Você está na página 1de 7

Menurut Adam Chazawi kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja disebut atau diberi kualifikasi sebagai

pembunuhan, yang terdiri dari: a. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag 338) b. Pembunuhan yang diikuti, disertai atau atau didahului tindak pidana lain (339) c. Pembunuhan berencana (mood 340) d. Pembunuhan ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan (341, 342, 343) e. Pembunuhan permintahan korban (344) f. Penganjuran pertolongan pada bunuh diri (345) g. Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan (346-349) Yang termasuk dalam pembunuhan ini adalah dari tujuh poin ini, yaitu poin kesatu, kedua, dan ketiga, dimana kejahatan yang dilakukan dengan disengaja (pembunuhan) dalam bentuk pokok, dimuat dalam pasal 338 yang rumusannya adalah: Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Rumusan pasal 338 ini dengan menyebut unsur tingkah laku sebagai menghilangkan nyawa orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materiil. Sedangkan perbuatan menhilangkan nyawa dirumuskan dalam bentuk aktif dan abstrak. Dalam pasal 340 disini adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seuruh bentuk kejahatan tehadap nyawa manusia yang berbunyi:Barang siapa dengan sengaja membunuh dengan rencana telebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama tertentu, paling lama dua puluh tahun Rumusan ini terdiri dari dua unsur a. Unsur subyektif b. Unsur objektif Pembunuhan berencana ini terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 338 ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam pasal 338 maupun 339. Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2168574-pidana-pembunuhan-dansanksi-hukumannya/#ixzz1btyegfak

Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak, seperti bom.

Daftar isi
[sembunyikan]
y y y y y y y

1 Macam-macam pembunuhan 2 Membunuh dengan sengaja 3 Membunuh seperti di sengaja 4 Membunuh tersalah 5 Dasar hukum larangan membunuh 6 Catatan kaki 7 Lihat pula

[sunting] Macam-macam pembunuhan


Pembunuhan ada 3 macam, yaitu :
y y y

Membunuh dengan sengaja Membunuh seperti di sengaja Membunuh tersalah

[sunting] Membunuh dengan sengaja


Membunuh dengan sengaja adalah pembunuhan yang telah direncanakan dengan memakai alat yang biasanya mematikan. Dikatakan seseorang membunuh dengan sengaja apabila pembunuh tersebut :
y y y

Baligh. Mempunyai niat/rencana untuk membunuh. memakai alat yang mematikan.

Pembunuhan dengan sengaja antara lain dengan membacok korban, menembak dengan senjata api, memukul dengan benda keras, menggilas dengan mobil, mengalirkan listrik ke tubuh korban dan sebagainya.

[sunting] Membunuh seperti di sengaja


Membunuh seperti di sengaja yaitu pembunuhan yang terjadi sengaja di lakukan oleh seorang mukallaf dengan alat yang biasanya tidak mematikan. perbuatan ini tidak diniatkan untuk membunuh, atau mungkin hanya bermain-bermain. Misalnya dengan sengaja memukul orang lain dengan cambuk ringan atau dengan mistar, akan tetapi yang terkena pukul kemudian meninggal. Dan jika yang di bunuh itu adalah janin yang masih dalam kandungan ibunya dengan cara aborsi (pengguguran). Maka masalah ini menjadi penting dibicarakan, karena kasus-kasus aborsi dengan cara medis (meminum obat tertentu atau suntikan) dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini merupakan masalah yang cukup serius. Hal seperti ini biasanya di lakukan oleh janin dari hasil hubungan di luar nikah. Atau kehamilan yang tidak diinginkan oleh pasangan sah sekalipun. Aborsi harus dipandang sebagai suatu pembunuhan yang di sengaja atau di rencanakan, dan pelakunya layak mendapatkan sanksi hukum. Hukum Islam menjelaskan bahwa janin memiliki hak untuk hidup. Hal ini di perkuat dengan fakta bahwa semua mahzab memerintahkan untuk menunda pelaksanaan hukuman mati bagi seorang wanita yang hamil sampai ia melahirkan.

[sunting] Membunuh tersalah


membunuh tersalah yaitu pembunuhan karena kesalahan atau keliru semata-mata, tanpa direncanakan dan tanpa maksud sama sekali. misalnya seseorang melempar batu atau menembak burung, akan tetapi terkena orang kemudian meninggal.

[sunting] Dasar hukum larangan membunuh


membunuh adalah perbuatan yang di larang dalam Islam, karena islam menghormati dan melindungi hak hidup setiap manusia. Allah berfirman dalam surah al isra :33 yang artinya "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang di haramkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu alasan yang benar" Dalam ajaran agama Katolik, larangan untuk membunuh ditemukan dalam Sepuluh Perintah Allah kelima, "Jangan Membunuh". Dalam Gereja Katolik, implikasinya luas, termasuk juga larangan untuk membunuh kandungan aborsi, euthanasia, dan bunuh diri, terkecuali pembunuhan karena membela diri terhadap serangan orang lain. Dalam konteks yang lebih luas, perintah "jangan membunuh" ini diserukan untuk menghindari perang selama dimungkinkan, untuk mencegah pertumpahan darah yang besar.[1] [SN231] Kes jutawan kosmetik, Datuk Sosilawati Lawiya dan tiga yang lain yang dipercayai dibunuh dengan cara yang kejam sememangnya menggemparkan negara. Walaupun kes ini bukanlah kes yang pertama seumpamanya, kerana sebelum ini negara telah pun digemparkan dengan kes Altantuya yang mayatnya diletupkan dengan bom khas yang tidak boleh didapati oleh orang awam. Kematian keempat-empat orang mangsa kali ini amatlah tragis, apatah lagi kerana kesemua mangsa telah dilaporkan hilang beberapa bulan sebelumnya tanpa ada siasatan

dari pihak polis. Dalam masa yang hampir sama, negara juga dikejutkan dengan kematian seorang ustazah, Norliza Ishak dan anaknya, yang dipercayai dibunuh oleh jirannya sendiri. Sebelum ini, kita mendengar begitu banyak kes penderaan dan pembunuhan kejam ke atas kanak-kanak, bunuh bayi dan banyak lagi pembunuhan lainnya yang cukup mengerikan. Ini belum mengambil kira kes-kes jenayah lain lagi yang semakin hari semakin menakutkan.

Sesungguhnya tidak ada alasan yang lebih sesuai untuk dilontarkan terhadap kes pembunuhan yang semakin menjadi-jadi kebelakangan ini kecuali ia adalah natijah penyelewengan manusia dari hukum Allah. Manusia yang menjadi pembunuh tersebut sudah pastinya jenis orang yang tidak mempedulikan hukum Allah, manakala negara pula menerapkan sistem kufur di dalam pemerintahan dengan meninggalkan hukum Islam yang datangnya dari Allah. Inilah natijahnya apabila manusia berhukum dengan hukum sendiri yang kesudahannya akan pasti membawa kepada segala bentuk kerosakan dan kemudharatan. Sautun Nahdhah kali ini ingin menarik perhatian pembaca kepada hukum Islam berkaitan dengan pembunuhan, yang hanya dapat dilaksanakan apabila adanya seorang pemimpin yang beriman dan bertakwa kepada Allah Azza Wa Jalla.

Bentuk-bentuk Pembunuhan Di Dalam Islam

Menurut Abdul Rahman Al-Maliki di dalam kitabnya Nizamul Uqubat, pembunuhan dapat dikategorikan kepada empat jenis iaitu:(i) pembunuhan sengaja (ii) mirip sengaja (iii) tersalah (iv) tidak sengaja (ma ujri mujarral khata). (qatlu (shibhul al-amad) amad) (khata)

Pembunuhan Dalam KUHP Media Bawean, 17 September 2008 (Pendekatan abstraks kasus di Patar Selamat) Oleh: A. Fuad Usfa (Australiah) Sungguh mengejutkan, seakan tidak percaya bila ada orang Bawean yang melakukan tindak pidana pembunuhan, apalagi dengan menggunakan senjata tajam, lebih-lebih lagi dengan persoalan yang tidak tergolong besar. Ada fenomena apa gerangan.?.

Di

sini

penulis

hanya

akan

bicara

dari

aspek

hukum

pidana

secara

abstrak.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat beberapa ketentuan yang mengatur tentang pembunuhan, yaitu yang tercantum dalam pasal-pasal: 338 (pembunuhan biasa) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 15 tahun penjara, 339 (pembunuhan dengan pemberatan/yang dikualifisir) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 5 tahun penjara, 340 (pembunuhan berencana) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya pidana mati atau seumur hidup atau 20 tahun penjara, 341 (pembunuhan bayi/anak biasa) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 7 tahun penjara, 342 (pembunuhan bayi berencana) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 9 tahun penjara, 343 (untuk mengancam orang lain/selain ibu yang terlibat pembunuhan bayi) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya sama dengan 338 atau 340, 344 (euthanasia) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 12 tahun penjara, 345 (mendorong orang lain bunuh diri) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 4 tahun penjara, 346-349 (aborsi) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya (antara 4 - 12 tahun) penjara, 351 ayat 3 (penganiayaan biasa yang mengakibatkan matinya orang) dengan ancaman pidana setinggitingginya 7 tahun penjara, 353 ayat 3 (penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 9 tahun penjara, 354 ayat 2 (penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 10 tahun penjara, 355 ayat 2 (penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan matinya orang) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 15 tahun penjara, 359 (karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang) dengan ancaman pidana setinggi-tingginya 5 tahun penjara atau satu tahun kurungan . Dalam kasus pembunuhan sebagaimana terjadi di Patar Selamat, terdapat beberapa pasal yang mungkin diterapkan, kemungkinan itu adalah pada pasal-pasal: 338, 340. Bedanya 340 daripada 338 adalah, 340 didahului dengan adanya rencana terlebih dahulu, artinya ada kesempatan untuk berpikir dengan tenang, atau dalam bahasa gampangnya barangkali bisa disebut sebagai bukan spontanitas. Kemungkinan lainnya adalah pasal-pasal: 351 ayat (3), 353 ayat (3), 354 ayat (2), dan 355 ayat (2). Selintas yang penulis baca di Media Bawean, Penyidik menyangkakan dengan pasal 338. Perlu dipahaami bahwa itu boleh-boleh saja, akan tetapi nantinya Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mempelajari lebih lanjut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Penyidik dan JPU akan menentukan dakwaan atas dasar BAP daripada Penyidik tersebut. Sudah barang tentu JPU tidaak akan hanya menggunakan satu pasal saja, sebab bila hanya dengan satu pasal, dihawatirkan dalam pemeriksaan di Pengadilan nanti tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan, jika itu terjadi, maka terdakwa bisa bebas (vrijspraak), dan dalam kasus tertentu tapi bukan dalam kasus di Patar Selamat ini--, bisa jadi terbukti dengan sah dan meyakinkan tapi bukanlah merupakan tindak pidana, yang ini istilah hukumnya adalah lepas dari segala tuntutan hukum. Oleh sebab itu JPU akan menggunakan pasal berlapis sebagai alternatif. Dengan menggunakan pasal berlapis itu , maka bila satu pasal tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan, masih ada pasal lain yang bisa memback up, misalnya bila pembunuhan berencana tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan, maka masih mungkin pembunuhan biasa, dan bila tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan pula, maka masih mungkin

penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan matinya orang, dan seterusnya. Jadi JPU akan menggunakan pasal berlapis dengan kriteria primer, subsider, lebih subsider, dan seterusnya. Di dalam memutus perkara hakim akan mempertimbangkan tentang alasan-alasan yang meringnkan dan memberatkan, misalnya faktor yang meringankan adalah si pelaku masih muda, menyesali akan perbuatannya, dan sebagainya, sedang alasan yang memberatkan misalnya karena dilakukan di bulan suci ramadhan, menggunakan senjata tajam dan sebagainya. Di samping itu hakim terlebih dahulu akan mempelajari tentang adakah alasan penghapus pidana?. Alasan penghapus pidana tersebut ada yang terdapat dalam Undang-undang, ada pula yang terdapat di luar Undang-undang (dhi KUHP). Alasan-alasan penghapus pidana dalam KUHP dapat kita lihat dalam pasal-pasal:44 (kemampuan bertanggung jawab), 45 (belum cukup umur bisa dijatuhi tindakan), 48 (overmacht/daya paksa), 49 (noodwer/pembelaan terpaksa), 50 (melaksanakan perintah undang-undang), 51 (melaksanakan perintah jabatan). Dalam kasus di Patar Selamat dalam ketentuan tersebut hanya satu pasal saja yang mungkin terdapat, yaitu pasal 44, itupun nantinya harus dibuktikan dengan alat bukti yang disebut dengan keterangan ahli. Hanya saja sepenjang yang penulis baca di media tidak nampak gejala itu. Perihal gangguan jiwa, dalam KUHP diistilahkan jiwanya cacat dalam pertumbuhan dan sakit berubah akal (pasal 44). Jiwanya cacat dalam pertumbuhan, memang sedari kecil sudah menderita kelainan (kata orang bawean, la deri paloatan) misalnya idiot, dan sebagainya, sedang sakit berubah akal adalah sakit jiwa. Kemungkinan lain yang bisa terjadi, si terdakwa akan berdalih, bahwa ia tidak bermaksud membunuh, tapi hanya ingin menganiaya saja. Untuk alasan itu maka hakim perlu mempelajari teori tentang kesengajaan, yang dalam hal itu ada tiga teori tentang kesengajaan, yaitu kesengajaan sebagai maksud, sebagai sadar kepastian dan sebagai sadar kemungkinan. 1. Kesengajaan sebagai maksud, adalah memang terdapat hubungan langsung antara kehendak jiwa dan fakta kejadian, misalnya terdakwa menyatakan, ya, saya memang bermaksud membunuh oleh sebab . 2. Kesengajaan sebagai sadar kepastian, adalah memang jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tetapi dengan berlaku begitu pasti suatu yang tidak dikehendaki itu akan terjadi, misalnya si terdakwa mengatakan tidak berkehendak untuk membunuh, tapi, siapapun kalau dipancung pasti hal yang tidak dikehendakinya itu akan terjadi. (Hal ini tidak terjadi pada kasus di Patar Selamat).

3. Kesengajaan dengan sadar kemungkinan, adalah memang jiwa tidak menghendaki akibat itu terjadi, tapi semestinya ia menyadari bahwa jika itu dilakukan, kemungkinan besar akibat yang tidak dikehendakinya itu akan terjadi, misalnya terdakwa mengatakan, bahwa ia tidak bermaksud membunuh, tapi mestinya ia menyadari bila pedang setajam itu ditebaskan pada bagian badan manusia akan menyebabkan pendarahan yang hebat, dan dengan demikian kemungkinan besar si korban akan kehabisan daran, yang tentu akan mengakibatkan kematiannya. Apalagi bila pedang itu mengandung racun. Dari situlah hakim akan mengambil kesimpulan dengan apa yang disebut mengobyektifkan. Jadi walaupun terdakwa mengatakan tidak bermaksud, maka hakim bisa mengkategorikan sebagai sengaja. Kita lihat perkembangannya, di tingkat penyidikan masih proses, di tingkat Penuntutan masih pula proses, maka bila proses persidangan telah tuntas, hakim akan bermusyawarah kemudian memutus. Menurut hukum, masih ada lagi kemungkinan untuk Banding ataupun Kasasi (upaya hukum biasa) dan juga ada yang disebut kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali (upaya hukum luar biasa). Dalam bahasa hukum barulah seseorang itu bisa dinyatakan bersalah kalau putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht).

Você também pode gostar