Você está na página 1de 2

Alih teknologi dan alih tata nilai

Leo Sutrisno

Berdasarkan pertanyaan mendasar yang akan dijawab, ilmu pengetahuan dapat


digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu: MIPA, Teknologi, Sosial-Budaya, dan
Filsafat-Teologi. Pertanyaan mendasar yang akan dijawab para ilmuwan MIPA adalah
‘mengapa sesuatu itu terjadi’. Jawaban yang diberikan berupa suatu penjelasan.
Penjelasan tentang suatu kejadian baik secara fisik maupun non-fisik. Penjelasan itu
berupa ‘hukum-hukum’ yang bersifat umum. Karena itu, penjelasan tersebut berbentuk
formula matematis. Penjelasan semacam ini biasanya bebas nilai.

Penjelasan yang diberikan oleh para ilmuwan MIPA itu, kemudian dikembangkan oleh
para teknolog, para insinyur dengan sebuah pertanyaan mendasar yang lain, yaitu:
;bagaimana cara menggunakan kejadian itu untuk membuat hidup manusia menjadi lebih
nyaman’. Jawaban yang para insinyur berikan berupa hasil teknologi yang diperuntukkan
bagi kemashaltan manusia. Hasil teknologi ini dipergunakan manusia agar hidupnya lebih
baik dan sejahtera.

Ketika hasil teknologi ini dipakai manusia maka selain membuat pemakainya lebih
nyaman ternyata juga hasil teknologi itu mengandung potensi merusak dan kekuasaan.
Semakin ‘canggih’ teknologinya semakin tinggi pula potensi merusak dan potensi
kekuasaannya. Berikut ilustrasinya. Bandingkan sepeda onthel dan sepeda motor. Tentu,
sepeda motor jauh lebih canggih daripada sepeda onthel. Naik sepeda motor lebih
nyaman daripada sepeda onthel. Tetapi, bagaimana dengan akibat yang ditiimbulkan jika
terjadi tabrakan. Tentu yang lebih parah adalah akibat ditabrak sepeda motor, bukan?!
Kita lihat sisi yang lain. Bagaimana reaksi orang ketika mendengar bel sepeda onthel dan
klakson sepeda motor. Sudah pasti mereka lebih cepat menepi setelah mendengar klakson
motor ketimbang bel sepeda onthel. Sepeda motor lebih ‘berkuasa’ dibandingkan dengan
sepeda onthel.

Untuk mengurangi kedua potensi itu, masyarakat penemu teknologi selalu menyertakan
berbagai aturan keselamatan baik bagi pemakai teknologi yang bersangkutan maupun
bagi yang lain. Masyarakat penemu teknologi mengembangkan tata nilai yang menyertai
penggunaan hasil teknologi yang mereka temukan.

Terkait dengan rencana pemerintah akan membangun Pusat Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN) di Kalimantan Barat perlu juga meperhatikan tata nilai yang disertakan dalam
menggunakan teknologi nuklir ini. Teknologi nuklir adalah teknologi sangat canggih.
Karena itu, teknologi ini mengandung potensi merusak dan potensi kekuasaan yang besar.
Masyarakat penemu teknologi nuklir menyertakan tata nilai yang sangat letat untuk
ditaati agar keselamatan manusia dan lingkungan terlindungi.

Para pengambil keputusan dan para pelaksana alih teknologi ini diminta agar
menyertakan alih tata nilai yang menyertai teknologi nuklir ini. Salah satu di antaranya
adalah mengedepankan keselamatan baik dirinya mapun keselamatan yang lain. Bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia nilai ini menjadi titik lemah. Berapa orang di antara
kita yang dalam setiap langkahnya selalu memikirkan ‘keselamatan’ tidak saja bagi
dirinya tetapi juga keselamatan orang lain dan tentu juga keselamatan lingkungan?
Selanjutnya, juga perlu dipelajari nilai-nili yang lain yang harus dikembangkan sebagai
pengiring penggunaan teknologi nuklir ini.

Walaupun begitu, masih ada dua pertanyaan lagi yang ‘wajib’ dipertimbangkan pada saat
akan menentukan pilihan, yaitu: ‘Bagaimana cara melakukannya agar tetap harmonis
dengan sekitarnya’ dan ‘Yang mana yang boleh dilakukan dan yang mana tidak boleh
dilakukan’. Jawaban dari pertanyaan pertama berada pada wilayah ilmu soisal-budaya.
Dalam kelompok ini dikembangkan etika dan estetika. Dua hal inilah yang menjawab
tentang keharmonisan dengan yang lain. Terkait dengan PLTN, kita perlu
mempertibangkan pertanyaan: “Apakah PLTN ini (kelak) tetap ramah lingkungan?”
“Apakah tidak mengganggu ‘ketentraman’ negara tetangga? dsb.

Pertanyaan kedua dijawab oleh kelompok ilmu pengetahuan filsafat dan teologi. Dalam
wilayah ilmu ini, para ilmuwan berbicara tentang ‘yang mutlak’-yang boleh atau tidak
boleh dilakukan. Tidak ada kompromi – hanya ada kata: ‘ya’ atau ‘tidak’. Pilih salah
satu, ya seratus persen atau tidak sama sekali. Sekalipun, proses nuklir sudah diketahui
dengan baik, tata nilai masyarakat yang menyertai pemakaian teknologi nuklir sudah
dipelajari, dampaknya lingkungan sudah ditelaah, para pengambil keputusan dan para
pelaksana alih teknologi ini mesti menjawab pertanyaan ‘apa boleh atau tidak boleh
dilakukan’. Jawaban ini ada pada hati nurani mereka. Disanalah jawaban tersedia. Yang
Mahakuasa dan alam semesta menempatkan kecerdasan moral pada hati nurani setiap
manusia. Pertimbangan kecerdasan moral ini akan melampaui semua perhitungan ilmu
pengetahuan. Disana terpasangan kemapuan manusia dalam ‘nggayuh gesang
tentrem’-mencari ketentraman hidup. Semoga!

Você também pode gostar