Você está na página 1de 1

Konon asal usul orang dayak itu bersal dari binua aya .

Mereka datang ke Kalimantan dengan sejenis rakit yang terbuat dari buluh Munti . Sebelum berangkat, Ne Galeber berdoa pada Jubata ( Tuhan ) Supaya rakit mereka dapat bergerak sendiri dan sampai di tempat yang patut dihuni. Maka bertiuplah angin kencang, membawa rombongan melintasi ribuan pulau dan akhirnya tiba di Kalimantan, tepatnya di pesisir ketapan. Daerah tersebut mereka namai sikulanting ( lanting = rakit ). Selanjutnya Ne Galeber dan rombongannya bergerak menuju pedalaman. Rombongan berhenti sejenak di sebuah tempat. Malam harinya Ne Anteber ( Istri Ne Galeber ) terbangun duluan. Lalu dia bangunkan suaminya memakai sikutnya. Ketika di sikut, Ne Galeber berkata Dono . Maka tempat itu dinamai sikudana ( siku dan dono ). Tiga hari rombongan berada di tempat itu. Setelah itu mereka beranjak menuju gunung Bawakng setelah diberi mimpi oleh Jubata. Tetapi ada beberapa anggota rombongan yang memilih menetap. Dua keluarga ini pun akhirnya menjadi nenek moyang suku dayak di derah Krio, Sandai, Semandang, Laur, dan Ulu Air. Singkat Cerita, akhirnya rombongan tiba di daerah gunung bawakng. Setelah beberapa generasi, Jubata kembali mewahyukan adat istiadat dan tradisi sebagai penyempurnya tradisi yang telah ada sebelumnya. Dalam keturunan Ne Galeber, ada seseorang bernama Ne Unte . Saat Ia sedang berburu di hutan, Jubata memberinya tujuh butir beras. Ne Unte tidak paham maksud dari tujuh butir beras itu. Beberapa hari kemudian, Jubata menyuruhnya menyepi dengan tujuh orang kerabatnya. Di tempat mereka menyepi, Jubata memberitahukan makna ketujuh butir beras tadi dan mewahyukan adat : Bauma batahutn ( berladang ), Balaki Babini ( Pernikahan ), Baranak ( melahirkan ), Nu diri man Parene atn ( Hak Pribadi dan bersama ), Babalak ( Bersunat ), Karusakatn ( kematian ), dll yang terus dipakai sampai saat ini

Você também pode gostar