Você está na página 1de 32

Kasus 3

Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun dimalam hari gatal-gatal seperti digigit semut seluruh tubuh sudah menggunakan minyak tawon tak tertolong. Hasil pemeriksaan fisik : tampak bengkak kelopak mata, telinga, dan seluruh bagian tubuh, merah, TD normal, P normal, S normal, N normal, bunyi paru vesikuler, bunyi jantung normal.

Lingkup diskusi : 1. kemungkinan diagnosa medis pada kasus diatas adalah 2. ada berapa jenis tipe reaksi hipersensitivitas? Termasuk reaksi apakah kasus diatas? 3. pengkajian apa yang harus dilengkapi untuk menentukan masalah utama pasien? 4. pemeriksaan lanjutan apa yang harus dilakukan pada pasien tersebut? 5. komplikasi apa yang mungkin terjadi jika hal ini tak segera diatasi? 6. sebutkan penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis yang sebaiknya diberikan dalam kasus diatas? 7. buatlah diagnosa keperawatan untuk kasus diatas 8. tindakan-tindakan keperawatan apa yang seharusnya dilakukan Diagnosa medis pada kasus diatas adalah hipersensitivitas anafilaktik (tipe I)

1|Page

PENDAHULUAN A. Sistem imun Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik. Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme karena sistem imun spesifik memerlukan waktu sebelum dapat memberikan responnya. Sistem imun tersebut disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Komponen-komponen sistem imun non spesifik terdiri atas : 1. Pertahanan fisis dan mekanis Kulit, selaput lendir, silia saluran pernafasan, batuk, dan bersin dapat mencegah berbagai kuman patogen masuk ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya karena luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh karena asap rokok akan meingkatkan risiko infeksi. 2. Pertahanan biokimia Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebasea kulit, kelenjar telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidroklorik dalam cairan lambung, lisosim dalam keringat, ludah, airmata dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap kuman gram positif dengan jalan menghancurkan dinding kuman tersebut. Air susu ibu mengandung pula laktoferin dan asam neurominik yang mempunyai sifat antibakterial terhadap e.coli dan stafilokokus. Lisozim yang dilepas makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dengan bantuan komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas. 3. Pertahanan humoral y Komplemen Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruksi bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi. y Interferon Interferon merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sel manusia yang menghasilkan nukleus dan dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang telah terserang virus tersebut. Di samping itu, interferon dapat pula mengaktifkan natural killer cell/sel NK untuk membunuh virus dan sel neoplasma. y C-reactive protein (CRP)

2|Page

CRP dibentuk tubuh pada keadaan infeksi. Perannya adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen. 4. Pertahanan seluler y Fagosit Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, sel utama yang berperan pada pertahanan non spesifik adalah sel mononuklear (monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear seperti neutrofil. Kedua golongan sel tersebut berasal dari sel hemopoietik yang sama. Fagosit dini yang efektif pada invasi kuman akan dapat mencegah timbulnya penyakit. Proses fagositosis terjadi dalam berbagai tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, membunuh, dan mencerna. y Natural killer cell (sel NK) Sel NK adalah sel limfosit tanpa ciri-ciri sel limfoid sistem imun spesifik yang ditemukan dalam sirkulasi. Oleh karena itu disebut juga sel non B non T atau sel populasi ketiga atau null cell. Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma interferon mempercepat pematangan dan meningkatkan efek sistolik sel NK. Sistem imun spesifik: 1. Sistem imun spesifik humoral Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B tersebut berasal dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang benda asing, sel tersebut akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi utama antibodi adalah mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus, dan netralisasi toksin. 2. Sistem imun spesifik selular Yang berperan dalam sistem imun spesifik selular adalah limfosit T atau sel T. Sel tersebut juga berasal dari sel yang sama seperti sel B tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset sel yang mempunyai fungsi yang berlainan. Fungsi sel T umumnya ialah : y y y y Membantu sel B dalam memproduksi antibodi Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus Mengaktifkan makrofag dalam fagositosis Mengontrol ambang dan kualitas sistem imun

3|Page

Sel T terdiri atas beberapa subset sel sebagai berikut : 1. Sel Th (T helper) Sel T helper dibagi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menolong sel B dalam memproduksi antibodi. Untuk memproduksi antibodi, kebanyakan antigen ( t dependent antigen) harus dikenal terlebih dahulu baik oleh sel T maupun oleh sel B. Sel Th (Th1) berpengaruh atas sel Tc dalam mengenal sel yang terkena infeksi virus, jaringan cangkok alogenik dan sel kanker. Istilah sel T inducer dipakai untuk menunjukkan aktivitas sel Th yang mengaktifkan subset sel T lainnya. Sel Th juga melepas limfokin; limfokin asal Th1 mengaktifkan makrofag, sedangkan limfokin asal sel Th2 mengaktifkan sel B / sel plasma yang membentuk antibodi. 2. Sel Ts (T supresor) Sel Ts menekan aktivitas sel T yang lain dan sel B. Menurut fungsinya, sel Ts dibagi menjadi sel Ts spesifik untuk antigen tertentu dan sel Ts non spesifik. 3. Sel Tdh atau Td (delayed hypersensivity) Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam fungsinya memerlukan rangsangan dari sel Th1. 4. Sel Tc (cytotoxic) Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik, sel sasaran yang mengandung virus dan sel kanker. Sel Th dan sel Ts disebut juga sel T regulator sedangkan sel Tdh dan sel Tc disebut sel efektor. Dalam fungsinya, sel Tc memerlukan rangsangan dari sel Th1. 5. Sel K Sel K atau ADCC (antibody dependent cell cytotoxicity) adalah sel yang tergolong dalam sistem imun non spesifik tetapi dalam kerjanya memerlukan bantuan immunoglobulin (molekul dari sistem imun spesifik) B. Antigen dan antibodi 1. Antigen Antigen atau imunogen merupakan segala bahan yang dapat menimbulkan reaksi imun spesifik pada manusia. Komponen antigen yang disebut determinan antigen atau epitop adalah bagian natigen yang dapat memiliki beberapa epitop. Albumin serum memiliki 6

4|Page

epitop dan masing-masing dapat merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi dan terbentuk 6 jenis antibodi berlainan. 2. Antibodi Antibodi atau imunoglobulin (Ig) adalah golongan protein yang dibentuk sel plasma golongan protein yang dibentuk sel plasma (proliferasi sel B) akibat kontak dengan antigen. Antibodi mengikat antigen yang menimbulkannya secara spesifik. Bila serum protein tersebut dipisahkan secara elektroforesis, Ig ditemukan terbanyak dalam fraksi globulin ada beberapa yang ditemukan juga dalam fraksi globulin dan . meskipun

Semua molekul Ig mempunyai 4 polipeptid dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang indetik dihubungkan satu dengan lainnya oleh ikatan disulfid. a. IgG igG merupakan komponen utama imunoglobulin serum dengan berat molekul 160.000. kadarnya dalam serum yang sekitar 13mg/dl merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam berbagai cairan lain antaranya cairan saraf sentral (CSF) dan juga urin. IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke fetus dan berperan pada imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat mengaktifkan komplemen, meningkatkan pertahanan tubuh melalui opsonisasi dan reaksi inflamasi. IgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgG yang dapat mempererat hubungan antara fagosit dengan sel sasaran. Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada permukaan fagosit. IgG mempunyai 4 subkelas yaitu Ig1, Ig2, Ig3, dan Ig4. Ig4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil. b. IgA IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, airmata, keringat, air liur dan kolustrum lebih tinggi sebagai IgA sekretori (s IgA). Baik IgA dalam serum serum maupun dalam sekret dapat menetralisasi toksin atau virus dan mencegah kontak antara toksin/virus dengan alat sasaran. Sekretori IgA diproduksi lebih dulu daripada pada IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta. c. IgM

5|Page

IgM mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan Ig terbesar. Molekul-molekul tersebut diikat rantai Y pada fraksi Fc. Kebanyakan sel B mempunyai IgM pada permukaannya sebagai reseptor antigen. IgM dibentuk paling dahulu pada respon imun primer tetapi tidak berlangsunng lama karena itu kadarnya yang tinggi merupakan tanda infeksi dini. Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari kadar IgM dewasa oleh karena IgM tidak menembus sawar plasenta. Fetus umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya dirangsang oleh infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital, rubella, toksiplasmosis, dan virus sitomegali. Kadar IgM anak mencapai kadar IgM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah seperti isoalutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah IgM. IgM dapat mecegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan kuat dan tidak menembus plasenta. d. IgD IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah. IgD tidak mengikat komplemen, mempunyai aktivitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan auto antigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan bersama IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen. e. IgE IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE mudah diikat mastosit, basofil, aosinofil, makrofag dan trombosit yang pada permukaannya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE dibentuk juag setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir, saluran nafas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Kecuali pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin. C. Reaksi alergi : tinjauan fisiologik 1. Sel B dan imunoglobulin Sel B atau limfosit B diprogram untuk memproduksi satu antibodi yang spesifik. Kalau sebuah sel B menemukan sebuah antigen spesifik, sel tersebut akan menstimulasi produksi sel-sel plasma. Sel-sel plasma merupakan tempat produksi antibodi. Respon mekanisme ini terhadap sebuah antigen berupa pelimpahan keluar antibodi dengan tujuan untuk menghancurkan dan menghilangkan antigen.
6|Page

Antibodi yang dibentuk oleh limfosit dan sel plasma sebagai respon terhadap suatu stimulus imunogenik merupakan sekelompok protein yang dinamakan imunoglobulin. Imunoglobulin ini dapat ditemukan dalam kelenjar limfe (nodus limfatikus), tonsil, apendiks, dan plak peyer pada traktus intestinal atau beredar dalam darah serta cairan limfe. Kelas-kelas imunoglobulin. Ada lima kelas imunoglobulin yang diberi simbol sebagai berikut : IgE, IgD, IgG, IgM, dan IgA. Antibodi kelas IgM, IgG, dan IgA memiliki fungsi protektif mencakup netralisasi toksin serta virus, dan presipitasi, aglutinasi serta lisis bakteri dan bahan seluler asing lainnya. Penggabungan antibodi/antigen. Antibodi dan antigen bergabung seperti gembok dan kunci. Antigen (anak kunci) hanya pas dengan antibodi (lubang kunci) dengan demikian istilah spesifisitas dikaitkan dengan reaksi spesifik sebuah antibodi terhadap antigennya. Molekul antibodi bersifat bivalen yaitu memiliki dua tempat penggabungan. Karena sifat inilah antibodi mudah membentuk ikatan silang antara dua kelompok antigen yang menyebabkan kedua kelompok tersebut menggumpal (aglutinasi). Melalui kerja ini penyerang atau invader asing akan dibersihkan dari dalam darah. Aglutinasi merupakan cara untuk menentukan golongan darah dalam laboratorium. 2. Sel T Sel T atau limfosit T merupakan tipe sekunder limfosit yang memiliki peranan utama dalam sistem imun yaitu membantu sel B atau limfosit untuk memproduksi antibodi. Sel T bekerja dengan mensekresi substansi yang dikenal sebagai limfokin; limfokin membantu respon imun dengan mendorong pertumbuhan sel, meningkatkan aktivitas sel, mengarahkan pengaliran aktivitas sel, menghancurkan sel target dan menstimulasi sel-sel makrofag. Makrofag akan mencerna antigen dan menyerahkan antigen tersebut kepada sel-sel T; sel-sel ini memulai respon imun dan membantu pengeluaran sel serta debris lainnya. Antigen protein lengkap. Antigen protein lengkap seperti bulu binatang, tepung sari dan serum kuda akan menstimulasi respon humoral yang lengkap. Substansi dengan berat molekul rendah. substansi dengan berat molekul rendah seperti obat-obatan berfungsi sebagai hapten yang terikat dengan jaringan atau protein serum untuk memproduksi sebuah kompleks pembawa yang memulai respon antibodi. Produksi antibodi IgE yang spesifik antigen memerlukan komunikasi aktif antara sel-sel makrofag , sel T dan B. Sensitifitas alergen dimulai ketika alergen diserap melalui traktus respiratorius, traktur gastrointestinal, dan kulit. Makrofag memproses antigen dan
7|Page

menyampaikannya pada sel T yang tepat. Sel B dipengaruhi oleh sel T untuk mencapai maturitas menjadi sel plasma yang mensintesis serta mensekresi antibodi imunoglobulin IgE yang spesifik antigen. D. Mediator kimia Histamin. Efek fisiologik histamin terhadap organ mencakup kontraksi otot polos bronkus yang emnimbulkan gejala mengi serta bronkospasme, dilatasi venula kecil dan konstriksi pembuluh darah besar sehingga terjadi eritema, edema serta urtikaria, dan peningkatan sekresi lambung serta sel-sel mukosa yang mengakibatkan diare. Histamin bekerja pada banyak target organ lewat dua tipe reseptor yaitu : reseptor H1 dan H2. Reseptor histamin tampak pada berbagai tipe limfosit yang berbeda, khususnya sel-sel T limfosit supresor dan basofil. Reseptor H1 terutama ditemukan pada sel-sel otot polos bronkiolus dan vaskuler. Reseptor H2 dijumpai pada sel-sel parietal lambung. dikelompokkan pada reseptor ini. Faktor kemotaktik eosinofil pada reaksi anafilaksis (ECFA-A; eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis). Faktor kemotaktik ini dibentuk sebenlumnya dalam sel-sel mast dan kemudian dilepaskan melalui proses degranulasi untuk menghambat kerja leukotrien serta histamin. Faktor pengaktif trombosit (PAF;platelet acivating factor). Faktor ini bertanggung jawab terhadap agregasi trombosit pada temapt terjadinya hipersensitivitas cepat. PAF juga menyebabkan bonkokonsriksi dan penigkatan permeabilitas vaskuler. Faktor ini mengaktifkan pula faktor XII atau faktor Hagemen yang menginduksi pembentukan bradikinin. Leukotrien. Leukotrien merupakan mediator kimia yang memulai respon inflamasi. Salah satu sbustansi ini yaitu SRS-A (slow reacting substance of anaphylaxis) merupakan substansi yang menimbulkan spasme bronkial terus-menerus. Bradikinin. Menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan pembuluh darah. Substansi ini meningkatkan permeabilitas kapiler yang menagkibatkan menstimulus serabut sle saraf dan menimbulkan rasa nyeri. Serotonin. Serotonin dilepas saat terjadi agregasi trombosit dan menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Prostaglandin. Menimbulkan kontraksi otot polos disamping vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Demam dan nyeri yang terjadi pada inflamasi disebabkan sebagian karean prostaglandin. edema. Bradikinin Antihistamin

8|Page

PEMBAHASAN A. Hipersensitivitas Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik (antigenik) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Suatu reaksi hipersensitivitas biasanya tidak akan terjadi sesudah kontak pertama kali dengan sebuah antigen.reaksi terjadi pada kontak ulang sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami sensitisasi. Sensitisasi memulai respon humoral atau pembentukan antibodi. Untuk menambah pemahaman mengenai imunopatogenesis penyakit, reaksi hipersensitivitas telah diklasifikasikan oleh Gell dan Coombs menjadi 4 reaksi yang spesifik. Sebagian besar alergi dikenali sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I atau tipe IV

Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:

1. Tipe I : Reaksi Anafilaksis Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat. Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan eosinofil.

9|Page

2. Tipe II : reaksi sitotoksik Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut : 1. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence. 2. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc. 3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II adalah:
-

Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal), Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan

Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga menyebabkan kerusakan ginjal).

3. Tipe III : reaksi imun kompleks Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah

10 | P a g e

kecil. Di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks. Penyebab reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari : 1. Infeksi persisten Pada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap adalah organ yang diinfektif dan ginjal. 2. Autoimunitas Pada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal, sendi, dan pembuluh darah. 3. Ekstrinsik Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana tempat kompleks yang mengendap adalah paru.

4. Tipe IV : Reaksi tipe lambat Sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis

B. Manifestasi klinis Manisfestasi dan mekanisme reaksi hipersensitivitas Tipe Manisfestasi I II III IV Reaksi hipersensitivitas cepat Antibodi terhadap sel Kompleks antibodi-antigen Reaksi hipersensitivitas lambat Mekanisme Biasanya Ig E Ig G dan Ig M Ig G (terbanyak) atau Ig M Sel T yang disensitisasi

Tanda gejala dan contoh klinis hipersensitivitas Tipe I : anafilaksis Tipe II : sitotoksik Tipe III : imun Tipe IV : tipe lambat

kompleks Tanda Contoh Tanda Contoh Tanda Contoh Tanda dan Contoh

11 | P a g e

dan gejala

klinis

dan gejala Bervarias

klinis

dan gejala

klinis

gejala

klinis

Sistemik : Asma 1.Angioe dema ekstrinsi

Sindrom Urtikaria Sistemik : (ruam multifor mis, skarlatin iformis, morbilif ormis), 1.serum sickness akibat serum,

Bervariasi menurut jenis penyakitn ya :

Dermatit is kontak, cangkok an versus resipien (graft

i menurut goodpas ture,

k, rinitis jenis

2.Hipoten alergik si 3.spasme bronkus, GI, musima n, anafilak

penyakit : anemia dispnea, hemoliti

hemoptisi k s, panas. autoimu n, trombos

obat atau Panas, antigen virus eritema,

atau sis sistemik, reaksi terhadap serangga penyeng at, reaksi terhadap ebberap a makana n obat, beberap a kasus urtikaria , ekzem infantilis dan

dan gatal- versus gatal host disease), rejeksi alograft, grauloma akibat mikroorg anisme intraselul er, beberapa sensitivit as obat, tiroiditis hashimot o, tuberkul osis, sarkoiditi s

uterus 4.stridor lokal : urtikaria

adenopat hepatitis

itopenia, i, nyeri, 2.glomeru pemfigu s, pemfigo id, anemia pernisio sa, rejeksi cangkok an hiperaku t pada sendi, panas (serum sickness ) lonefritis akut 3.sistemik lupus eritematos us 4.artritis rematoid 4.poliartrit is 5.krioglob ulinemia lokal : reaksi arthus

transpal ntasi ginjal, reaksi transfusi , kelainan hemoliti k pada

12 | P a g e

bayi baru lahir, beberap a reaksi obat Anafilaksis Anafilaksis merupakan respons klinis terhadap reaksi imunologi cepat (hipersensitivitas tipe I) antara antigen yang spesifik dan antibodi. Reaksi tersebut terjadi akibat antibodi IgE dengan cara berikut : 1. Antigen melekat pada antibodi IgE yang terikat dengan membran permukaan sel mast serta basofil dan menyebabkan sel-sel target ini diaktifkan. 2. Sel mast dan basofil kemudian melepas mediator yang menyebabkan perubahan vaskuler,pengaktifan trombosit,eosinofil serta neutrofil dan pengaktifan rangkaian peristiwa koagulasi. Reaksi anafilaktoid secara klinis serupa dengan anafilaksis. Namun, reaksi ini tidak diantarai oleh interaksi antigen-antibodi tetapi sebagai akibat dari substansi yang bekerja langsung pada sel-sel mast atau jaringan yang menyebabkan pelepasan mediator. Reaksi ini dapat terjadi pada penggunaan obat-obatan, konsumsi makanan, latihan fisik dan transfusi antibodi sitotoksik. Tipe - Tipe reaksi anafilaktik : Lokal : reaksi anafilaktik lokal biasanya meliputi ultikuria serta angioderma pada tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi jaraang fatal. Sistemik : reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit sesudah kontak dalam sistem organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius,gastrointestinal dan integumen. C. Etiologi Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan: Allergen penyebab Anafilaksis
13 | P a g e

Makanan

Krustasea: Lobster, udang dan kepiting Moluska : kerang, Ikan Kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, susu

Obat-obatan

Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran

Antibiotika Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciprofloxacin,Amphotericin B, Nitrofurantoin. Agent diagnostik-kontras Vitamin B1, Asam folat. Agent anestesi: Lidocain, Procain, Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine,

Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Serangga Lain-lain Lebah madu,tawon,semut api Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid

Proses Penyakit Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase : 1. Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL14 | P a g e

13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil. 2. Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. 3. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien. Secara ringkas, berbagai senyawa kemotaksis, vasoaktif, dan bronkospasme memerantai reaksi hipersensitivitas tipe 1.Beberapa senyawa ini dilepaskan secara cepat dari sel mast yang tersensitasi dan bertanggung jawab terhadap reaksi segera yang hebat yang berhubungan dengan kondisi seperti anafilaksis sistemik. Senyawa lain, seperti sitokin, bertanggung jawab terhadap reaksi fase lambat, termasuk rekrutmen sel radang. Sel radang yang direkrut secara sekunder tidak hanya melepaskan mediator tambahan, tetapi juga menyebabkan kerusakan epitel setempat.

15 | P a g e

D. Manifestasi klinis Tanda dan gejala utama pada reaksi anafilaktik dapat digolongkan menjadi reaksi sistemik yang ringan, sedang dan berat. Ringan. Reaksi sistemik yang ringan terdiri dari rasa kesemutan serta hangat pada bagian perifer dan dapat disertai dengan perasaan penuh dalam mulut serta tenggorokan. Kongesti nasal, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin dan mata berair dapat terjadi. Awitan gejala dimulai dalam waktu 2 jam pertama sesudah kontak. Sedang. Reaksi sistemik yang sedang dapat mencakup salah satu gejala diatas disamping gejala flushing, rasa hangat, cemas, dan gatal-gatal. Reaksi yang lebih serius berupa bronkospasme dan edema saluran pernafasan atau laring dengan dispnea, batuk serta mengi. Aawitan hgejala sama seperti reaksi yang ringan. Berat. Reaksi sistemik yang berat memiliki onset mendadak dengan tanda-tanda serta gejala yang sama seperti diuraikan di atas dan berjalan dengan cepat hingga terjadi bronkospasme, edema laring, dispnea berat serta sianosis. Disfagia (kesulitan menelan), kram abdomen, vomitus, diare, dan serangan kejang-kejang dapat terjadi. Kadang-kadang timbul henti jantung. E. Komplikasi y Eritroderma eksfoliativa sekunder Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama (Arief Mansjoer , 2000 : 121) Etiologi eritroderma eksfoliativa sekunder - Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin. - Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik. - Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.

(Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan 2005 : 239) y Abses limfedenopati Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi ataupun jumlahnya. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obatobatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol,

16 | P a g e

captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac). Pembesaran karena obat umumnya seluruh tubuh (generalisata). y Furunkulosis Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringa n ya ngdis ekitarnya, yang dis ebabkan oleh Staphylococcus aureus. Apabila furunkelnya lebihdari satu maka disebut furunkolosis. Faktor predisposisi: - Hygiene yang tidak baik - Diabetes mellitus - Kegemukan - Sindrom hiper IgE - Carier kronik S.aureus (hidung) - Gangguan kemotaktik - Ada penyakit yang mendasari, seperti HIV - Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi, ekscoriasi, scabies atau pedikulosis (adanya lesi pada kulit atau kulit utuh bisa juga karena garukan atau sering bergesekan) y Rinitis Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang s ebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatumediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,1986). y Stomatitis Stomatitis Aphtous Reccurent atau yang di kalangan awam disebut sariawan adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Hingga kini, penyebab dari sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa diantaranya adalah: Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah Kekurangan nutrisi,terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi. Stress

17 | P a g e

Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi

Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.

Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang mengiritasi jaringan lunak

Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.

Konjungtivitis Konjungtivitis adalah radang atau infeksi pada konjungtiva dimana batasnya dari kelopak mata hingga sebagian bola mata. Etiologi: Infeksi oleh virus Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi lainnya Kelainan saluran air mata, dll.

y y

Kolitis Bronkolitis Hepatomegali

F. Faktor Resiko Penyakit Atopik Reaksi makanan Konsumsi obat chymopapain (Ref.2) Orang dengan pemberian intravena G. Patofisiologi (terlampir) H. Pemeriksaan penunjang 1. RAST (Radio Allergo Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked

Immunosorbent Assay test ) Pemeriksaan yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik, namun memerlukan biaya yang mahal. Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obatobatan.

18 | P a g e

2. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit) Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal. Syarat tes ini : Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin (obat anti alergi) selama 3 7 hari, tergantung jenis obatnya. Umur yang di anjurkan 4 50 tahun.

3. Skin Test (Tes kulit) Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya reaksi hipersensitivitas yang segera pada individu tersebut, atau dengan kata lain pada epikutan individu tersebut terdapat kompleks IgE mast. 4. Patch Test (Tes Tempel) Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan Syarat tes ini : Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan. 2 hari sebelum tes, tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti bengkak. Daerah pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal. 5. Tes Provokasi Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek
19 | P a g e

dan

melenting

pada

kulit.

alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. 6. Uji gores (scratch test) Merupakan uji yang membawa resiko yang relatif rendah, namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Tes ini dilakukan diperkutan. 7. Uji intrakutan atau titration/ SET) Memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes kulit cukit. SET (Skin End Point Titration) merupakan pengembangan larutan tunggal dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, dapat juga menentukan derajat alergi serta dosis awal untuk immunoterapi.Uji cukit paling sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal. 8. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. 9. Pemeriksaan lain seperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati,tes fungsi ginjal, feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain. I. Penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis a. Penatalaksanaan farmakologis 1. Adrenalin Adrenalin termasuk golongan adrenergik yang akan meningkatkan konsentrasi cAMP dalam mastosit sehingga terjadi hambatan degranulasi. Selain itu adrenalin mempunyai manfaat terhadap sel sasaran, yaitu: 1. Perangsangan terhadap pembuluh darah kulit, selaput lendir dan kelenjar liur. 2. Mengendurkan otot polos usus, bronkhus dan pembuluh darah otot rangka. 3. Perangsangan jantung dengan akibat peningkatan denyut jantung, kekuatan kontraksinya dan tekanan darah. 4. Perangsangan pusat-pusat pengaturan di otak, misalnya pernafasan. Semua manfaat itu akan dapat mengurangi gejala-gejala reaksi anafilaktik. Cara pemberiannya yaitu dengan memasukkan larutan adrenalin (epinefrin) 1/1000 dalam air sebanyak 0,01 ml/kgBB, maksimum 0,5 ml (larutan 1:1000), diberikan secara
20 | P a g e

intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point

intramuskular atau subkutan pada lengan atas atau paha. Kalau anafilaksis terjadi karena suntikan, berikan suntikan adrenalin kedua 0,1-0,3 ml (larutan 1:1000) secara subkutan pada daerah suntikan untuk mengurangi absorbsi antigen. Dosis adrenalin pertama dapat diulangi dengan jarak waktu 15- 20 menit bila diperlukan. Kalau terdapat syok atau kolaps vaskular atau tidak berespons dengan medikasi intramuskular, dapat diberikan adrenalin 0,1 ml/kgBB dalam 10 ml NaCl fisiologik (larutan 1:10.000) secara intravena dengan kecepatan lambat (1-2 menit) serta dapat diulang dalam 5-10 menit. 2. Difenhidramin Difenhidramin merupakan kelompok antihistamin yang bekerja menghambat histamin yang dihasilkan oleh sel mastosit. Difenhidramin dapat diberikan secara intravena (kecepatan lambat selama 5 10 menit), intramuskular atau oral (1-2 mg/kgBB) sampai maksimum 50 mg sebagai dosis tunggal, tergantung dari beratnya reaksi. Yang perlu diingat adalah bahwa difenhidramin bukan merupakan substitusi adrenalin. Difenhidramin diteruskan secara oral setiap 6 jam selama 24 jam untuk mencegah reaksi berulang. Kalau penderita tidak memberikan respon dengan tindakan di atas, jadi penderita masih tetap hipotensif atau tetap dengan kesulitan bernapas, maka penderita perlu dirawat di unit perawatan intensif dan pengobatan diteruskan dengan langkah berikut: y Cairan intravena Untuk mengatasi syok dapat diberikan cairan NaCl fisiologis dan glukosa 5% dengan perbandingan 1 : 4 selama 1-2 jam pertama atau sampai syok teratasi. Bila syok sudah teratasi, cairan tersebut diteruskan dengan dosis sesuai dengan berat badan. 3. Aminofilin Apabila bronkospasme menetap, diberikan aminofilin intravena 4-7 mg/kgBB yang dilarutkan dalam cairan intravena (dekstrosa 5%) dengan jumlah paling sedikit sama. Campuran ini diberikan intravena secara lambat (15-20 menit). Tergantung dari tingkat bronkospasme, aminofilin dapat diteruskan melalui infus dengan kecepatan

21 | P a g e

0,2-1,2 mg/kgBB atau 4-5 mg/kgBB intravena selama 20-30 menit setiap 6 jam. Bila memungkinkan kadar aminofilin serum harus dimonitor. 4. Teofilin Teofilin termasuk kelompok xantin yang mempunyai manfaat mengatasi reaksi anafilaktis. Mekanisme kerjanya melalui sel mastosit dan sel sasarannya seperti halnya adrenalin. Teofilin menghambat kerja enzim fosfodiesterase yang akan merusak cAMP, sehingga kadar cAMP akan meningkat akibatnya degranulasi mestosit dihambat. Selain itu teofilin akan bekerja pada pusat pernafasan dan otot-otot bronkhus, terlebih saat otot-otot brunkhus dalam keadaan kontraksi. Semua hal itu akan mengurangi gejala-gejala reaksi anafilaktik. 5. Vasopresor Bila cairan intravena saja tidak dapat mengontrol tekanan darah, berikan metaraminol bitartrat (Aramine) 0,0l mg/kgBB (maksimum 5 mg) sebagai suntikan tunggal secara lambat dengan memonitor aritmia jantung, bila terjadi aritmia jantung, pengobatan dihentikan segera. Dosis ini dapat diulangi bila diperlukan, untuk menjaga tekanan darah. Dapat juga diberikan vasopresor lain seperti levaterenol bitartrat (Levophed) 1 mg dalam 250 ml cairan intravena dengan kecepatan 0,5 ml/menit atau dopamin (Intropine) yang diberikan bersama infus, dengan kecepatan 0,3-1,2 mg/kgBB/jam. 6. Kortikosteroid Kortikosteroid merupakan kelompok obat-obatan yang paling banyak dipakai pada penyakit radang dan penyakit imunologik. Walaupun pada beberapa binatang, pemberiannya menimbulkan kerusakan pada jaringan limfoid, namun pada manusia hal tersebut tidak terjadi. Kortikosteroid mempunyai efek menghambat radang, disamping menghambat respon imun dan menstabilkan dinding sel mastosit. Dengan menghambat respons imun dapat menghambat sintesis IgE. Kortikosteroid tidak menolong pada pelaksanaan akut suatu reaksi anafilaksis. Pada reaksi anafilaksis sedang dan berat kortikosteroid harus diberikan. Kortikosteroid berguna untuk mencegah gejala yang lama. Mula-mula diberikan hidrokortison

22 | P a g e

intravena 7-10 mg/kgBB lalu diteruskan dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam dengan bolus infus. Pengobatan biasanya dapat dihentikan sesudah 2-3 hari. Tabel obat-obatan yang digunakan : No 1. Nama obat Pehacain Indikasi Anestesi lokal Kontraindikasi Inflamasi lokal atau sepsis, septikemia, hipersensitif tirotoksikosis, terhadap

anastesi lokal tipe amida

2.

Phaminov

Untuk

meredakan

dan Hipersensitivitas

terhadap

mengatasi obstruksi saluran derivat xantin napas yang berhubungan

dengan asma bronkial dan penyakit paru kronik lain, seperti emfisema dan

bronkitis kronis 3. Teosal Bronkitis asmatik, bronkitis Hipertiroid, tirotoksikosis akut atau kronis, emfisema pulmonar 4. Hydrocortisone Dermatitis alergi; atopik, kontak, Penyakit virus, infeksi jamur

pruritus anogenital, dan bakteri pada kulit, akne, dermatitis perioral, laktasi

neurodermatitis b. Penatalaksanaan non farmakologis

1. Evaluasi segera. Yang penting dievaluasi adalah keadaan jalan napas dan jantung. Kalau pasien mengalami henti jantung-paru harus dilakukan resusitasi

kardiopulmoner. 2. Intubasi dan trakeostomi. Intubasi endotrakeal adalah pemasangan selang melalui hidung atau mulut ke saluran pernafasan, sedangkan trakeostomi adalah pembuatan lubang di trakea untuk membantu pernafasan. Intubasi atau trakeostomi perlu dilakukan kalau terdapat sumbatan jalan napas bagian atas yang disebabkan oleh edema.

23 | P a g e

3. Turniket. Kalau anafilaksis terjadi karena suntikan pada ekstremitas atau sengatan/gigitan hewan berbisa maka dipasang turniket proksimal dari daerah suntikan atau tempat gigitan tersebut. Setiap 10 menit turniket ini dilonggarkan selama 1-2 menit. 4. Oksigen. Oksigen harus diberikan kepada penderita penderita yang mengalami sianosis, dispneu yang jelas atau penderita dengan mengi. Oksigen dengan aliran sedang-tinggi (5-10 liter/menit) diberikan melalui masker atau kateter hidung. 5. Terapi desentisasi. Berupa penyuntikan berulang alergen (yang dapat mensentisasi pasien) dalam jumlah yang sangat kecil dapat mendorong pasien membentuk antibodi IgG terhadap alergen. Antibodi ini dapat bekerja sebagai antibody penghambat (blocking antibodies). Sewaktu pasien tersebut kembali terpajan ke alergen , maka antibodi penghambat dapat berikatan dengan alergen mendahului antibodi IgE. Karena pengikatan IgG tidak menyebabkan degranulasi sel mast yang berlebihan, maka gejala alergi dapat dikurangi. 6. Terapi probiotik (preparat sel mikroba atau komponen mikroba yang dapat mempertahankan kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan dalam flora usus). Salah satu pendekatan terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan alergi makanan. 7. Diet. Dalam hal ini yaitu dengan membatasi mengkonsumsi makanan yang menyebabkan alergen. 8. Pengobatan suportif. Sesudah keadaan stabil, penderita harus tetap mendapat pengobatan suportif dengan obat dan cairan selama diperlukan untuk membantu memperbaiki fungsi vital. Tergantung dari beratnya reaksi, pengobatan suportif ini dapat diberikan beberapa jam sampai beberapa hari. Bila terjadi komplikasi syok anafilaktik, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah: 1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
24 | P a g e

B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tandatanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Pencegahan y Menghindari alergen penyebab reaksi alergi y Bagi orang yang sensitif terhadap gigitan dan serangan serangga, yang pernah mengalami reaksi terhadap makanan atau obat tertentu, dan yang pernah mengalami reaksi anfilaktik akibat latihan fisik harus selalu membawa kotak emerjensi yang berisi epinefrin (Epipen) y Anamnesa yang cermat mengenai riwayat setiap sensitivitas terhadap antigen yang dicurigai sebelum memberikan obat apapun y Untuk mencegah anafilaksis akibat alergi obat, kadang sebelum obat penyebab alergi diberikan, terlebih dahulu diberikan kortikosteroid, antihistamin atau epineprin y Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatikan bahwa tes kulit negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1-3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif y Bagi pasien yang memiliki predisposisi untuk terjadinya reaksi anafilaksis harus mengenakan alat identifikasi yang berkaitan dengan alergi obat, seperti gelang MedicAlert y Pasien yang alergi terhadap bisa serangga mungkin memerlukan imunoterapi yang digunakan sebagai terapi pengendalian dan bukan penyembuhan y Dilakukan Desensitisasi (usaha mengurangkan atau menghilangkan alergi thd suatu zat):

25 | P a g e

Serangan serangga atau beberapa jenis binatang lain sudah dapat dicegah dengan cara desensitisasi yang berupa penyuntikan berulang-ulang dari dosis rendah sampai dianggap cukup dalam jangka waktu yang cukup lama

Pasien diabetes yang alergi insulin dan sensitif terhadap penisilin memerlukan desensitisasi

Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk kebutuhan jangka panjang

y Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian Pendidikan kesehatan y Instruksi kan kepada klien a gar menghindari maka na n yang da pat meni mbulka n a ler gi s eperti kacang tanah, kacang kedelai, susu sapi, telur, makanan laut apabila alergen terhadap makanan. y Instruksi kan kepa da klien a gar menghi ndari alergen yang masuk akibat kontak langsung dengan permukaan kulit dinamakan alergen kontaktan, misalnya serangga, ulat bulu, obat -obatan , kosmetik, minyak, apabila alergen terhadap binatang y y y y Menjaga kelembaban ruangan dengan mengatur sirkulasi angin dan udara. Menjaga kebersihan pakaian dan mengganti sprei sedikitnya seminggu sekali Beritahukan kepada klien untuk mengkompres air dingin ketika terasa gatal Menghindari penggunaan antibiotik (Penicillin) karena dapat memicu sefalosporin lebih cepat dari antibiotik lainnya y Sarankan klien untuk melakukan tes alergi

J. Asuhan keperawatan Anamnesa a. Identitas Nama Usia : Ny. L : 25 thn

Jenis kelamin : wanita Suku/bangsa : jawa Agama Pendidikan Pekerjaan


26 | P a g e

: Islam : d3 : ibu rumah tangga

Alamat

: Tangerang Selatan

b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama : gatal yang tiba-tiba 2. Riwayat kesehatan sekarang : y Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut seluruh tubuh sudah menggunakan minyak tawon tidak menolang. 3. Riwayat penyakit dahulu : y y Tidak memiliki alergi terhadap apapun Tidak pernah mengalami alergi apapun

4. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan : y Sehari-hari hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga

5. Pola Aktivitas Sehari-hari : y c. Pola tidur klien terganggu karena gatal yyang tiba-tiba datang

Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum dan tanda vital : y y Baik TD 110/70 mmHg, N: 82x/menit, RR: 16x/menit, T:36,5 C.

2. kelopak mata bengkak, telinga dan seluruh bagian tubuh merah 3. tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi normal 4. bunyi paru vaskuler 5. jantung normal Data Objektif kelopak mata bengkak Telinga dan seluruh bagian tubuh merah Tekanan darah, pernapasan, suhu, dan nadi normal Bunyi paru vaskuler Jantung normal
27 | P a g e

Data Subyektif Ny. L mengeluh tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut di seluruh tubuh.

Data tambahan: Malaise, lemah, rasa sakit Urtikaria, eritema, pucat, serak, Peningkatan peristaltik, muntah, disfagia, mual, diare, dan gelisah. Diagnosa keperawatan 1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, gatal diseluruh tubuh. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan reaksi alergi. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan reaksi alergi. 4. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan peningkatan peristaltik usus. 5. Risiko defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebih. 6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan. Problem Ansietas Etiologi b.d perubahan Symptom status DS: pasien mengatakan

kesehatan, tubuh.

gatal diseluruh pasien tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut DO: pasien terlihat Gelisah, pucat

Kerusakan integritas kulit

Inflamasi

DS: y Klien mengeluh gatal

diseluruh tubuh y Klien mengeluh timbul bintil-bintil tubuh DO: y Telinga dan seluruh diseluruh

bagian tubuh merah. y Kelopak bengkak Terlihat diseluruh tubuh


28 | P a g e

mata

terlihat

bintil-bintil

Gangguan pola tidur

b.d reaksi alergi

DS: Tiba-tiba terbangun di malam hari gatal-gatal seperti di gigit semut. DO: Urtikaria, gelisah

Risiko Gangguan pemenuhan b.d peningkatan peristaltik DS: muntah, disfagia, mual, kebutuhan nutrisi. usus diare (2x) DO: Risiko kekurangan volume b.d cairan Gangguan citra tubuh output cairan yang DS: muntah, diare (2x) DO:DO: Edema kelopak mata DS:-

berlebih b.d perubahan penampilan

K. Tindakan keperawatan Diagnosa Ansietas b.d perubahan status kesehatan, gatal diseluruh tubuh. Tujuan/ KH Tujuan: y Ansietas berkurang setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam. y Intervensi Mandiri: y Bantu klien y Ansietas memberikan serangan jantung. berkelanjutan dampak Rasional

mengekspresikan perasan marah, kehilangan dan ketakutan. Kaji tanda verbal dan y nonverbal klien tindakan dan didampingi lakukan bila perilaku

Reaksi dapat

verbal/nonverbal menunjukkan rasa

agitasi, marah.

KH: y Klien merasa nyaman y Ansietas berkurang y Rasa gatal dan nyeri y y

menunjukkan merusak.

Lakukan tindakan untuk y mengurangi kecemasan dan beri lingkungan yang tenang serta suasana

Mengurangi

rangsangan

eksternal yang tidak perlu.

penuh istirahat. Tingkatkan sensasi klien. kontrol y Memberikan informasi

diseluruh

tentang keadaan klien.

29 | P a g e

tubuh berkurang y Klien mengetahui bagaimana cara mengurangi rasa cemas

Orientasikan

klien y yang

Orientasi dapat menurunkan ansietas.

terhadap prosedur rutin dan aktivitas

diharapkan. y Beri kesempatan pada y klien mengungkapkan kecemasannya. untuk Mengurangi ketegangan

terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Kerusakan integritas kulit

Tujuan: Setelah

Mandiri: y Observasi kulit setiap

Menentukan dimana

garis

dasar pada

perubahan

b.d dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam,gang y kulit

hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta

status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi

inflamasi ditandai dengan

perubahan lainnya yang terjadi. Pertahankan hygiene membasuh kulit, personal mis; y

yang tepat. mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi. Pembasuhan kulit sebagai ganti menggaruk u/

telinga dan guan seluruh bagian tubuh merah. integritas pada mulai berkurang KH: y Mempertah ankan integritas kulit. y

kemudian

keringkan dengan hatihati lakukan penggunaan lotion/ krim. y y Gunting teratur. y Ajari klien menghindari atau menurunkan kuku secara

menurunkan resiko trauma dermal pada kulit. Kuku yang panjang/ kasar dapat meningkatkan resiko kerusakan dermal. menghindari alergen akan menurunkan respon alergi

Mengidenti y fikasi factor resiko dan menunjuka y n perilaku/ teknik untuk

paparan terhadap alergen yang telah diketahui. Gunakan pakaian tipis dan alat tenun yang y Menurunkan iritasi garis

jahitan dan tekanan dari baju, terbuka membiarkan terhadap kulit udara

lembut.

menurunkan resiko infeksi.

30 | P a g e

mencegah kerusakan kulit. Kolaborasi: y Rencanakan pemberian obat anti histamine Gangguan pola Tujuan: Mandiri y Bantu klien Ciptakan y yang y Mengurangi rasa gatal dan membuat nyaman.

tidur Setelah Lingkungan dapat yang tenang lingkungan 1x24 maka y tidur Atur posisi tidur y Membantu menginduksikan tidur senyaman mungkin nyaman dan tenang

b.d reaksi dilakukan alergi. Ditandai dengan: Tiba-tiba terbangun di tindakan selama jam

memberikan

ketenangan untuk tidur

gangguan pola

malam teratasi pasien cukup y di tidur Kaji pola kebiasaan tidur klien

hari gatal- KH: gatal seperti gigit semut. Urtikaria, gelisah y Instruksikan relaksasi tindakan y Membantu tidur klien menginduksi y Mengidentifikasi intervensi yang tepat

y y Hindari terhadap mungkin gangguan pasien bila

Tidur tanpa gangguan dapat menimbulkan rasa segar,

dan pasien mungkin tidak bisa tidur kembali bila telah terbangun.

Kolaborasi y Penatalaksanaan pemberian obat sedative, hipnotik sesuai indikasi. y Membantu/memudahkan pasien untuk memenuhi

istirahat/tidurnya.

31 | P a g e

Daftar Pustaka Tjockronegoro, Arjatmo. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Gaya Baru Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta : EGC Marilynn, E. Doenges. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC http://adproindonesia.multiply.com/journal/item/156 http://www.scribd.com/doc/60328222/anafilaksis http://www.scribd.com/doc/37876673/REAKSI-HIPERSENSITIVITAS diakses tgl 19 Des 2011 jam 11:30 wib http://www.scribd.com/doc/59340036/makalah-ALERGI-8A#archive 2011 Jam 14.00 WIB http://filzahazny.wordpress.com/2008/11/01/hipersensitivitas-2/ diakses tgl 19 Des 2011 jam 20:00 wib diakses tgl 26 Des

32 | P a g e

Você também pode gostar