Você está na página 1de 2

1881: militer Cina sudah mengenal bisnis, ketika mereka mengeluarkan Chinese Exclusion Act guna menangkal invasi

ekonomi AS. 1979: terjadi reformasi bidang ekonomi. Saat itulah bisnis militer di Cina seolah meraih legitimasinya. Alasannya untuk menambah anggaran militer. Sekitar 2,9 juta anggota militer Cina mulai sibuk melirik peluang bisnis. Peluang PLA sebagai organisasi wirausaha semakin terbuka lebar. 1984: pemerintah Beijing mengeluarkan keputusan untuk memangkas unit-unit militer yang mubazir dan kemudian diubah untuk memproduksi barang-barang keperluan sipil. Dalam sekejap PLA berubah menjadi konglomerasi. 1979: PLA hanya mampu memasok 10 persen produk sipil 1984: menjadi 80 persen. Tidak mengherankan jika keterlibatan PLA dalam aktivitas bisnis semakin luas yang bahkan berada pada hampir seluruh lini kehidupan di Cina. 1982: Cengkeraman bisnis PLA ini semakin kuat, dibentuk Komisi Ilmu dan Teknologi Industri untuk Pertahanan Nasional yang menguasai semua aktivitas bisnis di Cina. Bahkan sudah lazim kalangan investor menjalin hubungan dengan unit-unit militer di Cina. Bisnisnya pun semakin menggurita, mulai dari telekomunikasi, penerbangan, farmasi, perhotelan, properti, garmen hingga tempat pijat dan karaoke. Para pengamat China memperkirakan PLA memiliki 15.000 jenis usaha. 1996: keuntungan dan pajak dari bisnis PLA mencapai USD6 miliar dan angka pertumbuhannya sebesar 20 persen per tahun sejak 1990. 1998: PLA keluar dari bisnis Konon hasil ini cukup untuk memenuhi sepertiga dari total anggaran belanja tentara China setiap tahunnya. Namun akibatnya tentara-tentara China menjadi tidak profesional karena aktivitas dan pikiran mereka terbagi antara mempertahankan negara dengan mencari keuntungan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi China pun menjadi tidak sehat. Selain itu, bisnis milik PLA ini dituding menjadi ladang korupsi karena tidak mengikuti standar manajemen pasar. Itulah mengapa Juli 1998, Presiden China Jiang Zemin langsung memerintahkan agar PLA menghentikan seluruh kiprah bisnisnya.

Sebab PLA dan Polisi Rakyat Bersenjata (Wujing) dituding merugikan negara hingga USD12 miliar per tahun karena penyelundupan dan penggelapan pajak. Zemin yang juga mantan Ketua Komisi Militer Pusat itu langsung membuat kebijakan divestasi atau penataan bisnis tentara. Perdana Menteri (PM) China saat itu Zhu Rongji pun menggagas pembentukan lembaga baru yang memiliki lima tugas utama, yakni memisahkan tentara dan bisnis, menetapkan mekanisme kompetisi yang fair, memusatkan penelitian pada usaha untuk menjamin produktivitas dan pembangunan persenjataan dan peralatan. Persetujuan Zemin, gagasan ini diimplementasi dalam tiga fase.
a. Fase pertama, pembentukan lembaga yang mengambil alih seluruh usaha bisnis militer di

China pada September 1998. Lembaga ini tidak hanya mengambil alih bisnis di bawah PLA, tetapi juga kepolisian serta pengadilan. Tidak tanggung- tanggung, Zemin sendiri yang mengetuainya. Pada Oktober 1998 fase pertama selesai. Hasilnya diketahui bahwa perusahaan-perusahaan militer memiliki aset sekira USD6,02 miliar.
b. Fase kedua, pembenahan dilakukan dengan pencatatan aset-aset perusahaan militer secara

menyeluruh serta pengambilalihan perusahaan-perusahaan tersebut. Diputuskan, perusahaan yang kondisinya baik dialihkan menjadi milik pemerintah. Sementara perusahaan yang tidak sehat langsung dimerger, direorganisasi, atau bahkan ditutup. Tercatat Oktober-Desember 1998, Pemerintah China menutup sekira 5.000 perusahaan yang dulunya milik militer.
c. Fase ketiga, restrukturisasi dan konsolidasi perusahaan-perusahaan eks militer.

Dengan orientasi pada kemandirian dan kesesuaian dengan pasar, pembenahan yang dilakukan Pemerintah China ini memakan waktu dua hingga tiga tahun. Patut dicatat, mereka memulainya dengan keputusan politik, merancangnya secara teknokratik, dengan penjadwalan langkahlangkah yang tegas, dan terus berjalan meskipun melalui banyak soal dan perlawanan.

Você também pode gostar