Você está na página 1de 11

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH UNDANG-UNDANG 39 TAHUN 2004 TENTANG PENEMPATAN & PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DARI KEKERASAN (Tugas ini dibuat untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Praktek Kebijakan Publik)

Oleh: Mochamad Ilham Pramadhan 2008310004

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG 2010

Bab 1 Latar Belakang dan Tujuan Pengiriman TKI atau Tenaga Kerja Indonesia ke negara-negara seperti Malaysia, Saudi Arabia, Kuwait, Hongkong, dan sebagainya, merupakan hal yang sudah dilakukan oleh Indonesia sejak lama dan menjadikan kegiatan terebut sebagai sumber pendapatan nasional terbesar ke-2 terhadap pendapatan devisa Indonesia, yakni mencapai 2,4 miliar dolar per tahunnya1. Hal itu mendorong dibuatnya kebijakan pemerintah yang bertujuan mengatur penempatan dan perlindungan TKI yakni UU nomor 39 Tahun 2004. Dengan adanya undang-undang tersebut, maka hak-hak TKI selama bekerja pun terlindungi. Baik itu hak untuk mendapatkan pekerjaan disana beserta informasi yang dibutuhkan bersangkutan dengan pekerjaannya, maupun keselamatannya. Selain itu tujuan yang mendorong dibuatnya undang-undang ini adalah, agar para konsumen jasa tenaga kerja tersebut memperlakukan para pekerjanya secara manusiawi dan tidak didiskriminasi di tempat kerja, karena seperti yang kita ketahui bahwa banyaknya TKI Indonesia yang terkena perlakuan kasar yang berujung tewasnya TKI tersebut, lalu selain itu perlakuan yang diskriminatif dari otoritas setempat sering juga menimpa TKI kita. Data Migrant Care (2007) juga mencatat 171 kasus kematian TKI di berbagai negara; 108 perempuan, 61 laki-laki dan 2 kasus tidak diketahui identitasnya. Organisasi buruh migrant internasional itu juga menemukan 140 kasus TKI yang menjadi korban tindak kekerasan; 125 perempuan dan 15 laki-laki.2 UU No. 39/ 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) sudah berusaha untuk memfasilitasi kepentingan TKI pada umumnya3. Kendati begitu, segala perundang-undangan itu dirasakan masih kurang mendukung terselenggaranya perlindungan terbaik bagi TKI. Pasalnya perlindungan TKI di luar negeri menyangkut wilayah yuridiksi negara penempatanya sehingga tidak hanya dapat sebatas diikat dengan perundang-undangan RI semata. Ini memiliki
1 2

http://bataviase.co.id/node/160075, Masalah Tenaga Kerja Migran Indonesia Oleh Taufiqurrahman

http://www.scribd.com/doc/25159964/Penguatan-Perlindungan-Tenaga-Kerja-Indonesia (dibuka pada tanggal 3 Desember 2010) 3 http://www.scribd.com/doc/25159964/Penguatan-Perlindungan-Tenaga-Kerja-Indonesia (dibuka pada tanggal 3 Desember 2010)

dimensi internasional yang terkait dengan Konvensi Wina 1961, Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler, konvensi PBB tentang perlindungan hak seluruh buruh migran dan anggota keluarganya, dan instrumen hukum internasional lainnya yang terkait dengan perlindungan pekerja migran dan HAM. Namun itu hanya segi normative yang menjadi latar belakang diratifikasinya undang-undang tersebut. Undang-undang ini sebenarnya dapat dikatakan belum dapat melindungi hak-hak dari Tenaga Kerja Indonesia, terutama yang sedang bekerja diluar negeri. Karena undang-undang tersebut, lebih banyak berbicara pada tataran normative yang memang sudah seharusnya didapat oleh TKI, dan pada implementasinya undang-undang ini tidak berfungsi sama sekali apalagi yang berhubungan dengan keselamatan pekerja dan hak untuk mendapat bantuan hukum. Tujuan analisis ini adalah untuk memunculkan pada sisi manakah undang-undang ini memiliki kekurangan dan memberikan solusi terbaik yang menjadi jalan keluar permasalahan dari perlindungan TKI dari kekerasan.

Bab 2 Pembahasan Masalah

Jutaan rakyat Indonesia yang bekerja keluar negeri, bekerja dalam kondisi yang nyaris sama dengan perbudakan. Mulai dari Malaysia sampai Timur Tengah, mayoritas tenaga kerja dingkari diingkari hak asasinya sebagai manusia. Perlindungan dari pemerintah sangat minim dalam mengatasi persoalan tersebut. Tercatat Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar data pemerintah Indonesia februrari 2010 TKI yang bekerja di luar negeri jumlahnya mencapai 2.679.536. Mereka tersebar di beberapa negara Asia Pasifik dan Timur Tengah, Malaysia sebanyak 1.2 juta orang, Arab Saudi 927.500, Singapura 80.150, Yordania 38.000, Bahrain 6500 orang, Kuwait 61.000 orang, UEA 51.350, dan Qatar 24.586 orang. Taiwan 130.000, Hongkong 120.000 dan Brunei Darussalam 40.450. TKI memberikan pemasukan devisa sebesar US$6.615 miliar. Pada tahun 2009 pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mengeluarkan data bahwa pada tahun 2008 terdapat 45.626 kasus TKI yang bekerja di luar negara. Peringkat pertama negara yang paling banyak kasus ialah Arab Saudi 22.035 kasus, Taiwan 4.497 kasus, Uni Emirat Arab (UEA) 3.866 kasus, Singapura 2.937 kasus, dan Malaysia 2.476 kasus. 4 Banyaknya Warga Indonesia yang menjadi TKI seharusnya menjadi pemacu pemerintah agar lebih sigap lagi menuntaskan permasalahan tersebut sampai selesai, dan menurunkan angka kekerasan yang dialami tenaga kerja Indonesia. Perlindungan Hak TKI Baru saja kita alami persoalan kekerasan yang menimpa TKI kita asal Cianjur yang bernama Sumiati. Ia mengalami penyiksaan yang cukup brutal dari majikannya hingga Ia terkapar dipulangkan ke Indonesia karena butuh perawatan intensif. Kejadian tersebut menjadi refleksi atas kinerja pemerintah dan implementasi undang-undang yang belum dapat melindungi hak-hak dari TKI tersebut, mulai dari perlindungan dari kekerasan, hingga perlindungan hukum yang sampai sekarang pun pelaku penyiksaan tersebut belum jelas apakah ia dikenai sanksi atau tidak, baik dari otoritas setempat maupun dari negara pengirim tenaga pekerja yaitu Indonesia, bahkan
4

http://suarapembaca.detik.com/read/2010/11/23/180832/1500666/471/kebebasan-tki-berserikat-dan-berorganisasi? 882205471, Muhammad Iqbal, Kandidat Doktor Studi Psikologi TKI di Universiti Kebangsaan Malaysia
Presiden Union Migrant (UNIMIG) Indonesia

menurut Antara News5, kasus yang serupa pun pernah terjadi sejak tahun 1985 menimpa buruh bernama Nasiroh dan hingga kini pun masih terjadi pada buruh yang lain. Padahal sudah jelas konstitusi selain UU 39/2004, bahwa UUD 45 juga memaparkan bahwa TKI mempunyai hak yang sama sebagai warga negara setara dihadapan hukum. Jadi seharusnya pemerintah tidak membeda-bedakan mana hak TKI dan hak warga negara. Jadi tanpa dibuatnya undang-undang ini pun pemerintah seharusnya melindungi tenaga kerja Indonesia karena mereka pun posisinya sebagai WNI atau warga Negara Indonesia. Analisis Undang-undang Pasal 8 Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk: a. bekerja di luar negeri; b. memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI di luar negeri; c. memperoleh pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan di luar negeri; d. memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya. e. memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tujuan. f. memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan; g. memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundangundangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hakhak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penampatan di luar negeri; h. memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal; i. memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli.

http://www.antaranews.com/berita/1291444605/kasus-penganiayaan-tki-akan-terus-terjadi

Pada poin h tertulis bahwa TKI berhak memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal. Namun poin tersebut sebenarnya butuh tinjauan yang lebih kritis pada redaksional kata-katanya, karena redaksional sangat berpengaruh pada tafsiran yang diterima oleh penegak hukum. Tinjauan kritis pada poin tersebut adalah jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan, sebenarnya yang seharusnya dijamin pemerintah pada undang-undang tersebut adalah dari mulai pemberangkatan, pada saat bekerja pun TKI perlu dilindungi dan juga diawasi selama jam kerja mereka. Lalu juga walaupun pada pasal 77 ayat 2 tertulis bahwa: Pasal 77 (1) Setiap calon TKI/TKI mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan. Sebetulnya UU ini pun belum cukup mengamankan TKI dari ancaman karena perlu ditambahkan mekanisme lebih lanjut tentang pra penempatan, masa penempatan, dan juga purna penempatan. Sehingga menjadi jenis perlindungan yang didapatkan TKI dari sebelum tiba di tempat kerja hingga kembali ke tempat asal pun menjadi jelas, dan di tingkat instansi pemerintah pun tidak lempar-lemparan tanggung jawab. Lalu analisis selanjutnya diarahkan pada peran negara sebagai pelindung dari TKI berdasarkan UU tersebut. Sebenarnya negara mempunyai kemampuan untuk bersikap demi melindungi warganya dari tindakan yang merendahkan martabat mereka sebagai manusia sebagaimana pasal 81 ayat 1

Pasal 81

(1) Dengan pertimbangan untuk melindungi calon TKI/TKI, pemerataan kesempatan kerja dan/atau untuk kepentingan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan nasional, Pemerintah dapat menghentikan dan/atau melarang penempatan TKI di luar negeri untuk negara tertentu atau penempatan TKI pada jabatan-jabatan tertentu di luar negeri. Pasal tersebut sebenarnya dapat menjadi dasar bagi negara untuk bertindak melindungi TKI, tetapi dengan melakukan revisi penambahan redaksional pada pasal dan ayat tersebut. Misalnya, Dengan pertimbangan untuk melindungi calon TKI/TKI, pemerataan kesempatan kerja dan/atau untuk kepentingan ketersediaan tenaga kerja juga keselamatan tenaga kerja dan sesuai dengan kebutuhan nasional, Pemerintah dapat menghentikan dan/atau melarang penempatan TKI di luar negeri untuk negara tertentu atau penempatan TKI pada jabatan-jabatan tertentu di luar negeri. Melalui revisi yang dimaksud seperti berikut, maka peran negara bisa lebih kuat untuk melindungi TKI dari ancaman-ancaman di negara tempat mereka bekerja. Sehingga kitapun dapat memboikot negara yang melakukan kekerasan pada TKI yang cukup banyak dengan cara penghentian pasokan tenaga kerja baik temporer maupun permanen.

Bab 3 Kesimpulan

Dari persoalan yang telah dibahas diatas, terlihat bahwa ada beberapa poin yang perlu dikaji ulang demi meningkatkan perlindungan terhadap para tenaga kerja dan beberapa poin tersebut adalah Pasal 8, 77, dan 81 ayat 1. Poin-poin tersebut cukup esensial dibahas karena secara utuh disana mengemukakan tentang perlindungan terhadap tenaga kerja dan disitu pula tercantum tentang hak-hak daripada tenaga kerja itu sendiri. Apabila poin-poin tersebut telah direvisi, maka negara mempunyai landasan yang lebih spesifik tentang perlindungan terhadap warga negara terutama TKI. Peran negara pun sebenarnya harus diperkuat dalam menangani permasalahan ini, karena Negara berfungsi dan bekerja sebagai penjamin hak mereka dan negara pun berhak untuk melarang TKI nya untuk pergi ke negara-negara yang sekiranya berbahaya untuk didatangi karena tingkat kasus penganiayaan yang tinggi, namun belum ada landasan yang kuat untuk melakukan hal tersebut. Kesimpulan yang dapat disampaikan dari pemaparan diatas adalah, perlunya pengawasan lebih optimal dari pemerintah terhadap kondisi tenaga kerja pada saat mereka bekerja di negara tujuan mereka karena seringkali majikan mereka melakukan kekerasan disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari dinas-dinas terkait dari penyaluran tenaga kerja tersebut. Untuk melakukan pengawasan tersebut butuh sebuah landasan agar kita dapat mengawasi tenaga kerja kita. Itu dapat kita dapatkan dari pasal-pasal yang diusulkan untuk direvisi, demi keselamatan TKI dalam bekerja. Pada intinya kinerja pemerintah pun perlu ditingkatkan untuk melindungi TKI tersebut. Kita telah mempunyai undang-undang yang bertujuan untuk melindungi hak-hak TKI dalam bekerja. Namun dalam implementasinya, undang-undang tersebut tidak berjalan dengan maksimal. Pemerintah pun kurang responsive terhadap kasus-kasus penganiayaan yang terjadi terhadap warganya yang sedang bekerja di negeri seberang. Undang-undang pun akhirnya hanya menjadi pelengkap administrasi saja atau dengan kata lain hanya menjadi Macan Kertas.

Bab 4 Saran dan Output yang direkomendasikan

Perlindungan pemerintah terhadap TKI butuh landasan yang lebih mengena agar tindakan pemerintah untuk melindungi TKI tersebut menjadi legal dan akhirnya tindakan tersebut dapat melindungi warga Indonesia yang menjadi tenaga kerja. Yang harus dilakukan pemerintah itu adalah revisi undang-undang sebagaimana yang dimaksud pada Bab 2 Pembahasan di poin analisis undang-undang. Perbaikan pada undang-undang itu sendiri harus di fokuskan pada hak dan kewajiban TKI, karena pada poin tersebut tidak diatur mekanisme jenis perlindungan yang didapatkan oleh mereka. Apabila revisi itu dilakukan, perlu semacam mekanisme penjagaan pada TKI dimana mereka butuh semacam penampungan sehingga mereka tidak tinggal bersama majikan. Tinggal bersama majikan sebenarnya membuka peluang majikan sendiri untuk melakukan pelecehan dan penyiksaan terhadap mereka. Dengan adanya penampungan tersebut mereka dapat dijauhkan dengan tindakan seperti itu. Lalu setiap pergi dan pulang mereka diantar dan jemput oleh dinas ketenagakerjaan yang menjadi perwakilan Indonesia di negara tempat mereka bekerja. Jadi dari mulai pergi hingga pulang, mereka tetap terawasi karena system antar jemput tadi. Selain itu tawaran konsep lain pun masih ada, yaitu membangun posko pelaporan tindak kekerasan di titik-titik tertentu yang banyak terdapat TKI, sehingga mereka pun dapat lapor dengan cepat bila ada tindak kekerasan dan mereka pun tidak perlu pergi ke KBRI untuk melaporkan tindak tersebut. Hasil yang didapat dari solusi tersebut adalah tindakan cepat dari dinas ketenagakerjaan sehingga kasus pun dapat ditangani dan bukti pun tidak hilang. Memang dana yang dikeluarkan untuk membiayai solusi tersebut tidak murah, namun demi menyelamatkan warga negara, dana tersebut memang harus dikeluarkan. Persoalan ini sebenarnya dapat selesai apabila pemerintah tanggap cepat terhadap masalah, dan juga bila regulasi yang cukup mumpuni untuk perlindungan hak dan mekanismenya sudah ada.

Namun masalah itu hari ini tidak dapat terselesaikan karena kurangnya negara terlibat dalam perlindungan hak tenaga kerja. Maka dari itu persoalan dapat terselesaikan dengan membangun pemerintahan yang tanggap dibarengi dengan dapat juga dimulai dari revisi undang-undang, sehingga standar operasional yang dilakukan pemerintah pun jelas adanya dalam menangani

permasalahan tersebut. Penanganannya pun tidak boleh tumpang tindih, harus sesuai dengan standar operasional yang seharusnya ada.

DAFTAR PUSTAKA

http://bataviase.co.id/node/160075, Masalah Tenaga Kerja Migran Indonesia Oleh Taufiqurrahman

http://www.scribd.com/doc/25159964/Penguatan-Perlindungan-Tenaga-Kerja-Indonesia http://suarapembaca.detik.com/read/2010/11/23/180832/1500666/471/kebebasan-tkiberserikat-dan-berorganisasi?882205471, Muhammad Iqbal, Kandidat Doktor Studi Psikologi TKI di Universiti Kebangsaan Malaysia Presiden Union Migrant (UNIMIG) Indonesia

http://www.antaranews.com/berita/1291444605/kasus-penganiayaan-tki-akan-terusterjadi

Você também pode gostar