Você está na página 1de 3

Ivana Dewi W. 09.70.

0004 AGAMA BUKAN PEDOMAN MATI Secara singkat, artikel ini menceritakan 2 santri, senior dan junior yang berdebad dengan dirinya sendiri mengenai ajaran agamanya, bimbang antara ingin menolong seorang gadis yang dianggap bukan muhrimnya untuk menyebrangi sungai atau lebih baik tidak menolong agar tidak jatuh ke dalam dosa. Senior yang beranggapan bahwa menolong berarti melanggar ajaran agamanya. Sedangkan junior lebih berpikir bahwa ia harus menolong sesama yang sedang kesulitan. Dari artikel tersebut saya menyimpulkan bahwa sesungguhnya semua ajaran agama itu baik, agama selalu mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik terhadap sesama. Namun ada juga yang perlu diingat bahwa selain harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang berarti secara otomatis agama juga harus sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Agama bukan menjadi penghalang untuk kita dalam melakukan suatu kebaikan terhadap sesama hanya karena ajarannya yang dianggap spesifik oleh akal kita. Sesungguhnya akal kitalah yang menentukan apakah suatu perbuatan tersebut pantas untuk dilakukan atau tidak sehingga agama bukanlah pedoman mati yang membuat kita terkukungkung dalam pemikiran akan dosa bila kita melanggarnya. Sebab agama ada untuk manusia maka sudah selayaknya bahwa agama harus sejalan dengan kemanusiaan dan perkembangan sejarah umat manusia.

DEVELOPING OUR RELIGIOUS EDUCATION Judul artikel ini berarti bagaimana mengembangkan pendidikan di negara ini. Dari artikel ini saya dapat menangkap bahwa mengenai pembelajaran terhadap agama Islam dimana bukan berhubungan dengan doktrin agama Islam melainkan dengan perilaku dari umat beragamanya yang menganut agama tersebut. Yang menarik disini, tercetus pendapat dari negara-negara yang berlatar atheis mengatakan bahwa agama adalah bagian penting dari kehidupan manusia dan tidak mungkin seorang manusia berbicara kemanusiaan tanpa agama sehingga sejak dini agama harus masuk menjadi kurikilum dalam pendidikan. Hal ini berarti agama memegang peranan penting. Begitu pula dengan Indonesia yang telah menerapkan bahkan secara berlebihan porposinya, namun pendidikan agama yang bagaimana yang seharusnya diajarkan agar diperoleh sumber daya manusia yang berkualitas? Maka alangkah baiknya bila mempelajari agama melalui penelitian ilmiah bukan sebagai doktrin. Sayangnya pendidikan agama masih dianggap sebagai penyebaran misi agama sehingga pengajar agama pun dituntut sebagai ulama alias pemimpin agama. Sistem pendidikan seperti inilah yang mempersempit ruang lingkup pendidikan agama di

Ivana Dewi W. 09.70.0004 sekolah. Maka muncul asumsi bahwa ajaran agama si sekolah harus dibatasi doktrin dan teologi agama bahkan ilmu social juga masuk dalam semacam studi agama. Dampak secara luasnya membuat lembaga agama di Indonesia berkembang secara misionaris bukan akademisi. Sebenarnya tantangan terbesar berada ditangan setiap pemimpin agama dalam melakukan pendekatan ilmiah terhadap studi agama sebab pendapat mereka yang beranggapan bahwa pendidikan agama hanyalah sebuah media untuk melestarikan dan menyebarkan iman. Hal ini memunculkan perilaku bahwa anak-anak diarahkan untuk memeluk agama sesuai dengan orang tuanya. Sah saja namun tetap pada akhirnya anaklah yang menentukan ingin memeluk keyakinan mana. Maka dari itu harapanya selanjutnya ialah pemuliaan individu dalam hal pengetahuan dan iman segera terpenuhi sehingga generasi baru yang lahir bukanlah generasi yang fanatik mengklaim kebenaran mutlak dan tunggal yang memegang negara ini.

HAMID BASYAIB: OTONOMI INDIVIDU HARUS DIPERJUANGKAN Artikel ini menceritakan tentang wawancara antara Hamid Basyaib, peneliti Freedom Institute dengan Novriantoni dari Jaringan Islam Liberal (JIL) mengenai Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornografi (RUU APP) yang juga menimbulkan tentang pertanyaan tentang filosofi hubungan negara dan warga negara. Setelah membaca, saya menangkap bahwa yang menjadi masalah adalah dari desain RUU APP sendiri yang tidak dirubah karena dari sudut mekanisme perundang-undangan tidak layak dibahas karena sangat buruk segi legal draftingnya. Selain itu istilah pornoaksi yang ada di RUU ini juga hanya ada di Indonesia bahkan di kamus pun juga tidak ada. Bagi Hamid, pendapat yang mengatakan pornografi menjadi persolan itu terlalu melebih-lebihkan, jika telah menjadi masalah telah ada KUHP yang mengangani masalah asusila hanya saja pengangannya hukumnya tidak sungguh-sungguh dilakukan. Yang namanya UU harusnya bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama dengan cakupan seluas mungkin warga negara maka harus diambil prinsip-prinsip yang umum. Adanya pengecualian yang dimungkinkan dalam hukum perdata dan dengan mudah dapat ditanggulangi. Sehingga teknik pengaturan harus tepat, benar, hati-hati dan cermat. Karenanya yang penting bagi semua warga negara republik Indonesia adalah harus terus memperjuangkan otonomi individu masingmasing. Negara modern bukanlah Negara yang membatasi warga negaranya tetapi memberikan kebebasan. Negara yang baik adalah yang kuat tetapi cakupan tugasnya terbatas. Intinya yang

Ivana Dewi W. 09.70.0004 menjadi persoalan adalah bukan pro atau anti pengaturan tetapi bagaimana definisi dan ruang lingkup pornografi itu dirumuskan agar tidak meluas kea rah-arah lain yang tidak semestinya.

KAFIR Bagi umat Islam, kafir merupakan suatu istilah yang menunjuk kepada seseorang yang menutupi atau mengingkari nikmat dari Tuhan. Sayangnya pengertian kafir tersebut menimbulkan kekeliruan yang berdampak terhadap perilaku kekerasan bahkan pembunuhan dimana kekeliruan ini justru terus dipelihara oleh sekelompok orang Islam sendiri. Bahkan cap kafir malah digunakan untuk menyingkirkan seseorang atau kelompok dari suatu komunitas, yakni Islam. Kafir diartikan sama dengan musuh, termasuk orang yang berada di luar Islam. Di dalam artikel ini mengatakan bahwa sesungguhnya prinsip-prinsip utama (rukun-rukun Islam) bagaimana seseorang bisa disebut Muslim sangatlah sederhana dan tidak pernah ada doktrin Islam yang menyatakan bahwa salah satu rukun Islam adalah mendirikan negara Islam. Padahal dengan mengkafirkan suatu kelompok dalam suatu komunitas Islam tersebut justru mengkerdilkan Islam yang berarti Islam hanya untuk komunitas terpilih, hanya untuk komunitas yang berhak untuk mengkafirkan kelompok lain, bukan menyebarluaskan agama apalagi mengagungkan Islam. Imbas yang paling parah justru terjadi pada implikasi pengkafiran tersebut dimana ketika seseorang atau kelompok yang telah dianggap kafir mengganggap kekerasan bahkan pembunuhan adalah perbuatan yang halal dilakukan terhadapnya. Inilah yang menyebabkan kehancuran dimana semakin banyak orang beranggapan bahwa perbedaan bukan untuk saling melengkapi tetapi justru dijadikan alasan untuk saling meniadakan. Padahal perbedaan dapat dijadikan sebagai sarana untuk bekerjasama dan saling belajar. Saya menyimpulkan bahwa sesungguhnya manusia merupakan makhluk sosial, tanpa kehadiran yang lain manusia tidak dapat hidup sendirian. Alangkah baiknya bila setiap umat beragama yang baik tidak saling mempermasalahkan perbedaan, agama, suku, ras, bahkan sampai membuat istilah sendiri yang sebenarnya sangat menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya. Hendaknya lebih bijaksana dalam berpikir dan bertindak, janganlah istilahnya mencoreng agamamu hanya karena pikiran perkataan dan tindakanmu. Agama yang seharusnya mengajarkan perbuatan baik tetapi justru umatnya yang berlaku tidak baik. Pahamilah segala sesuatunya terlebih dahulu sebelum menghakimi orang lain.

Você também pode gostar