Você está na página 1de 30

Salmonella typhi dan Demam Tifoid

Sumber; Shvoong. 2008. Salmonella typhi dan Demam Tifoid. (Online). (http://id.shvoong.com/exact sciences/biology/2111494-salmonella typhi dan demam tifoid/, diakses 17 November 2011)

Tifoid berasal dari bahasa Yunani yang berarti smoke, karena terjadi penguapan panas tubuh serta gangguan kesadaran disebabkan demam yang tinggi. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh kuman tifoid. Penularan penyakit ini terjadi karena makanan dan minuman, urin atau feases manusia yang tercemar kuman tifoid. Kuman masuk ke dalam tubuh bersama makanan atau minuman yang tercemar melalui lambung, kelenjar limfoid, usus halus dan kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Bakteri tersebut masuk ke dalam peredaran darah berlangsung singkat, terjadi 24 72 jam tetapi belum menimbulkan gejala. Setelah akhir masa inkubasi 120 216 jam bakteri tersebut melepaskan endotoksin, menyebar ke seluruh tubuh dan menimbulkan gejala demam tifoid. Penyebab penyakit Typus ( Hepatitis A atau dulu orang menyebutnya sbg penyakit kuning krn seluruh tubuh si penderita berwarna kekuningan) adalah bakteri bernama Salmonella typhi. Sumber penyebab hepatitis, lebih banyak disebabkan kuman yang menempel di bekas cucian gelas, sendok, piring dan sebagainya dengan kondisi air cucian yang tak diganti, tangan yang kotor. Bakteri ini umumnya terdapat dalam makanan yang sudah basi, daging mentah, maupun kotoran. Ciri-ciri umum orang terkena typus adalah awalnya pusing seperti mau flu, demam disertai nyeri, mual dan lemas, panas, perut terasa mual dan sebah (penuh), badan terasa tidak enak dan lekas capek. Salmonella typhi merupakan bakteri penyebab diare yang disertai demam tifoid (tifoid fever) yang diawali demam lebih dari seminggu dan kondisi tubuh seseorang seperti akan menderita flu. Demam sukar turun walau sudah minum obat dan disertai nyeri kepala yang hebat.

Klasifikasi Salmonella typhi Kelas Ordo Family Genus Species : Psilopsida : Psilotales : Psilotaceae : Salmonella : Salmonella typhi

Habitat Inang bagi Salmonella adalah usus halus manusia dan hewan. Makanan dan minuman terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi kuman Salmonella dan carrier adalah sumber infeksi. Salmonella typhi bisa berada dalam air, es, debu, sampah kering yang bila organisme ini masuk ke dalam vehicle yang cocok (daging, kerang dan sebagainya) akan berkembang biak mencapai dosis infekti. Dimensi Bakteri berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak. Salmonella typhi merupakan bakteri fakultatif intraseluler. Salmonella juga memiliki dua pathogenicity island yaitu SPI-1 dan SPI-2. SP-2 mengandung gen esensial untuk infeksi sistemik, replikasi intraseluler dan TTSS (type III secretion system) yang melindungi bakteri untuk tetap hidup dari proses degradasi. Potensi Demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit sistemik, bersifat endemik, dan masih merupakan problema kesehatan diberbagai Negara berkembang di dunia. Salmonella typhi memiliki protein adhesin type-] fimbriae sebagai faktor virulensi yang berpotensi imunogenik untuk membentuk SigA protektif guna menghambat proses adhesi dan kolonisasi sehingga tahap awal infeksinya dapat dicegah. Fisiologis Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat sifat, gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN. Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S. Samonella thypi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentase glukosa.

Isolasi Kencur (Kaempferia galanga) secara Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


Sumber; Ariessa, Suci. 2011. Isolasi Kencur Kaempferia galangal. (Online). (http://succiariessa.blogspot.com/2011/05/isolasi kencur kaempferia galanga.html, diakses 17 November 2011)

Kencur merupakan temu kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Kencur (Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan Zingiberaceae dan digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat. Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik, daging buah kencur berwarna putih dan kulit luarnya berwarna coklat. Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan. Bunganya tersusun setengah duduk dengan mahkota bunga berjumlah antara 4 sampai 12 buah, bibir bunga berwara lembayung dengan warna putih lebih dominan. Tumbuhan ini tumbuh baik pada musim penghujan. Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka. Nama tanaman ini antara lain adalah Kencur (indonesia, Jawa), Cikur (sunda), Ceuko (Aceh), Kencor (Madura), Cekuh (Bali), Kencur, sukung (Minahasa), Sauleh, Soul, Umpa (Ambon), Cekir (Sumba), Cekur (Malaysia), Pro hom (Thailand). Kencur memiliki kandungan kimia yaitu rimpang Kencur mengandung pati (4,14 %), mineral (13,73 %), dan minyak atsiri (0,02 %) berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam cinnamic, ethyl aster, asam sinamic, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisic, alkaloid dan gom. Berbagai masakan tradisional Indonesia dan jamu menggunakan kencur sebagai bagian resepnya. Kencur dipakai orang sebagai tonikum dengan khasiat menambah nafsu makan sehingga sering diberikan kepada anak-anak. Jamu beras kencur sangat populer sebagai minuman penyegar pula. Di Bali, urap dibuat dengan menggunakan daun kencur

Berikut adalah klasifikasi dari tanaman kencur Kerajaan: Plantae Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Magnoliophyta Liliopsida Zingiberales Zingiberaceae

Upafamili: Zingiberoideae Genus: Spesies: Kaempferia Kaempferia galanga

Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah: 1. Tipe persiapan sampel 2. Waktu ekstraksi 3. Kuantitas pelarut 4. Suhu pelarut 5. Tipe pelarut

Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan perkolasiimersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi bahan tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara partikel. Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam oleh pelarut yang bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat disimpulkan:

1. Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat membasahi bahan karena pengaruh gravitasi. 2. Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara periodeik sampai bahan benar-banar terendam oleh pelarut. Oleh karena itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan, bahkan saat sirkulasinya cepat. 3. Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk mempermudah pelarut bergerak melalui bahan. 4. Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-current terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan minyak paling sedikit harus berkontak dengan pelarut yang kosentrasinya paling rendah. 5. Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan yang kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara metode imersi lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang berdifusi lambat. 6. Ekstraksi bahan makanan biasa dilakukan untuk mengambil senyawa pembentuk rasa bahan tersebut. Misalnya senyawa yang menimbulkan bau dan/atau rasa tertentu.

Ada dua jenis ekstraktor yang lazim digunakan pada skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan ekstraktor Butt. Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon. Prinsip kerja ekstraktor Butt mirip dengan ekstraktor Soxhlet. Namun pada ekstraktor Butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui annulus di antara selongsong dan dinding dalam tabung Butt. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong langsung lalu keluar dan masuk kembali ke dalam labu didih tanpa efek sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi Butt berlangsung lebih cepat dan berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor Butt dinilai lebih efektif daripada ekstraktor Soxhlet. Hal ini didasari oleh faktor berikut:

1. Pada ekstraktor Soxhlet cairan akan menggejorok ke dalam labu setelah tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal ini menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan cairan daripada bagian lainnya. Sehingga sampel yang berada di bawah akan terekstraksi lebih banyak daripada bagian atas. Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata. Sementara pada ekstraktor Butt, pelarut langsung keluar menuju labu didih. Sampel berkontak dengan pelarut dalam waktu yang sama. 2. Pada ekstraktor Soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung dengan udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut panas di dalam pipa ke ruangan. Akibatnya suhu di dalam Soxhlet tidak merata. Sedangkan pada ekstraktor Butt, pelarut seluruhnya dilindungi oleh jaket uap yang mencegah perpindahan panas pelarut ke udara dalam ruangan.

Pembahasan Simplisia yang kami gunakan pada percobaan fitokimia adalah rimpang kencur dengan nama latin Kaempferia galanga dari Familli Zingiberaceae. Rimpang yang masih basah dipotong dan dikeringkan dibawah sinar matahari sebelum jam 09:00. Pengeringan ditujukan untuk menonaktifkan enzim yang ada pada rimpang tersebut. Setelah dikeringkan ditimbang berat kering simplisia kemudian sebagian dihaluskan untuk pengujian tes pendahuluan (tes skrining). Skrining test yang menunjukkan hasil positif hanya test pengujian adanya monoterpen dan seskuiterpen. Golongan monoterpen menunjukkan hasil positif dengan adanya warna ungu biru yang terbentuk. Berdasarkan hasil tes skrining simplisia percobaan difokuskan pada golongan monoterpenoid. Ekstraksi yang dilakukan adalah dengan cara ekstraksi panas yaitu soxhletasi karena simplisia yang akan diekstraksi adalah bagian keras tanaman yaitu rimpang sehingga perlu pemanasan agar pelarut dapat mengekstrak isolat yang diinginkan. Soxhletasi dapat menghasilkan ekstrak yang lebih banyak karena ekstraksi dilakukan secara berulang. Selain itu cara ekstraksi dengan soxhletasi dapat menghemat pelarut dibandingkan maserasi. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah n-heksan sebab isolat yang diinginkan kemungkinan bersifat non polar (monoterpenoid). Prinsipnya adalah berdasarkan suka dan tidak suka suatu isolat dalam suatu pelarut. Jika isolat bersifat polar maka cenderung larut dan tertarik pada pelarut polar. Begitu juga pada isolat yang bersifat non polar akan menyukai pelarut non polar juga. Hasil soxhletasi dipisahkan dari pelarut n-heksan dan dipekatkan dengan cara Rotasi dan Evaporasi (Rotavapor). Ekstrak yang diperoleh dari rotavapor kemudian diuapkan dengan cara dibiarkan pada suhu kamar selama 2-3 hari sampai terbentuk ekstrak kental berwarna coklat yang disertai kristal putih. Ekstrak kental difraksinasi dalam berbagai perbandingan pelarut n-heksan : etil asetat dan etil asetat : metanol dengan metode Kromatografi Cair Vakum (KCV). Setiap fraksi memberikan hasil fraksinasi yang berbeda-beda. Proses identifikasi awal dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Pengembang yang digunakan adalah toluen : aseton dengan perbandingan 7 : 3. Semua fraksi hasil KCV ditotolkan pada pelat KLT. Identifikasi tahap selanjutnya digunakan kembali metode KLT pada

fraksi yang memiliki spot yang sama yaitu fraksi no 4, fraksi gabungan 8 dan 9, fraksi no 10, fraksi gabungan 11 dan 12, fraksi no 13 dan fraksi no 14. Proses isolasi digunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Pengembang yang digunakan sama dengan proses identifikasi yaitu toluen : aseton dengan perbandingan yang sama yaitu 7 : 3. Pada pelat KLTP diperoleh hasil elusi berupa 2 pita yaitu bagian atas dan bagian bawah dan tidak berwarna kemudian dideteksi dibawah sinar UV pada panjang gelombang 365 nm. Kedua pita tersebut dikerok dan dilarutkan dalam metanol dan disaring. Filtratnya di uji secara Spektrofotometri UV-Visible. Puncak yang baik didapatkan dari pita pada bagian bawah dengan mengencerkan sebanyak 2 kali. Diperoleh panjang gelombang maksimum 277,6 nm dengan absorban 1,2271.

PERBANDINGAN DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli, Staphylococcus aureus, DAN Salmonella typhi
Sumber; Sukma, Riska. 2010. PERBANDINGAN DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli, Staphylococcus aureus, DAN Salmonella typhi. (Online). (http://digilib.unej.ac.id/gdl42/gdl.php?mod=browse&op=read&id=gdlhub-gdlriskasukma-3155, diakses 17 November 2010)

Kencur (Kaempferia galanga L.) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman kencur mempunyai kegunaan tradisional dan sosial cukup luas dalam masyarakat Indonesia (Rukmana, 1994: 10). Rimpang tanaman kencur mempunyai khasiat obat antara lain untuk menyembuhkan batuk dan mengeluarkan dahak (ekspektoansia), mencuci luka yang bernanah, borok atau kudis (Afriatini, 2001: 14). Khasiat lain dari kencur adalah untuk mengobati diare dan menghilangkan darah kotor (Ramadoni, 2008). Berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuh manusia mulai dari ujung kaki sampai seluluh tubuh. Hampir semua bagian tubuh manusia diserang oleh mikroba patogen yang menyebabkan banyak jenis penyakit (Suriawiria, 1986: 210). Bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Samonella typhi merupakan jenis bakteri patogen yang menimbulkan penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Tewtrakul (2005) membuktikan bahwa minyak atsiri rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif yaitu Staphylococus aureus ATCC 25925, Streptococcus faecalis dan Bacillus subtilis dan bakteri Gram negatif yaitu Salmonella typhi, Shigella flexneri, Escherichia coli ATCC 25922. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Jember. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi agar dengan sumuran dengan kontrol positif tetrasiklin 0,01% dan kontrol negatif tween 80 1%.

Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali pengulangan. Analisis data dengan uji regresi untuk melihat pengaruh ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi, One-Way ANOVA menggunakan SPSS versi 15 for Windows, untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan =0,05. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah pada konsentrasi 3%, Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 2%, sedangkan Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi adalah pada konsentrasi 2%. Berdasarkan hasil analisis uji regresi (Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6) menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,000<0,05 pada Escherichia coli, nilai signifikan sebesar 0,000<0,05) pada Staphylococcus aureus, nilai signifikan sebesar 0,000<0,05) pada Salmonella typhi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi. Berdasarkan uji ANOVA (Tabel 4.7, Tabel 4.9, Tabel 4.11, dan Tabel 4.13) pada bakteri Escherichia coli dengan nilai signifikan sebesar 0,000<0,05), pada bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai signifikan sebesar 0,000<0,05), pada bakteri Salmonella typhi dengan nilai signifikan sebesar 0,000<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar konsentrasi ekstrak etanol rimpang kencur terdahap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi. Berdasarkan uji ANOVA (Tabel 4.16) untuk melihat perbedaan daya hambat ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Satphylococcus aureus, dan Salmonella typhi, nilai signifikan sebesar 0,001 <0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertmbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi. Kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan adalah ekstrak etanol rimpang kencur mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli,

Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi. Ekstrak etanol rimpang kencur lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus daripada bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhi (rerata daya hambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus > rerata daya hamabat pertumbuhan Salmonella typhi dan Escherichia coli), sedangkan ekstrak etanol rimpang kencur lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi daripada bakteri Escherichia coli (rerata daya hambat pertumbuhan Salmonella typhi > rerata daya hambat pertumbuhan Escherichia coli).

Deskripsi Alternatif :

Kencur (Kaempferia galanga L.) sudah sejak lama dikenal dan ditanam di Indonesia. Tanaman kencur mempunyai kegunaan tradisional dan sosial cukup luas dalam masyarakat Indonesia (Rukmana, 1994: 10). Rimpang tanaman kencur mempunyai khasiat obat antara lain untuk menyembuhkan batuk dan mengeluarkan dahak (ekspektoansia), mencuci luka yang bernanah, borok atau kudis (Afriatini, 2001: 14). Khasiat lain dari kencur adalah untuk mengobati diare dan menghilangkan darah kotor (Ramadoni, 2008). Berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuh manusia mulai dari ujung kaki sampai seluluh tubuh. Hampir semua bagian tubuh manusia diserang oleh mikroba patogen yang menyebabkan banyak jenis penyakit (Suriawiria, 1986: 210). Bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Samonella typhi merupakan jenies bakteri patogen yang menimbulkan penyakit. Penelitian yang dilakukan oleh Tewtrakul (2005) membuktikan bahwa minyak atsiri rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif yaitu Staphylococus aureus ATCC 25925, Streptococcus faecalis dan Bacillus subtilis dan bakteri Gram negatif yaitu Salmonella typhi, Shigella flexneri, Escherichia coli ATCC 25922 Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Jember. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode difusi agar dengan sumuran dengan kontrol positif tetrasiklin 0,01% dan kontrol negatif tween 80 1%. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali pengulangan. Analisis data dengan uji regresi untuk melihat pengaruh ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi, One-Way ANOVA menggunakan SPSS versi 15 for Windows, untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan =0,05. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah pada konsentrasi 3%, Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah pada konsentrasi 2%, sedangkan Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi adalah pada konsentrasi 2%. Berdasarkan hasil analisis uji regresi (Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Tabel 4.6) menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,000<0,05 pada Escherichia coli, nilai signifikan sebesar 0,000<0,05) pada Staphylococcus aureus, nilai signifikan sebesar 0,000<0,05) pada Salmonella typhi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi. Berdasarkan uji ANOVA (Tabel 4.7, Tabel 4.9, Tabel 4.11, dan Tabel 4.13) pada bakteri Escherichia coli dengan nilai signifikan sebesar 0,000<0,05), pada bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai signifikan sebesar 0,000<0,05), pada bakteri Salmonella typhi dengan nilai signifikan sebesar 0,000<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar konsentrasi ekstrak etanol rimpang kencur terdahap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi. Berdasarkan uji ANOVA (Tabel 4.16) untuk melihat perbedaan daya hambat ekstrak etanol rimpang kencur terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Satphylococcus aureus, dan Salmonella typhi, nilai signifikan sebesar 0,001 <0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertmbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi. Kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan adalah ekstrak etanol rimpang kencur mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonella typhi. Ekstrak etanol rimpang kencur lebih

efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus daripada bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhi (rerata daya hambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus > rerata daya hamabt prtumbuhan Salmonella typhi dan Escherichia coli), sedangkan ekstrak etanol rimpang kencur lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi daripada bakteri Escherichia coli (rerata daya hambat pertumbuhan Salmonella typhi > rerata daya hambat pertumbuhan Escherichia coli).

ALKOHOL
Sumber; Stefani. 2009. Alkohol. (Online). (http://qforq.multiply.com/journal/item/17, diakses 17 November 2011).

Alkohol adalah turunan hidrokarbon yang satu atau lebih atom H-nya diganti dengan gugus hidroksil. Alkohol dibagi atas 3 golongan, yaitu alkohol primer, sekunder, dan tersier. Alkohol merupakan zat tidak berwarna. Alkohol suku rendah (sampai C3) adalah cairan encer yang dapat tercampur dengan air dalam segala perbandingan. Alkohol suku sedang menyerupai minyak. Semakin panjang rantai atom C semakin rendah kelarutannya dalam air. Senyawaan C12 dan lebih tinggi berupa padatan yang tidak larut. Makin panjang rantai C makin tinggi titik cair dan titik didih Turunan alkohol adalah metanol atau metil alkohol (CH3OH) ditemukan tahun 1661 oleh Robert Boyle diantara senyawaan yang terbentuk pada penyulingan kering kayu. Metanol murni berupa cairan tidak berwarna, baunya menyerupai alkohol dan rasanya tajam. Larut dalam air dan pelarut organik. Bila dibakar nyalanya tidak bercahaya dan kebiru-biruan. Metanol sangat beracun, bila diminum selain dapat memabukkan juga dapat mengakibatkan kebutaan. Dahulu metanol terdapat pada penyulingan kering kayu. Bila kayu dipanaskan dalam retor dari besi pada suhu 300'C, maka dalam retor itu tinggal arang kayu, sedangkan sulingan selain dari CO terdiri dari 2 fasa cair yang tidak dapat bercampur. Metanol tidak murni sering disebut spiritus-kayu (wood spirit). Metanol digunakan sebagai pelarut, untuk membuat pernis, industri zat warna, sebagai bahan untuk membuat metanal, sebagai tambahan pada bensin, dan untuk mengawasifatkan etanol. Etanol atau etilalkohol (C2H5OH) telah lama diketahui manusia, berkat pembentukannya pada peragian buah yang mengandung sakar. Etanol adalah cairan jernih yang larut dalam air dan berbau khas, nyalanya berwarna biru. Etanol banyak dibuat dengan peragian sakar, misalnya glukosa. Etanol digunakan di lab dan dalam teknik sebagai pelarut, untuk membuat senyawaan organik, untuk membuat karet sintesis, sebagai bahan bakar, untuk membuat cuka, chloroform, iodoform, dan untuk campuran minuman.

KENCUR (Kaempferia galanga, Linn.)


Sumber; Febriant. 2010. Kencur. (Online). (http://erabaru.net/kesehatan/34-kesehatan/11592-khasiat-kencurs, diakses 17 November 2010)

Gambar Kencur (Sumber: Febriant, 2010)

Memiliki nama latin Kaempferia galanga L., kencur merupakan salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan. Tanaman serbaguna yang bernama lain cikur (Sunda), ceuko (Aceh), kencor (Madura), cekuh (Bali), sukung (Minahasa); asauli, sauleh, soul, umpa (Ambon), dan Cekir (Sumba) ini dikenal di kalangan masyarakat Indonesia sebagai bahan baku obat tradisional (jamu) dan rempah-rempah. Seiring beranjaknya waktu, kencur juga digunakan dalam industri kosmetika, fitofarmaka, penyedap makanan, dan juga minuman kemasan. Kencur merupakan terna (tumbuhan dengan batang lunak tidak berkayu atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali) kecil yang cocok ditanam di tanah yang relatif gembur dan tidak terlalu banyak air. Dia hidup di dataran rendah sampai sedang (50-600 m dpl) dengan suhu berkisar 26-30C. Daging buah berwarna putih dan kulit luarnya berwarna coklat. Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2-3

lembar dengan susunan berhadapan. Selain ditanam di kebun, kencur juga dapat ditanam di dalam pot. Belakangan, selain ditanam di halaman sebagai apotek hidup sekaligus juga dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Bidang farmakologi melaporkan, rimpang atau rizoma kencur yang

mempunyai aroma yang spesifik tersebut mengandung komposisi pati (4,14 %), mineral (13,73 %), dan minyak atsiri (0,02 %) berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam sinamat, etil ester, asam sinamic, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisat, alkaloid dan gom. Ekstrak methanol dari tanaman ini menunjukkan aktivitas melawan Toxocara canis (sejenis cacing parasit penyebab penyakit toksokariasis) dan efektif melawan tiga spesies yang menyebabkan granulomatous amoebic encephalitis (penyakit sistem syaraf pusat) dan amoebic keratitis (bakteri yang menyebabkan infeksi di kornea mata). Pada 1999 ekstrak rimpang juga menghalangi aktivitas virus Epstein-Barr. Riset lebih lanjut menunjukkan ekstrak rimpang secara efektif membunuh larva nyamuk Culex dan Aedes aegypti. Kelanjutan dari penemuan ini, sedang dilakukan riset terhadap kulit tikus untuk mendapatkan bahan yang tepat sebagai penolak serangga.

Resep tradisional Telah disebutkan sebelumnya bahwa kencur merupakan tanaman yang telah dikenal dalam khasanah tradisional masyarakat Indonesia. Sebagai bumbu dapur, urap dan karedok merupakan contoh masakan yang menggunakan kencur sebagai bumbu. Bahkan di Jawa Barat, batang berikut rimpang kencur muda lazim digunakan sebagai bahan urap. Sedangkan sebagai tanaman obat, kencur juga dikenal sebagai obat radang lambung, radang anak telinga, influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, diare, menghilangkan darah kotor, memperlancar haid, mata pegal, keseleo, dan menghilangkan lelah. Selanjutnya, sebagai jamu, masyarakat mengenalnya dengan nama beras kencur.

Berikut beberapa ramuan sederhana yang patut dicoba.

Obat batuk Ambil beberapa buah kencur, kupas kulitnya, dan parut. Setelah itu, peras hasil parutannya dan ambil airnya dengan disaring hingga kira-kira mendapatkan 250 ml. Tambahkan sedikit madu dan bubuhkan beberapa tetes air jeruk nipis. Minum 3 kali sehari hingga batuk menghilang. Resep ini lebih diutamakan jika diminum saat penyakit belum parah

Keseleo Ambil 1 rimpang kencur dan beras yang sudah direndam air. Lumatkan kedua bahan dengan air secukupnya. Oleskan atau gosokkan pada bagian yang keseleo.

Beras kencur Di kalangan masyarakat Jawa, dipadu dengan beras, kencur diolah menjadi minuman penyegar bernama beras kencur. Minuman ini juga digolongkan sebagai jamu karena konon memiliki khasiat meningkatkan nafsu makan dan menghilangkan pegal linu. Minuman ini banyak dijual di pasar tradisional dan penjaja jamu keliling. Belakangan, industri jamu telah mengemasnya dalam bentuk bubuk, konsentrat, maupun minuman penyegar dalam kemasan kotak. Jika ingin membuat sendiri di rumah, caranya mudah. Siapkan beras dan kencur sesuai kebutuhan. Jika menginginkan rasa dan aroma yang berbeda, silakan tambahkan dengan bahan-bahan lain. Biasanya bahan-bahan lain yang dibubuhkan antara lain: biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, asam jawa, kayu keningar, kunyit, jeruk nipis, atau buah pala. Untuk pemanis, digunakan gula merah dicampur gula putih atau gula batu. Cara pengolahan pada umum-nya tidak jauh berbeda. Mula-mula beras disangrai, selanjutnya ditumbuk sampai halus. Kencur diparut atau diblender. Kedua bahan ini kemudian dicampur, diperas, dan disaring, kemudian ditambah air matang sedikit demi sedikit. Sedangkan asam jawa dan gula merah masing-masing direbus sampai tercampur lalu disaring. Air asam jawa dan gula merah kemudian ditambahkan ke air

campuran beras dan kencur sambil diaduk-aduk. Untuk bahan-bahan lain yang ingin ditambahkan sesuai keinginan, juga ditumbuk sampai halus, ditambah air matang, dan diperas. Selanjutnya, tambahan rasa dan aroma dari bahan-bahan lain bisa dimasukkan sesuai komposisi racikan.

KENCUR (Kaempferia galanga, Linn.)


Sumber: Rangga. 2010. Kencur. (Online). (http://informasidantips.com/search/daun+kencur/, diakses 17 November 2011)

Gambar Kencur ( Sumber: Rangga, 2010)

Kencur (Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan Zingiberaceae dan digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik.

Daging buah kencur berwarna putih dan kulit luarnya berwarna coklat. Jumlah helaian daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan. Bunganya tersusun setengah duduk dengan mahkota bunga berjumlah antara 4 sampai 12 buah, bibir bunga berwara lembayung dengan warna putih lebih dominan. Kencur tumbuh dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim penghujan. Kencur dapat ditanam dalam pot atau di kebun yang cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka. Komposisi kandungan kimia Rimpang Kencur mengandung pati (4,14 %), mineral (13,73 %), dan minyak atsiri (0,02 %) berupa sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam cinnamic, ethyl aster, asam sinamic, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisic, alkaloid dan gom.

Penyakit yang Dapat Diobati : Radang Lambung, Radang anak telinga, Influenza pada bayi; Masuk angin, Sakit Kepala, Batuk, Menghilangkan darah kotor; Diare, Memperlancar haid, Mata Pegal, keseleo, lelah;

Pemanfaatan : 1. Radang Lambung Bahan: 2 rimpang kencur sebesar ibu jari. Cara membuat: kencur dikuliti sampai bersih dan dikunyah; Cara menggunakan: ditelan airnya, ampasnya dibuang, kemudian minum 1 gelas air putih, dan diulangi sampai sembuh.

2. Radang Anak Telinga Bahan: 2 rimpang kencur sebesar ibu jari dan biji buah pala. Cara membuat: kedua bahan tersebut ditumbuk halus dan diberi 2 sendok air hangat; Cara menggunakan: dioleskan/dibobokkan di seputar hidung.

3. Influenza pada bayi Bahan: 1 rimpang kencur sebesar ibu jari dan 2 lembar daun kemukus (lada berekor/ Cubeb) Cara membuat :kedua bahan tersebut ditumbuk halus, kemudian ditambah beberapa sendok air hangat. Cara menggunakan: dioleskan/dibobokkan di seputar hidung.

4. Masuk Angin Bahan: 1 rimpang kencur sebesar ibu jari dan garam secukupnya. Cara membuat: kencur dikuliti bersih. Cara menggunakannya: kencur dimakan dengan garam secukupnya,

kemudian minum 1 gelas air putih.Dapat dilakukan 2 kali sehari.

5. Sakit Kepala Bahan: 2-3 lembar daun kencur. Cara membuat: daun kencur ditumbuk sampai halus. Cara menggunakannya: dioleskan (sebagai kompres/pilis) pada dahi.

6. Batuk a.Bahan: 1 rimpang kencur sebesar ibu jari dan garam secukupnya.

Cara membuat : kencur diparut, kemudian ditambah 1 cangkir air hangat, diperas dan disaring. Cara menggunakan : diminum dengan ditambah garam secukupnya. b.Bahan : 1 rimpang kencur sebesar ibu jari. Cara membuat : kencur dikuliti sampai bersih dan dikunyah;

Cara menggunakan : airnya ditelan, ampasnya dibuang. Dilakukan setiap pagi secara rutin.

7. Diare a. Bahan : 2 rimpang kencur sebesar ibu jari dan garam secukupnya. Cara membuat : kencur diparut, kemudian ditambah 1 cangkir air hangat, diperas dan disaring. Cara menggunakan : diolsekan pada perut sebagai bedak.

b. Bahan : 2 rimpang kencur sebesar ibu jari dan garam secukupnya. Cara membuat : kencur diparut, kemudian ditambah garam secukupnya. Cara menggunakan : dioleskan pada perut sebagai bedak.

8. Menghilangkan Darah Kotor Bahan : 4 rimpang kencur sebesar ibu jari, 2 lembar daun trengguli, 2 biji cengkeh kering, adas pulawaras secukupnya. Cara membuat : semua bahan tersebut direbus bersama dengan 1 liter air sampai mendidih kemudian disaring. Cara menggunakan : diminum 2 kali sehari secara teratur.

9. Memperlancar haid Bahan : 2 rimpang kencur sebesar ibu jari, 1 lembar daun trengguli, 1 biji buah cengkeh tua, adas pulawaras secukupnya. Cara membuat : kencur dicincang, kemudian dicampur dengan bahan lain dan direbus bersama dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 2 gelas, kemudian disaring. Cara menggunakan : diminum sekali sehari 2 cangkir.

10. Mata Pegal Bahan : 1 potong rimpang Cara membuat : kencur dibelah menjadi 2 bagian. Cara menggunakan : permukaan yang masih basah dipakai untuk menggosok pelupuk mata.

11. Keseleo Bahan : 1 rimpang kencur dan beras yang sudah direndam air. Cara membuat : kedua bahan tersebut dipipis dan air secukupnya.

Cara menggunakan : dioleskan/digosokan pada bagian yang keseleo sebagai bedak.

12. Menghilangkan Lelah. Bahan : 1 rimpang besar kencur, 2 sendok beras digoreng tanpa minyak (sangan) dan 1 biji cabai merah. Cara membuat : semua bahan tersebut direbus bersama dengan 2 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring. Cara menggunakan : diminum sekaligus dan diulangi sampai sembuh. Untuk orang pria dapat ditambah dengan 1 potong lengkuas dan tepung lada secukupnya.

Daun Beluntas sebagai Ekstrak Antibakteri Salmonella typhi


Sumber: Kamus Ilmiah. 2009. Daun Beluntas sebagai Bahan Anti Bakteria dan Anti Oksidan. (Online). (http://www.kamusilmiah.com/pangan/daun-beluntas-sebagaibahan-antibakteri-dan-antioksidan/, diakses 18 November 2011).

Daun beluntas menurut hasil penelitian mempunyai fungsi antibakteri dan antioksidan serta berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengawet makanan dan obat. Beluntas (Pluchea indica L.), nama tumbuhan ini mungkin jarang kita dengar. Tapi, sebetulnya bentuk tanaman ini tidak seasing namanya. Jika kita perhatikan dengan seksama, hampir dapat dipastikan orang akan langsung mengenalnya sebagai tanaman yang sering terdapat di halaman rumah, karena sering digunakan sebagai tanaman pagar. Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak, dengan tinggi bisa mencapai dua meter. Daun tunggal, bulat bentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua berwarna hijau pucat serta panjang daun 3,8-6,4 cm. Tumbuh liar di tanah dengan kelembaban tinggi; di beberapa tempat di wilayah Jawa Barat tanaman ini digunakan sebagai tanaman pagar dan pembatas antar guludan di perkebunan. Beberapa daerah di Indonesia menyebut nama beluntas dengan nama yang berbeda seperti baluntas (Madura), Luntas (Jawa Tengah), dan Lamutasa (Makasar). Untuk mendapatkan ekstrak daun beluntas harus dikeringkan, selanjutnya dilakukan ekstraksi. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut heksan, residu yang dihasilkan diekstrak kembali dengan pelarut etanol untuk mendapatkan ekstrak polar defatted dengan menggunakan metode refluk. Selain itu dilakukan untuk mendapatkan ekstraksi langsung ekstrak polar non

pelarut

etanol

defatted menggunakan metode yang sama Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak dilakukan terhadap bakteri-bakteri dari kelompok patogen penyebab keracunan makanan seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus

aureus, dan Bacillus cereus. Selain itu E. coli merupakan bakteri penyebab infeksi saluran pencernaan, sedangkan S. aureus merupakan bakteri penyebab impetigo

(pembengkakan pada lapisan epidermis kulit), furuncle (radang di jaringan sub kutan), dan carbuncle (peradangan yang meluas dan mengenai folikel rambut). Daun beluntas diekstrak menggunakan etanol dengan metode soxhlet dan air pada metode hidrodistilasi. Selanjutnya masing-masing ekstrak, baik dari metode soxhlet maupun hidrodistilasi diuji kemampuan radical scavenging activity DPPH (2,2diphenil-1- picrylhydrazil radical), yaitu antioksidan dalam ekstrak dan minyak atsiri daun beluntas akan bereaksi DPPH dan mengubahnya menjadi alfa,alfa-diphenyl-betapicrylhydrazine. Perubahan serapan yang dihasilkan oleh reaksi ini menjadi ukuran kemampuan antioksidan dari daun beluntas. Sebagai pembanding digunakan TBHQ (tertier butil hidroquinon) dan -karoten yang secara umum telah digunakan sebagai aktioksidan komersial. Hasil yang diperoleh menunjukkan kemampuannya secara berturutan sebagai berikut beta-karoten > minyak atsiri beluntas > ekstrak beluntas > TBHQ. Dari data ini dapat dikatakan bahwa daun beluntas memiliki potensi sebagai antioksidan alami dan dapat menggantikan kedudukan TBHQ dan beta-karoten sebagai antioksi. Penggunanan senyawa antimikroba/antibakteri yang berfungsi sebagai bahan pengawet, juga antioksidan yang berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi sehingga mencegah produk makanan dari kerusakan karena terpapar oleh udara dan cahaya, selama ini sebagian besar berasal dari bahan-bahan kimia sintetik. Berdasarkan penelitian bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan. Sebagai alternatif pemecahannya dapat digunakan bahan-bahan alami yang mempunyai kelebihan karena lebih aman untuk dikonsumsi. Dari data-data seperti disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa daun beluntas mempunyai potensi unutk dikembangkan sebagai ekstrak yang berfungsi sebagai pengawet makanan, karena kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab keracunan makanan dan bakteri penyebab kerusakan makanan. Disamping itu juga kemampuannya sebagai radical scavenging

activity dapat digunakan sebagai senyawa antioksidan.Selain itu juga potensi daun beluntas dapat digunakan juga sebagai obat radang (inflamasi) dan obat diare karena kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli.

Potensi Buah Pare (Momordica charantia L) sebagai Antibakteri Salmonella Typhimurium.

Gunawan, Adi. 2009. Potensi Buah Pare sebagai Anti Bakteri Salmonella typhi. (Online). (http://adigunawan2009.wordpress.com/2009/05/26/potensi-buah-paremomordica-charantia-l-sebagai-antibakteri-salmonella-typhimurium/, diakses 18 November 2011).

Tanaman pare (Momordica Charantia L) merupakan salah satu tanaman yang juga senyawa-senyawa seperti tannin, minyak atsiri, flavanoid, ursolic, oleanolic, karoten, alkaloid yang cukup banyak pada buahnya. Berdasarkan hal tersebut maka buah pare memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai antibakteri Salmonella typhimurium. Penggunaan pare sebagai antibakteri Salmonella typhimurium dimaksudkan untuk mendapatkan alternatif antibakteri Salmonella typhimurium dari tumbuhtumbuhan serta obat penyakit tifus yang bersifat alami. Tanaman pare (Momordica charantia L) merupakan salah satu tanaman yang senyawa-senyawa seperti tannin, flavanoid, alkaloid yang cukup banyak pada buahnya. Berdasarkan hal tersebut maka buah pare memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai antibakteri Salmonella typhimurium. Alkaloid adalah senyawa organik pada tumbuh-tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan obat-obatan. Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik. hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid

berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Kemampuan senyawa Alkaloid sebagai antibakteri Salmonella typhimurium sangat dipengaruhi oleh keaktifan biologis senyawa tersebut. Keaktifan biologis dari senyawa Alkaloid ini disebabkan oleh adanya gugus basa yang mengandung nitrogen. Adanya gugus basa ini apabila mengalami kontak dengan bakteri Salmonella typhimurium akan bereaksi dengan senyawa-senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan juga DNA bakteri yang merupakan penyusun utama inti sel yang merupakan pusat pengaturan segala kegiatan sel. Reaksi ini terjadi karena secara kimia suatu senyawa yang bersifat basa akan bereaksi dengan senyawa asam dalam hal ini adalah asam amino. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino karena sebagian besar asam amino telah bereaksi dengan gugus basa dari senyawa alkaloid. Perubahan susunan asam amino ini jelas akan meerubah susunan rantai DNA pada inti sel yang semula memiliki susunan asam dan basa yang saling berpasangan. Perubahan susunan rantai asam amino pada DNA akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada asam DNA sehingga DNA bakteri Salmonella typhimurium akan mengalami kerusakan. Dengan adanya kerusakan pada DNA tersebut inti sel bakteri Salmonella typhimurium akan mengalami kerusakan. Hal ini karena DNA merupakan komponen utama penyusun inti sel. Kerusakan DNA pada inti sel bakteri ini juga akan mendorong terjadinya lisis pada inti sel bakteri Salmonella typhimurium. Lisisnya inti sel bakteri Salmonella typhimurium akan menyebabkan juga kerusakan sel pada bakteri Salmonella typhimurium karena inti sel merupakan pusat kegiatan sel. Kerusakan sel pada bakteri ini lama kelamaan akan membuat sel-sel bakteri Salmonella typhimurium tidak mampu melakukan metabolisme sehingga juga akan mengalami lisis. Dengan demikian bakteri Salmonella typhimurium akan menjadi inaktif dan hancur (lisis). Selain karena kandungan Alkaloid buah pare memiliki potensi sebagai antibakteri Salmonella typhimurium karena mengandung senyawa Flavonoid.

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam. Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru, dan

sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon yakni nama sejenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan, yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan. Sebagian besar flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai berupa senyawa tunggal. Aktifitas biologis senyawa flavonoid terhadap bakteri Salmonella typhimurium dilakukan dengan merusak dinding sel dari bakteri Salmonella typhimurium yang terdiri atas lipid dan asam amino akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel bakteri. Selanjutnya dengan inti sel bakteri juga senyawa ini akan kontak dengan DNA pada inti sel bakteri Salmonella typhimurium dan melalui perbedaan kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid akan dapat terjadi reaksi sehingga akan merusak struktur lipid dari DNA bakteri Salmonella typhimurium sehingga inti sel bakteri juga akan lisis dan bakteri Salmonella typhimurium juga akan mengalami lisis dan mati. Mekanisme aktivitas biologis oleh senyawa flavonoid ini berbeda dengan yang dilakukan oleh senyawa alkaloid, dimana senyawa flavonoid dalam merusak sel bakteri memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid penyusun sel bakteri dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid. Sedangkan pada senyawa alkaloid memanfaatkan sifat reaktif gugus basa pada senyawa alkaloid untuk bereaksi dengan gugus asam amino pada sel bakteri Salmonella typhimurium. Selain karena adanya kandungan Alkaloid dan Flavanoid, buah pare memiliki potensi sebagai antibakteri Salmonella typhimurium karena juga mengandung persenyawaan tannin. Senyawa tannin adalah senyawa fenolik kompleks yang memiliki berat molekul 500-3000. Tannin disusun oleh senyawa polifenol alami yang merupakan metabolit sekunder tanaman tertentu. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Karena tannin merupakan persenyawaan polifenol yang mengandung gugus hidroksil maka mekanisme yang sama dengan mekanisme oleh senyawa flavonoid yakni dalam

merusak sel bakteri memanfaatkan perbedaan kepolaran antara lipid penyusun sel bakteri dengan gugus alkohol pada rantai polifenol dari senyawa tannin. Walaupun struktur kimia dari flavonoid dan tannin tidaklah sama namun karena keduanya sama-sama memiliki persenyawaan fenol yang memiliki gugus hidroksil di dalamnya maka mekanisme dalam meninaktifkan bakteri Salmonella typhimurium juga dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan polaritas antara lipid dengan gugus hiodroksil. Apabila sel bakteri semakin banyak mengandung lipid maka akan semakin banyak diperlukan senyawa tannin untuk membuat bakteri tersebut lisis.

Ekstrak Daun Fasidium Guava terhadap Daya Hambat Bakteri


Ajiza, Aulia. 2004. Ekstrak Daun Fasidium Guava terhadap Daya Hambat Bakteri. (Online). (http://www.webng.com/bioscientiae/v1n1/v1n1_ajizah.PDF, daun fasidium guava, diakses 18 November 2011).

Ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih dan ekstrak etanol daun jambu biji daging buah merah menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae masingmasing pada konsentrasi 40 mg/ml dan 50 mg/ml, terhadap Shigella flexneri masingmasing pada konsentrasi 30 mg/ml dan 40 mg/ml, terhadap Escherichia coli masingmasing pada konsentrasi 40 mg/ml, dan terhadap Salmonella typhi hanya ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih pada konsentrasi 60 mg/ml. Ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibandingkan ekstrak etanol daun jambu biji daging buah merah. Kedua ekstrak uji tidak menunjukkan perbedaan efek yang bermakna terhadap konsistensi feses, berat total feses, waktu munculnya diare, lamanya diare, dan transit usus. Frekuensi defekasi ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih 150 mg/kg bb pada menit ke-180 sampai 240 berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05).

Penelitian tentang efek spasmolitik telah dilakukan oleh Morales et al (1994), tentang penghambatan ileum pada marmut oleh Lozoya et al (1994). Penelitian ini menunjukkan bahwa daun jambu biji terbukti sebagai antibakteri Salmonella typhimurium. Hal ini karena pada daun jambu biji mengandung senyawa-senyawa antara lain: tannin, minyak atsiri, flavanoid, ursolic, oleanolic, karoten, yang dapat berfungsi sebagai senyawa antibakteri (Supandiman, 1997; Sujatno, 1997). Penghambatan pertumbuhan Salmonella typhimurium sangat

terpengaruh oleh konsentarasi zat aktif yang terlarut dalam ekstrak daun Psidium guajava. Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa daun Psidium guajava selain mempunyai daya antidiare ternyata juga bersifat antibakteri terhadap Salmonella typhimurium. Menurut Supandiman et al. (1997) untuk

mengurangi frekuensi diare sering digunakan obat spasmolitik, tetapi hal ini tidak dianjurkan pada diare akibat infeksi kuman. Dengan terbuktinya efek daun jambu biji ini sebagai antidiare sekaligus sebagai antibakteri terhadap kuman Salmonella typhimurium memberikan gambaran bahwa daun tumbuhan ini dapat dipergunakan untuk pengobatan diare, baik diare noninfektif maupun diare infektif. Hal yang sama terjadi pada kuman Enteropathogenic Esherichia coli (Ajizah, 1998).

Você também pode gostar