Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 1 ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS MENGGUNAKAN PETA KONTROL P PADA DIVISI WIRE ROD MILL PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) Tbk. CILEGON, BANTEN
(Laporan Kerja Praktek)
Disusun oleh : ANGGRIAWAN (08130003)
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG 2011 Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 2 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Kerja Praktek di PT.Krakatau Steel (Persero) Tbk. Cilegon, Banten dengan lancar dan dapat menyelesaikan laporan kerja praktek ini dengan tepat waktu. Selama pelaksanaan Kerja Praktek di PT. Krakatau Steel Cilegon kami mendapatkan tambahan ilmu dan pengalaman yang sangat berharga sebagai bekal kami untuk menempuh studi dan masa depan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ayah dan Ibu yang tercinta, serta keluarga di kampung halaman yang senantiasa mendoakan, menyemangati, dan selalu memberi dukungan moril dan materiil serta kasih sayang kepada penulis. 2. Bapak Muhamad Kadafi.SH, MH selaku Rektor Universitas Malahayati Bandar Lampung. 3. Bapak Weka Indra Darmawan, ST, MT selaku Dekan Universitas Malahayati Bandar Lampung. 4. Bapak.Heri Wibowo.ST, MT selaku Ketua Jurusan Teknik IndustriUniversitas Malahayati serta pembimbing kerja praktek yang selalu memberi nasihat serta dukungan. 5. Bapak / Ibu dosen yang telah membimbing kami selama ini. 6. Bapak Nanang Priatna.ST, MT selaku Manager Produksi PT. Krakatau Steel. 7. Bapak Sumadiono.ST, M.si selaku pembimbing kerja praktek divisi WRM yang telah banyak memberi nasehat dan masukan selama ini. Semoga Bapak dan keluarga mendapatkan berkah dari Allah SWT. 8. Bapak Nanang Priatna.ST, MT selaku Manager Gedung Produksi PT. Krakatau Steel. 9. Bapak Sudiratna ST , MT selaku coordinator training. 10. Seluruh staf dan karyawan di Divisi Pabrik Batang Kawat (WRM) Yang telah banyak membantu dalam proses penelitian. Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 3 11. Rekan-rekan Kerja Praktek dari ITS, UI, ITB dan UNDIP yang selalu mendukung dan membantu kami dalam pelaksanaan Kerja Praktek maupun penyelesaikan laporan ini. 12. Rekan rekan Teknik industry UNIMAL (Reza,Ari Chandra alias ustad, Ali, Yogi, Ariyanto, Sigit, Devis, Hakim, Eko, Jalu, ), yang selalu ada baik dalam suka maupun duka. 13. Teman sohibku almarhum Aan Wahyudi yang banyak memberi kenangan dalam hidujp penulis. Selamat jalan sohib semoga ibadah yang dilakukan selama ini diterima. Amin 14. My best friend Hen, Mame yang selalu ada baik suka maupun duka. 15. Serta teman-teman yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimaksih teman-teman.
Penulis menyadari kekurangan yang ada pada laporan ini mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, sehingga saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun selalu penulis harapkan. Akhir kata semoga Laporan Kerja Praktek ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 4 DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI.. iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 5 1.2 Tujuan... 6 1.3 Batasan Masalah 6 1.4 Metode Penelitian 6 BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat dan Perkembangan PT Krakatau Steel 8 2.2 Lokasi PT Krakatau Steel.. 13 2.3 Pembagian Plan PT Krakatau steel 14 2.4 Diagram Struktur Produksi 20 2.5 Tenaga Kerja.. 20 BAB III DASAR TEORI 3.1 Pengertian Kualitas.............................................. 36 3.2 Pengertian Penegdalian Kualitas.................. 36 3.3 Dimensi Mutu............................... 37 3.4 Metode yang digunakan dalam pengendalian kualitas. 37 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data........ 41 4.1.1 Perhitungan Defect Laps......................................... 44 BAB V PENUTUP 5.1Kesimpulan.... 50 5.2Saran .. 50
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 5 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam memasuki era globalisasi, setiap perusahaan dituntut untuk mampu berkompetisi dalam hal kualitas, harga, dan pelayanan. Perkembangan teknologi perlu diikuti perusahaan. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas serta kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu industi strategis yang bergerak di bidang produk berupa baja adalah PT. Krakatau Steel, Cilegon. Meskipun Mendapatkan kemudahan- kemudahan dari pemerintah karena merupakan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), namun pada kenyataannya perusahaan ini masih tetap bersaing dengan industry sejenis lainnya. Dalam hal ini, diperlukan peningkatan kualitas produk agar produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi dan permintaan pasar. Salah satu yang menjadi pusat perhatian di sini adalah cacat produk (defect) yang terjadi pada produk yang diproduksi oleh divisi Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel. Divisi Wire Rod Mill ini memproduksi kawat gulungan (coil). Dalam proses pembuatannya sering terjadi kecacatan. Hal inilah yang menjadi dasar penulis mengambil judul ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS MENGGUNAKAN PETA KONTROL P PADA DIVISI WIRE ROD MILL DI PT. KRAKATAU STEEL. Dengan harapan laporan kerja praktek ini dapat bermanfaat bagi perusahaan dalam hal pengendalian produk serta mengambil tindakan yang korektif bilamana diperlukan.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 6
1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan Kerja Praktek (KP) yang dilaksanakan di PT. Krakatau Steel adalah: 1. Mengetahui defect berupa produk coil yang terjadi di divisi Wire Rod Mill dengan menggunakan peta kontrol P. 2. Mengetahui Proses Utama Pabrik Batang Kawat. 3. Mengetahui faktor penyebab yang ditimbulkan oleh defect yang terjadi. .
1.3 Batasan Masalah Agar pokok permasalahan tidak menyimpang, maka perlu adanya batasan masalah. Adapun batasan masalah sebagai berikut: a. Penelitian dilakukan di PT. Krakatau Steel Divisi WRM. b. Data produksi dan data defect diambil pada periode bulan Juni 2010-Mei 2011. c. Pengendalian kualitas menggunakan peta kontrol P
1.4 Metodelogi Penelitian Dalam Pengumpulan data (informasi), penulis melakukan studi lapangan dan studi pustaka. 1. Studi Lapangan Data yang penulis peroleh dari studi lapangan ini berasal dari : a. Pengamatan selama kerja praktek. b. Bimbingan dari pembimbing, training koordinator, staf dan para karyawan.
2. Studi Pustaka Pencarian informasi dengan cara mempelajari dokumen dan buku-buku pengendalian kualitas yang berhubungan dengan penelitian maupun sumber internet. Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 7
BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Singkat dan Perkembangan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. berdiri sejak tanggal 31 Agustus 1970 dengan adanya surat keputusan dari pemerintah indonesia pada waktu itu oleh Indonesian Government Regulation (IGR) dengan nama proyek Trikora melalui P.P. no 35 tahun 1970 yang berisi tentang penindak lanjutan proyek baja dan disahkan oleh Tan Kok Hie di Jakarta. Yang memiliki visi dan misi menjadi acuan dalam proses pengembangan kualitas dan kuantitas produksi yaitu : Visi : Perusahaan Baja Terpadu dengan Keunggulan Kompetitif, Untuk Tumbuh dan Berkembang secara Berkesinambungan, menjadi Perusahaan Terkemuka di Dunia. (An Integrated Steel Company With Competitive Edges To Grow Continuously Toward a Leading Global Enterprise). Misi : Menyediakan Produk Baja Bermutu dan Jasa Terkait, bagi Kemakmuran Bangsa. (Providing The Best Quality Steel Products and Reliated Services for The Prosperity of The Nation). Nilai Budaya: Compentence, Integrity, Reliable, Innovative. Falsafah Perusahaan : Partnership For Sustainable Growth. Dasar penentuan lokasi pendirian pabrik besi baja antara lain : Pemasaran yang cukup baik Adanya pelabuhan atau prasarana Tersedianya tanah yang cukup luas Tersedianya air yang cukup banyak Kondisi politis daerah Daerah bahan baku (saat itu) Tersedianya buruh (saat itu) Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 8 Adapun rincian dari perkembangan PT. Krakatau Steel mulai dari dirintis sampai dengan sekarang adalah: Tahun 1956 Munculnya gagasan perlunya industri baja di Indonesia di kemukakan oleh Chaerul Saleh, Menteri Perindustrian dan Pertambangan dan Ir. H. Juanda, Dirjen Biro Perancangan Negara (menjadi Perdana Menteri RI tahun 1958). Persetujuan pokok kerja sama dalam lapangan ekonomi dan teknik antara republik Indonesia dan Uni Sovyet sosialis tanggal 15 september 1956. Direalisasikan dengan penandatanganan kontrak pembangunan proyek vital oleh perdatam : a. Proyek Aluminium Medan b. Proyek besi baja Kalimantan c. Proyek Besi Baja Trikora Pembentukan team proyek besi baja, dikepalai Drs. Soejipto dibantu Ir. A. Sayoeti, Ir. Tan Boen Liam dan RJK Wiriasoeganda. Penelitian sumber biji besi di Bayah/ujung Kulon banten dan di Lampung dibantu ahli dari Belanda Ir. Binghorst. Tahun 1958 Penelitian sumber bijih besi di Kalimantan dipimpin RJK wiriasoeganda bekerja sama konsultan Jerman Barat W EDEXRO (West Deutch Ingenineur Bureau) yang dipimpin oleh Dr. Walter Roland. Tahun 1959 Penelitian lokasi pendirian Pabrik besi baja di lakukan terhadap dua propinsi dan dibantu team ahli Rusia. Dua Provinsi tersebut : 1. Jawa Timur, penelitian di Jawa Timur dilakukan di empat daerah yaitu Gresik, Probolinggo, Pasuruan dan Banyuwangi. 2. Jawa Barat, penelitian di Jawa Barat dilakukan di Cilegon Banten. Prinsip yang dipegang dalam survei lokasi pendirian Pabrik Besi Baja adalah : Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 9 a. Menggunakan bahan baku dari dalam negeri, alternatif : di timur berasal dari kalimantan dan dari barat berasal dari Lampung. b. Air yang cukup. c. Dekat Pelabuhan. d. Pendirian sumber tenaga listrik baru (diesel gas dan batu bara) Hasil survey menyatakan bahwa Cilegon dan Probolinggo yang memenuhi syarat prinsip di atas. Lalu pemerintah Indonesia melalui menteri Departemen Perindustrian, perdagangan dan pertambangan (Deperdatam) memutuskan Cilegon yang paling cocok untuk dijadikan lokasi pabrik baja berkapasitas produksi baja mencapai 100.000 ton per tahun, menggunakan proses Tanur Siemens Martin (Open Hearth Furnace), dengan pertimbangan: a. Bahan baku 70% scrub dan 30% pig iron Lampung b. Air dari daerah Cidanau (Cinangka) c. Pelabuhan Merak Tahun 1960 Kontrak Pembangun pabrik baja Cilegon nomor 080 tanggal 7 juni 1960 antara Indonesia dengan All Union Export-Import Corporation (Tjazpromex Pert) of Moscow. Tahun 1962 Peletakan Batu pertama atau peresmian pembangunan proyek besi baja Trikora Cilegon di area 616 Ha pada tanggal 20 mei 1962, dan berdasarkan ketetapan MPRS No.2/1960 proyek diharuskan selesai sebelum 1968 Tahun 1963 Pemerintah RI mengeluarkan keputusan RI No. 123 tahun 1963 tanggal 25 juni 1963 tentang penetapan status proyek pabrik baja Trikora Cilegon menjadi proyek vital. Tahun 1965 Terhentinya pembangunan proyek besi baja Trikora karena krisis politik (pembrontakan G30S/PKI). Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 10 Tahun 1967 Berubahnya proyek besi baja Trikora menjadi bentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan instruksi Presiden Republik Indonesia No.17 tanggal 28 Desember 1967. Tahun 1970 PT Krakatau Steel resmi berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.35 tanggal 31 Agustus 1970 tentang penyertaan modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan (persero) PT Krakatau Steel dengan maksud dan tujuan untuk menyelengarakan penyelesaian pembangunan proyek baja Trikora serta mengembangkan industri baja dalam arti luas. Tahun 1971 Pendirian PT Krakatau Steel di sahkan dengan akte notaris Tan Thong Kie No.34 tanggal 23 oktober 1971 di Jakarta dan di perbaiki dengan naskah N0.25 tanggal 29 Desember 1971. Tahun 1975 Kelanjutan pembangunan PT KS tahap satu dengan kapasitas produksi 0.5 juta ton per tahun berdasarkan Keppres No.30 tanggal 27 Agustus 1975. Tahun 1977 Peresmian Pabrik Besi Beton,pabrik Besi Profil dan pelabuhan khusus cigading PT Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto tanggal 27 Juli 1977. Tahun 1979 Peresmian pabrik Besi Spons model Hylsa (50%), Pabrik Billet Baja (Electric Arc Furnance) atau Dapur Thomas wire rod,PLTU 400 Mw,dan Pusat Penjernihan Air kapasitas 2000 liter/detik) PT KS serta KHI pipe oleh Presiden Soeharto tanggal 9 Oktober 1979. Tahun 1985 Ekspor perdana produk baja PT KS ke beberapa negara seperti Jepang, Inggris, Amerika, India, China, timar tengah, Korea dan negara Negara ASEAN. Tahun 1989 Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 11 PT Krakatau Steel dan 9 BUMN strategis lainnya ( PT Boma Bisma Indra, PT Dahana, PT INKA, PT INTI, PT IPTN, PT LEN, PT Barata Indonesia, PT Pindad dan PT PAL) berdasarkan keputusan Presiden RI no 44 tanggal 28 Agustus 1989. Tahun 1990 Peletakan batu pertama dan modernisasi PT KS oleh menteri muda perindustrian atau Dirut PT KS Ir. Tungky Ariwibowo tanggal 10 November 1990 dengan sasaran : 1. Peningkatan kapasitas produksi dari 1,5 juta ton menjadi 2,5 juta ton pertahun. 2. Peningkatan kualitas dan peragaman jenis baja. 3. Efisiensi produksi Tahun 1991 Merger PT Cold Rolling Mill Indonesia Utama ( PT CRMIU ) menjadi unit produksi PT krakatau Steel tanggal 1 Oktober 1991. CRM didirikan 19 Pebruari 1983 yang diresmikan tahun 1987. Tahun 1992 Pemisahan unit produksi Baja Profil menjadi PT Krakatau Waja Tama tanggal 24 Juli 1992. Tahun 1993 Peresmian perluasan PT Krakatau Steel oleh Presiden Suharto tepatnya 18 Pebruari 1993, yang meliputi : 1. Modernisasi dan perluasan HSM 1,2 juta ton menjadi 2 juta ton/tahun. 2. Perluasan pelabuhan Pellet Bijih besi dari kapasitas pembongkaran 3 juta menjadi 6 juta ton per tahun. Tahun 1994 PT Krakatau steel memperoleh sertifikat ISO 9002 yaitu pada tanggal 17 November 1994. Tahun 1995 Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 12 Penyelesaian proyek perluasan dan modernisasi PT Krakatau Steel oleh menteri muda perindustrian Republik Indonesia atau komisaris utama PT Krakatau Steel, Ir. Tungky Ari Wibowo, bertepatan dengan HUT ke 25 PT KS tanggal 31 Agustus 1995. Pabrik yang mengalami proyek perluasan tersebut yaitu pabrik Besi Spons-HYL III dan SSP II. Tahun 1996 PT Krakatau Steel Back to core bisnis baja dengan membentuk unit unit otonom / unit penunjang menjadi badan usaha tersendiri atau istilah populernya menjadi anak perusahaan yang meliputi : 1. PLTU 400 MW menjadi PT Krakatau Daya Listrik 2. Penjernihan air krenceng menjadi PT Krakatau Tirta Industri 3. Pelabuhan khusus Cigading menjadi PT Krakatau Bandar Samudera 4. Rumah Sakit Krakatau Steel menjadi PT Krakatau Medika 5. Sarana dan Prasarana kawasan menjadi PT KIEC 6. Teknologi Informatika / IT menjadi KIT Tahun 1997 PT Krakatau Steel mendapat sertifikat ISO 14001 pada bulan April 1997. Tahun 1998 PT Krakatau Steel menjadi bagian dari PT Pakarya Industri (Persero) tanggal 10 Agustus 1998 berdasarkan P.P. No 35/1998. Tahun 1999 PT Pakarya Industri (persero) berubah nama menjadi PT Bahana Prakarya Industri Strategis (BPIS) total aset Rp 16 Triliun. Neuro Furnace controller (NFC) yang merupakan sistem pengendali elektroda terpadu berbasis jaringan saraf tiruan, mulai diterapkan pada operasi rutin Electrric Arc Furnace (EAF), pabrik SSP II PT KS. NFC adalah inovasi hasil karya tenaga tenaga PT KS dengan LSDE-BPPT dan telah dipatenkan dengan nomer P990187 serta meraih ASEAN ENGINEERING AWARDS (24 Oktober 2001).
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 13 Tahun 2000 Pemerintah melalui forum RUPS luar biasa pada tanggal 28 maret 2002 telah membubarkan PT BPIS. Pengalihan aset BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis) ke pemerintah (kantor MENNEG BUMN sebagai pemegang kuasa menteri keuangan).
2.2 Lokasi PT Krakatau Steel Lokasi PT Krakatau Steel yang sangat strategis dimana sarana dan prasarana yang ada untuk kebutuhan di daerah Cilegon sangat menunjang pada pertumbuhan industri Baja tersebut. Diantaranya tersedianya jaringan rel kereta api dan pelabuhan yang mempermudah jalur distribusi bahan baku dari alam atau luar daerah dan juga memperlancar distribusi hasil produksi. Untuk mendatangkan atau mengangkut bahan baku dari luar daerah atau luar negeri, disinilah peran penting sebuah pelabuhan Samudera untuk kapal kapal berkapasitas besar dapat berlabuh. Sehingga akan mempermudah kegiatan produksi industri tersebut. Selain itu adanya lembaga pendidikan yang bersifat kejuruan serta kesadaran pendidikan masyarakat sekitar yang tinggi sehingga banyak tersedianya tenaga kerja yang terdidik, mampu dan ahli dibidangnya. Dan adanya sarana pengembangan teknologi informasi yang dapat mendukung akses jaringan, baik jaringan bisnis maupun ilmu teknologi produksi. Adapun yang perlu diketahui juga bahwa PT Krakatau Steel lokasinya berada di daerah perindustrian dan berada di segitiga kota, sehingga mempermudah jalur komunikasi dan informasi yang efektif dan efisien. Maka jelas bahwa pendirian fasilitas atau sarana yang telah diuraikan diatas tersebut sangat penting untuk menunjang hasil produksi baja PT Krakatau Steel, sehingga perlu diketahui bahwa pembangunan industri PT Krakatau Steel kini telah mengalami kemajuan dan tentunya juga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat cilegon pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 14 2.3 Pembagian Plan PT Krakatau Steel
Gambar 2.1. Proses produksi PT. Krakatau Steel Untuk melakukan sebuah produksi PT Krakatau steel dibagi dalam beberapa plan yaitu : 1. Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Plan) Merupakan pabrik yang mengolah pellet (Bijih Besi) menjadi sponge iron. Disini besi besi (pellet) direaksikan dengan gas alam dalam reactor dan melalui beberapa tahap. Produksi besi spons yang dihasilkan pada Hylsa I 1 juta ton pertahun dan Hylsa III 1,35 juta ton pertahun mencapai 2,35 juta ton pertahun yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan suber metallic yang lainnya terutama disebabkan rendahnya unsur pengotor serta kandungan karbon yang cukup tinggi sehingga proses pembuatan menggunakan dapur listrik berlangsung efektif dan efisien sehingga menjamin konsistensi kualitas baja yang dihasilkan.
Gambar 2.2. Proses pabrik besi spons Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 15 2. Pabrik Baja Slab ( Slab Steel plant/SSP) Pabrik Baja Slab di krakatau steel ada 2 buah yaitu SSP I dan SSP II. SSP I dibangun pada tahun 1982 dengan teknologi pembuatan baja MANGHH dan CONCAST dari jerman. SSP I terdiri dari 4 dapur baja listrik dengan masing masing berkapasitas 130 ton dan 2 mesin concast (mesin tuang kontinyu) serta ladle furnace. SSP II dibangun tahun 1993 dengan menggunakan teknologi pembuatan baja dari Voest Alpine Australia. Pabrik ini dilengkapi 2 dapur baja listrik dan 1 mesin CONCAST serta ladle furnace dan RH vacuum degassing untuk memproduksi baja karbon ultra rendah. SSP II berkapasitas 800.000 ton per tahun. Pabrik baja slab memproduksi lempengan baja yang bahan bakunya adalah besi spons sebagai bahan baku utama dan scrab ditambah dengan kapur baker serta dicampur dengan unsur unsur lain seperti C, Fe, Mn, SiD dan lain lain. Disamping itu juga memanfaatkan peleburan ulang baja baja reject (rusak) ketika diproses didivisi HSM, CRM, WRM. Pada pabrik ini komposisi kimia dari baja di daur ulang lagi sesuai dengan permintaan konsumen. Pabrik ini menghasilkan baja slab dengan ukuran tebal 200 mm, lebar 950-2080 mm, panjang maksimum 12.000 mm dan berat 30 ton. Kapasitas total dari pabrik baja slab adalah 1,8 juta ton/tahun.
Gambar 2.3. Proses produksi pabrik baja slab Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 16
3. Pabrik Billet Baja (Billet steel Plant/BSP) Pabrik billet baja adalah pabrik yang membuat baja dalam bentuk batangan. Baja batangan tersebut akan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan baja profil, tulangan beton, batang kawat dan kawat. BSP mulai beroperasi pada tahun 1979 berjalan dengan dioperasikannya DR Plant. Kapasitas awal 650 ribu ton/tahun dengan teknologi ManGHH dan CONCAST dari Jerman. Sebagai bahan baku utamanya adalah besi spons bersama sama dengan besi tua atau scrab dan paduan ferro dilebur dan diolah didalam baja dapiur listrik untuk dicairkan diproses seperti pada pembuatan baja slab. Setelah menjadi cairan baja kemudian dituang dalam cetakan. Billet di PT Krakatau Steel mempunyai 4 buah dapur listrik untuk proses pembuatan baja billet masing masing berkapasitas 65 ton baja cair tiap peleburan, serta 2 buah mesin tuang kontinyu dengan 4 buah train. Pabrik ini menggunakan sumber radioaktif untuk mengukur level baja cair. Ukuran dapur jelas lebih kecil daripada dapur untuk baja slab. Penampung pada pabrik billet ini diproduksi dalam 3 macam : 1. Ukuran 110 x 110 mm, 120 x 120 mm 2. Ukuran 130 x 130 mm 3. Standar panjang 6 m, 9 m, dan 12 m
Gambar 2.4. Proses produksi pabrik billet baja Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 17
4. Pabrik Baja Batang Kawat (Wire Rod Mill/WRM) Pabrik batang kawat beroperasi pada tahun 1979 dengan kapasitas awal 220.000 ton per tahun, menggunakan teknologi SMS dari Jerman, kapasitasnya meningkat menjadi 300.000 ton per tahun pada tahun 1992 karena penambahan equipment dari Morgan USA. Pabrik ini menggunakan bahan setengah jadi dari pabrik baja billet sebagai bahan baku untuk untuk diolah menjadi baja batang kawat. Ukuran baja batang kawat yang dihasilkan memiliki diameter 5,5-14 mm, yang dikerjakan dalam bentuk gulungan, setelah dilakukan beberapa modifikasi terutama penggunaan model NO Twist Mill (NTM) pada finishing stand serta pendinginan batang kawat menggunakan Stelmor conveyor. Pabrik kawat baja ini dilengkapi dengan 6 mesin pembuat kawat dan unit pelapis seng pabrik ini menghasilkan kawat baja dengan kadar karbon rendah. Kapasitas produksi saat ini sebesar 450.00 ton per tahun. Karena proyek optimalisasi yang sedang berjalan sejak 1996, produk batang kawat pada umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuat mur/baut, kawat las dan lain lain.
Gambar 2.5. Proses produksi pabrik baja batang kawat (WRM)
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 18 5. Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill/HSM) Pabrik ini selesai dibangun pada tahun 1983 dengan teknologi pengerolan SMS (Schloemann Siemag) dari Jerman. Pabrik ini memproduksi baja lembaran berupa coil, plat dan sheet. Bahan baku utama dari pabrik ini adalah baja slab yang dihasilkan oleh divisi SSP untuk kemudian dilakukan proses peengerolan panas (milling). Kapasitas produksi pabrik ini adalah 2 juta ton pertahun dan dikendalikan secara otomatis dengan control set up komputer. Dengan demikian produk yang dihasilkan dijamin memiliki kualitas yang tinggi. (LR, JIS, dan sertifikasi internasional lainnya seperti ISO), baik dalam hal kekuatan mekanik, toleransi ukuran maupun kualitas bentuk (shape). Pada pabrik baja lembaran panas terdapat 2 furnace yang berfungsi untuk memanaskan slab, Sizing Press, roughing mill, 6 finishing stand dan 2 buah coiler. Pabrik ini memanfaatkan sumber radio aktif untuk mengukur ketebalan dan profil strip untuk mengatur posisi slab dalam furnace. Selain itu juga pabrik ini menghasilkan strip dengan ketebalan 2 mm sampai dengan 25 mm, lebar 500 mm sampai dengan 2080 mm.
Gambar 2.6. Proses produksi pabrik baja lembar panas (HSM)
6. Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill/CRM) Pabrik ini diselesaikan pada tahun 1986 dengan menggunakan teknologi CLECIM teknologi dari prancis. Pabrik ini menghasilkan baja lembaran seperti Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 19 divisi HSM, tetapi hasil produksinya berdimensi lebih tipis dari divisi HSM. Dengan kapasitas terpasang sebesar 850.000 cold rolled coil/Sheet per tahun. Pabrik ini telah mampu memproduksi baja lembaran untuk aplikasi komponen komponen otomotif, peralatan rumah tangga, kaleng makanan/minuman, baja lembaran lapis seng dan lain lain.
Gambar 2.7. Proses produksi pabrik baja lembar dingin (CRM)
7. Pabrik Baja Beton (Bar Mill) Pabrik ini menghasilkan baja tulangan beton dengan bahan baku baja billet dari pabrik BSP. Pabrik baja beton memiliki kelengkapan dapur pemanasan billet berkapasitas 40 ton/jam, 7 roughing mill dan 2 finishing stand. Pabrik ini menghasilkan baja beton dengan diameter 10 mm sampai 35 mm, jenis baja beton yang dihasilkan adalah baja beton tulang polos dan baja beton tulang bersirip.
8. Pabrik Baja Profil (Skelp Mill) Pabrik baja profil menghasilkan baja baja profil dengan bahan baku baja bilet. Pabrik baja profil terdiri dari dapur pemanasan billet berkapasitas 38 ton/jam, 1 buah roughing stand, 1 buah intermediate stand dan 1 buah finishing stand. Baja profil yang dihasilkan adalah baja siku dengan ukuran 60 x 60 mm sampai 120 x 120 mm. Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 20 2.4. Diagram Struktur Produksi
Gambar 2.8. Struktur Produk PT Krakatau Steel
2.5 Tenaga Kerja Peraturan jam kerja yang berlaku yaitu : Staff : 08.00 16.00 WIB Karyawan terdiri dari 3 shift, pembagiannya sebagai berikut : 1. Shift I : 06.00 14.00 WIB 2. Shift II : 14.00 22.00 WIB 3. Shift III : 22.00 06.00 WIB Dalam hal ini perusahaan tidak akan terlepas dari sebuah tenaga kerja, karena ini merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan untuk membentuk suatu kesatuan dalam operasional dari perusahaan sehingga kegiatan untuk menghasilkan produksi dapat berjalan menurut fungsinya. Pada perusahaan Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 21 industri PT Krakatau Steel status tenaga kerja atau karyawan di bagi menjadi dua, yaitu: Tenaga kerja tetap Mitra kerja Dan tenaga kerja yang bersifat mitra kerja disuplai dari beberapa perusahaan labour suplai yang mendapatkan kontrak kerja dengan PT Krakatau Steel.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 22 BAB III PABRIK WIRE ROD MILL ( WRM )
3.1 Sejarah Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill) Pabrik Batang Kawat ini awalnya bernama Wire Rod & Strip Mill (WRSM). Sejak awal WRSM beroperasi hanya memproduksi wire rod dan strip, untuk memproduksi 2 jenis produk yaitu wire rod diameter billet produk antara 5.5 mm sampai 12 mm dan strip yang mempunyai lebar maksimum 360 mm dan tebal minimum 2 mm, yang masing-masing terdiri dari 2 jalur. Pabrik ini mulai beroperasi sejak tahun 1979 dengan teknologi dari schloeman-siemag Jerman, yang mempunyai kapasitas 220.000 MT pertahun. Bahan baku untuk memproduksi rod dan strip tersebut adalah billet baja dengan square 110 mm dan panjangnya 10 m. Secara garis besar layout Pabrik terbagi atas 5 area yaitu Furnace, Roughing Mill, Intermediate Mill, Pre-Finishing Mill dan Finishing Mill. Seiring berkembangnya teknologi dan seiring meningkatnya permintaan pasar maka beroperasilah Pabrik Hot Strip Mill di tahun 1983 dan dilakukannya modernisasi pertama Pabrik WRSM di tahun 1991 dan berakhir sampai tahun 1999. Modernisasi tahap pertama dilakukan dengan penggantian horizontal stand (twisting) finishing mill dan juga penggantian seluruh equipment finishing. Modernisasi tahap ke 2 yaitu melakukan perningkatan produksi menjadi 320.000 ton/tahun dan juga diameter produksi bertambah menjadi 5.5 mm sampai 20 mm, hal tersebut dilakukan dengan meningkatkan speed no-twist block Finishing Mill. Modernisasi tahap ke 3 yaitu pergantian 6 dari 8 stand two-high horizontal di Intermediate Mill, dimana 4 stand pertama diganti dengan tipe horizontal-vertical stand sedangkan 2 stand berikutnya diganti dengan Pre-Finishing block. Modernisasi tahap ke 4 melakukan pemasangan c-hook untuk coil handling dari mill side dan auto Compactor untuk coil bundling. Modernisasi tahap ke 5 merupakan modernisasi yang terkahir, dilakukan pada tahun 1999 yaitu dengan melakukan penyelesaian untuk 2 line yang meliputi penggantian pusher type Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 23 furnace 60 t/h menjadi walking beam 150 t/h buatan Krosaki Jepang, penambahan 4 stand H-V (cartridge) Pre-Roughing Mill, pemasangan 4 stand H-V (cartridge) di Intermediate mill line 2, dan pemasangan pre-finishing block sampai reforming station line 1.
3. 2 Struktur Organisasi Pabrik Batang Kawat
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Divisi Pabrik Batang Kawat
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 24 3.3 Proses Produksi Batang Kawat 3.3.1 Bahan Baku Batang Kawat Pabrik batang kawat saat ini dapat memproduksi ukuran dengan diameter antara 5,5 mm sampai 20 mm dengan mengacu pada JIS (Japanese Industrial Standard). Bahan baku yang dipergunakan untuk produksi adalah billet baja dengan square 130 mm sampai square 180 mm dan panjang 9 m. Adapun Spesifikasi dari billet baja yang digunakan untuk produksi adalah sebagai berikut: 1. Low Carbon KS 1006E KS 1008E KS 1008K KS 1010 2. Medium Carbon KS 1015 KS 1020 KS 1024 KS 1032 3. High Carbon KS 1042A/B KS 1062A/B KS 1067A/B KS 1072A/B KS 1082 4. Spec C/ Elektrode KS 1006E1 KS 1006E2 KS 1208WS
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 25 3.3.2 Peralatan Utama Pabrik Batang Kawat 3.3.2.1 FURNACE Reheating furnace tipe walking beam dengan kapasitas 150 t/h buatan Krosaki Japan ini berfungsi untuk memanaskan billet dengan ukuran square 130 mm sampai square 180 mm dan panjang 9 m, sampai pada temperatur 1200 o C dengan menggunakan bahan bakar gas atau light oil. Furnace ini mempunyai ukuran panjang 9m dan lebar 27m dengan 3 zone pemanasan yaitu pre-heating, heating dan soaking dimana masing-masing mempunyai 16 burner. Awal dioperasikannya pada bulan Maret 1999 sebagai pengganti dari furnace sebelumnya yaitu tipe pusher ex OFU Jerman dengan kapasitas 70 t/h.
3.3.2.2 ROLL TABLE AFTER FURNACE (RT. 01) Roll table 01 ini berfungsi hanya sebagai pengantar billet saat keluar dari Reheating furnace ke Pre-Roughing Mill.
3.3.2.3 HIGH PRESSURE WATER DESCALER Water descaler dengan tekanan air sampai 180 bar ini mempunyai fungsi untuk melepaskan scale yang mempel pada permukaan billet yang terbentuk pada waktu pemanasan saat berada di dalam furnace.
3.3.2.4 PINCH ROLL Pinch roll ini letaknya sebelum Pre-Roughing Mill, mempunyai fungsi untuk mengantar sekaligus membantu billet untuk masuk ke stand pertama Pre- Roughing Mill.
3.3.2.5 PRE-ROUGHING MILL Pre-Roughing Mill terdiri dari 4 stand horizontal dan vertical. Mempunyai fungsi untuk mereduksi billet square 180 mm menjadi ukuran square 105 mm. Khusus untuk billet square 130 mm, dummy untuk 2 stand pertama. Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 26
3.3.2.6 ROLL BENCH Roll bench berfungsi hanya sebagai guide billet ke roll table 1.1 atau 1.2, yang telah direduksi di Pre Roughing Mill.
3.3.2.7 PENDULUM SHEAR S-04 Shear ini berfungsi untuk memotong kepala billet yang keluar dari stand terakhir Pre-Roughing. Hal ini dikarenakan ujung kepala dan ekor billet mempunyai temperatur yang relatif lebih rendah dan juga reduksi di Pre- Roughing dapat menyebabkan ujung kepala billet pecah yang nantinya dapat mengakibatkan couble di stand berikutnya.
3.3.2.8 DEVIATOR Deviator berfungsi hanya sebagai media atau perantara untuk mengatur billet yang keluar dari Pre-Roughing Mill masuk ke stand 1 atau stand 2 secara bergantian.
3.3.2.9 DOUBLE ROLLER TABLE (RT 1.1/RT 1.2) Double roller table berfungsi sebagai guide billet dari Pre-Roughing Mill ke Roughing Mill.
3.3.2.10 DOUBLE MOUNT SHEAR Double Mount Shear ini berfungsi sebagai shear cadangan jika terjadi couble di roughing mill dia akan langsung mencacah billet yang masuk.
3.3.2.11 HORIZONTAL ROUGHING MILL Stand Roughing ini berfungsi untuk mereduksi billet dari Pre-Roughing dengan square 105 mm menjadi billet square 43 mm yang selanjutnya merupakan input untuk Intermediate Mill. Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 27 Roughing Mill ini terdiri dari 8 stand horizontal. 4 stand pertama merupakan tipe terbuka sedangkan 4 stand berikutnya tipe tertutup.
3.3.2.12 SHEAR 10 Shear 10 ini dibagi 2 yaitu, rotating shear yang digunakan untuk line 1 dan drum shear pada line 2. Fungsi pertama sebagai crop shear yaitu memotong setiap ujung kepala dan ekor billet dari Roughing Mill. Pemotongan dilakukan mengingat bagian kepala dan ekor dengan pemotongan dibatasi tidak lebih 250 mm pada bagian kepala dan 150 mm pada bagian ekor. Fungsi kedua sebagai couble shear yaitu memotong-motong billet sepanjang 300 mm, jika terjadi couble di Intermediate mill atau Finishing Mill.
3.3.2.13 LOWERING TROUGH Lowering trough berfungsi untuk mengecek tension billet antara roughing dan intermediate mill dan juga untuk mentransfer billet ke jalur yang diinginkan jika terjadi couble di intermediate atau finishing mill.
3.3.2.14 HORIZONTAL INTERMEDIATE MILL Two-high horizontal stand tipe close housing dari Schloeman-Siemag Jerman merupakan 2 stand pertama dari Intermediate Mill yang berfungsi untuk mereduksi billet.
3.3.2.15 INTERMEDIATE MILL Empat stand berikutnya di Intermediate Mill berfungsi untuk mereduksi di Intermediate Mill sebagai kelanjutan dari Roughing Mill, yang nantinya menghasilkan 2 line produksi.
3.3.2.16 UP LOOPER I, II, III, IV. Empat Up Looper terdapat pada Horizontal-Vertical Intermediate Stand Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 28 yang berfungsi untuk mendapatkan kondisi minimum tension dengan membentuk vertical loop melalui control scanner di masing-masing stand.
3.3.2.17 SIDE LOOPER (BEFORE PRE-FINISHING) Horizontal Side looper sebelum Pre-Finishing Mill berfungsi untuk mengatur tension billet antara Intermediate dengan Pre-Finishing Mill dengan membentuk loop melalui control scanner sehingga diperoleh kondisi tension free.
3.3.2.18 SNAP SHEAR (BEFORE PRE-FINISHING) Snap shear merupakan bagian pada rangkaian alat-alat produksi batang kawat yang memilki fungsi sebagai pemotong darurat untuk memotong billet jika sewaktu-waktu terjadi couble di bagian pre-finishing block. Snap shear juga berfungsi sebagai alat pengaman untuk menutup pass line untuk mencegah masuknya billet pada saat penutup pre-finishing block dibuka.
3.3.2.19 PRE-FINISHING BLOCK Prefinishing block merupakan bagian dari alat-alat produksi yang memiliki fungsi mereduksi billet dari sekeluarnya dari intermediate mill, terdiri dari 2 (dua) set roll tungsten carbide yang terpasang dengan sudut 45 o pada mill line dimana setiap set roll saling tegak lurus membentuk sudut 90 o dengan set roll sebelumnya. Pada daerah ini tidak lagi diperlukan twist guide dikarenakan susunan rollnya yang dibuat horizontal dan vertikal.
3.3.2.20 WATER BOX (BEFORE FINISHING BLOCK) Water box sebelum bagian finishing block memiliki fungsi membersihkan scale sekaligus mengatur temperatur billet masuk finishing block antara 950 s/d 970 0 C.
3.3.2.21 CHOP/DIVIDE (CD) SHEAR Chop/divide shear dengan tipe rotary steel blade memiliki dua fungsi utama, Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 29 antara lain: sebagai chop shear (memotong ujung kepala dan ekor dari billet) dan juga sebagai divide shear (menghentikan aliran billet jika sewaktu-waktu terjadi couble di bagian finishing block). Bagian ini memiliki satu pisau di masing- masing porosnya.
3.3.2.22 TROUGH SWITCH Through switch memiliki peranan sebagai pengubah arah billet ke bagian chopping shear untuk dipotong-potong jika terjadi couble di bagian finishing block. Pada saat posisi switch berada pada posisi UP, aliran billet akan dialirkan ke bagian chopping shear. Pada saat posisi switch berada pada posisi DOWN, aliran billet akan dialirkan menuju bagian finishing block.
3.3.2.23 CHOPPING SHEAR Chopping shear atau couble shear mempunyai fungsi memotong-motong billet apabila terjadi couble. Ketika terjadi couble di finishing block, aliran billet diputus oleh divide shear sebelum kemudian plat pendeteksi aktif dan billet di arahkan oleh through switch ke chopping shear untuk kemudian dipotong-potong. Billet yang sudah dipotong-potong tersebut kemudian masuk ke dalam bak scrap.
3.3.2.24 SIDE LOOPER (BEFORE FINISHING) Side looper yang terletak sebelum bagian finishing mill memiliki fungsi mengontrol tegangan billet (billets tension) antara prefinishing mill dengan finishing mill, kondisi yang diharapkan adalah billet berada dalam keadaan bebas teangan (tension free).
3.3.2.25 SNAP SHEAR (BEFORE FINISHING BLOCK) Snap Shear yang terletak di bagian sebelum finishing block berfungsi sebagai pemotong darurat yang akan memotong billet apabila terjadi couble di finishing block dan alat pengaman untuk menutup pass line pada saat penutup Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 30 finishing block dibuka. Prinsip penggunaannnya sama seperti snap shear yang terletak sebelum bagian prefinishing block.
3.3.2.26 FINISHING BLOCK Bagian finishing block terdiri dari 10 (sepuluh) stand roll yang berbahan karbida tungsten, finishing block memiliki fungsi untuk mereduksi billet yang sudah melaui proses preroughing, roughing, intermediate, dan prefinishing menjadi produk akhir yang dikehendaki konsumen. Pada bagian finishing block ini billet tidak perlu di-twist, hal ini dikarenakan posisi roll-nya yang diubah menjadi vertikal ataupun horizontal. Seperti pada bagian prefinishing block, setiap stand roll terpasang dengan sudut 45 o pada mill line dan saling tegak lurus membentuk sudut 90 o dengan stand roll sebelumnya.
3.3.2.27 EQUALIZATION & WATER BOXES (AFTER FINISHING BLOCK) Water box memiliki fungsi menurunkan temperatur billet setelah selesai diproses pada bagian finishing block. Pada bagian ini pendinginan dilakukan untuk mendapatkan sifat mekanik yang diinginkan oleh konsumen, hal ini sejenis dengan perlakuan panas (heat treatment). Selain itu, apabila pendinginan dilakukan dengan cepat melewati range kritis, pembentukan scale dapat dibatasi Equalization through meiliki fungsi untuk menyamaratakan temperatur batang kawat dari permukaan (surface) hingga ke bagian dalam (core). Apabila temperatur sama rata (uniform), besar butir austenite akan uniform sebelum bertransformasi menjadi struktur ferite-pearlite di stelmor conveyor.
3.3.2.28 PINCH ROLL Pinch roll memiliki fungsi untuk menahan laju kecepatan bagian ekor billet setelah lepas dari finishing block pada saat billet bergerak dengan kecepatan tinggi agar batang kawat tidak keluar.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 31 3.3.2.29 LAYING HEAD Laying head letaknya setelah bagian pinch roll berfungsi untuk mengubah bentuk billet yang linier (memanjang) menjadi berbentuk bulat-bulat (ring) sekaligus mengantarkannya ke stelmor conveyor. Besar diameternya ditentukan oleh kecepatan dari laying head. Semakin tinggi kecepatan laying head semakin kecil diameternya dan berlaku juga sebaliknya.
3.3.2.30 STELMOR CONVEYOR Stelmor conveyor memiliki fungsi utama sebagai pengontrol laju pendinginan. Selain itu stelmor conveyor juga berfungsi mengantarkan billet yang sudah dibentuk menjadi rod pada bagian laying head menuju bagian two-arm mandrel.
3.3.2.31 REFORMING STATION Rod ring yang dibentuk oleh laying head diantarkan menuju two-arm mandrel. Setelah seluruh ring jatuh, mandrel berotasi, untuk selanjutnya ring yang sudah berbentuk coil tersebut diambil oleh C-Hook.
3.3.2.32 C-HOOK C-hook memiliki fungsi mengantarkan gulungan coil, menuju bagian compactor. C-Hook yang ada di PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk dibuat oleh perusahaan Sundbirsta Swedia.
3.3.2.33 COMPACTOR Compactor memiliki fungsi memadatkan sekaligus mengikat gulungan coil, dimana setelah dipadatkan oleh compactor, gulungan coil tersebut diikat secara otomatis pada empat sisi dengan menggunakan kawat baja.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 32 3.3.2.34 WEIGHING STATION Berfungsi sebagai alat timbangan untuk wire rod yang telah di ikat pada compactor pada proses sebelumnya, sehingga produksi tersebut siap untuk dipasarkan kepada konsumen.
3.4 Tahapan Proses Pembuatan Batang Kawat Untuk memudahkan pemahaman tentang urutan proses rolling billet dalam pembuatan kawat ini, bisa dilihat pada flow process dari pabrik Wire RodMill ini. Secara garis besar tahapan proses yang terjadi ada 3, yaitu tahap pemanasan, tahap pembentukan dan tahap pendinginan.
3.4.1 Tahap Pemanasan Pertama sebelum billet masuk ke furnace diletakkan dahulu dalam charging grade. Dengan bantuan billet pusher, billet ditekan dengan motor rolling table. Pada roller table kedua billet ditimbang secara otomatis dengan bantuan sensor tekan (tension meter) yang datanya dimasukkan ke dalam system control
Gambar 3.4 Flow Process Wire Rod Mill Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 33
untuk pengawasan hasil rolling. Tujuan pemanasan sampai temperatur dalam fase austenite bertujuan agar saat di rolling tidak terjadi pengerasan karena penurunan temperatur. Billet yang berada di roll table disemprot dulu dengan udara untuk membersihkan kotoran yang ada, sehingga kotoran tersebut tidak ikut terbakar pada furnace. Secara hidrolik billet didorong ke dalam furnace untuk dipanaskan. Temperature ruang furnace diusahakan tetap sesuai dengan grade dari billet sehingga pada pengerolan di stand 3 berlangsung pada temperatur 1100 o C juga untuk menjaga agar billet tidak lengket (menempel) di dalam furnace. Untuk itu diperlukan pengaturan panas yang presisi dengan bantuan sensor panas yang mengatur valve besar gas (bahan bakar) yang masuk ke dalam furnace. Pengaturan dan pengawasan temperatur ini dilakukan pada operator pulpit 1. Setelah billet mencapai temperatur yang diinginkan (mendekati temperatur ruang furnace) maksimal 1250 o C, kemudian billet didorong keluar dengan injector yang dialiri air. Air disini berfungsi untuk keamanan injector agar tidak bengkok karena menerima panas yang tinggi. Fungsi operasi injector ini diawasi dan diatur semi otomatis dari operator pulpit 2.
3.4.2 Tahap Pembentukan Proses pembentukan ini dimulai dari bagian Pre-roughing mill dimana dilakukan rolling awal dan pembersihan billet dari kotoran yang menempel pada billet dengan semprotan air. Kemudian billet akan dilewatkan ke beberapa stand untuk mulai di roll. Pada bagian Pre-roughing mill billet dilewatkan pada 4 stand dengan posisi pass bergantian horizontal dan vertikal. Untuk membantu billet masuk ke pass dibantu oleh pinch roll. Setelah mengalami reduksi awal billet akan dilewatkan pada Roughing mill dengan dilewatkan pada 8 stand yang merupakan kumpulan pass dengan bentuk yang berbeda tiap stand. Pada stand 1 berbentuk box, stand 2 berbentuk oval, stand 3 berbentuk round, stand 5 berbentuk pre oval, stand 6 berbentuk Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 34 oval, stand 7 berbentuk round, stand berbentuk oval dan stand 10 berbentuk round. Stand 4 dan 8 tidak dipakai atau dalam keadaan dummy. Billet akan dipaksa melewati pass di setiap stand sehingga akan mengalami reduksi penampang dan mempunyai bentuk penampang sesuai dengan bentuk pass terakhir yang dilalui dengan ukuran yang semakin mengecil, pada bagian roughing mill ini pass diatur tekanannya terhadap billet yang melewatinya dan juga diatur kecepatannya sedemikian rupa sehingga kecepatan di stand 1 akan lebih lambat dari stand 2 dan seterusnya sampai stand 10 yang mempunyai kecepatan tinggi di bagian roughing mill. Selain kecepatan yang berbeda juga diperlukan kestabilan putaran untuk menghasilkan reduksi yang baik. Pengaturan besar-besaran tersebut dilakukan dengan sistem PLC dan diawasi langsung dari pulpit1. Setelah melewati bagian tersebut, billet dipaksa lagi melewati beberapa pass di bagian intermediate mill. Sebelum memasuki bagian intermediate mill billet akan dipotong bagian kepala dan ekornya dengan shear. Pemotongan tersebut dilakukan untuk menghindari cobble (kerusakan billet) akibat kepala yang pecah karena mengalami pendinginan awal (suhunya berbeda jauh dengan body dari billet), demikian juga pada bagian ekor, kecuali untuk produksi rod (kawat) dengan diameter yang cukup besar (>10mm), bagian ekor tidak dipotong. Pengaturan pemotongan ini diawasi dari pulpit 1. Tetapi secara otomatis juga bisa dilakukan dengan bantuan hot metal detector (HMD) untuk mendeteksi adanya billet yang lewat. Bila terjadi cobble sebelum memasuki intermediate mill maka mill billet akan dicacah oleh shear tersebut. Pada prinsipnya pada bagian intermediate mill sama dengan di bagian roughing mill hanya ukuran pass yang berbeda untuk pereduksian billet. Sebagai tambahan di bagian ini dipasang up-looper untuk medapatkan kondisi optimum tension. Dan sebelum memasuki bagian finishing mill diawali pada NTM, billet akan dikondisikan free tension dengan memasuki side looper. Sebelum memasuki NTM billet dipotong pada bagian kepala dan ekornya lagi dengan snap shear 19. Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 35 Bagian finishing mill dilakukan dengan sistem No-Twist Mill yang terdiri dari 10 stand yang digerakkan oleh 1 motor, yaitu motor Synchronus 5000 KW. NTM ini terdiri dari 10 set roll tungsten carbide yang terpasang tegak lurus dengan roll sebelumnya, sehingga tidak dilakukan pemuntiran (twist) billet. Untuk mengetahui cobble pada bagian ini dipasang tali fish line di bawah pass line. Jika kait tali tersebut putus maka fish line ini akan mengaktifkan limit switch untuk menjalankan crop devide shear memotong billet. Kecepatan billet di NTM ini adalah maksimal 100 m/s untuk produk 5,5 mm dengan temperatur 900 o C. Pengontrolan NTM ini harus dilakukan secara teratur, karena roll NTM menyerap panas tidak hanya dari billet tapi juga dari leher bearing. Sehingga dalam proses sistem billet tidak masuk ke dalam NTM, selama pendinginan tidak ada di NTM. Pendinginannya menggunakan air. Level kecepatan dimana air akan menyemprot adalah 10 % dari kecepatan rata-rata. Selama pengoperasian, air akan tetap bekerja untuk beberapa saat (5 detik) sesudah mill habis. Setelah memasuki NTM billet yang sudah berubah menjadi rod (batang kawat) akan memasuki pendinginan (water box).
3.4.3 Tahap Pendinginan Tahapan pendinginan ini sangat mempengaruhi mutu dari produk, karena akan mempengaruhi sifat mekanis, sifat mampu las dan sifat rapuh dari batang kawat. Bagian awal pendinginannya adalah berupa water box, untuk mengatur suhu rod (istilah billet yang akan dipakai setelah memasuki NTM) sebelum masuk ke pinch dan laying head. Setelah melewati water box, rod akan memasuki laying head yang sebelumnya dilewatkan terlebih dahulu pada pinch roll. Pinch roll ini berfungsi untuk mengatur kecepatan rod sehingga bentuk ring dari rod yang dibentuk oleh laying head akan konstan di stelmor conveyor. Tahap selanjutnya memasuki laying head yang akan mengubah bentuk rod dari linear menjadi ring (kumparan). Laying head ini memiliki pipa spinning yang diputar oleh motor listrik. Posisi laying head ini dimiringkan agar ring dari rod Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 36 akan tertata apik di stelmor conveyor. Temperatur pada bagian ini dapat diatur dengan variasi yang cukup luas lewat pengatuaran water box, dengan temperatur minimum 760 o C. Rod yang berbentuk ring setelah melewati laying head akan dibawa oleh stelmor conveyor. Di bagian ini pula sifat mekanik batang kawat tersebut diatur dengan cara mengatur pendinginan lewat blower yang dipasang di bawah stelmor conveyor. Untuk baja karbon tinggi dilakukan pendinginan cepat dengan cara membuka cover dan menghembuskan udara dengan blower. Untuk baja karbon rendah digunakan metode pendinginan lambat dengan cara kecepatan conveyor diturunkan, cover ditutup dan blower diatur hembusannya atau dimatikan tergantung sifat metalurgi yang dikehendaki. Rod yang telah didinginkan tersebut akan dibentuk gulungan kawat di reforming station, untuk selanjutnya dilakukan di bagian finishing end yang terdiri dari peralatan reforming chamber untuk mengumpulkan ring dari rod, two arm mandrel untuk membentuk diameter gulungan dan mengantarkan ke coil transfer car, C-Hook untuk membawa gulungan kawat menuju pengepakan. Pengepakan dilakukan dengan compactor untuk memadatkan gulungan kawat dan mengikat kawat secara otomatis. Seluruh proses dari pembentukan billet menjadi yang kemudian menjadi rod (batang kawat) hampir dilakukan secara otomatis dengan bantuan sistem yang menggunakan PLC ( Programmable Logic Controller) dan juga pengawasan manual yang diatur pada pulpit yang terdapat pada masing-masing tahap. Dimana pengaturan dari pulpit itu sendiri berkomunikasi secara langsung dengan PLC.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Landasan Teori 4.1.1 Pengertian Kualitas Menurut Juran mutu adalah sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for us). Definisi ini orientasi terhadap pemenuhan harapan pelanggan. Menurut Shewhart mutu adalah konsep bagan kendali (control chart) yang sederhana dan sekarang dikenal dengan istilah Shewhart chart. Menurut Crosby mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainabilitiy, dan cost effectiveness. Crosby ini dalam mencapai mutu menekankan pentingnya melibatkan setiap orang dalam organisasi proses, dengan jalan menekankan kesesuaian terhadap permintaan atau spesifikasi. Pengertian mutu Crosby kemudian lebih ditekankan pada aspek zero defect. Menurut Deming mutu adalah mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang. Penekanan utamanya adalah perbaikan dan pengukuran mutu secara terus menerus sehingga dikenal dengan konsep pengendalian mutu statistik (statistical proses control).
4.1.2 Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas menurut Sritomo Wigujosoebroto (252 : 2003) merupakan suatu system verifikasi dan penjagaan / perawatan dari suatu tingkatan / derajat kualitas produk atau proses yang di kehendaki dengan cara perencanaan yang seksama pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus, Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 38 serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Dengan demikian hasil yang diperoleh dengan kegiatan pengendalian kualitas benar-benar memenuhi standar yang telah direncanakan. 4.1.3 Dimensi Mutu / kualitas
Mutu memiliki dimensi yang banyak, sehingga sulit mendefinisikannya. David Garvin menyarankan delapan dimensi yaitu: 1) Unjuk kerja atau performansi atau prestasi dari fungsi yang dipelihatkan oleh produk. 2) Sifat- sifat khusus dan menarik minat (features), yang menjadikan suatu produk unik dibandingkan dengan produk sejenis dari produsen lain. 3) Kehandalan, yaitu kemampun poduk untuk tidak mogok dalam masa kerjanya. 4) Kecocokan dengan standar industri, misalnya standar gas buang pada kendaraan bermotor tidak boleh melebihi sekian persen kandungan tembaga hitam. 5) Daya tahan produk terhadap waktu, tidak mudah rusak. 6) Kemudahan diperbaiki, jika jadi kerusakan. Apakah dari segi ketersediaan suku cadang, tenaga ahli ataupun mekanisme kerja produk itu sendiriyang cukup sederhana sehingga tidak sulit diperbaiki. 7) Keindahan penampilan. 8) Persepsi konsumen.
4.2 Metodeo yang Digunakan Dalam Pengendalian Kualitas 4.2.1 Lembar Periksa (checklist) Lembar periksa adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data serta memudahkan dalam proses analisis selanjutnya. Dalam lembar periksa hanya bersifat pengamatan yang berkaitan dengan sifat-sifat mutu yang telah ditetapkan untuk diperiksa apakah telah memenuhi persyaratan.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 39 4.2.2 Diagram Pareto Diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi tipe- tipe yang tak sesuai. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh batang terakhir yang terendah. Serta ditempatkan pada sisi paling kanan, pada dasarnya diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interprestasi untuk: a. Menghitung persentase frekuensi untuk setiap kategori dan frekuensi kumulatif. b. Memfokuskan perhatian pada berita kritis dan penting melalui pembuatan rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dalam bentuk yang signifikan. c. Menentukan frekuensi relative dan urutan penting masalah-masalah atau penyebab dari masalah-masalah yang ada.
Sumber: Pengendalian Mutu Statistik, Eugene L. Grant & Richard S. Levenworth. Gambar 4.1: Diagram Pareto
100
80
60 50
0 J U M L A H
K E J A D I A N 100% 95% 85% 80% Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 40 4.2.3 Diagram Sebab akibat (fishbone) Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan sebab akibat. Diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan factor- faktor penybab dan karakteristik. Kualitas (akibat) yang disebabkan oleh factor, enyebab itu, pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan=kebutuhan berikut: a. Membantu mengidentifikasi penyebab dari suatu masalah. b. Mencari sebab-sebabnya dan mengambil tindakan korektif. c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian factor lebih lanjut. d. Menyeleksi metode analisis untuk penyelesaian masalah.
Sebab Akibat Sumber: Pengendalian Mutu Statistik, Eugene L. Grant & Richard S. Levenworth. Gambar 4.2 : Diagram Sebab Akibat
4.2.4 Peta Kontrol Peta control merupakan salah satu alat terpenting dalam pengendalian kualitas, atau sering disebut bagan kendali Shewart, dinamakan demikian karena teknik ini dikembangkan oleh Dr. Walter Andrew Shewart pada tahun 1920 Bahan M et ode Kual i t as Li ngkungan M anusi a Mesin Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 41 sewaktu ia bekerja pada Bell Telefone Laboratories. Dari seluruh bagan atau diagram yang ada , diagram yang paling popular antara lain adalah diagram X, R, p, dan c. Peta control p merupakan peta atribut data yang berdasarkan pada pecahan produk yang tidak sesuai spesifikasi. Subgroup dari n item dipilih dari proses dan masing-masing diinfeksi untuk dilihat ketidaksesuaiannya dengan berbagai karakteristik. Setiap item yang ditemukan memiliki satu atau lebih ketidaksesuaian dihitung sebagai item cacat. Jumlah item yang tidak sesuai (x) dibagi dengan jumlah sampel (n) merupakan konstanta ketidaksesuaian. a. Menghitung nilai proporsi cacat, yaitu: P= 1otuI ]umIuh ung cucut 1otuI nspcks
b. Menghitung nilai simpangan baku, yaitu:
3P = _ P( 1-P) n 3
c. Menghitung batas-batas kontrol 3 sigma dari: CL = P= 1xi g i n
UCL= P + 3oP LCL = P - 3oP Keterangan: X= Jumlah produk cacat dalam sebuah sampel N= Jumlah sampel yang diambil dalam setiap inspeksi P= Centre line UCL/LCL= Upper/Lower Control Limit Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 42 4.3 Pengolahan dan Anilisis Data Pengumpulan data yang cacat dilakukan pada divisi Wire Rod Mill. Data produksi pada divisi Wire Rod Mill pada periode Juni 2010-Mei 2011 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jumlah produksi coil pada Januari 2010-Mei 2011
Bulan Jumlah Produksi (ton) Juni 15501 Juli 15677 Agustus 10111 September 10298 Oktober 10227 November 0 Desember 15512 Januari 28274 Februari 27326 Maret 0 April 22625 Mei 21289 Total 176840 Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 43 Jumlah total defect coil yang terjadi di unit WRM pada juni 2010-Mei 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Data defect pada Juni 2010-Mei 2011 No Peri- ode Scrappy Laps Over Fill Coil potong tengah Under Fill Roll Mark Kusut Other Deft Creep Speed 1 Jun 1,15 3,41 1,12 3,42 - 8,84 1,38 7,80 2 Jul i 9,621 35,368 5,904 12,311 5,666 1,130 18,859 - - 3 Agu - - 23,59 - 3,12 - 7,50 - - 4 Sept - 4,52 1,14 - 1,30 - 3,13 1,16 1,15 5 Okt - 5,12 7,75 13,36 6,89 2,48 - 1,16 6 Nov - - - - - - - - - 7 Des - 10,16 10,86 - 31,91 10,40 2,28 - 1,13 8 Jan 3,40 47,72 5,30 - 6,61 5,83 2,26 14,44 9 Feb 5,63 0,54 14,16 - 11,59 - 3,87 13,27 - 10 M ar - - - - - - - - - 11 Apr i l - 20,803 6,434 - 3,376 2,257 10,78 3,454 8,456 12 M ei - 5,695 3,40 - 1,113 12,635 5,214 6,845 19,539 Tot al 19.801 133.336 79.658 12.311 81.465 28.865 20.031 62.824 54.373
Keterangan: satuan dalam ton Periode November 2010 dan Maret 2011 tidak produksi.
Tabel 4.3 Persentase jumlah defect pada Juni 2010- Mei 2011 Defect Total defect (ton) % Defect Scraffy 19,801 4,019 Laps 133,336 27,067 Over fill 79,658 16,171 Coil potong tengah 12,311 2,499 Under fill 81,465 16,537 Roll Mark 28,865 5,860 Kusut 20,031 4,066 Other teft 62,824 12,753 Creep Speed 54,373 11,038 Total 492,664 100% Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 44 Berdasarkan table diatas, jenis cacat kemudian digambarkan ke dalam diagram Pareto untuk mencari factor dominan defect coil pada divisi Wire Rod Mill periode juni 2010-mei 2011.
Gambar 4.3. Diagram Pareto defect pada juni 2010-Mei 2011 Dari hasil diagram pareto di atas faktor defect yang paling dominan yaitu Laps dengan berat 133,336 ton atau 27,067%. Kemudian Defect yang dominan tersebut dibuat kedalam bagan kendali atau peta kontrol.
Perhitungan Defect Laps Dari data-data defect dapat dibuat peta kontrol p , Langkah-langkahnya sebagai berikut: a. Menghitung nilai proporsi cacat, yaitu: P= 133,336 176840 = 0,00075 b. Menghitung nilai simpangan baku, yaitu:
3P = _ P( 1-P) n 3
Kumul at i f %; 100 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Laps Under f i l l Over f i l l Ot her t ef t Cr eep Speed Rol l M ar k Kusut Scr af f y Coi l pot ong t engah J u m l a h
d e f e c t Jenis defect Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 45 c. Menghitung batas-batas kontrol 3 sigma dari: CL = P= 1x g i n
UCL= P + 3oP LCL = P - 3oP Tabel 4.4. Peta Kontrol P defect Laps Bulan Jumlah produksi (ni) (xi) Defect 3 oP UCL LCL Juni 15501 3,41 0,00022 0,0021 0,0029 -0,0014 Juli 15677 35,368 0,00023 0,0021 0,0029 -0,0014 Agustus 10111 - 0 0,0026 0,0034 -0,0019 September 10298 4,52 0,00044 0,0026 0,0034 -0,0019 Oktober 10227 5,12 0,0005 0,0026 0,0034 -0,0019 Desember 15512 10,16 0,00066 0,0021 0,0029 -0,0014 Januari 28274 47,72 0,0017 0,0015 0,0023 -0,0008 Februari 27326 0,54 0,00002 0,0016 0,0024 -0,0009 April 22625 20,803 0,00092 0,0017 0,0025 -0,001 Mei 21289 5,695 0,00027 0,0018 0,0026 -0,0011 Total 176840 133,336 Setelah melakukan perhitungan dari data jumlah produksi dan jumlah defect, maka kita akan mengetahui apakah produksi tersebut masih berada dalam batas kendali atau di luar batas kendali. Dalam pembuatan peta kontrol P, data diambil berdasarkan sub grup per bulan. Namun hal tersebut tidak mengurangi pengendalian secara berkala. Bagan kendali P dibuat dalam persen.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 46 Tabel 4.5 Peta kontrol P dalam persen Bulan Defect % UCL % LCL % Juni 0,022 0,29 -0,14 Juli 0,023 0,29 -0,14 Agustus 0 0,34 -0,19 September 0,044 0,34 -0,19 Oktober 0,05 0,34 -0,19 Desember 0,066 0,29 -0,14 Januari 0,17 0,23 -0,08 Februari 0,002 0,24 -0,09 April 0,092 0,25 -0,1 Mei 0,027 0,26 -0,11 Rata-rata 0,287 -0,137
Gambar: Peta kontrol defect Laps
Berdasarkan peta kontrol defect laps diatas tampak bahwa semua data berada dalam batas-batas kontrol, sehingga bisa disimpulkan dalam hal ini proses produksi yang berlangsung masih terkendali. -0,3 -0,2 -0,1 0 0,1 0,2 0,3 0,4 Def ect UCL LCL CL Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 47 Diagram Sebab Akibat Diagram sebab akibat pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui secara jelas masalah apa saja yang menyebabkan terjadinya kerusakan (cacat) dan faktot-faktor penyebab khususnya defect Laps ditinjau dari manusia, mesin, material, lingkungan, dan metode.
Gambar: Diagram sebab akibat defect Laps Dalam diagram sebab akibat diatas telah digambarkan beberapa factor terjadinya defect Laps, adapun factor-faktornya sebagai berikut: 1. Faktor material Sebelum proses pembuatan coil, hendaknya bahan baku berupa bilet diperiksa terlebih dahulu, apakah bilet tersebut memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Jika bilet tersebut tidak memenuhi spesifikasi maka pada saat bilet melewati high pressure water desclaer, fungsinya untuk melepaskan scale yang mempel pada permukaan billet yang Li ngkungan M et ode M at er i al s Adanya scale Suhu t dk st abi l Kur ang opt i mal M at er i al Kur ang bagus Kur angnya si r kul asi Penggant i an r ol Laps Oper asi onal mesi n Kur ang maint anence Car a ker j a Human er r or M esi n M anusi a Kelel ahan Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 48 terbentuk pada waktu pemanasan saat berada di dalam furnace. Namun pada kenyataannya tidak semua bilet yang memiliki scale lepas. Sehingga apabila dilanjutkan ke proses berikut nya akan mengalami defect laps.
2. Faktor lingkungan Suhu tidak stabil karena kurangnya sirkulasi di dalam pabrik.Sehingga berdampak kurang nyamannya pekerja.
3. Faktor Metoda Pada saat penggantian roll tidak mengikuti prosedur sebagaimana mestinya, sehingga cara kerja mesin kurang optimal.
4. Faktor Mesin Mesin merupakan sarana untuk membuat suatu produk, sehingga diperlukan maintenance secara berkala. Namun pada kenyataanya mesin di WRM kurang maintenance. Efek dari kurangnya maintenance yaitu sering terjadinya defect yang mengakibatkan produk di reject. 5. Manusia Faktor ini merupakan factor yang ssangat penting karena semua aktivitas dibantu manusia, terkadang terjadi human error karena factor kelelahan dan kurangnya persiapan.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 49 Tabel 4.6 Solusi pemecahan masalah defect laps No Faktor Penyebab Solusi pemecahan 1
2
3
4
5 Lingkungan
Material
Manusia
Mesin
Metoda Suhu tidak stabil
Adanya scale yang menempel pada billet
Human Error Kelelahan Operasional mesin kurang optimal Operatornya tidak menjalankan SOP Membuat lebih banyak lagi ventilasi agar suhu stabil. Perlu ditingkatkan pemeriksaan billet sebelum masuk ke proses. Kurangi beban kerja dan tambahkan istirahat. Perlu ditingkatkan maintanance. Perlu pelatihan untuk memahami SOP.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Dari hasil diagram pareto faktor defect yang paling dominan yaitu Laps dengan berat 133,336 ton atau 27,067%. 2. Dari perhitungan peta kontrol P, dapat diketahui defects laps masih berada dalam batas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan dalam hal ini proses masih terkendali. 3. Dari penelitian dapat diketahui penyebab defect laps di WRM yang paling dominan yaitu : Faktor lingkungan Suhu tidak stabil karena kurangnya sirkulasi di dalam pabrik.Sehingga berdampak kurang nyamannya pekerja.
5.2 Saran 1. Perawatan secara berkala perlu ditingkatkan terhadap alat-alat serta fasilitas produksi yang dimiliki oleh PT. Krakatau Steel divisi WRM agar produk yang dihasilkan tetap terjaga kualitasnya. 2. Perlu ditingkatkannya pemerikasaan bahan baku berupa bilet agar tidak terjadi kecacatan. 3. Perlu diperhatikan faktor lingkungan, agar kecacatan yang terjadi berkurang. Dengan cara membuat lebih banyak lagi ventilasi agar suhu stabil.
Laporan Kerja Prakt ek di W RM
Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malahayati anggriawanbms@yahoo.co.id 51