masa menopause, paling sering menyerang wanita berusia 50-60 tahun. Kanker bisa menyebar (metastase) secara lokal maupun

ke berbagai bagian tubuh (misalnya kanalis servikalis, tuba falopii, ovarium, daerah di sekitar rahim, sistem getah bening atau ke bagian tubuh lainnya melalui pembuluh darah). b.ETIOLOGI Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi penyakit ini

melibatkan peningkatan kadar estrogen. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan kepada hewan percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker. Wanita yang menderita kanker rahim memiliki faktor resiko tertentu (faktor resiko adalah sesuatu yang menyebabkan bertambahnya kemungkinan seseorang untuk menderita suatu penyakit).Wanita yang memiliki faktor resiko tidak selalu menderita kanker rahim, sebaliknya banyak penderita kanker rahim yang tidak memiliki faktor resiko. Kadang tidak dapat dijelaskan mengapa seorang wanita menderita kanker rahim sedangkan wanita yang lainnya tidak. c. KLASIFIKASI Kanker selaput lender (endometrial cancer) Kanker dari jaringan ikat rahim (sarcoma uteri) d. EPIDEMIOLOGI Di Amerika, dilaporkan bahwa terdapat 35.000 penderita baru kanker rahim setiap tahun, 3000 meninggal setahunnya karena penyakit kanker rahim dan

diperkirakan sekitar 1 dari 10 penderita meninggal. Karena banyak penderita ditemukan dini, maka lebih mudah diobati. Pada mulanya sel kanker hanya berkembang di dalam lapisan selaput lendir (endometrium), hingga disebut juga kanker endometrium. Berdasarkan jenis dari kanker rahim itu sendiri, di Amerika kanker selaput lendir rahim merupakan kanker yang sering terjadi. e. PATOFISIOLOGI - Pertumbuhan sel kanker Jaringan mesenkim atau jaringan lunak, terbentuk dari susunan sel. Secara wajar, sel yang membentuk jaringan tubuh membelah dan tumbuh dengan cepat, apalagi sel-sel yang membentuk jaringan rahim selama masa anak-anak dan masa pubertas. Setelah dewasa, sel baru tumbuh, untuk mengganti sel yang rusak akibat trauma atau penyakit atau karena sudah tua. Pembelahan sel dikendalikan oleh gen

yang terdapat pada setiap sel. Sebagaimana diketahui, gen terdiri dari DNA sehingga apabila DNA rusak, kontrol pembelahan sel terganggu. Kanker jaringan lunak bermula dari satu sel yang tidak normal. Satu sel yang tidak normal ini menghasilkan jutaan sel bahkan milyaran sel yang mirip dengan sel asal yang disebut klon. Sel hasil kloning ini, juga berfungsi tidak wajar, malah mengambil energy dari sel normal dan sehat untuk pertumbuhan dan pembelahan dirinya sendiri.

- Tingkat dan derajat pertumbuhan kanker rahim Derajat 1 : kanker baru terdapat pada jaringan rahim Derajat 2 : kanker sudah meliputi rongga rahim dan leher rahim (serviks) Derajat 3 : kanker sudah menyebar di luar rahim, tetapi masih pada alat kandungan di dalam rongga panggul dan belum menyerang kandung kemih maupun rectum. Derajat 4 : kanker sudah menyebar ke usus besar dan kandung kencing atau rectum f. FAKTOR RESIKO 1. Obesitas Tubuh membuat sebagian estrogen di dalam jaringan lemak sehingga wanita yang gemuk memiliki kadar estrogen yang lebih tinggi. Tingginya kadar estrogen merupakan penyebab meningkatnya resiko kanker rahim pada wanita obes. 2. Riwayat menars Wanita mempunyai riwayat menars sebelum usia 12 tahun mempunyai resiko 1,6 kali lebih tinggi daripada wanita yang mempunyai riwayat menars setelah usia lenih

dari 12 tahun. Menstruation span merupakan metode numerik untuk menentukan faktor resiko dengan usia saat menarche, usia menopause dari jumlah paritas. Menstruasion span (MS) = usia menars (jumlah paritas x1,5). Bila MS 39 maka resiko terkena kanker endometrium sebanyak 4,2 kali dibanding MS < 29. 3. Diabetes mellitus (DM) Diabetes melitus dan tes toleransi glukosa (TTG) abnorml merupakan faktor resiko keganasan endometrium. Angka kejadian diabetes melitus klinis pada penderita karsinoma endometrium berkisar antara 3-17%, sedangkan angka kejadian TTG yang abnormal berkisar antara 17-64%. 4. Hipertensi 50% dari kasus endometrium menderita hipertensi dibandingkan dengan 1/3 populasi kontrol yang menderita penyakit tersebut, kejadian hipertensi pada keganasan endometrium menurut statistik lebih tinggi secara bermakna daripada populasi kontrol. 5. Riwayat infertilitas Resiko kanker endometrium lebih tinggi pada wanita nulipara, baik pada wanita yang tidak kawin maupun yang kawin. Dilaporkan bahwa 25% diantara penderita karsinoma adalah nulipara. Kelompok penderita karsinoma endometrium yang telah mempunyai anak, rata-rata pernah melahirkan 2,7 kali, sedangkan dari kelompok kontrol rata-rata pernah melahirkan 4,6 kali. Laporan lain menunjukkan bahwa faktor infertilitas lebih berperan daripada jumlah paritas. 6. Pemakaian estrogen Dewasa ini para wanita hidup lenih lama daripada organ-organ reproduksinya secara faal dan mempunyai harapan hidup 20-30 tahunlebih lama setelah menopause. Keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan penjualan dan pemakaian preparat estrogen untuk pengobatan klimakterium diikuti dengan meningkatnya angka kejadian kanker endometrium. Resiko relatif meningkat menjadi 0,17-8,0 pada wanita yang menggunakan estrogen konjugasi, namun menurun bila dikombinasikan dengan progesteron menjadi 0,3%. 7. Hiperplasia endometrium Secara histopatologik hiperplasia endometrium ditandai dengan adanya proliferasi yang berlebihan dari kelenjar dan stroma disertai dengan meningkatnya vaskularisasi dan sebukan sel limfosit. Penyebab dari hiperplasia endometrium

adalah rangsangan salah satu unsur estrogen yang berlebihan dan terus-menerus. Terminologi neoplasia endometrium intraepitel ditunjukkan pada hiperplasia endometrium yang disertai sel-sel atipik. Resiko progresi menjadi kanker sebanyak 1,5% pada hiperplasia tanpa sel-sel atipik dan 23% pada hiperplasia yang diserti selsel atipik. 8. Faktor lingkungan Faktor lingkungan dan menu makanan juga mempengaruhi angka kejadian keganasan endometrium lenih tinggi daripada di ngara-negara yang sedang berkembang. Kejadian keganasan endometrium di Amerika Utara dan Eropa lebih tinggi daripada angka kejadian keganasan di Asia, Afrika dan Amerika latin. Agaknya perbedaan mil disebabkan perbedaan menu dan jenis makan sehari-hari dan juga terbukti dengan adanya perbedaan yang menyolok dari keganasan endometrium pada golongan kaya dan golongan miskin. Keadaan ini tampak pada orang-orang negro yang pindah dari daerah rural ke Amerika Utara. Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang Asia yang pindah ke negara industri dan merubah menu makanannya dengan cara barat seperti misalnya di Manila dan Jepang, angka kejadian keganasan endometrium lebih tinggi daripada di negara-negara Asia lainnya. 9. Berganti-ganti pasangan seksual Perilaku ini dapat beresiko terjadinya kanker serviks dan kanker rahim. Hal ini berkaitan dengan infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Virus ini menyebabkan sel mukosa menjadi cepat membelah hingga melebihi kebutuhan, dan lama-lama meningkatkan resiko kanker g. MANIFESTASI KLINIS 1. Perdarahan menstruasi tidak wajar. Seperti perdarahan di luar siklus (metrorhagia) atau perdarahan banyak (menorrhagia) atau keduanya (menometrorhagia). 2. 3. 4. 5. Perdarahan sedikit-sedikit setelah menopause Rasa sakit pada bagian bawah perut atau rasa kram pada rongga panguul. Keluar sedikit cairan putih melalui vagina pada perempuan sesudah menopause. Pada pemeriksaan rongga panggul ditemukan perubahan ukuran bentuk dan konsistensi rahim serta jaringan penyangga rahim sekitarnya, sebagai pertanda kanker rahim sudah pada stadium lanjut

6.

Pemeriksaan pap smear mungkin menampakkan sel masih normal, atau mulai terjadi perubahan

7. 8.

Pemeriksaan biopsi endometrium rahim, mendukung diagnosa yang lebih kuat. Pemeriksaan kerokan rahim (kuretase) perlu untuk menegakkan diagnosa dan untuk melakukan evaluasi perkembangan kanker

9.

Infeksi mudah terjadi, sehingga sering infeksi ini merupakan masalah kanker rahim

10. Pada stadium lanjut timbul gangguan buang air besar dan buang air kecil, karena kenker sudah menyebar ke rectum dan kandung kencing. h. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut: Pemeriksaan panggul Pap smear transvagina Biopsi endometrium. stadium atau penyebaran kanker, dilakukan

Untuk membantu menentukan pemeriksaan berikut: Pemeri ksaan darah lengkap Pemeriksaan air kemih Rontgen dada CT scan tulang dan hati Sigmoidoskopi Limfangiografi Kolonoskopi Sistoskopi i. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pemilihan pengobatan tergantung kepada ukuran tumor, stadium, pengaruh hormon terhadap pertumbuhan tumor dan kecepatan pertumbuhan tumor serta usia dan keadaan umum penderita. Metode pengobatan: a. Pembedahan Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua tuba falopii dan ovarium juga diangkat ( salpingo-ooforektomi bilateral ) karena sel-sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang mungkin tertinggal

kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. .Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan lainnya.

b. Terapi penyinaran (radiasi) Digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker di daerah yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan pembedahan. Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor) atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Ada 2 jenis terapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker rahim : Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk mengarahkansinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 kali/minggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit. Pada radiasieksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam tubuh. Radiasi internal : digunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatu zatradioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa hari.Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit. c. Kemoterapi

Pada terapi hormonal digunakan zat yang mampu mencegah sampainyahormon ke sel kanker dan mencegah pemakaian hormon oleh sel kanker. Hormon bisamenempel pada reseptor hormone dan menyebabkan perubahan di dalam jaringanrahim.Sebelum dilakukan terapi hormon, penderita menjalani tes reseptor hormone. Jika jaringan memiliki reseptor, maka kemungkinan besar penderita akan memberikanrespon terhadap terapi hormonal.Terapi hormonal merupakan terapi sistemik karena bisa mempengaruhi sel-sel diseluruh tubuh. Pada terapi hormonal biasanya digunakan pil progesteron.Terapi hormonal dilakukan pada: Penderita kanker rahim yang tidak mungkin menjalani pembedahan ataupun terapi penyinaran Penderita yang kankernya telah menyebar ke paru-paru atau organ tubuh lainnya Penderita yang kanker rahimnya kembali kambuh. Jika kanker telah menyebar atau tidak memberikan respon terhadap terapi hormonal,maka diberikan obat kemoterapi lain, yaitu siklofosfamid, doksorubisin dan sisplastin. Efek samping pengobatan kanker Pengobatan kanker bisa menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan yang sehat, karena itu bisa menimbulkan beberapa efek samping yang tidak diharapkan. Efek samping tersebut tergantung kepada berbagai faktor, diantaranya jenis dan luasnya pengobatan.Setelah menjalani histerektomi, penderita biasanya mengalami nyeri dan merasa sangat lelah.Kebanyakan penderita akan kembali menjalani aktivitasnya yang normal dalam waktu 4-8minggu setelah pembedahan. Beberapa penderita mengalami mual dan muntah serta gangguan berkemih dan buang air besar. Wanita yang telah menjalani histerektomi tidak akan mengalami menstruasi dan tidak dapathamil lagi. Jika ovarium juga diangkat, maka penderita juga mengalami menopause. Hot lashes dan gejala menopause lainnya akibat histerektomi biasanya lebih berat dibandingkan dengan gejala yang timbul karena menopause alami. Pada beberapa penderita, histerektomi bisa mempengaruhi hubungan seksual. Penderita merasakan kehilangan sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan seksual .

j. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktifitas istirahat

Gejala : Gangguan tidur/istirahat, lemah. Tanda : Takikardia dan takipneu pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. b. Sirkulasi Tanda : Hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna). c. Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih, nyeri tekan abdomen, konstipasi. Tanda : Abdomen keras (distensi abdomen). d. Integritas ego Gejala : Stress, masalah financial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda : Ansietas. e. Makanan dan cairan Gejala : Penurunan berat badan. Tanda : Mulut kering, turgor jelek. f. Neorosensori Gejala : Sakit kepala Tanda : Menurunnya kekuatan otot. g. Nyeri/kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang/berat). Tanda : Wajah meringis. h. Pernafasan Gejala : Sesak pada dada, nafas pendek yang progresif. Tanda : Takipneu. i. Seksualitas Gejala : Keinginan untuk kembali seperti fungsi normal. Tanda : Menstruasi tidak teratur. j. Keamanan Gejala : Adanya perasaan cemas. k. Interaksi social Gejala : Mempertanyakan kemampuan untuk mandiri, tidak mampu membuat rencana. Tanda : Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri b/d pembesaran uterus ( tekanan pada jaringan sekitar, stimulasi ujung saraf parasimpatis dan simpatis) b. Gangguan dalam eliminasi BAB dan BAK b/d penekanan pada kandung kemih dan vecalis c. Gangguan pola tidur b/d nyeri

3. Intervensi keperawatan 1. Nyeri b/d pembesaran uterus ( tekanan pada jaringan sekitar, stimulasi ujung saraf parasimpatis dan simpatis. Kriteria hasil : Mengindentifikasi atau menggunakan tekhnik untuk mengontrol nyeri o Kaji derajat ketidak nyamanan melalui isyasarat verbal dan nonverbal, perhatikan pengaruh budaya terhadap pengaruh nyeri Rasional : Tindakan dan reaksi nyeri adalah individual dan berdasarkan pengalaman masa lalu, serta memahami perubahan fisiologis dan latar belakang budaya o Bantu dalam penggunaan teknik pernapasan atau relaksasi yang tepat dan masase abdomen. Rasional : Dapat memblok imfuls nyeri dalam kortes serebri o Bantu tindakan kenyamanan misalnya istirahat punggung perubahan posisi, pertikaran linen Rasional : Meningkatkan relaxsasi dan meningkatkan perasaan sejahtera dan posisi miring kiri menurunkan tekanan uterus pada vena kava tetapi perubahan posisi secara realisti mencegah iskimia jaringan atau kekakuan otot dan meningkatkan kenyamanan. o Berikan informasi tentang ketersediaan realistic serta realistic efek samping Rasional : Memungkinkan klien membuat pilihan persetujuan tentang cara pengontrolan rasa nyeri o Berikan realistic seperti alfaprodin hidroklorida ( nisentil ) atau meperidin hidroklorida ( Demerol ) melalui IV atau IM Rasional : Pemberian dengan cara IV disukai karena menjamin pemberian analgesic lebih cepat dan absorsinya seimbang.

2. Gangguan dalam eliminasi BAB dan BAK b/d penekanan pada kandung kemih dan rectum Kriteria hasil : Dapat mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih serta pola defikasi yang optimal o Kaji fungsi urinarius, perhatikan frekuensi dan jumlah berkemih per hari dan perasaan kandung kemih penuh. Rasional : Berkemih harus dalam jumlah sedang untuk dapat dikatakan cukup. o Diskusikan kebutuhan dan penggantian cairan normal. Rasional : 6-8 gelas cairan per hari membantu mencegah statis. o Perhatikan riwayat trauma kandung kemih. Rasional : Faktor-faktor ini memperberat infeksi akibat perubahan pada pola eliminasi. o Anjurkan klien untuk rendam duduk (dalam air hangat) atau menggunakan mandi pancuran hangat bila ia sulit berkemih. Rasional : Air hangat yang dialirkan di atas tubuh atau relaksasi perineum dan uretra memudahkan berkemih. o Evaluasi sifat dan beratnya masalah yang berkenaan dengan defekasi. Rasional : Membantu menetukan kebutuhan-kebutuhan individu dan memilih intervensi yang tepat. o Tentukan metode-metode yang digunakan untuk memperbaiki konstipasi. Rasional : Setiap upaya harus di buat untuk menggunakan diet dan latihan untuk meningkatkan fungsi usus. o Tinjau ulang masukan diet dan cairan, anjurkan peningkatan masukan cairan, buah-buahan dan sayur-sayuran. Rasional : Merangsang peristaltic, menurunkan absorbsi air berlebihan dari bahan fecal, sehingga meningkatkan feses yang lebih lunak. o Catat adanya hemoroid/perdarahan. Rasional : Perdarahan atau nyeri hemoroid dapat meningkatkan kemungkinan bahwa klien akan menunda defekasi yang akan memperberat konstipasi dan feses kering dan cairan lebih banyak di absorbsi dari feses.

3. Gangguan pola tidur b/d nyeri Kriteria hasil; Melaporkan rasa sejahtera dan istirahat.

o Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat Rasional : Dengan mengetahui tingkat kelelahan klien dapat memberikan intervensi yang tepat sesuai kebutuhan o Kaji factor-factor bila ada yang mempengaruhi istirahat. Organisasikan perawatan untuk meminimalkan gangguan dan memberi istirahat serta periode tidur yang ekstra Rasional : Dapat membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi sehingga terpenuhi kepenuhan tidurnya. o Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan anggota keluarga yang lain. Rasional : Bantu klien dalam merencanakan periode tidur atau istirahat pada siang hari secara realistic. o Berikan obat obatan misalnya analgesic Rasional : Mungkin diperlukan untuk meningkatkan relaksasi dan tidur sesuai kebutuhan. o Anjurkan klien untuk menggunakan tablet vitamin dan besi setiap hari dan pilih diet dengan tepat Rasional : Membatu memperbaiki kadar Hb diperlukan untuk transport O2 dan meningkatkan pemulihan. 4. Implementasi Pada tahap implementasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan meninjau kembali dari apa yang telah direncanakan / intervensi sebelumnya, dengan tujuan utama pada pasien dapat mencakup pola napas yang efektif, peredaan nyeri, mempertahankan pola eliminasi yang baik, pemenuhan istirahat tidur yang adekuat, pengurangan kecemasan, peningkatan pengetahuan. 5. Evaluasi Hasil yang diharapkan dari intervensi yang telah ditetapkan adalah: 1. Apakah klien dapat menunjukkan tanda peredaan nyeri 2. Apakah klien dapat mempertahankan pola eliminasinya 3. Apakah klien dapat mempertahankan istirahat yang adekuat 4. Apakah klien mampu menunjukkan penurunan perasaan cemas. 5.Apakah klien menunjukkan peningkatan pengetahuan mengenai penyakitnya. 6.Apakah klien dapat mempertahankan pola napas yang efektif

F. a. DEFINISI

KISTA OVARI

Kista pertumbuhan abnormal berupa kantung (pocket, pouch) yang tumbuh abnormal dibagian tubuh tertentu. (Soemadi, 2006). Kista ada yang berisi udara, cairan, nanah, atau bahan-bahan lain. Kista yang berada di dalam atau permukaan ovarium (indung telur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium. Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium. Kista ovarium sering terjadi pada wanita di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. b. EPIDEMIOLOGI Kista ovarium fungsional ditemukan pada setiap usia dan terbanyak ditemukan pada wanita dalam masa reproduksi dan jarang pada wanita yang telah menopause. Di Amerika Serikat kista ovarium ditemukan pada hampir seluruh wanita premenopause dengan sonogram transvaginal dan pada 14,8% wanita postmenopause. Sebagian besar kista ini jinak. Kista teratoma atau dermoid ditemukam pada lebih dari 10% dari seluruh neoplasma ovarium. Insidens karsinoma ovarium diperkirakan 15 kasus per 100.000 wanita per tahun. Setiap tahun di Amerika Serikat, karsinoma ovarium didiagnosa pada 22.000 wanita, dan menimbulkan kematian pada 16.000 wanita. Tumor ovarium yang cenderung ganas sebagian besar adalah kista adenokarsinoma epitel ovarium, paling sering mengenai wanita Eropa dan Amerika Utara, sedangkan wanita dari Asia dan Afrika lebih jarang. 20%-nya adalah tumor malignan potensi rendah, tumor sel garminosa pada kurang dari 5%, dan kurang lebih 2% tumor sel granulosa. Keganasan ovarium merupakan 6 kasus kanker terbanyak dan merupakan penyebab kematian oleh karena keganasan ginekologi. Terdapat variasi yang luas insidensi keganasan ovarium, rata-rata tertinggi terdapat di Negara Skandinavia (14,515,3 per 100.000 populasi). Di Amerika insidensi keganasan ovarium semua ras adalah 12,5 kasus per 100.000 populasi pada tahun 1988 sampai 1991. Sebagian besar kista adalah kista fungsional dan jinak. Di Amerika , karsinoma ovarium didiagnosa pada kirakira 22.000 wanita, kematian sebanyak 16.000 orang. c. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya kista ovarium yaitu terjadinya gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus, hipofise, atau indung telur itu sendiri. Kista indung telur timbul dari folikel yang tidak berfungsi selama siklus menstruasi. Kista folikuler secara tipikal kecil dan timbul dari folikel yang tidak sampai saat menopause, sekresinya akan terlalu banyak mengandung estrogen sebagai respon terhadap hipersekresi folikel stimulation hormon (FSH) dan luteinizing hormon (LH) normalnya ditemui saat menopause berdiameter 1 -10 cm (folikel normal berukuran maximum 2,5 cm); berasal dari folikel ovarium yang gagal mengalami involusi atau gagal meresorpsi cairan. Dapat multipel dan bilateral. Biasanya asimtomatik. Kista granulosa lutein yang terjadi di dalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi.Kista theka-lutein biasanya bersifat bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami; biasanya berhubungan dengan tipe lain dari tumor indung telur, serta terapi hormon. d. KLASIFIKASI Klasifikasi tumor ovarii sampai sekarang belum ada yang benar-benar memuaskan, baik pembagian secara klinis maupun secara patologis anatomis. Tumor kistik merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama yang bersifat non-neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari corpus luteum. Tetapi di samping itu ditemukan pula jenis yang betul merupakan neoplasma. Oleh karena itu tumor kistik dari ovarium yang jinak dibagi dalam golongan non-neoplastik (fungsionil) dan golongan neoplastik. 1. Kista ovarium non-neoplastik (fungsionil) a. Kista Follikel Kista ini berasal dari follikel yang menjadi besar semasa proses atresia folliculi. Setiap bulan sejumlah besar follikel menjadi mati, disertai kematian ovum, disusul dengan degenerasi dari epitel follikel. Pada masa ini tampaknya sebagai kista-kista kecil. Tidak jarang ruangan follikel diisi dengan cairan yang banyak, sehingga terbentuklah kista yang besar, yang dapat ditemukan pada pemeriksaan klinis. Biasanya besarnya tidak melebihi sebuah jeruk. Sering terjadi pada pubertas, climacterium, dan sesudah salpingektomi. Gejala-gejala Kista jenis ini tidak memberikan gejala yang karakteristik, bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala-gejala apapun. Kurve suhu basal bersifat monofasis. Bila

mencapai ukuran yang cukup besar, kista tersebut dapat memberikan rasa penuh dan tidak enak pada daerah yang dikenai. Seperti pada semua tumor ovarii dapat menyebabkan torsi. Kadang-kadang walaupun jarang, dapat terjadi rupture spontan, dengan disertai tanda-tanda perdarahan intra abdominal sehingga gambaran klinisnya dapat menyerupai suatu kehamilan ektopik yang terganggu. Yang paling sering terjadi ialah cairan kista tersebut mengalami resorpsi secara spontan setelah satu atau dua siklus. Diagnosa Diagnosa hanya dapat ditentukan dengan palpasi dari tumor tersebut. Tetapi kita tidak akan dapat menentukan dengan sekali pemeriksaan, apakah kista ini neoplastik atau non neoplastik, kecuali bila ukurannya sangat besar. Biasanya tak memerlukan terapi karena mengalami resorpsi spontan. Bila harus diadakan operasi oleh karena adanya salah satu gangguan klinis atau oleh karena indikasi lain, sebaiknya tindakannya disesuaikan dengan keadaan. Bila kista kecil dapat dilakukan punksi atau eksisi saja. Bila besar sebaiknya di enucleasi dengan meninggalkan jaringan ovarium yang normal.

b. Kista Lutein Kista ini dapat terjadi pada kehamilan, lebih jarang di luar kehamilan. Kista lutein yang sesungguhnya, umumnya berasal dari corpus luteum haematoma. Perdarahan ke dalam ruang corpus selalu terjadi pada masa vaskularisasi. Bila perdarahan ini sangat banyak jumlahnya, terjadilah corpus luteum haematoma, yang berdinding tipis dan berwarna kekuning-kuningan. Secara perlahan-lahan terjadi resorpsi dari unsur-unsur darah, sehingga akhirnya tinggallah cairan yang jernih, atau sedikit bercampur darah. Pada saat yang sama dibentuklah jaringan fibroblast pada bagian dalam lapisan lutein sehingga pada kista corpus lutein yang tua, sel-sel lutein terbenam dalam jaringanjaringan perut.

Gejala-gejala Pada beberapa kasus sering mnyerupai kehamilan ektopik. Haid kadang-kadang terlambat, diikuti dengan perdarahan sedikit yang terus menerus, disertai rasa sakit pada bagian perut bawah. Pada pemeriksaan klinis ditemukan benjolan yang sakit. Ada yang menganggap kista ini sebagai korpus luteum persistens, dimana oleh sesuatu sebab tidak terjadi regresi. Suatu jenis yang jarang dari kista lutein ialah yang ditemukan pada mola hydatidosa atau chorio epithelioma. Dalam beberapa kasus dari jenis ini, dindingnya dibentuk oleh sel granulose yang mengalami luteinisasi, tetapi pada umumnya kista dibntuk oleh sel theca lutein dan jaringan ikat.

c. Stein Levental ovary Biasanya kedua ovarium membesar dan bersifat polykistik, permukaan rata, berwarna keabu-abuan dan berdinding tebal. Pada pemeriksaan mikroskopis akan tampak tunica yang tebal dan fibrotik. Dibawahnya tampak follikel dalam bermacammacam stadium, tetapi tidak ditemukan corpus luteum. Secara klinis memberikan gejala yang disebut Stein-Leventhal Syndrom, yaitu yang terdiri dari hirsutisme, sterilitas, obesitas dan oligomenorrhoe. Kecenderungan virilisasi mungkin disebabkan hyperplasi dari tunica interna yang menghasilkan zat androgenic. Kelainan ini merupakan penyakit herediter yang autosomal dominan.

d. Germinal inclusion cyst Terjadi oleh karena invaginasi dari epitel germinal dari ovarium. Biasanya terjadi pada wanita tua. Tidak pernah memberi gejala-gejala yang berarti.

e. Kista endometrial 2. Kista Ovarium Yang Neoplastik Atau Proliferatif A. Kistoma Ovarii Simpleks Kista ini mempunyai permukaan rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serus, dan berwarna kuning. Pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik. Berhubung dengan adanya tangkai, dapat terjadi torsi (putaran tangkai) dengan gejala-gejala mendadak. Diduga bahwa kista ini suatu jenis kistadenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya berhubung dengan tekanan cairan dalam kista. Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan yang dikeluarkan harus segera diperiksa secara histologik untuk mengetahui apakah ada keganasan. b. Kistadenoma Ovarii Musinosum Asal tumor ini belum diketahui dengan pasti. Menurut Meyer, ia mungkin berasal dari suatu teratoma di mana dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lain. Ada penulis yang berpendapat bahwa tumor berasal dari lapisan germinativum, sedang penulis lain menduga tumor ini mempunyai asal yang sama dengan tumor Brenner. Gambaran Klinik Tumor lazimnya berbentuk multilokuler; oleh karena itu, permukaan berbagala (lobulated). Kira-kira 10% dapat mencapai ukuran yang amat besar, lebih-lebih pada penderita yang datang dari pedesaan. Pada tumor yang besar tidak lagi dapat ditemukan jaringan ovarium yang normal. Tumor biasanya unilateral, akan tetapi dapat juga ditemui yang bilateral.Kista menerima darahnya melalui suatu tangkai; kadang-kadang dapat terjadi torsi yang mengakibatkan gangguan sirkulasi. Gangguan ini dapat menyebabkan perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif, yang memudahkan timbulnya perlekatan kista dengan omentum, usus-usus dan peritoneum parietale. Dinding kista agak tebal dan berwarna putih keabu-abuan; yang terakhir ini khususnya bila terjadi perdarahan atau perubahan degeneratif di dalam kista. Pada pembukaan terdapat cairan lendir yang khas, kental seperti gelatin, melekat dan berwarna kuning

sampai coklat tergantung dari percampurannya dengan darah. Pada pemeriksaan mikroskopik tampak dinding kista dilapisi oleh epitel torak tinggi dengan inti pada dasar sel; terdapat di antaranya sel-sel yang membundar karena terisi lendir (goblet cells). Selsel epitel yang terdapat dalam satu lapisan mempunyai potensi untuk tumbuh seperti struktur kelenjar: kelenjar-kelenjar menjadi kista-kista baru, yang menyebabkan kista menjadi multilokuler. Jika terjadi sobekan pada dinding kista, maka sel-sel epitel dapat tersebar pada permukaan peritoneum rongga perut, dan dengan sekresinya menyebabkan pseudomiksoma peritonei. Akibat pseudomiksoma peritonei ialah timbulnya penyakit menahun dengan musin terus bertambah dan menyebabkan banyak perlekatan. Akhirnya, penderita meninggal karena ileus dan atau inanisi. Pada kista kadang-kadang dapat ditemukan daerah padat, dan pertumbuhan papiler. Tempattempat tersebut perlu diteliti dengan seksama oleh karena di situ dapat ditemukan tanda-tanda ganas. Keganasan ini terdapat dalam kira-kira 5-10% dari kistadenoma musinosum. Penanganan Penanganan terdiri atas pengangkatan tumor. Jika pada operasi tumor sudah cukup besar sehingga tidak tampak banyak sisa ovarium yang normal, biasanya dilakukan pengangkatan ovarium beserta tuba (salpingo-ooforektomi). Pada waktu mengangkat kista sedapat-dapatnya diusahakan mengangkatnya in toto tanpa mengadakan pungsi dahulu, untuk mencegah timbulnya pseudomiksoma peritonei karena tercecernya isi kista. Jika berhubung dengan besarnya kista perlu dilakukan pungsi untuk mengecilkan tumor, lubang pungsi harus ditutup dengan rapi sebelum mengeluarkan tumor dari rongga perut. Setelah kista diangkat, harus dilakukan pemeriksaan histologik di tempattempat yang mencurigakan terhadap kemungkinan keganasan. Waktu operasi, ovarium yang lain perlu diperiksa pula. c. Kistadenoma Ovarii Serosum Pada umumnya para penulis berpendapat bahwa kita ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal epithelium). Gambaran Klinik Pada umumnya kista jenis ini tak mencapai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berrbagala karena kista serosum pun dapat berbentuk multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan. Ciri khas kista ini

adalahpotensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista sebesar 50%, dan keluar pada permukaan kista sebesar 5%. Isi kista cair, kuning, dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papilloma).Pada umumnya dapat dikatakan bahwa tidak mungkin membedakan gambaran makroskopik kistadenoma serosum papiliferum yang ganas dari yang jinak, bahkan pemeriksaan mikroskopik pun tidak selalu memberi kepastian. Pada pemeriksaan mikroskopik terdapat dinding kista yang dilapisi oleh epitel kubik atau epitel torak yang rendah, dengan sitoplasma eosinofil dan inti sel yang besar dan gelap warnanya. Karena tumor ini barasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ephithelium), maka bentuk epitel pada papil dapat beraneka ragam tetapi sebagian besar epitelnya terdiri atas epitel bulu getar, seperti epitel tuba. Pada jaringan papiler dapat ditemukan pengendapan kalsium dalam stromanya yang dinamakan psamoma. Adanya psamoma biasanya menunjukkan bahwa kista adalah kistadenoma ovarii serosum papilliferum, tetapi tidak bahwa tumor itu ganas. Terapi Terapi pada umumnya sama seperti pada kistadenoma musinosum. Hanya, berhubung dengan lebih besarnya kemungkinan keganasan, perlu dilakukan

pemeriksaan yang teliti terhadap tumor yang dikeluarkan. Bahkan kadang-kadang perlu diperiksa sediaan yang dibekukan (frozen section) pada saat operasi, untuk menentukan tindakan selanjutnya pada waktu operasi. d. Kista Endometrioid Kista ini biasanya unilateral dengan permukaan licin; pada dinding dalam terdapat satu lapisan sel-sel, yang menyerupai lapisan epitel endometrium. Kista ini, yang ditemukan oleh Sartesson dalam tahun 1969, tidak ada hubungannya dengan endometriosis ovarii. e. Kista Dermoid Sebenarnya kista dermoid ialah satu teratoma kistik yang jinak dimana strukturstruktur ektodermal dengan diferensiasi sempurna, seperti epitel kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebasea berwarna putih kuning menyerupai lemak nampak lebih menonjol daripada elemen-elemen entoderm dan mesoderm. Tentang histogenesis kista dermoid, teori yang paling banyak dianut ialah bahwa tumor berasal dari sel telur melalui proses partenogenesis. Gambaran Klinik

Tidak ada ciri-ciri yang khas pada kista dermoid. Dinding kista kelihatan putih, keabu-abuan, dan agak tipis. Konsistensi tumor sebagian kistik kenyal, di bagian lain padat. Sepintas lalu kelihatan seperti kista berongga satu, akan tetapi bila dibelah, biasanya nampak satu kista besar dengan ruangan kecil-kecil dalam dindingnya. Pada umumnya terdapat satu daerah pada dinding bagian dalam yang menonjol dan padat. Tumor mengandung elemen-elemen ektodermal, mesodermal dan entodermal. Maka dapat ditemukan kulit, rambut, kelenjar sebasea, gigi (ektodermal), tulang rawan, serat otot jaringan ikat (mesodermal), dan mukosa traktus gastrointestinalis, epitel saluran pernapasan, dan jaringan tiroid (entodermal). Bahan yang terdapat dalam rongga kista ialah produk dari kelenjar sebasea berupa massa lembek seperti lemak, bercampur dengan rambut. Rambut ini terdapat beberapa serat saja, tetapi dapat pula merupakan gelondongan seperti konde.Pada kista dermoid dapat terjadi torsi tangkai dengan gejala nyeri mendadak di perut bagian bawah. Ada kemungkinan pula terjadinya sobekan dinding kista dengan akibat pengeluaran isi kista dalam rongga peritoneum. Perubahan keganasan agak jarang, kira-kira dalam 1,5% dari semua kista dermoid, dan biasanya pada wanita lewat menopause. Yang tersering adalah karsinoma epidermoid yang tumbuh dari salah satu elemen ektodermal. Ada kemungkina pula bahwa satu elemen tumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya tumor yang khas.

Termasuk : 1. Struma Ovarium Tumor ini terutama terdiri atas jaringan tiroid, dan kadang-kadang dapat menyebabkan hipertiroidi. Antara 1960 dan 1964 di RS. Dr. Soetomo Surabaya pernah ditemukan 5 kasus struma ovarium, semuanay tak berfungsi dan tidak ganas. Hariadi selama 5 tahun (1963-1968) menemukan 3 kasus struma ovarium (= 0,5%), Djaswadi selam 10 tahun (1965-1974) hanya mencatat satu kasus (= 0,5%); sedangkan Gunawan selama 3 tahun (1974-1977) melaporkan satu kasus (= 0,2%).

2. Kistadenoma Ovarii Musinosum dan Kistadenoma Ovarii Serosum Kista-kista dapat dianggap sebagai adenoma yang bertasal dari satu elemen dari epitelium germinativum.

3. Koriokarsinoma Tumor ganas ini jarang ditemukan dan untuk diagosis harus dibuktikan adanya hormon koriogonadotropin. e. PATOFISIOLOGI Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengahtengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mulamula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista thecalutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista

fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal, kelainan yang tidak berbahaya ini berasal dari folikel graaf yang tidak pecah atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup kembali. Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4-5 cm, sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis. f. FACTOR RESIKO Faktor resiko terjadinya kista ovarium Riwayat kista ovarium sebelumnya Siklus menstruasi yang tidak teratur Meningkatnya distribusi lemak tubuh bagian atas Menstruasi dini (usia 11 tahun atau lebih muda) Tingkat kesuburan Hipotiroid atau hormon yang tidak seimbang Terapi tamosifen pada kanker mamma g. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis kista ovarium antara lain: 1. Sering tanpa gejala. 2. Nyeri saat menstruasi. 3. Nyeri di perut bagian bawah. 4. Nyeri pada saat berhubungan badan. 5. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki. 6. Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan/atau buang air besar. 7. Siklus menstruasi tidak teratur; bisa juga jumlah darah yang keluar banyak h. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperoleh kepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantu dalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah :

1.Laparaskopi Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu. 2.Ultrasonografi Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak. Dapat membantu untuk mengetahui karakteristik dari kista ovarium o Kista unilokuler dan memiliki dinding tipis yang mengelilingi suatu kavitas yang terdiri dari terlihat bintik-bintik echo yang halus-halus (internal echoes) di dalam kista yang berasal dari elemen-elemen darah di dalam kista . Kista ini tidak mungkin menjadi suatu kanker. Sebagian besar kista tersebut adalah folikular fungsional atau kista luteal kistadenoma serosa atau kista inklusi. o Kista kompleks memiliki lebih dari satu ruangan/septa (multiokular) , dinding tebal, proyeksi ke dalam lumen atau pada permukaan atau kondisi abnormal dalam isi kista. Kista maligna biasanya termasuk dalam kategori ini. o Kista hemoragik, endometrioma dan dermoid pada pemeriksaan sonogram memiliki karakteristik yang dapat membantu untuk membedakannya dari kista maligna kompleks. o Sonogram tidak dapat membantu untuk membedakan hidrosalpin, paraovarian, dan kista tuba dari kista ovarium. o Ultrasonografi endovaginal dapat menguraikan secara rinci struktur morfologi pelvis. o Ultrasonografi transabdominal lebih baik daripada endovaginal ultrasonografi untuk evaluasi besarnya massa dan menilai struktur intraabdominal lain seperti ginjal, hati, dan asites. Syarat pemeriksaan transabdominal sonogram dilakukan dalam keadaan vesica urinaria terisi/penuh

3.Foto Rontgen Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya gigi dalam tumor. 4.Parasintesis Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan i Pemeriksaan USG masih menjadi pilihan utama untuk mendeteksi adanya kista. Selain itu, MRI dan CT Scan bisa dipertimbangkan tetapi tidak sering dilakukan karena pertimbangan biaya. i. PENATALAKSANAAN a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi. b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh

pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga. d. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam,informasikan tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk. 2005:27 )

PENDEKATAN Jika wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovulasi teratur dan tanpa gejala, dan hasil USG menunjukkan kista berisi cairan, dokter tidak memberikan pengobatan apapun dan menyarankan untuk pemeriksaan USG ulangan secara periodic untuk melihat apakah ukuran kista membesar. Pendekatan ini juga menjadi pilihan bagi wanita pascamenopouse jika kista berisi cairan dan diameternya kurang dari 5 cm. Pil Kontrasepsi Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi yang digunakan untuk mengecilkan ukuran kista. Pemakaian pil kontrasepsi juga mengurangi peluang pertumbuhan kista. PEMBEDAHAN o Jika kista ovarium tidak menghilang setelah beberapa episode menstruasi, semakin besar, lakukan pemeriksaan ultrasound, nyeri, pada masa postmenopouse, dokter harus segera mengangkatnya. Ada 2 tindakan bedah yang utama, yaitu: Laparoskopi dan Laparatomy. o Pembedahan dimulai dengan teknik pembedahan atau operasi yang dilakukan dengan membuat lubang kecil 3 buah lubang (berdiameter 5-10 milimeter) di sekitar perut pasien. Satu lubang pada pusar digunakan untuk memasukkan sebuah alat yang dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga perut ke layar monitor, sementara dua lubang yang lain untuk peralatan bedah yang lain, misalnya laser yang akan mengangkat kista ovarium. j. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN 1. Biodata Meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan identitas masuk. 2. Riwayat kesehatan Meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial ekonomi. 3. Status Obstetrikus, meliputi : o Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau o Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan o Riwayat persalinan

o Riwayat KB 4. Pengkajian pasca operasi rutin, menurut (Ingram, Barbara, 1999) o Kaji tingkat kesadaran o Ukur tanda-tanda vital o Auskultasi bunyi nafas o Kaji turgor kulit o Pengkajian abdomen Inspeksi ukuran dan kontur abdomen Auskultasi bising usus Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa Tanyakan tentang perubahan pola defekasi Kaji status balutan Kaji terhadap nyeri atau mual

o Kaji status alat intrusif o Palpasi nadi pedalis secara bilateral o Evaluasi kembajinya reflek gag o Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi. o Kaji status psikologis pasien setelah operasi 5. Data penunjang o Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP) o Terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun peroral DIAGNOSA 1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen 2. Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya 3. Resiko gangguan BAB konstipasi / BAK berhubungan dengan penekanan daerah sekitar tumor. INTERVENSI 1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri ) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ abdomen

Tujuan: Setelah diberi tindakan keperawatan,nyeri berkurang sampai hilang sama sekali a. Kaji tingkat dan intensitas nyeri. R/ mengidentifikasi lingkup masalah b.Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung), hiburan dan lingkungan. R / meningkatkan relaksasi dan membentu pasien focus kembali ke perhatian c. Kolabarasi untuk pemberian terapi analgesik. R/menghilangkan rasa nyeri) d. Ajarkan dan lakukan tehnik relaksasi. R/Merelaksasi otot otot tubuh 2. Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya. Tujuan : Setelah 1 X 24 Jam diberi tindakan, gangguan rasa nyaman (cemas) berkurang. a. Kaji dan pantau terus tingkat kecemasan klien. R/ mengidentifikasi lingkup masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan selanjutnya b. Berikan penjelasan tentang semua permasalahan yang berkaitan dengan penyakitnya. R/ Informasi yang tepat menambah wawasan klien sehingga klien tahu tentang keadaan dirinya c. Bina hubungan yang terapeutik dengan klien. R/ Hubungan yang terapeutuk dapat menurunkan tingkat kecemasan klien. 3. Resiko gangguan BAB / BAK berhubungan dengan penekanan daerah sekitar tumor. Tujuan : gangguan BAB / BAK tidak terjadi) a. Kaji dan pantau frekuensi BAB maupun BAK setiap hari R/mengidentifikasi masalah secara dini, sebagai pedoman tindakan selanjutnya b. Berikan obat pencahar jika di perlukan R/ kolaborasikan pemberian laksatif dengan dokter) c. Pemasangan alat bantu kateter jika di perlukan R/pemasangan kateter dapat digunakan selama praoperasi

G. PENYAKIT TROFOBLAS GESTASIONAL a. DEFINISI Penyakit trofoblas gestasional atau Gestational trophoblastic disease (GTD) merupakan sebuah spektrum tumor-tumor terkait, termasuk mola hidatidosa, mola invasif, placental-site trophoblastic tumor dan koriokarsinoma, yang memiliki berbagai variasi lokal invasi dan metastasis. Menurut FIGO, 2006 istilah Gestational trophoblastic neoplasia (GTN) atau Penyakit tropoblas ganas (PTG) menggantikan istilah-istilah yang meliputi chorioadenoma destruens, metastasizing mole, mola invasif dan

koriokarsinoma. Molahidatidosa, berdasarkan morfologi, histopatologi dan kariotyping dibedakan menjadi molahidatidosa komplet dan molahidatidosa parsial. Penyakit trofoblastik gestasional adalah sekelompok penyakit yang berasal dari khorion janin yang terdiri dari mola hidatidosa, mola invasif, koriokarsinoma dan tumor trofoblastik plasental site ( PSTT) yang ditandai oleh proliferasi jaringan trofoblastik yang abnormal. b. KLASIFIKASI Klasifikasi neoplasma trofoblastik : 1. PENYAKIT TROFOBLAS BENIGNA ( mola hidatidosa ) 1. Mola Hidatidosa Komplet 2. Mola Hidatidosa Partialis 3. Degenerasi hidropik trofoblas 2. PENYAKIT TROFOBLAS PERSISTEN ( sering maligna ) 1. Mola Invasif ( terbatas di uterus ) 2. Choriocarcinoma ( menyebar keluar uterus ) Sedangkan menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO) menetapkan bebrapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG yaitu5: 1. Menetapnya kadar B HCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih (misalnya hari 1,7, 14 dan 21) 2. Kadar B HGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau lebih (misalnya hari 1,7 dan 14) 3. Tetap terdeteksinya B HCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.

4. Gambaran patologi anatomi adalah koriokarsinoma Secara histopatologis pembakuan istilah yang dianjurkan WHO adalah sebagai berikut: 1. Molahidatidosa : terbagi menjadi molahidatidosa komplit dan parsial 2. Mola invasif : berupa gambaran hyperplasia trofoblas dan gambaran yang

menyerupai jaringan plasenta. Pada pemeriksaan imnuhistokimia dapat diketahui bahwa mayoritasadalah sel trofoblas intermediet.Mola invasif dibedakan dari koriokarsinoma dari adanya gambaran vili. 3. Koriokarsinoma gestasional : Karsinoma yang berasal dari jaringan trofoblas dengan elemen sitotrofoblas dan trofolas. 4. Placental site trophoblastic tumor (PSST),Berasal dari tempat melekatnya plasenta dan mayoritas adalah sel tropoblas intermediet Stadium dan Skoring Prognosis Pembagian staging FIGO 1982 bersifat sederhana, mengacu pada hasil pemeriksaan klinis dan pencitraan, misalnya foto thorak. Tabel I : Staging klinis menurut FIGO Stadium 1 Stadium II Tumor trofoblastik gestasional terbatas pad korpus uteri Tumor trofoblastik gestasional meluas ke adneksa atau vagina, namun terbatas pada struktur genitalia. Stadium III Tumor trofoblastik gestasional bermetastasis ke paru, dengan atau tanpa metastasis di genitalia interna. Stadium IV Bermetastasis ke tempat lain

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mengkategorikan penyakit trofoblas ganas. Semua sistem mengkorelasikan antar gejala klinik pasien dan risiko kegagalan pada kemoterapi. Sistem Skoring FIGO tahun 2000 merupakan modifikasi sistem skoring WHO. Tabel II : Skoring faktor risiko menurut FIGO (WHO) dengan staging FIGO Skor faktor risiko menurut FIGO 0 (WHO) dengan staging FIGO Usia < 40 >=40 1 2 4

Kehamilan sebelumnya Interval dengan kehamilan tersebut (bulan) Kadar hCG sebelum terapi (mIU/mL) Ukuran tumor terbesar, termasuk uterus Lokasi metastasis, termasuk uterus Jumlah metastasis yang diidentifikasi Kegagalan kemoterapi sebelumnya -

Mola <4

Abortus 4-6

Aterm 7-12

>12

< 103

103-104

>104-105

>105

3-4

> 5 cm

Paru-paru Limpa, ginjal Traktus gastrointestinal 1-4 5-8

Otak, hepar

>8

Agen tunggal

Agen multipel

c. EPIDEMIOLOGI Angka kejadian penyakit trofoblas gestasional berbeda-beda di setiap negara, bahkan antara satu daerah dengan daerah lain dalam satu negara. Angka kejadian di dunia adalah 0,5-2,5 per 1000 kehamilan. Angka insiden di Amerika Utara adalah 0,6-1,1 per 1000 kehamilan, dengan koriokarsinoma muncul setiap 20.000-40.000 kehamilan. Secara umum, angka insiden yang lebih tinggi ditemukan pada orang Amerika Tengah, Afrika, dan Asia. Di Indonesia sendiri, angka kejadian PTG dilaporkan sebesar 11,5 per 1000 kehamilan. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan angka insiden penyakit gestasional trofoblas tertinggi di dunia. Degenerasi Maligna Patofisiologi degenerasi ganas pada molahidatidosa belum diketahui seluruhnya. Sejumlah 15-28% molahidatidosa mengalami degenerasi keganasan menjadi PTG. Tiga aktifitas yang penting dari sel trofoblas adalah : 1. 2. 3. Proliferasi Apoptosis Invasi

Terdapat kesamaan antara mola dan koriokarsinoma, yaitu terdapat peningkatan ekspresi c-myc, c-fms dan bcl2. Perbedaanya adalah pada koriokarsinoma mengalami

peningkatan ekspresi Ki167 dan p53.Risiko keganasan pasca molahidatidosa antara lain adalah sebagai berikut : - Umur : umur belasan atau diatas 35 tahun adalah salah satu faktor risiko keganasan - Kadar HCG praevakuasi : 25 % pasien dengan kadar HCG >100.000 IU/L mengalami degenerasi ganas, sedangkan bila diwah nilai tersebut hanya sebesar 7 %. - Besar Uterus : Besar uterus parallel dengan kadar HCG. Molahidatidosa dengan besar uterus > 20 minggu merupakan risiko degenerasi ganas. - Faktor genetik : Molahidatidosa dengan kromosom 46 XX mempunyai risiko Keganasan yang lebih rendah dinading dengan kromosom 46XY. - Kadar Vitamin A : Kadar retinol pasien molahidatidosa lebih rendah dibanding kehamilan normal. Pada kasus kasus yang berdegenerasi ganas didapat kadar vitamin A dibawah normal. - Aktifitas Imunologik : aktifitas imunologik pada pasien degenrasi keganasan menurun berdasar evaluasi hitung limfosit, T helper, T sitotoksik

d. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Laboratorium dan Pencitraan Pemeriksaan HCG merupakan merupakan cara yang paling bermanfaat baik untuk diagnosa ataupun pemantauan pada pasien dengan penyakit trofoblas. Human chorionic gonadothropin adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan plasenta. hCG mempuyai dua rantai asal amino dan . Rantai mirip dengan rantai darihormon FSH, LH dan TSH.Kadar HCG mempengaruhi pada degenerasi keganasan pasca evakuasi molahidatidosa.Pemeriksaan laboratorium penunjang lain meliputi hematologi, fungsi liver dan ginjal serta pemeriksaan FT4, TSHS diperlukan bila secara klinis diduga terdapat komplikasi hipertiroid. Growdon dkk melaporkan bahwa batas kadar >199 mIU/ml pada minggu ke 3 sampai ke 8 berhubungan dengan peningkatn risiko 35% menjadi PTG. Pencitraan yang penting dalam tatalaksana penyakit trofoblas adalah foto thorak. Pemeriksaan ultrasonografi color Doppler saat ini merupakan pemeriksaan baku untuk membantu menetukan diagnosis penyakit trofoblas gestasional.Gambaran Neovaskularisasi menunjang diagnosis koriokarsinoma serta dapat untuk melihat penetrasi pada miometrium atau organ sekitar uterus. Gambaran lain yang dievaluasi

adalah perubahan tahan vaskuler denga mengukur resistance indeks (RI) dan pulsaltility indeks (PI). e. PENATALAKSANAAN Tatalaksana PTG adalah berdasarkan staging dan skoring. Kemoterapi

adalah modalitas utama pada pasien dengan PTG.Angka keberhasilan terapi pada PTG risiko rendah adalah 100% dan lebih dari 80% pada PTG risiko tinggi. Andrijono, melaporkan angka keberhasilan terapi pada PTG nonmetastasis 95,1%, risiko rendah 83,3% , risiko tinggi hanya 50 % dengan angka kematian karena PTG berkisar 89%.Kemoterapi pada PTG risiko rendah adalah kemoterapi tunggal, dengan pilihan utama Methotrexate. Kemoterapi tunggal lain yang dapat digunakan adalah Dactinomycin.Sedangkan pada PTG risiko tinggi menggunakan kemoterapi kombinasi diberikan kombinasi EMA-CO (etoposide,methotrexate,actinomycin,cyclophosphamaide dan oncovin) sebagai terapi primer atau menggunakan kombinasi ME ( Metothrexate, Etoposide ), EP ( Etoposide, Cisplatinum). Evakuasi molahidatidosa dilakukan sesaat setelah diagnosis ditegakkan,hal didasarkan perhitungan bahwa evakuasi dilakukan untuk menghindari abortus mola sehingga perlu tingakan akut, menghindari komplikasi hipertiroid atau perforasi serta untuk memperoleh jaringan untuk diagnosis histopatologi. Dengan perkembangan kemoterapi yang mempunyai angka keberhasilan terapi yang tinggi, kuretase cukup dilakukan satu kali Histerektomi dilaporkan dilakukan pada kasus molahidatidosa usia tua dan terbukti mengurangi angka kematian dari koriokarsinoma.Histerektomi juga dilakukan pada keadaan darurat pada kasus perforasi,pada kasus metastasis liver, otak yang tidak respon terhadap kemoterapi serta pada kasus PSTT. Penyakit trofoblas gestasional adalah radiosensitive, karena radiasi mempuyai efek tumorosidal serta hemostatik, Radioterapi dapat dilakukan pada metastasis otak atau pada pasien yang tidak bisa diberikan kemoterapi karena alasan medis.

H. KANKER SERVIKS a. DEFINISI Kanker leher rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/ serviks (bagian terendah rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya . (FKUI, 1990;FKPP, 1997) Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim/serviks yang abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah keganasan. Kanker ini hanya menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam status sexually active. Tidak pernah ditemukan wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual pernah menderita kanker ini. Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita yang berusia 35-55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita penyakit ini, asalkan memiliki factor risikonya.

c. EPIDEMIOLOGI Kanker Serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. 90% dari Kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lender pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di Negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Menurut Synder (1976) Kanker serviks umumnya ditemukan pada usia muda setelah hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama dengan ditemukan NIS (Neoplasma Intraepitel Serviks) adalah 2-33 tahun. Sedangkan menurut Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa NIS akan berkembang sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50 tahun sudah sedikit dan kanker infiltrative meningkat 2x. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998 ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun, sedangkan stadium IIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun. d. PATOFISIOLOGI Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuaomosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim. Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak meminimalkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan pap smear. Dari infeksi virus HPV sampai menjadi kanker serviks memerlukan waktu bertahun-tahun, bahkan lebih dari 10 tahun. Pada tahap awal infeksi virus akan menyebabkan perubahan sel-sel epitel pada mulut rahim, sel-sel menjadi tidak terkendali perkembangannya dan bila berlanjut akan menjadi kanker. Pada tahan awal infeksi sebelum menjadi kanker didahului oleh adanya lesi prakanker yang disebut Cervical Intraepthelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS). Lesi prakanker ini berlangsung cukup lama yaitu memakan waktu antara 10 - 20 tahun. Dalam perjalanannya CIN I (NIS I) akan berkembang menjadi CIN II (NIS II) kemudian

menjadi CIN III (NIS III) yang bila penyakit berlanjut maka akan berkembang menjadi kanker serviks. Konsep regresi spontan serta lesi yang persiten menyatakan bahwa tidak semua lesi pra kanker akan berkembang menjadi lesi invasive atau kanker serviks, sehingga diakui masih banyak faktor yang mempengaruhi. CIN I (NIS I) hanya 12 % saja yang berkembang ke derajat yang lebih berat, sedangkan CIN II (NIS II) dan CIN III (NIS III) mempunyai risiko berkembang menjadi kanker invasif bila tidak mendapatkan penanganan. e. FAKTOR PENYEBAB DAN FAKTOR RISIKO 1. Faktor penyebab HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. 2. Faktor risiko Pola hubungan seksual Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa risiko terjangkit kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadikan sebagai factor risiko. Hal ini dapat dihubungkan dengan belum matangnya daerah transformasi alat kelamin. Frekuensi hubungan seksual juga berpengaruh lebih tinggi Paritas Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin sering melahirkan, semakin besar risiko terjangkit kanker serviks. Merokok Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel cofounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperlihatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok, bahan ini bersifat karsinogen yang selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker. Kontrasepsi Oral Penelitian secara perspektif yang dilakuakn oleh Vessey dkk tahun 1983 (Schiffman, 1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4 x lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. WHO mereview berbagai penelitian yang menghubungkan

penggunaan kontrasepsi oral dengan risiko terjadinya kanker serviks, sulit menyimpulkan hubungan tersebut mengingat lama penggunaan kontrasepsi oral bereaksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam

mempengaruhi risiko Ca serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lenih sering melakukan pemeriksaan pap smear serviks, sehingga dysplasia karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Defisiensi Gizi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat giai tertentu seperti betakaroten dan Vit A serta asam folam, berhubungan dengan peningkatan risiko terhadap dysplasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tidak ada indikasi bahwa perbaikan defisiensi gizi tersebut akan menurunkan risiko. Sosial Ekonomi Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah. Factor defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga diduga berhubungan dengan masalah tersebut. Pasangan Seksual Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunakan kondom yang frekuen ternyata memberi risiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya keberhasilan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor risiko yang lain. f. MANIFESTASI KLINIS Tidak khas pada stadium dini. Sering hanya sebagai fluos dengan sedikit darah, pendarahan postkoital atau perdarahan pervagina yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang lebih khas, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sbb: Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal Timbulnya perdarahan setelah menopause Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosisi. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh. g. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Tiga komponen utama saling mandukung dalam menegakkan dx Ca Serviks adalah : 1. Sitologi Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes PAP sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks

2.

Kolposkopi

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnose histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsy harus dilakukan.

3. Biopsi Biopsy dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkomi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

h. PENATALAKSANAAN MEDIS Pemilihan pengobatan untuk kanker serviks tergantung kepada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita untuk hamil lagi. 1. Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pada kanker invasive, dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening. Pada wanita muda, ovarium yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.

2. Terapi penyinaran Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasive yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu: a. Radiasi eksternal : sinar berasal dari sebuah mesin besar penderita tidak perlu dirawat di RS, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 56 minggu. b. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di RS. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran : Iritasi rectum dan vagina Kerusakan kandung kemih dan rectum Ovarium berhenti berfungsi

3. Kemoterapi Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat anti-kanker bisa diberikan dalam suatu siklus artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode pemulihan , lalu dilakukan pengobatan, diselingi dengan pemulihan, begitu seterusnya. 4. Terapi biologis Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki system kekebalan tubuh dalam melawan penyakit. terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.

i. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas klien dan penanggungjawab b. Keluhan utama. Perdarahan dan keputihan

c. Riwayat penyakit sekarang d. Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga. e. Riwayat penyakit terdahulu. Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi. f. Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau penyakit menular lain. g. Riwayat psikososial Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks. 2. PEMERIKSAAN FISIK. a. Inspeksi Perdarahan keputihan b. palpasi nyeri abdomen nyeri punggung bawah 3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Sitologi b. Biopsi c. Kolposkopi 3. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia b. Nyeri berhubungan dengan proses desakan pada jaringan intraservikal c. Cemas berhubungan dengan terdiagnosa kanker serviks sekunder, kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, penanganan dan prognosisnya

gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 1 x24 jam, pasien mampu mengenali dan menangani anemia, pencegahan terhadap terjadinya komplikasi perdarahan KH : - Perdarahan intra servikal sudah berkurang - Konjunctiva tidak pucat - Mukosa bibir basah dan kemerahan - Ektremitas hangat - Hb 11-15 gr % - TD= 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 16 20 X/mnt. Intervensi Observasi tanda-tanda vital Rasional Perubahan mengindikasikan perfusi jaringan Observasi perdarahan Perdarahan menyebabkan TTV dapat perubahan

gangguan perfusi jaringan Kolaborasi dalam pemeriksaan Hematokrit dan Hb serta Untuk memantau adanya anemia trombositopenia

jumlah trombosit Kolaborasi pemberian infuse Pantau dan atur kecepatan infuse rehidrasi pasien Rehidrasi pasien

Nyeri berhubungan dengan proses desakan pada jaringan intraservikal Tujuan - Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami Kriteria hasil : - Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan - Intensitas nyeri berkurangnya - Ekpresi muka dan tubuh rileks Intervensi Rasional

Tanyakan

lokasi

nyeri

yang

Mempermudah mengetahui lokasi nyeri yang dirasakan pasien Nyeri merupakan perasaan

dirasakan klien Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.

subjektif, setiap orang berbeda ambang nyerinya

Ajarkan distraksi Anjurkan

teknik

relasasi

dan

Mengurangi rasa nyeri

keluarga

untuk

Dukungan mengurangi

keluarga rasa nyeri

dapat yang

mendampingi klien

dirasakan pasien Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri Untuk menentukan intervensi

yang tepat

Cemas berhubungan dengan terdiagnosa kanker serviks sekunder, kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, penanganan dan prognosisnya Tujuan : Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya. Kriteria hasil : - Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita - Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien. - Klien komplikasi. - Sumber-sumber koping teridentifikasi - Ansietas berkurang - Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas Intervensi Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya. Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya. Pengetahuan tentang penyakit Rasional Dapat mengurangi rasa cemas tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah

dapat menurunkan kecemasan,

Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan

Ketidak seimbangan penyesuaian menyebabkan kooperatif kesehatan pasien tidak

penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi,

dalam

pemulihan

kurangnya sistem pendukung yang positif). Tunjukkan adanya harapan Dengan mengetahui prognosis, harapan untuk sembuh pada

pasien meningkat

I. MYOMA UTERI a. DEFINISI Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Ilmu Kandungan, 1999) Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid. Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus uteri. Yangada pada serviks uteri hanya di temukan dalam 3 % sedangkan pada korpus uteri 97 % mioma uteri banyak terdapat pada wanita usia reproduksi terutama pada usia 35 tahun keatas dan belum pernah dilaporkan bahwa mioma uteri terjadi sebelum menarche (prawirohardjo, sarwono 1994 ; 281 ). Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Uterus miomatosus adalah uterus yang ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12 cm, dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil. (Suwiyoga K, 2003, Sutoto J. S. M., 2005)

b. EPIDEMIOLOGI Insidens terjadinya mioma uteri sebesar 4 11 % dari seluruh wanita. Mioma uteri berkembang pada usia reproduksi sehingga wanita pada usia 30 an tahun mempunyai insidens 20 25 % dan akan meningkat menjadi 40 50 % pada usia 40 50 an. Hanya 0.13 % yang terus berkembang pada usia menopause dimana harus dipikirkan adanya keganasan. Insidens di Indoensia 2,93 11,7 %. Selain itu pada ras kulit hitam insidens ini akan meningkat 3 9 kali disbanding ras kulit putih Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara. c. ETIOLOGI Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone. 1. Estrogen. Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal. 2. Progesteron Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor. 3. Hormon pertumbuhan Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen. d. PATOFISIOLOGI Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum,intramular dan subserosum.

Faktor keturunan

Wanita nulipara dan kurang subur

Reseptor astrogen lebih banyak

Sel imatur uterus (otot polos & jaringan ikat)

Cemas

Tumor fibromatosa

Mioma submukosum - tumbuh bertangkai menjadi polip - dilahirkan melalui serviks (myomgeburt)

Mioma intramural Mioma subserosum - terdapat di dinding uterus - tumbuh diantara kedua lapisan diantara miometriuum ligamentum luteum menjadi mioma intra ligamenter.

Resiko tinggi kekurangan cairan

- Nyeri - Infertilitas - Perdarahan abnormal (menometroragia) - Abortus spontan, gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis. Resiko tinggi infeksi

e. FAKTOR RESIKO Menurut . (Supriyadi Hari R Bag. Kebidanan & Kandungan Rsud Dr Muwardi / Fk Uns Solo) : Ras kulit hitam, ras kulit hitam mempunyai faktor risiko terjadinya mioma uteri 3 9 kali lipat disbanding ras kulit putih. Faktor genetik , Hubungan keluarga juga berpengaruh dimana pasien dengan mioma uteri lebih sering terdapat keluarga yang juga menderita mioma uteri. Paritas, Paritas juga merupakan faktor risiko terjadinya mioma uteri, dimana pada nulipara tua faktor risiko meningkat hingga 5 kali dibandingkan multipara.

Obesitas, Wanita obesitas juga mempunyai faktor risiko lebih besar untuk terjadinya mioma uteri disbanding wanita kurus, hal ini dihubungkan dengan konversi hormone androgen menjadi hormone estrogen oleh lemak aromatase, Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : 1. Umur : Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 45 tahun. 2. Paritas : Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi. 3. Faktor ras dan genetik :

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium : Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-

kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini. f. KLASIFIKASI Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena. 1. Lokasi Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala. 2. Lapisan Uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

Mioma Uteri Subserosa Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.

Mioma Uteri Intramural Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).

Mioma Uteri Submukosa

Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi. Atropi : setelah menopause dan rangsangan estrogen menghilang. Degenerasi hialin (merupakan perubahan degeneratif yang paling umum ditemukan):

Jaringan ikat bertambah Berwarna putih dan keras Disebut mioma durum

Degenerasi kistik: Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair Menjadi poket kistik

Degenerasi membatu (calcareous degeneration) :


Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri. Padat dan keras Berwarna putih

Red degeneration (carneous degeneration) :


Terjadi paling sering pada masa kehamilan. Estrogen merangsang tumbuh kembang mioma. Aliran darah tidak seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan hamil). Terjadi kekurangan darah menimbulkan nekrosis, pembentukan trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah (hemosiderosis/hemofusin).

Proses ini biasanya disertai nyeri, tetapi dapat hilang sendiri. Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi: kelahiran preterm, ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, shock dan bahkan mencetuskan DIC.

Degenerasi Mukoid : Daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang lembut. Biasanya terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang terganggu.

Degenerasi Lemak: Lemak ditemukan di dalam serat otot polos. Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna) Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi yang ada saat ini adalah apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah neoplasma spontan. Leiomyosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos. g. MANIFESTASI KLINIS Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apaapa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi : 1. Besarnya mioma uteri. 2. Lokalisasi mioma uteri. 3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri. Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:

Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.

Penekanan rahim yang membesar :


o o

Terasa berat di abdomen bagian bawah. Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis.

o o

Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal. Terasa nyeri karena tertekannya saraf.

Nyeri, dapat disebabkan oleh :


o o

Penekanan saraf. Torsi bertangkai.

o o

Submukosa mioma terlahir. Infeksi pada mioma.

Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.

Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.

h. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.

d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah. Tes kehamilan.

i. Penatalaksanaan Secara Medis Prawirohardjo (2007) menyatakan bahwa penatalaksanaan mioma uteri terdiri dari konservatif dan operatif. Pada tindakan konservatif dilakukan pemberian Gonadotropin releasing hormone (GnRH) agonis. Pengobatan GnRH agonis selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di miometrium hingga uterus menjadi kecil. Setelah pemberian GnRH agonis dihentikan mioma yang lisut akan tumbuh kembali

dalam pengaruh estrogen karena mioma masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi. Penatalaksanaan operatif dapat berupa miomektomi atau histerektomi.

Miomektomi dibatasi hanya pada tumor dengan tangkai yang jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Histerektomi adalah pengangkatan uterus yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Tindakan ini terbaik untuk wanita berumur lebih dari 40 tahun dan tidak menghendaki anak lagi atau tumor yang lebih besar dari kehamilan 12 minggu disertai adanya gangguan penekanan atau tumor yang cepat

(Winkjosastro,2007). Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif. 1. Penanganan konservatif sebagai berikut : Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan. Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC. Pemberian zat besi.

Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah. Namun obat ini menimbulkan kahilangan masa tulang meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut. Catatan :Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan atau diperlambat dengan pemberian progestin dan levonorgestrol intrauterin

2. Penanganan operatif, bila : Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu. Pertumbuhan tumor cepat. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.

Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya. Hipermenorea pada mioma submukosa. Penekanan pada organ sekitarnya.

Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa : a) Enukleasi Mioma Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea. Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut : Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang. Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas. Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang berulang. b) Histerektomi

Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut: Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien. Perdarahan uterus berlebihan : o Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari. o Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis. Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi : o Nyeri hebat dan akut. o Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis.

o Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan tidak disebabkan infeksi saluran kemih. c). Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 50%. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi. Lama perawatan : 1 hari pasca diagnosa keperawatan. 7 hari pasca histerektomi/ miomektomi. Masa pemulihan : 2 minggu pasca diagnosa perawatan. 6 minggu pasca histerektomi/ miomektomi. d) Penanganan Radioterapi Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient). Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu. Bukan jenis submukosa. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan menopause.

Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.

j. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus: 1. Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal) 2. Infertilitas, anovulasi

3. Nulipara 4. Keterlambatan menopause 5. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause. 6. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa. 7. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat. Pengkajian sekunder 1. Pemeriksaan USG :

Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan kehamilan.

2. Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan. 2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan. 3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan. 4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia. Intervensi Keperawatan. 1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai: DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV. DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit, perut terasa mules. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam. Kriteria Hasil: Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5) Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks. Tanda vital dalam batas normal : N : 80-100 x/m Suhu : 36-37 0C

RR : 16-24x/m TD : Sistole : 100-130 mmHg Intervensi : Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan tindakan pengurangan yang dilakukan. Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin. Monitor tanda-tanda vital Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi, tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik. Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman. Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi. Diastole : 70-80 mmHg

2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Ditandai: DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan, TTV. DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya. Tujuan : Setelah 2 x 15 tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan cemas berkurang. Kriteria Hasil : Klien mengatakan rasa cemas berkurang Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi. Klien mengerti tentang penyakitnya. Klien tampak rileks. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg Intervensi : Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya. Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami penyakit yang sama. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan perasaannya. Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara jelas dan akurat. Monitor tanda-tanda vital. Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas. Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan. Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan. Ditandai dengan : DO DS : adanya perdarahan pervaginam :-

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi

kekurangan volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil : Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran mukosa kering, demam. Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam. Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 100 x/m, RR :16-24 x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg Intervensi : Kaji tanda-tanda kekurangan cairan. Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam. Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer. Observasi pendarahan Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi, pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.

Evaluasi. Anemi dapat teratasi Rasa nyeri berkurang Pola eliminasiBAK BAB teratasi Infertilitas dapat dicegah Abortus dapat dicegah.

J. KANKER OVARIUM a. DEFINISI Kanker Indung Telur (Kanker Ovarium) adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium.

Kanker ovarium bisa menyebar secara langsung ke daerah di sekitarnya dan melalui sistem getah bening bisa menyebar ke bagian lain dari panggul dan perut; sedangkan melalui pembuluh darah, kanker bisa menyebar ke hati dan paru-paru. Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995) b. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, kanker ovarium menduduki urutan ketiga setelah kaker serviks dan kanker payudara. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1978-1982, terdapat 10,5% dari 3874 kaker kandungan. Di Amerika kejadian kaker ovarium terlihat lebih tinggi yaitu 25% dari kanker kandungan dan 47% kematian karena kanker disebabkan kanker ovarium. Paling tinggi di Swedia yaitu 21/100.000 perempuan, Norwegia 16/100.000 perempuan, Amerika 15/100.000 perempuan, Inggris 14/100.000 perempuan, Afrika 4/100.000 perempuan, Jepang 3/100.000. (dr.Faisal Yatim, 2008) Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia dibawah 40 tahun. Angka kejadian meningkat dengan makin tua, yaitu 15-16 per 100.000 pada usia 40-44 tahun, dan paling tinggi yaitu 57 per 100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan 48% penderita berusia diatas 65 tahun. Belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker ovarium, sehingga 70% kasus ditemukan pada stadium lanjut

c. PATOFISIOLOGI

d. FAKTOR RESIKO Faktor Genetik. Terdapat riwayat kanker ganas pada anggota keluarga Paritas, lebih banyak terjadi pada perempuan tidak menikah dan tidak mempunyai anak Status sosio-ekonomi, lebih sering terjadi pada perempuan dari keluarga golongan menengah dan mampu Pengaruh bahan kimia, sering terjadi pada perempuan yang selalu memakai bedak pada daerah selangkangan, tetapi belum jelas apakah bedak atau partikel asbes yang menjadi penyebab Tanda keganasan lain, penderita tampak pucat (anemi) dan badan kurus (cachexia). (dr.faisal Yatim,2008) e. MANIFESTASI KLINIS Sering kali kanker ovaarium tidak memperlihatkan gejala karena biasanya pasien yang datang untuk berkonsultasi sudah pada stadium agak lanjut

Gejala yang dirasakan biasanya sudah tidak khas, paling paling hanya gejala penekanan tumor, yaitu: Gangguan pencernaan (dyspepsia), bengkan anggota bawah, nafsu makan kurang sekali, sakit punggung, dan perut gembung karena gas. Pada tahap awal sebetulnya ditemukan suatu masa di bagian bawah perut yang padat dan terikat denagn jaringan sekitar. Kadang-kadang karena tumor melintir, penderita mengeluhkan rasa sakit yang sangat kuat.

f. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksan darah lengkap Pemeriksaan kimia darah CA125 Serum HCG Alfa fetoprotein Analisa air kemih Pemeriksaan saluran pencernaan Laparatomi USG CT scan atau MRI perut.

g. PENATALAKSANAAN SECARA MEDIS Penatalaksaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi, fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah pengankatan tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi dan terapi hormone. a. Penatalaksanaan kanker ovarium stadium I Penatalaksanaannya adalah terdiri dari histerektomi totalis perabdominam, salpingoooforektomi bialteralis, apendektomi, dan surgical staging. Surgical staging adalah suatu tindakan bedah laparatomi eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan evaluasi daerahdaerah yang potensial akan dikenai perluasan atau penyebaran kanker ovarium. Pada penderita tumor ovarium yang dicurigai ganas insisi abdomen hendaklah insisi mediana atau paramedian yang cukup luas agar memudahkan melakukan eksplorasi rongga perut bagian atas. b. Penatalaksanaan kanker ovarium stadium lanjut Pendekatan terapi pada stadium lanjut mirip dengan stadium I dengan sedikit modifikasi bergantung pada penyeabran metastasis dan keadaan umum penderita. tindakan operasi pengankatan tumor primer dan metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut operasi debulking atau sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga diperlukan terapi adjuvant untuk mencapai kesembuhan. Kebanyakan penderita mendapat kemoterapi adjuvant kombinasi sementara sebagian penderita yang tumornya berhasil direseksi dengan sempurna mendapat radiasi. Pada penderita yang telah selesai mendapat kemoterapi tetapi tidak menunjukkan gejal klinis dan radiologis serta serum CA-125 normal, dilakukan relaparatomi untuk menilai hasil pengobatan. Tindakan ini disebut second-look laparatomy. Jika masih ditemukan penyakit, second line terapy dapat diberikan.

h. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data diri klien Data biologis/fisiologis > keluhan utama, riwayat keluhan utama Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat reproduksi > siklus haid, durasi haid Riwayat obstetric > kehamilan, persalinan, nifas, hamil Pemeriksaan fisik Data psikologis/sosiologis> reaksi emosional setelah penyakit diketahui 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut b.d agen cidera biologi b. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran c. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormone 3.Tujuan dan Intervensi Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan Intervensi : Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan: imajinasi,relaksasi, stimulasi kutan Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, KLien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya. Intervensi : Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim

Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormone. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual. - Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual Intervensi: Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan Identifikasi faktor budaya/nilai budaya Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual saat kelelahan

DAFTAR PUSTAKA Suwiyoga K, 2003. Mioma Uterus dalam Buku Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. SMF Obsgin FK UNUD RS Sanglah,Denpasar. 201-206 Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta.338-345 Arif Mansjoer dkk. 1999 . Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1,. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan. Myoma, kanker rahim/leher rahim dan indung telur, kista, serta gangguan lannya. Jakarta: Pustaka Populer Obor Hanifa Wiknjosastro dkk. 1999. Ilmu Kandungan, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan PasienEdisi 3. EGC:Jakarta. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2. EGC:Jakarta. Alfian Elwin Zai. 2009. Karakteristik Penderita Kanker Leher Rahim Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam MAlik Medan Tahun 2003-2007. Skripsi. FKM USU Medan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2006. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Jakarta Varney, H. 2002. Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC. Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins : Philadelphia.

Você também pode gostar