Você está na página 1de 11

ANALISIS KEMISKINAN DI PROVINSI LAMPUNG DENGAN PENDEKATAN SPATIAL AUTOREGRESSIVE MODEL (Linear Contiguity Method)

[makalah]

Adi Wijaya
NRP. 1310201720
Mahasiswa Program Pascasarjana, Jurusan Komputasi Statistika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Keywords: Poverty, OLS, Spatial Autoregressive (SAR), linear contiguity method. 1. Pendahuluan

ad i

di negara-negara miskin, berkembang maupun di negara-negara maju. Kemiskinan akan menjadi sebuah awal dari timbulnya masalah-masalah sosial lainnya seperti keterbelakangan

pemikiran terkait pendidikan, kriminalitas, kelaparan dsb yang secara tidak langsung akan mengganggu ketahanan atau stabilitas negara. Oleh karena itu pemerintah tiap negara berlombalomba untuk mengatasi masalah kemiskinan di negaranya dengan beragam penelitian dan kebijakan-kebijakan, termasuk di Indonesia. Lampung sebagai salah satu propinsi di Indonesia juga berjuang untuk mengatasi kemiskinan di daerahnya dengan beragam kebijakan baik nasional maupun areaal antara lain bantuan langsung tunai (BLT), pelayanan kesehatan gratis (JAMKESMAS), pendidikan gratis

w ta

Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang memerlukan penanganan serius

lk

s.

Poverty is one of the complicated problems in Indonesia and many countries. In Indonesia especially in Lampung Province, the government has published many policies to press the poverty rate. Ordinarily, approach to overcome this problem is to determine the factors that affect poverty using ordinary least square regression model (OLS). However, poverty is not only influenced by predictor variables but also by various aspects related to surrounding areas. Therefore, this research uses spatial regression models to find that spatial effect, it is Spatial Autoregressive Model (SAR) by using linear contiguity method to form the spatial weighting matrix. The results show that the poverty model of Lampung Province is not spatial autoregressive model neither SAR with all of predictor variables included nor SAR with only statistically significant predictor variables of the best regression that have found before. It gives a conclusion that spatial effect is not related with poverty in Lampung Province

or dp re ss
1

Abstract

.c

om

adiw@bps.go.id

dsb. Efektifitas kebijakan ini dapat dilihat dari turunnya persentase penduduk miskin dari tahun ke tahun meski persentase penurunannya bertahap, hal ini bisa dilihat dari tabel berikut:

Hal ini merupakan kabar gembira, akan tetapi analisis terhadap kemiskinan ini perlu

pengentasan kemiskinan yang lebih intensif dan tepat sasaran. Kebijakan ini lahir melalui pendekatan terhadap faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi

oleh variabel-variabel belaka, tetapi sangat mungkin dipengaruhi oleh keragaman aspek lokasi atau kedekatan area. Kriteria penentuan penduduk miskin yang berbeda maka akan

ad i

mempengaruhi kebijakan yang diberikan kepada tiap kabupaten/kota. Suatu analisis pemodelan regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

persentase kemiskinan yang dipengaruhi oleh karakteristik wilayah sangat penting. Pengamatan di wilayah tertentu dipengaruhi oleh pengamatan di lokasi lain seperti yang dinyatakan pada hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan Anselin (1988) segala sesuatu saling

berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pada beberapa kasus, variabel tak prediktor yang diamati memiliki keterkaitan dengan hasil pengamatan di wilayah yang berbeda, terutama wilayah yang berdekatan. Adanya hubungan spasial dalam variabel tak prediktor akan menyebabkan 2

w ta

pemodelan regresi linier berganda. Namun, aspek-aspek kemiskinan bukan hanya dipengaruhi

lk

Lampung. Cara yang sering digunakan untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan analisis

s.

tetap dilakukan secara berkelanjutan. Salah satunya dengan mencari alternatif kebijakan

or dp re ss

.c

om

pendugaan menjadi tidak tepat karena asumsi keacakan galat dilanggar. Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan suatu model regresi yang memasukkan hubungan spasial antar wilayah ke dalam model. Adanya informasi hubungan spasial antar wilayah menyebabkan perlu mengakomodir keragaman spasial ke dalam model, sehingga model yang digunakan adalah model regresi spasial. Diantara metode-metode yang mampu menjelaskan pengaruh efek spasial atau lokasi sekaligus variabel-variabel prediktor secara bersamaan, salah satunya adalah Spatial Autoregressive Model (SAR) didasarkan pada efek lag spasial dan galat spasial dengan

digunakan adalah pembobot linear cotiguity. Diharapkan penggunaan model regresi

Provinsi Lampung, hasilnya dapat dijadikan salah satu rujukan dalam program pengentasan kemiskinan yang tepat sasaran.
2. Tinjauan Pustaka

2.1. Regresi Linier (Ordinary Least Square)

Regresi linier merupakan salah satu metode statistika yang membentuk sebuah model hubungan antara variabel respon (Y) dengan satu atau lebih variabel prediktor (X). Secara yi = 0 + 1 xi1 + + p xip + i ,

Metode yang dikenal paling sederhana dan paling umum digunakan untuk menghasilkan estimator dalam model regresi linier adalah Ordinary Least Square (OLS).

dengan memenuhi beberapa asumsi.

ad i

Asumsi-asumsi yang perlu dipenuhi dalam regresi linier adalah: 1. Normalitas

~ (0 , 2 )

Penulisan matematis dari asumsi normalitas ini adalah:

Statistik uji yang paling sering digunakan untuk menguji asumsi kenormalan error dengan menggunakan data residual adalah Kolmogorov-Smirnov normality test

2. Identik atau Homoskedastik

w ta

Metode ini memperkecil kesalahan pendugaan yang terkecil (dan merupakan yang terbaik)

Error menyebar normal dengan rata-rata nol dan suatu ragam (variance) tertentu.

lk

s.

umum dapat dimodelkan seperti ini:

or dp re ss
3

.c

spasial ini mampu menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan di

om

menggunakan pendekatan area. Pada penelitian ini, matriks pembobot spasial yang

= 1, ...., n; dan n = banyaknya pengamatan. 3. Independen

2 2 2 Ragam dari error bersifat homogen. Secara matematis ditulis = = dimana i, j

Adanya autokorelasi pada error mengindikasikan bahwa ada satu atau beberapa faktor (variabel) penting yang mempengaruhi variabel respon Y yang tidak dimasukkan ke dalam model regresi. Statistik uji yang sering dipakai adalah Uji Durbin-Watson (DW-statistics). Langkah penting selanjutnya setelah terpenuhi asumsi-asumsi regresi linier adalah uji terhadap model dan koefisien-koefisien regresi baik secara simultan maupun parsial dan

(informasi) di dalam variabel Y yang dapat diberikan oleh model regresi yang didapatkan.

apakah variabel-variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadapa variabel respon secara simultan. Sedangkah langkah berikutnya adalah uji parsial digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel-variabel prediktor benar-benar memberikan kontribusi terhadap variabel respon secara terpisah.

2.1 Spatial Autoregressive (SAR)

Anselin (1988) mengembangkan suatu General spatial model dengan menggunakan data spatial cross section. General spatial model sendiri merupakan 2 model spasial yang merupakan kombinasi antara atoregressive dan moving average atau biasa disebut dengan

persamaan berikut ini:

dimana :

ad i

w ta

y : variabel respon

: koefisien prediktor spatial lag dan juga error yang berautokorelasi secara spatial W: matrisk terbobot dengan ukuran nxn (elemen diagonal bernilai nol) biasanya berisi hubungan contiguity matriks atau juga fungsi jarak dari suatu area

u : vektor error regresi yang diasumsikan mempunyai efek random

: koefisien dalam struktur spasial autoregressive yang bernilai || < 1 x : variabel prediktor 4

: koefisien regresi

lk

s.

Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA). u = W2 u + ~N(0, 2 I) y = W1 y + x + u

or dp re ss

Model umumnya ditunjukkan dengan

.c

Uji simultan (over all test) pada konsep regresi linier adalah pengujian mengenai

om

mengetahui koefisien determinasinya. Koefisien determinasi adalah besarnya keragaman

Beberapa model turunan bisa diperoleh dari model General spatial model diatas, yaitu: 1. Model regresi linier OLS Jika =0 dan = 0 maka y = x +

Merupakan regresi yang tidak mempunyai efek spasial 2. Spatial Autoregressive Model atau Spatial Lag Model (SAR) Jika =0 dan 0 maka y = x + u dan u = W2 u + Jika 0 dan = 0 maka y = W1 y + x +

3. Spatial Error Model (SEM)

Spatial Autoregressive (SAR) atau biasa disebut Spatial Lag Model (SLM) mempunyai matriks contiguity spatial W. Matriks W ini adalah matriks yang sudah distandarkan dimana jumlah nilai tiap barisan sama dengan 1.

Salah satu cara untuk memperoleh matriks pembobot spasial (Spatial Weighting Matrix) yaitu dengan menggunakan informasi jarak dari neighbourhood, atau kedekatan antara satu area dengan area yang lain. Wilayah yang berdekatan cenderung akan memberikan efek yang lebih besar dari pada wilayah yang lebih jauh jaraknya. Ada beberapa metode untuk mendefinisikan hubungan persinggungan (contiguity) antar wilayah tersebut, akan tetapi metode contiguity yang digunakan pada penelitian ini adalah Linear Contiguity (Persinggungan tepi); mendefinisikan wij = 1 untuk area yang berada di tepi (edge) kiri maupun kanan area yang contiguity antara area 5 dan area 3 adalah 1, sedangkan yang lain = 0).

w ta

ad i

LeSage (1999) menurunkan estimator untuk koefisien spatial lag () sebagai berikut: = y T W T Wy y T W T y
1

lk

s.

menjadi perhatian, wij = 0 untuk area lainnya. Dari gambar berikut terlihat W53 = 1 (hubungan

Gambar 2 Ilustrasi contiguity (LeSage, 1999)

or dp re ss
5

.c

om

4. Spatial Autoregressive Moving Average (SARMA)

Jika 0 dan 0 maka y = W1 y + x + u dan u = W2 u +

Untuk menguji signifikansi dari koefisien spatial lag () digunakan Likelihood Ratio Test Fungsi log-likelihood dalam bentuk sederhana yaitu: LRT = 2ln|I W| + 1 1 [(I W)y X]T [(I W)y X] 2 [y X]T [y X] 2

(LRT). Statistik LRT yang merupakan selisih dari fungsi log-likelihood spatial lag dengan

LRT lebih besar dari 2 , maka dapat dikatakan bahwa ada dependensi spatial lag (1)

Untuk mendapatkan estimator parameter pada model SAR ada beberapa pendekatan,

2.3 Konsep dan Definisi

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita perbulan dibawah Garis Kemiskinan. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan

dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk miskin yang berada dibawah Garis Kemiskinan.

3.1 Sumber Data

ad i

(Sakernas) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2010 Provinsi Lampung dengan 1 variabel respon dan 11 variabel prediktor. Secara keseluruhan data yang digunakan merupakan data cross section dengan unit observasi sejumlah 14 Kabupaten/Kota.

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Variabel respon (Y) yaitu Head Count Index (HCI) b. Variabel prediktor (X) terdiri dari 11 variabel, yaitu : X1 = tingkat pengangguran terbuka (TPT) X2 = rata-rata lama sekolah X3 = angka beban tanggungan X4 = angka melek huruf 6

w ta

3. Metodologi

Data yang digunakan adalah data sekunder dari Survei Angkatan Kerja Nasional

lk

s.

dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini,

or dp re ss

.c

Estimator didapatkan persamaan = X T X W1 )T (I W1 ).

= [X T (I )T (I )X]1 X T (I )T (I )y sedangkan dengan Maximum Likelihood


1 T

diantaranya adalah dengan metode Generalized Least Squares Estimators dan Maximum X I W (2) y dengan = (I

om

Likelihood Estimator. Dengan Generalized Least Squares Estimators didapatkan persamaan

X5 = persentase sumbangan PDRB sektor pertanian X6 = persentase sumbangan PDRB sektor industri X7 = persentase sumbangan PDRB sektor jasa X8 = persentase sumbangan PDRB sektor perdagangan X9 = persentase rumah tangga tanpa air bersih X10 = persentase rumah tangga tanpa suplai listrik X11 = persentase rumah tangga dengan bahan bakar kayu, arang dsb Gambar 2 Peta Kabupaten/Kota Provinsi Lampung

ad i

Keterangan Kabupaten/Kota : 01. Lampung Barat 08. Tulang Bawang 02. Tanggamus 09. Pesawaran 03. Lampung Selatan 10. Pringsewu 04. Lampung Timur 11. Mesuji 05. Lampung Tengah 12. Tulang Bawang Barat 06. Lampung Utara 13. Bandar Lampung 07. Way Kanan 14. Metro

3.2 Metode Analisis Langkah-langkah analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Analisis model 1 yaitu model regresi linier berganda (melibatkan semua variabel prediktor) 2. Analisis model 2 yaitu model regresi linier terbaik dengan menggunakan Backward Elimination Procedure (eliminasi variabel prediktor yang tidak signifikan secara bertahap)

w ta

lk

s.

w
Sumber : Badan Pusat Statistik.

or dp re ss
7

.c

om

3. Menetapkan matriks pembobot spasial (W) dengan metode linear contiguity 4. Analisis model 3 yaitu model SAR (melibatkan semua variabel prediktor) 5. Analisis model 4 yaitu model SAR (hanya melibatkan variabel prediktor dari hasil model 2) 6. Analisis perbandingan antara Model 1, 2, 3 dan 4 7. Interpretasi dan kesimpulan model terbaik

4. Hasil dan Pembahasan

tabel berikut:

Model 1 yaitu model regresi linier berganda (melibatkan semua variabel prediktor), diperoleh model regresinya
Y = - 1434 - 4,74 X1 + 34,0 X2 - 0,226 X3 + 11,4 X4 - 0,034 X5 + 1,18 X6 + 0,651 X7 + 0,314 X8 - 0,509 X9 - 1,36 X10 + 2,19 X11

Asumsi Normalitas Asumsi NonMultikolinieritas Asumsi Non-Autokorelasi Overall test (Uji F) Partial test (Uji t) MSE R2

s.

w
98,5% hasil

ad i

Model 2 yaitu yaitu model regresi linier terbaik dengan menggunakan Backward Elimination Procedure (eliminasi variabel prediktor yang tidak signifikan secara bertahap), diperoleh model regresi terbaik adalah Y = 21,0 - 0,370 X6 keterangan berdistribusi

w ta

lk

Asumsi Normalitas Asumsi Non-Autokorelasi Overall test (Uji F) MSE

or dp re ss
hasil uji kolmogorov signifikan pada level 5% terdapat multikolinieritas (nilai VIF lebih dari 10) nilai DW =2,00619 model signifikan pada level 10% signifikan beberapa variabel pada level 10% 2,940 uji kolmogorov signifikan residual pada level 5% normal nilai DW = 1,54178 model signifikan level 10% 26,04 8

tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi pada nilai p-value > 0,010

.c
keterangan

residual berdistribusi normal hanya X3 dan X8 bebas dari multikolinieritas tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi nilai p-value > 0,005 X2, X4, X6,X9,X10,11

om

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software MINITAB dirangkum dalam tabel-

R2

21,8%

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan software MATLAB dapat dilihat pada outputoutputnya sebagai berikut: Model 3 yaitu model SAR (melibatkan semua variabel prediktor)
Spatial autoregressive Model Estimates Dependent Variable = R-squared Rbar-squared sigma^2 Nobs, Nvars log-likelihood = = = = = Y 0.9861 0.9096 0.3957 14, 12

-8.5249824

*************************************************************** Variable constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 rho Coefficient -1446.921256 -4.829046 34.015470 Asymptot t-stat -11.953470 z-probability 0.000000 0.000000

-0.206773 11.523092

-0.042000 1.189445 0.675232

-0.505126

w
= = = = = 0.2405 0.1772 22.0535 14,

0.306430

s.

-1.365105 2.199098

lk

0.018688

Hasil pengolahan pada Model 3 di atas menunjukkan bahwa spatial correlation coefficient (rho) sebesar 0,0018688 tidak signifikan secara statistik (Moran test), dengan demikian dapat

ad i

disimpulkan bahwa tidak ada efek spasial (area) pada model 3 dan model ini bukan merupakan model SAR.

Model 4 yaitu model SAR (hanya melibatkan variabel prediktor dari model 2) adalah sbb:
Spatial autoregressive Model Estimates R-squared Rbar-squared sigma^2 Nobs, Nvars log-likelihood

w ta

*************************************************************** Variable Coefficient Asymptot t-stat z-probability

or dp re ss
-7.289176 16.353228 -1.037523 11.096087 -0.523013 9.455886 3.597035 2.953712 -16.365578 -15.639435 17.372136 0.412420 2 -36.685389

.c
0.000000 0.299492 0.000000 0.600965 0.000000 0.000322 0.003140 0.000000 0.000000 0.000000 0.680031

om

constant variable 1 rho

19.164412 -0.333247 0.083987

3.571524 -1.616462 0.358546

0.000355 0.105994 0.719935

Hasil pengolahan pada Model 4 di atas menunjukkan bahwa spatial correlation coefficient (rho) sebesar 0,083987 tidak signifikan secara statistik (Moran test), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada efek spasial (area) pada model 4 dan model ini bukan merupakan model SAR.

5. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa

variabel prediktor menunjukkan banyak kelemahan, diantaranya adalah meskipun model signifikan secara statistik dan memiliki nilai koefisien determinasi yang cukup besar yaitu 98,5%, akan tetapi model ditengarai memiliki multikolinieritas dan ada beberapa variabel prediktor yang tidak signifikan.

2. Pemodelan regresi linier terbaik dengan menggunakan Backward Elimination Procedure (eliminasi variabel prediktor yang tidak signifikan secara bertahap) menunjukkan hasil yang cukup berbeda dengan model 1, yaitu meskipun model signifikan secara statistik dan bebas dari pelanggaran asumsi akan tetapi model ini memiliki nilai koefisien determinasi yang kecil yaitu 21,8% 3. Baik model SAR dengan memasukkan semua variabel ataupun hanya memasukkan

model

kemiskinan

lk

variabel prediktor yang signifikan, menghasilkan kesimpulan yang sama yaitu bahwa di Provinsi Lampung bukan merupakan model Spatial

ad i

Daftar Pustaka

Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Arbia G. 2005. Spatial Econometrics:Statistical Foundation and Application to Regional Convergence. Berlin: Springer. Arisanti, Restu. (2011), Model Regresi Spasial Untuk Deteksi Faktor-faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Berita Resmi Statistik. Lampung: Badan Pusat Statistik.

w ta

Autoregressive yang artinya tidak ada pengaruh spasial terhadap kemiskinan di Provinsi Lampung

s.

or dp re ss
10

.c

1. Pemodelan dengan menggunakan regresi linier berganda dengan memasukkan semua

om

Fotheringham AS., Brunsdon C., Charlton M. 2000. Quantitative geography: perspectives on spatial data analysis. England: Jhon Willey & Sons Ltd Kelejian HH, Prucha IR. 1999. A generalized moments estimator for the autoregressive parameter in a spatial model. International Economic Review. Vol. 40, 509-533. LeSage, J.P. (1999), The Theory and Practice of Spatial Econometrics, Departement of Economics University of Toledo. Muchlisoh, Siti (2008), Model Regresi Data Panel dengan Korelasi Error Spasial: Studi Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi terhadap Kemiskinan di Indonesia. Tesis. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

ad i

w ta

lk

s.

w
11

or dp re ss

.c

om

Winarno, Dedi. (2009), Pendekatan Ekonometrika Spasial Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sektor Industri di Wilayah Jawa Timur. Skripsi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Você também pode gostar