Você está na página 1de 20

Anjing Meniru Anda Dengan Sendirinya

Beberapa anjing mungkin kelihatan seperti pemiliknya, tapi semua anjing meniru teman manusianya.

Jika imitasi atau meniru merupakan bentuk paling tulus dari bujukkan atau rayuan, anjing sering menghujani kita dengan pujian. Penelitian baru menunjukkan bahwa anjing dengan sendirinya langsung meniru kita, bahkan bila itu bukan minat terbaiknya untuk melakukan hal tersebut, seperti yang dilansir oleh Discovery. Penelitian tersebut yang diterbitkan di Proceedings of the Royal Society B memberikan bukti pertama bahwa anjing meniru setidaknya beberapa gerakan dan tingkah laku kita secara spontan dan tanpa dipaksa. Dengan kata lain, mereka tak bisa menahan diri dengan hal yang menyangkut meniru orang. "Hal ini menunjukkan bahwa, seperti manusia, anjing merupakan subyek "peniruan otomatis", anjing tidak bisa mencegah kecenderungan untuk meniru penggunaan kepala atau tangan," ujar ketua peneliti Friederike Range dan rekannya. Sudah lama diketahui bahwa manusia melakukan hal ini, bahkan ketika kecenderungan untuk meniru bersinggungan dengan efisiensi. "Sebagai contoh," menurut para peneliti, "jika orang diperintahkan untuk membuka mulut segera ketika melihat huruf-huruf "OM" muncul di layar, tanggapannya lebih lambat ketika huruf-huruf tersebut ditampilkan dengan sebuah gambar tangan yang membuka ketimbang ketika huruf-huruf itu ditampilkan dengan gambar mulut terbuka." Pertama dalam sains, Range yang merupakan peneliti Universitas Vienna bagian Biologi Kognisi dan timnya menguji fenomena ini pada anjing. Sepuluh anjing dewasa dari berbagai jenis bersama pemiliknya dari Austria berpartisipasi dalam uji coba tersebut. Semua anjing menerima pelatihan persiapan untuk membuka pintu sorong dengan kepala atau cakar. Anjing-anjing kemudian memperhatikan pemiliknya membuka pintu dengan tangan atau

kepala. Terakhir, pemiliknya akan berbaring di lantai dan menggunakan kepalanya untuk menekan ke atas atau ke bawah pintu sorong. Selanjutnya anjing-anjing dibagi ke dalam dua kelompok. Para anjing di kelompok pertama menerima hadiah makanan ketika mereka meniru apa yang dilakukan pemiliknya. Para anjing di kelompok kedua menerima hadiah makanan ketika mereka melakukan yang sebaliknya. Semua anjing cenderung meniru apa yang dilakukan pemiliknya, bahkan tanpa hadiah makanan. "Penemuan ini menunjukkan bahwa anjing-anjing dalam uji coba memiliki satu kecenderungan untuk meniru penggunaan tangan pemiliknya dan meniru hal itu bahkan tanpa imbalan," kata para peneliti. Para ilmuwan mengatakan bahwa para pemilik anjing akan melakukan dengan baik mencocokkan pergerakan tubuh mereka, bila mungkin, pada hal-hal dalam jangkauan selama sesi pelatihan. Sebagai contoh, jika seorang pemilik mencoba mengajarkan anjing untuk berjabat "tangan", orang itu mungkin akan lebih berhasil jika dia mengulurkan tangannya sendiri untuk mempertunjukkannya. Anjing yang melihat hal itu kemudian akan cenderung mengulurkan cakarnya, merefleksikan apa yang dilakukan manusia. Pada titik itu, hadiah makanan bisa diberikan yang akan memperkuat tingkah laku tersebut. Pemilik juga memperkuat keterikatan dan kerjasama dengan anjing. Para peneliti mengetahui bahwa manusia memilih tingkah laku orang lain yang dengan mulus meniru bahasa tubuhnya dan pengaruh-pengaruh lainnya," kata Duane Alexander, M.D. yang merupakan ketua Institut National Eunice Kennedy Shriver of Child and Human Development. Alexander melakukan penelitian lain yang menunjukkan bahwa primata non manusia secara otomatis meniru satu sama lain. Beberapa jenis burung juga melakukan hal ini, tapi mungkin sangat jarang di dunia hewan satu spesies meniru hampir secara tak sadar tingkah laku spesies yang sama sekali berbeda. Oleh karena itu keterikatan manusia dan anjing mungkin memiliki persamaan. "Anjing merupakan hewan yang spesial, baik dalam hal sejarah evolusi menjadi dekat dengan manusia dan jangkauan dan intensitas pelatihan pengembangannya oleh manusia," kata Range dan timnya. "Kedua faktor ini bisa mempertinggi tingkat di mana anjing mengikuti aktifitas manusia," tambahnya, "tapi hasil uji coba saat ini menunjukkan yang terakhir yaitu pelatihan dalam pengembangan yang memainkan peran yang lebih kuat dan rinci dalam membentuk tingkah laku menirunya."

Semut Melindungi Pohon Dari Gajah


Spesies pohon akasia di Afrika bagian timur nampaknya dilindungi oleh sekawanan semut yang tinggal di situ dari kerusakan yang ditimbulkan oleh kawanan gajah.

Para peneliti dari Universitas Wyoming dan Florida di Amerika Serikat melakukan serangkaian studi di daerah Laikipidia Tengah, dan Taman Nasional Tsavo di Kenya, seperti yang dilansir oleh BBC pada tanggal 2 September. Perlindungan pohon menurun saat jumlah gajah meningkat. Perlindungan pohon tetap sama ketika para gajah dilarang masuk dengan menggunakan pagar listrik tinggi di mana hewanhewan lainnya bisa masuk. Gajah sangat efektif mencarik kulit kayu dan menghancurkannya ketika sedang makan. "Jumlah gajah di dataran tinggi tengah Kenya telah bertambah dengan pesat pada tahun-tahun belakangan ini sehingga kami mendapati pohon-pohon yang rusak berat karena gajah di berbagai tempat saat ini," kata Todd Palmer yang merupakan penggagas studi itu. Namun para peneliti terkesima ketika mereka memperhatikan bahwa perlindungan pohon hanya menurun di wilayah yang tanahnya agak berpasir dan bukan yang bertanah liat. Profesor Palmer bersama Jake Goheen yang mempublikasikan penemuan mereka di jurnal Current Biology, memperhatikan bahwa di wilayah bertanah liat nampaknya cuma satu jenis pohon yaitu akasia yang disebut Acacia drepanolobium. Di wilayah lain dengan tanah agak berpasir, ada lebih banyak jenis pohon. Yang spesial tentang jenis pohon ini ialah pohon ini memiliki hubungan simbiosis dengan kawanan semut. Tumbuhan itu menyediakan naungan dan makanan bagi semut-semut itu, dan sekarang nampaknya semut-semut tersebut melindungi tumbuhan itu dari kawanan gajah. Untuk mencari tahu lebih jelas lagi apa yang membuat kawanan gajah menjauh dari pohonpohon ini, Profesor Palmer dan Goheen pertama-tama mengeluarkan kawanan semut dari tumbuhan semut tersebut.

Kawanan gajah kemudian menjadi tertarik untuk memakan pohon-pohon itu, tapi kawanan semut itu datang kembali. Lebih banyak semut yang ada, lebih kurang gajah-gajah yang ingin memakan pohon-pohon itu. Setelah itu, mereka memberikan empat jenis cabang pohon kepada gajah-gajah setengah liar di pusat rehabilitasi di Taman Nasional Tsavo. Para gajah mencoba tumbuhan semut, baik tanpa semut atau ada semut, dan tumbuhan akasia lainnya, juga tanpa atau ada semut. "Para gajah bahkan tak mau menyentuh cabang-cabang yang ada semutnya, mereka bisa mencium semut-semut itu dan tahu bahwa akan merasa sakit jika memakannya," kata Profesor Goheen. Para gajah nampaknya waspada terhadap gigitan di bagian lunak di bawah belalai mereka. Herbivora besar lainnya, khususnya para jerapah, akan memakan tumbuhan itu, mungkin karena mereka tidak terganggu oleh para semut itu. Nigel Raine, ahli ekologi lainnya dari Royal Holloway, Universitas London, juga mempelajari tumbuhan semut ini dan mengatakan bahwa para jerapah akan memakan daun-daun tumbuhan itu walaupun para semut akan mengerumuni wajah dan mulut mereka dan mencoba menggigit mereka. "Tiap kali anda menganggu tajuk pohon itu, para semut akan datang dan memeriksanya. Sebagai seorang ahli ekologi, kamu akan mendapat banyak gigitan dan sengatan," kata DR. Raine. Tumbu-tumbuhan yang simbiotik dengan semut bisa ditemukan di belahan dunia lainnya, khususnya Amerika Tengah dan Selatan di mana tidak terdapat gajah, tapi herbivora-herbivora besar hidup sebelum akhirnya punah. Dalam dongeng, gajah takut akan tikus, tapi dalam kenyataanya gajah nampaknya lebih takut akan serangga. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa gajah tak hanya takut pada semut tapi akan menghindar dari wilayah-wilayah yang ada lebahnya, begitu mereka mendengar para lebah mendengung.

Spesies Baru Karnivora Kecil Vontsira Ditemukan


Spesies baru vontsira merupakan karnivora baru pertama yang ditemukan dalam dua dekade.

Para ilmuwan telah menemukan spesies karnivora baru pertama yang ditemukan dalam kurun lebih dari 20 tahun yaitu mahluk yang mirip musang atau luwak dengan moncong hidung runcing dan gigi tajam yang hidup di rawa Lac Alaotra, danau terbesar di Madagaskar. Hewan baru tersebut ditemukan sedang berenang di danau oleh para peneliti dari Natural History Museum di London, Nature Heritage, the Durrell Wildlife Conservation Trust dan Conservation International ketika para ahli biologi tersebut mensurvey lemur bambu yaitu hewan mamalia lainnya yang secara khusus ditemukan di Madagaskar. Pemeriksaan lebih dekat menunjukkan bahwa hewan tersebut adalah vontsira yang merupakan seekor mamalia termasuk dalam famili Eupleridae yang hanya bisa ditemukan di pulau itu. Hewan euplerid cenderung memiliki tubuh ramping mirip kucing atau semacam musang dan kebanyakan memakan daging (karnivora) walau beberapa spesies memakan buah. Analisa genetik menunjukkan bahwa spesies baru karnivora vontsira tersebut sangat dekat terhubung dengan vontsira berekor coklat atau Salanoia concolor yang hidup di hutan hujan dekat tempat itu. Perbandingan dengan spesimen dari museum menunjukkan bahwa gigi dan habitat khusus vontsira yang hidup di rawa membenarkan pengakuan kespesiesannya, seperti yang dilaporkan oleh tim tersebut pada edisi September Systematics and Biodiversity. Para peneliti memanggilnya dengan sebutan vontsira Durrell yang diambil dari nama pelestari dan penulis Gerald Durrell. Madagaskar diyakini telah terpisah dari daratan utama Afrika lebih dari 100 juta tahun lalu yang menyediakan tempat bagi evolusi. Pulau tersebut merupakan rumah bagi semua jenis tumbuhan, primata dan burung yang tidak ditemukan di belahan dunia lainnya. Tim tersebut memperhatikan bahwa habitat rawa tempat tinggal vontsira baru-baru ini kehilangan satu anggotanya yaitu GrebeAlaotra atau Tachybaptus rufolavatus yang dinyatakan punah oleh IUCN awal tahun ini.

Rasa Lapar Membuat Otak Lalat Tetap Pintar Walau Tak Tidur
Seperti yang diketahui oleh yang pernah mencoba tetap terjaga setelah makan kenyang, makan bisa mendorong rasa kantuk. Penelitian baru pada lalat buah menunjukkan sebaliknya yaitu rasa lapar bisa saja menjadi cara untuk tetap bangun tanpa rasa pusing atau hambatan mental.

Para ilmuwan di Universitas Washington di St. Louis menemukan bahwa rasa lapar menyebabkan kebutuhan akan nutrisi menekan kebutuhan untuk tidur. Sama seperti manusia dan tikus, lalat buah tak dapat bertahan hidup tanpa tidur. Akan tetapi, pada lalat buah yang direkayasa untuk sensitif terhadap kekurangan tidur, rasa lapar bisa meningkatkan waktu bertahan hidup tanpa tidur hampir tiga kali lipat . Para peneliti menunjukkan bahwa kemampuan untuk menahan efek kurang tidur terhubung dengan protein yang membantu otak lalat buah mengatur penyimpanan dan penggunaan lipid yang merupakan jenis molekul termasuk lemak seperti kolesterol dan vitamin yang dapat larut dalam lemak seperti vitamin A dan D. "Obat-obatan umum yang digunakan untuk membuat orang tertidur atau membuat orang tetap bangun, semuanya ditargetkan pada sejumlah jalur-jalur di otak, semuanya berhubungan dengan transmisi neuro," kata Paul Shaw, PhD, asisten profesor neurobiologi dan anatomi. "Memodifikasi pemrosesan lipid dengan obat-obatan bisa memberikan kita sebuah cara baru yang lebih efektif atau lebih kurang efek sampingnya dalam menanggulangi masalah tidur." Penelitian tersebut diterbitkan secara online pada tanggal 31 Agustus di PLoS Biology. Penemuan tersebut menambah tantangan baru ke dalam hubungan rumit antara tidur dan metabolisme diet. Para ilmuwan mengetahui sekitar satu dekade lalu bahwa kekurangan tidur menyebabkan obesitas dan berperan dalam perkembangan diabetes dan penyakit koroner.

Sampai saat ini, tak seorangpun telah menghubungkan antara gen yang terkait lipid dengan pengaturan kebutuhan tidur. Clay Semenkovich, MD yang merupakan seorang ahli lipid Universitas Washington tapi tak secara langsung terlibat dalam penelitian itu mengatakan bahwa hasilnya cocok dengan pemahaman yang sedang berkembang bahwa organisme menggunakan lipid lebih dari sekedar penyimpanan tenaga. "Semakin jelas bahwa lemak berfungsi sebagai molekul pemberi sinyal dalam berbagai konteks," kata Semenkovich, seorang Profesor Kedokteran Herbert S. Gasser. "Jika anda mengidentifikasi lipid yang terlibat dalam pengaturan tidur dan mencari cara untuk mengontrolnya, anda bisa mengurangi derita yang berhubungan dengan kekurangan tidur atau kebutuhan untuk tetap bangun." Shaw menggunakan lalat buah sebagai model efek tidur pada organisme yang lebih tinggi. Dia merupakan salah satu di antara mereka yang pertama membuktikan bahwa lalat buah memasuki kondisi yang bisa dibandingkan dengan tidur, yang menunjukkan bahwa lalat buah memiliki periode tidak aktif di mana rangsangan yang lebih besar dibutuhkan untuk membangunkan mereka. Sama seperti manusia, lalat buah yang kurang tidur satu hari akan mencoba untuk menggantinya dengan tidur lebih banyak pada hari berikutnya, suatu fenomena yang ditunjukkan sebagai hutang tidur. Lalat buah yang kurang tidur juga menunjukkan performa yang kurang pada uji sederhana kemampuan belajar. Penelitian di lab lain menunjukkan bahwa rasa lapar atau puasa menahan lapar, mengakibatkan waktu tidur berkurang. Penelitian yang lebih baru juga menunjukkan bahwa rasa lapar bisa mengubah tingkat aktifitas gen yang mengatur penyimpanan dan penggunaan lipid. Laboratorium Shaw sebelumnya mendemonstrasikan bahwa lalat buah dengan mutasi pada gen waktu biologis mengakumulasi hutang tidur lebih cepat dan mulai mati setelah tetap bangun sekurang-kurangnya 10 jam. Matt Thimgan, PhD, seorang rekan peneliti pascadoktoral, melaporkan dalam sebuah surat kabar bahwa lalat buah yang kelaparan meluangkan lebih banyak waktu terbangun, dan lalat buah kelaparan dengan mutasi gen waktu biologis bisa bertahan hingga 28 jam tanpa tidur. Para ilmuwan menguji lalat yang kelaparan dan kurang tidur dengan dua tanda akan hutang tidur yaitu enzim pada air liur atau saliva dan kemampuan lalat untuk belajar mengasosiasikan cahaya dengan rangsangan yang tidak menyenangkan. Kedua hasil uji menunjukkan bahwa lalat yang kelaparan tidak mengantuk. "Dari perspektif evolusioner, hal ini masuk akal," kata Thimgan. "Jika anda kelaparan, anda ingin memastikan secara kognitif bahwa anda berada di atas permainan, untuk meningkatkan kesempatan anda menemukan makanan daripada menjadi makanan untuk orang lain." Para ilmuwan menemukan sebuah efek yang mirip dengan kelaparan pada lalat buah di mana gen yang disebut lipid storage droplet 2 (LSD2) dinonaktifkan. Setelah kurang tidur, lalat buah dengan mutasi LSD2 kurang cenderung untuk tidur dalam waktu yang lama dan tetap mencetak

nilai tinggi dalam tes belajar. "Mutan LSD2 nampaknya secara konstan merotasi lipid melalui depot penyimpanannya dalam sel, menaruhnya ke dalam dan mengeluarkannya dengan sangat cepat," kata Thimgan. "Menonaktifkan LSD2 kelihatannya membuat sel kesulitan untuk menahan lipid dan menggunakannya dengan benar, dan kami pikir hal ini menganggu kemampuan sel-sel otak untuk merespon kekurangan tidur." Para peneliti sedang berusaha mengidentifikasi lipid tertentu yang dipengaruhi hilangnya LSD2.

Otak Kelelawar & Suara Yang Kita Fokuskan


Bagaimana anda tahu apa yang harus didengar? Di tengah-tengah kegaduhan pesta, bagaimana seorang ibu tiba-tiba fokus kepada suara tangisan seorang anak, walau bukan anaknya sendiri?

Bridget Queenan seorang kandidat doktoral neurosains di Pusat Medis Universitas Georgetown meneliti kelelawar berjenggot (Pteronotus parnellii) untuk membantunya memecahkan teka-teki ini. Pada pertemuan tahunan Perhimpunan Neurosains di San Diego, Queenan akan melaporkan bahwa dia telah menemukan neuron-neuron dalam otak kelelawar yang nampaknya "menyuruh diam" neuron lainnya ketika suara komunikasi relevan datang. Proses tersebut menurut ibu Bridget bisa saja berlaku juga pada manusia, seperti yang diberitakan oleh e! Science News (14/11/10). Dalam penyelidikannya, dia juga menemukan bahwa "beberapa neuron nampaknya tahu untuk berteriak lebih keras untuk melaporkan suara komunikasi dalam kegaduhan." "Jadi sekarang kita bisa mulai menyimpulkan bagaimana sel-sel dalam otak anda mampu menangani lingkungan indera kompleks tempat tinggal kita," tambah ibu Queenan. Untuk memahami fungsi pendengaran otak, kelelawar secara khusus merupakan hewan yang menarik untuk dipelajari karena hewan tersebut memproses suara lewat gema lokasi (menentukan lokasi sesuatu dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh gema untuk kembali dari titik tersebut) yang merupakan sejenis sonar biologis. Kelelawar menghasilkan suara lalu mendengar gema tersebut yang dihasilkan ketika suara tersebut terpantul dari obyek-oyek di sekitarnya. Kelelawar menggunakan gema ini untuk mencari jalan dan untuk berburu.

Otak kelelawar tak hanya harus memproses aliran gema konstan tapi juga harus secara bersamaan memproses komunikasi sosial kelelawar, tutur ibu Queenan. "Apa yang akan kita coba ketahui ialah bagaimana seekor kelelawar dapat terbang sembari menggema lokasi, mengeluarkan bunyi berciut dan mendengarkan suaranya sendiri yang terpantul balik di tengah-tengah koloni ratusan kelelawar yang juga menggema lokasi dan mungkin secara bersamaan mendengarkan kelelawar lainnya berkata 'hati-hati!' Kelelawar memang kadang kala mengeluarkan suara hati-hati," katanya. "Malahan kelelawar memiliki sekumpulan suara komunikasi: suara marah, suara peringatan, dan suara yang mengatakan tolong jangan sakiti saya." Wilayah pemrosesan pendengaran dalam otak kelelawar lebih besar dari pusat-pusat lainnya, sama seperti pusat pemrosesan penglihatan pada manusia yang lebih besar. "Manusia utamanya beraktifitas dengan penglihatan jadi porsi besar dalam otak diperuntukkan bagi pemrosesan penglihatan. Kelelawar di lain pihak beraktifitas dengan suara," kata ibu Queenan. Dalam studi ini, ibu Queenan beserta para koleganya menghadirkan berbagai kombinasi suara gema lokasi dengan berbagai suara komunikasi untuk membangunkan para kelelawar untuk melihat bagaimana neuron-neuron dalam otak kelelawar menangani bunyi hiruk pikuk ini. Para peneliti menemukan bahwa beberapa neuron kelelawar mengontrol aktifitas neuron lainnya ketika suara-suara penting dirasakan. Para peneliti ini juga menemukan neuron-neuron lain yang memperbesar persepsi komunikasi kelelawar dalam latar kegaduhan suara. Kerjasama kumpulan neuron ini memungkinkan kelelawar untuk mendengar apa yang perlu didengar. "Semua organisme secara konstan terbebani dengan rangsangan-rangsangan yang datang seperti suara, cahaya, getaran dan lain sebagainya, dan sistem pancaindera kita harus menyortir rangsangan yang paling relevan untuk membantu kita bertahan hidup," kata ibu Queenan. "Sebagai manusia-manusia kita tak hanya sensitif terhadap tangisan seorang anak, tapi kita memperhatikan kilasan cahaya lampu ambulans walaupun kita sedang asik melakukan hal lain. Ibu Queenan mengatakan bahwa tugas berikutnya ialah untuk merekam neuron-neuron pada kelelawar yang tak hanya terbangun tapi terbang.

Perokok Pasif Beresiko Tuli


Para perokok pasif yang terus menerus menghirup asap tembakau beresiko kehilangan kemampuan mendengar, menurut penelitian.

Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa orang-orang yang dulu merokok serta yang masih merokok lebih cenderung kehilangan kemampuan penuh pendengaran mereka, namun belum diketahui apakah perokok pasif juga rentan terhadap hal ini. Para peneliti menggunakan data tahun 1999-2004 dari National Health and Nutrition Examination Survey yang merupakan survey keluarga tahunan yang digabungkan dengan pemeriksaan fisik sampel representatif populasi A.S. Demikian seperti yang dilansir oleh Science Codex (16/11/10). Total 3.307 orang dewasa berumur antara 20 dan 69 tahun dimasukkan dalam analisa akhir. Kemampuan mendengar mereka semua dites dan diklasifikasikan sebagai perokok pasif menurut tingkat unsur pokok kotinin dalam darah mereka. Mereka juga menyediakan informasi rekam medis, tingkat eksposur bunyi, serta apakah mereka pernah merokok atau tinggal/bekerja bersama seorang perokok. Tingkat kehilangan kemampuan mendengar pada setiap telinga dinilai dengan menguji kemampuan mendengarkan nada murni pada rentang frekuensi dari 500 Hz (rendah) hingga 8000 Hz (tinggi). Para pria yang lebih tua dan mereka yang menderita diabetes secara signifikan lebih cenderung kehilangan kemampuan mendengar pada frekuensi tinggi dan hal ini berlaku pada mereka yang merupakan mantan perokok dan mereka yang tak pernah merokok. Akan tetapi setelah memperhitungkan faktor-faktor ini, baik mantan dan perokok pasif terhubung dengan kerusakan pendengaran. Mantan perokok secara signifikan lebih cenderung menderita kerusakan pendengaran. Terjadinya kehilangan kemampuan mendengar frekuensi rendah hingga frekuensi menengah pada kelompok

ini berada di angka 14% dan hampir setengah (lebih dari 46%) kehilangan kemampuan mendengar frekuensi tinggi (lebih dari 25 desibel). Walaupun resikonya tidak sekuat mereka yang tak pernah merokok, hampir satu di antara sepuluh (8,6%) kehilangan kemampuan mendengar frekuensi rendah hingga menengah dan satu di antara empat (26,6%) kehilangan kemampuan mendengar frekuensi tinggi. Penemuan yang lebih jelas pada mereka yang dulu perokok menunjukkan bahwa menghisap asap rokok orang lain secara konstan dalam kelompok ini walaupun pada tingkat rendah dapat meneruskan proses kehilangan kemampuan mendengar frekuensi tinggi yang dimulai saat mereka masih merokok, kata para peneliti. "Penelitian lebih jauh diperlukan untuk menentukan apakah merokok pasif meningkatkan pengaruh eksposur bunyi dan penuaan terhadap kemampuan mendengar. Jika penemuan ini secara bebas dikonfirmasi, maka kehilangan kemampuan mendengar bisa ditambahkan ke daftar akibat penyakit yang berhubungan dengan eksposur terhadap asap tembakau yang bukan berasal dari penderita," tutup para peneliti.

Tidur Memperkuat Ingatan Anda


Sebagai manusia, kita menghabiskan sepertiga kehidupan kita untuk tidur. Jadi sudah pasti hal tersebut ada maksudnya. Para ilmuwan menemukan bahwa tidur membantu menggabungkan ingatan, merapikannya dalam otak agar supaya bisa diambil kemudian.

Foto: picasaweb

Sekarang penelitian baru menunjukkan bahwa tidur juga nampaknya mengorganisir ulang ingatan, mengambil rincian emosional dan mengatur kembali ingatan atau memori untuk membantu anda menghasilkan ide-ide baru dan kreatif, menurut penulis artikel di Current Directions in Psychological Science yang merupakan jurnal Association for Psychological Science. "Tidur membuat ingatan lebih kuat," kata Jessica D. Payne dari Universitas Notre Dame yang ikut menulis laporan tersebut bersama Elizabeth A. Kensinger dari Boston College. "Tidur juga nampaknya melakukan sesuatu yang saya pikir sangat menarik dan hal tersebut ialah mengorganisir kembali serta merestrukturisasi memori atau ingatan." Payne dan Kensinger mempelajari apa yang terjadi pada ingatan selama tidur, dan mereka menemukan bahwa seseorang cenderung bergantung pada bagian yang paling emosional dari satu ingatan. Sebagai contoh, jika seseorang ditunjukkan satu pemandangan dengan obyek emosional seperti puing-puing kecelakaan mobil di halaman depan dia cenderung mengingat obyek emosional tersebut daripada obyek lainnya misalnya pohon yang ada di bagian belakang, khususnya jika diuji setelah tidur satu malam. Mereka juga mengukur aktifitas otak selama tidur dan menemukan bahwa bagian-bagian otak yang terlibat dengan penggabungan emosi dan ingatan ternyata aktif. "Dalam masyarakat kita yang serba cepat, salah satu hal pertama yang tak mendapat perhatian ialah tidur kita," kata Payne. "Saya pikir hal tersebut didasarkan pada kesalahpahaman besar bahwa otak yang tidur tidak melakukan apa-apa." Otak itu sibuk. Tak hanya menggabungkan ingatan, otak juga mengorganisir memori serta memilih informasi yang paling menonjol. Menurutnya ini yang membuat orang-orang memiliki ide-ide kreatif baru.

"Payne melakukan penelitian tersebut dengan sungguh-sungguh. "Saya memberikan kesempatan kepada diri saya untuk tidur selama delapan jam tiap malam. Saya biasanya tidak melakukan hal tersebut sampai saya mulai melihat data saya," katanya. Orang-orang yang mengatakan bahwa mereka akan tidur nanti ketika sudah mati sebenarnya mengorbankan kemampuan mereka untuk memiliki gagasan-gagasan yang baik saat ini, tuturnya. "Kita bisa meloloskan diri dari kekurangan tidur, tapi hal tersebut memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan kognitif kita."

Obat Asma Cegah Penyebaran Kanker Payudara


Obat asma yang biasa digunakan di Jepang dan Korea untuk mengobati asma diketahui mampu menghentikan penyebaran sel-sel kanker payudara yang biasanya tahan terhadap kemoterapi, menurut penelitian baru.

Foto: Flickr

"Tranilas, obat yang disetujui penggunaannya di Jepang dan Korea Selatan telah digunakan lebih dari dua dekade untuk mengobati asma dan gangguan alergis lainnya termasuk alergi rinitis dan dermatitis atopik," kata Dr. Gerald Prud'homme. Dr. Prud'homme adalah patolog yang memimpin studi tersebut. Dia menambahkan: "Saat ini, studi kami merupakan yang pertama menemukan bahwa obat tersebut mampu menghentikan kanker payudara dari proses penyebarannya serta bagaimana obat tersebut mengincar sel-sel kanker payudara." Demikian seperti yang dikutip dari Physorg, Rabu (03/11/10). Para peneliti menumbuhkan sel-sel punca kanker payudara yang memberikan peningkatan selsel kanker lain dalam pembiakan. Sel-sel tersebut disuntikkan ke dua kelompok tikus termasuk satu kelompok yang juga dirawat dengan tranilas. Dr. Prud'homme dan para koleganya menemukan obat itu mengurangi pertumbuhan tumor utama yang memiliki sifat kanker pada angka 50 persen dan mencegah penyebaran kanker tersebut ke paru-paru. Para peneliti juga mengidentifikasi sebuah molekul dalam sel kanker itu yang terikat pada tranilas dan kelihatannya merupakan penyebab efek anti kanker ini. Tranilas terikat dengan sebuah molekul yang dikenal sebagai reseptor hidrokarbon aril yang mengatur pertumbuhan sel dan beberapa aspek imunitas. Hal ini membuat obat tersebut bermanfaat dalam mengobati berbagai alergi, penyakit radang dan kanker. "Untuk pertama kalinya kami bisa menunjukkan bahwa tranilas memberikan harapan bagi pengobatan kanker payudara pada tingkat yang biasanya sangat ditolerir oleh pasien-pasien yang menggunakan obat tersebut untuk mengobati penyakit lainnya," kata Dr. Prud'homme. "Hasil ini sangat memberikan harapan dan kami sedang memperluas studi kami. Studi-studi yang

lebih jauh lagi diperlukan untuk menentukan apakah obat tersebut efektif terhadap tipe kanker payudara berbeda serta kanker lainnya, serta interaksinya dengan obat-obatan anti kanker," tutupnya.

Bahaya Alkohol Lebih Dari Heroin/Kokain


Bahaya alkohol ternyata lebih besar dari heroin atau kokain, menurut penelitian baru.

Jenis Minuman Beralkohol - Foto: Flickr

Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di jurnal medis Lancet, sang pakar obat-obatan Profesor David Nutt yang merupakan mantan ketua penasehat obat-obatan pemerintah Inggris, memperkenalkan cara baru untuk mengukur kerusakan akibat (penyalahgunaan) obat yang menilai bahayanya pada tingkat perseorangan maupun bahayanya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hasil analisanya menunjukkan bahwa ketika kedua faktor di atas digabungkan, penyalahgunaan alkohol merupakan hal yang paling berbahaya atau merusak, setelah itu baru heroin kemudian kokain. Makalah tersebut ditulis oleh Profesor Nutt dari Imperial College London, dan Komite Independen Sains mengenai Obat-obatan, Dr. Leslie King yang merupakan Penasehat Ahli Inggris untuk Pusat Monitoring Obat-obatan dan Adiksi Eropa, serta Dr. Lawrence Philips dari London School of Economics and Political Science, seperti yang dilansir oleh Telegraph pada tanggal 1 November 2010. Penilaian baru tersebut menggunakan sembilan kategori bahaya terhadap diri sendiri dan tujuh kategori bahaya terhadap masyarakat sebagai kesatuan berbagai individu. Kategori-kategori "bahaya terhadap diri" sendiri meliputi kematian atau mortalitas, kesehatan buruk, penurunan daya pikir, kehilangan pertemanan serta cedera. Kategori-kategori "bahaya terhadap orang lain" meliputi tindak kriminal, kerusakan lingkungan, konflik keluarga dan penurunan kesatuan komunitas. Heroin, kokain dan kristal met atau sabu-sabu merupakan obat-obatan yang paling

membahayakan bagi perseorangan, sedangkan alkohol, heroin dan kokain paling membahayakan bagi orang lain. Contoh tersebut menunjukkan bahwa selain merupakan obat-obatan yang paling berbahaya secara keseluruhan, alkohol hampir tiga kali sama bahayanya dengan kokain atau tembakau. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa alkohol di atas lima kali lipat lebih berbahaya dari mefedron yang sebelumnya dilegalkan di Inggris tapi kemudian dikategorikan sebagai obatobatan terkontrol kelas B pada bulan April 2010. Ekstasi yang mendapat perhatian media selama dua dekade terakhir hanya seperdelapan sama bahayanya dengan alkohol dalam analisis baru ini. Para pakar tersebut menyimpulkan: "Penemuan kami mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan di Inggris dan Belanda yang mengkonfirmasikan bahwa sistem klasifikasi obat-obatan saat ini kecil hubungannya dengan bukti bahayanya." Mereka juga setuju dengan kesimpulan laporan-laporan pakar sebelumnya yang sangat serius menargetkan bahaya alkohol sebagai strategi kesehatan masyarakat yang sah dan diperlukan.

Bumbu Kari Cegah Kerusakan Hati


Kurkumin yang merupakan bahan kimia pada bumbu kari, berpotensi mencegah atau mengobati kerusakan hati dari suatu kondisi yang dikenal sebagai penyakit hati berlemak atau fatty liver disease, menurut penelitian baru Universitas Saint Louis.

Masakan Kari - Foto: wikimedia

Kurkumin terdapat pada tumbuhan kunyit atau kunir yang sudah digunakan ribuan tahun oleh orang Tiongkok sebagai obat tradisional. Penelitian baru tersebut menyoroti potensi kurkumin bumbu kari dalam mengkaunter jenis penyakit hati berlemak yang kian lazim yang disebut non-alcoholic steatohepatitis (NASH). Terhubung dengan obesitas dan pertambahan berat badan, NASH mempengaruhi 3 hingga 4 persen orang dewasa A.S. dan bisa menyebabkan suatu jenis kerusakan hati yang disebut fibrosis hati dan mungkin sirosis, kanker hati dan kematian. Anping Chen, Ph.D yang merupakan koresponden dan direktur penelitian di bagian patologi Universitas Saint Louis mengatakan: "Laboratorium saya mempelajari cara-cara alami untuk mencegah dan mengobati kerusakan hati ini." Seperti yang dikutip dari Physorg. "Walaupun penelitian pada hewan dan uji klinis manusia dibutuhkan, penelitian kami menunjukkan bahwa kurkumin bisa saja menjadi satu terapi efektif untuk mengobati dan mencegah fibrosis hati yang terhubung dengan non-alcoholic steatohepatitis (NASH)." Tingkat leptin darah yang tinggi, glukosa dan insulin lazim ditemukan pada pasien-pasien manusia yang menderita obesitas dan diabetes tipe 2 yang mungkin menjadi penyebab fibrosis hati yang berhubungan dengan NASH. Karya terakhir Chen menguji pengaruh kurkumin terhadap fungsi kadar tinggi leptin dalam proses fibrosis hati in vitro atau dalam latar laboratorium terkontrol. "Leptin memerankan fungsi yang sangat penting dalam pengembangan fibrosis hati," katanya. Kadar tinggi leptin mengaktifkan sel-sel stellata hepatik yang merupakan penyebab produksi berlebihan protein kolagen yang merupakan fitur utama fibrosis hati. Para peneliti menemukan

bahwa di antara aktifitas lainnya, kurkumin mengeliminasi efek leptin pada pengaktifan sel-sel stellata hepatitik sehingga mengganggu perkembangan kerusakan hati.

Você também pode gostar