Você está na página 1de 5

Penelitian Hukum: Kekerasan Dalam Rumah Tangga PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN MELALUI UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA:

Analisa Perbandingan antara Indonesia dan India Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup besar bagi wanita sebagai korban.[1] World Health Organization (WHO) dalam World Report pertamanya mengenai Kekerasan dan Kesehatan di tahun 2002, menemukan bahwa antara 40 hingga 70 persen perempuan yang meninggal karena pembunuhan, umumnya dilakukan oleh mantan atau pasangannya sendiri.[2] Laporan Khusus dari PBB menge nai Kekerasan Terhadap Perempuan telah mendefinisikan KDRT dalam bingkai jender sebagai kekerasan yang dilakukan di dalam lingkup rumah tangga dengan target utam a terhadap perempuan dikarenakan peranannya dalam lingkup tersebut; atau kekeras an yang dimaksudkan untuk memberikan akibat langsung dan negatif pada perempuan dalam lingkup rumah tangga. [3] Signifikansi menggunakan jender sebagai basis analisa dalam permasalahan ini yai tu untuk mendorong terjadinya perubahan paradigma terhadap KDRT dengan obeservas i sebagai berikut, Daripada menanyakan kenapa pihak pria memukul, terdapat tenden si untuk bertanya kenapa pihak perempuan berdiam diri [4] Analisa jender mendoron g kita tidak hanya menanyakan mengapa pria melakukan kekerasan, tetapi juga mena nyakan kenapa kekerasan terhadap perempuan terjadi dan diterima oleh banyak masy arakat. Merestrukturisasi pertanyaan tesebut merupakan hal penting dalam melakuk an pembaharuan hukum, khususnya dari perspektif keadilan dan hak asasi manusia ( HAM). Kunci utama untuk memahami KDRT dari perspektif jender adalah untuk member ikan apresiasi bahwa akar masalah dari kekerasan tersebut terletak pada kekuasaa n hubungan yang tidak seimbang antara pria dan perempuan yang terjadi pada masya rakat yang didominasi oleh pria. Sebagaimana disampaikan oleh Sally E. Merry, Kek erasan adalah suatu tanda dari perjuangan untuk memelihara beberapa fantasi dari identitas dan kekuasaan. Kekerasan muncul, dalam analisa tersebut, sebagai sensi tifitas jender dan jenis kelamin . [5] Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan khususnya terhadap perempuan oleh pasangannya maupun anggota keluarga dekatnya, terkadang juga menjadi permas alahan yang tidak pernah diangkat ke permukaan. Meskipun kesadaran terhadap peng alaman kekerasan terhadap wanita berlangsung setiap saat, fenomena KDRT terhadap perempuan diidentikkan dengan sifat permasalahan ruang privat. Dari perspektif tersebut, kekerasan seperti terlihat sebagai suatu tanggung jawab pribadi dan pe rempuan diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab baik itu untuk memperbaik i situasi yang sebenarnya didikte oleh norma-norma sosial atau mengembangkan met ode yang dapat diterima dari penderitaan yang tak terlihat. Pemahaman dasar terhadap KDRT sebagai isu pribadi telah membatasi luasnya solusi hukum untuk secara aktif mengatasi masalah tersebut. Di sebagian besar masyarak at, KDRT belum diterima sebagai suatu bentuk kejahatan. Bagaimanapun juga, sebag ai suatu hasil advokasi kaum feminis dalam lingkup HAM internasional, tanggung j awab sosial terhadap KDRT secara bertahap telah diakui sebagian besar negara di dunia. Kekerasan dalam rumah tangga seringkali menggunakan paksaan yang kasar untuk men ciptakan hubungan kekuasaan di dalam keluarga, di mana perempuan diajarkan dan d ikondisikan untuk menerima status yang rendah terhadap dirinya sendiri. KDRT sea kan-akan menunjukkan bahwa perempuan lebih baik hidup di bawah belas kasih pria. Hal ini juga membuat pria, dengan harga diri yang rendah, menghancurkan perasaa n perempuan dan martabatnya karena mereka merasa tidak mampu untuk mengatasi seo rang perempuan yang dapat berpikir dan bertindak sebagai manusia yang bebas deng an pemikiran dirinya sendiri. Sebagaimana pemerkosaan, pemukulan terhadap istri

menjadi hal umum dan menjadi suatu keadaan yang serba sulit bagi perempuan di se tiap bangsa, kasta, kelas, agama maupun wilayah. Pada tingkat internasional, kekerasan terhadap perempuan telah dilihat sebagai s uatu bingkai kejahatan terhadap hak dan kebebasan dasar perempuan serta perusaka n dan pencabutan kebebasan mereka terhadap hak-hak yang melekat pada dirinya. Ha l ini menjadi sebuah tantangan dalam pencapaian persamaan hak, pengembangan dan kedamaian yang diakui dalam Nairobi Forward-looking Strategis for the Advancemen t of Women[6], yang merekomendasikan satu perangkat tindakan untuk memerangi kek erasan terhadap perempuan. Rekomendasi tersebut dibebankan kepada Pemerintah seb agai kewajiban hukum dan moral untuk menghilangkan KDRT melalui kombinasi berbag ai langkah serius. KDRT merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di selu ruh negara dunia. Dalam hal ini, masyarakat internasional telah menciptakan stan dar hukum yang efektif dan khusus memberikan perhatian terhadap KDRT. Tindakan u ntuk memukul perempuan, misalnya, telah dimasukan di dalam konvensi HAM internas ional maupun regional yang mempunyai sifat hukum mengikat terhadap negara yang t elah meratifikasinya. Dokumen HAM Internasional tersebut meliputi, Universal Dec laration of Human Rights ( UDHR ), the International Covenant on Civil and Political Rights ( ICCPR ), dan the International Covenant on Economic, Social and Cultural R ights ( ICESCR ) yang menjadi standar umum mengenai Hak Asasi Manusia, di mana para korban dari KDRT dapat menggugat negaranya masing-masing. [7] Berbagai pertistiwa kekerasan dalam rumah tangga telah menunjukkan bahwa negara telah gagal untuk memberi perhatian terhadap keluhan para korban. Maka negara da pat dikenakan sanksi jika negara tersebut merupakan anggota dari instrumen inter nasional sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hal yang sama dapat pula dilak ukan di bawah Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Again st Women ( CEDAW ) beserta dengan Protokolnya, dan juga melalui Convention Against T orture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment ( CAT ). Demik ian juga, instrumen regional dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan ya ng menjadi korban. The European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freed oms ( ECHR ), the American Convention on Human Rights ( ACHR ), bersama dengan the Inter -American Convention on the Prevention, Punishment and Eradication of Violence A gainst Women ( Inter-American Convention on Violence Against Women ), dan the Africa n Charter on Human and Peoples' Rights ( African Charter ) merupakan dokumen utama H AM regional yang dapat dijadikan landasan bagi korban KDRT. Pengaruh negatif dari KDRT pun beraneka ragam dan bukan hanya bersifat hubungan keluarga, tetapi juga terhadap anggota dalam keluarga yang ada di dalamnya. Dala m hal luka serius fisik dan psikologis yang langsung diderita oleh korban peremp uan, keberlangsungan dan sifat endemis dari KDRT akhirnya membatasi kesempatan p erempuan untuk memperoleh persamaan hak bidang hukum, sosial, politik dan ekonom i di tengah-tengah masyarakat. Terlepas dari viktimisasi perempuan, KDRT juga me ngakibatkan retaknya hubungan keluarga dan anak-anak yang kemudian dapat menjadi sumber masalah sosial. Kekerasan di antara mereka yang mempunyai hubungan dekat sebagaimana telah dides kripsikan di atas merupakan salah satu masalah utama di Indonesia, sebagaimana j uga di seluruh dunia termasuk India. Satu pendekatan umum untuk mengatasi permas alahan ini haruslah dilihat dari peranan hukum. Dengan demikian, advokasi peremp uan baik di Indonesia maupun di India haruslah dengan melakukan perbaikan legsla si dan kebijakan yang mengkriminalisasi tindak-tindakan kekerasan dalam rumah ta ngga. Penelitian ini memeberikan fokus pada isu perlindungan terhadap perempuan melalu i UU KDRT di negara berkembang, yaitu Indonesia dan India. Deskripsi dan analisa

perbandingan dihadirkan untuk memberikan solusi hukum terhadap permasalahan ter sebut. Penelitian ini menemukan bahwa masyarakat di suatu negara memberikan peng aruh yang sangat besar dalam pembuatan proses UU KDRT, di mana antara India dan Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda untuk mendefinisikan apa itu KDRT . Sebagai contoh, India menamakan UU-nya sebagai the Protection of Women from Do mestic Violence Act, 2005, sementara Indonesia menyebutkannya dengan the Elimina tion of Violence in Household Act, 2004. Lebih lanjut, India mengenal dowry dan sati sebagai KDRT yang bersifat spesifik, sem entara Indonesia tidak mengenai kedua hal tersebut. Namun demikian, Indonesia me mberikan definisi yang sangat luas untuk mengatasi segala bentuk tindakan KDRT. Akhirnya, penelitian ini mencoba untuk memberikan beberapa masukan dalam rangka mengatasi salah satu kekerasan yang sangat signifikan ini. Agar memudahkan untuk memahami penelitian ini secara mudah, maka makalah telah d isajikan dengan membuat beberapa bagian secara terpisah. PROTECTION OF WOMEN WITH SPECIAL EMPHASIS ON DOMESTIC VIOLENCE ACT: A Comparativ e Analysis between India and Indonesia ACKNOWLEDGEMENT CONTENTS ABSTRACT CHAPTER I: INTRODUCTION 1.1. Background to Research Paper 1.2. Statement of Problem 1.3. Objectives 1.4. Methodology 1.5. Conceptual Definitions 1.5.1 Domesticity 1.5.2. Understanding Domestic Violence 1.5.3. Defining Domestic Violence 1.6. Structure of Research Paper CHAPTER II: WOMEN UNDER INTERNATIONAL LAW 2.1. Overview 2.2. Universal Declaration on Human Rights, 1948 2.2.1. Civil and Political Rights 2.2.2. Economic and Social Rights 2.2.3. Legal Effect of the Declaration 2.2.4. India-Indonesia and Universal Declaration on Human Rights 2.3. Convention on the Political Rights of Women, 1953 2.4. Convention on the Nationality of Married Women, 1957 2.5. Declaration on Elimination of Discrimination Against Women, 1967 2.6. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, 1979 2.7. Declaration on the Elimination of Violence Against Women, 1993 2.8. Optional Protocol to the Convention on the Elimination of Discrimination Against Women, 1999 2.9. Commission on the Status of Women 2.9.1. Vienna Conference 2.9.2. Beijing Conference CHAPTER III: THE PROTECTION OF WOMEN FROM DOMESTIC VIOLENCE IN INDIA 3.1. Overview 3.2. Highlights of the Act 3.3. Meaning of Important Expression used under the Act 3.4. Duties and Functions of Protection Officers

3.4.1. Service Providers 3.4.2. Duties of Government 3.5. Procedure for Obtaining Orders of Relief 3.5.1 Protection Orders 3.5.2. Monetary Reliefs 3.6. Jurisdiction 3.7. Miscellaneous CHAPTER IV: THE ELIMINATION OF VIOLENCE IN HOUSEHOLD IN INDONESIA 4.1. Overview 4.2. Highlights of the Act 4.3. Meaning of Important Expression used under the Act 4.4. The Obligation of Government and Public 4.4.1. Duties and Functions of Protection Officers 4.4.2. Victim of Violence 4.5. The Application and the Court 4.5.1. Perpetrator 4.5.2. Recovery of Victim 4.6. Criminal Stipulation 4.6.1. Additional Sentence 4.6.2. Other Stipulations CHAPTER IV: CONCLUSION AND SUGGESTION 5.1. Conclusion 5.2. Suggestion BIBLIOGRAPHY Bagi para pembaca setia yang ingin memperoleh tulisan secara lengkap dapat mengh ubungi penulis dengan meninggalkan pesan pada kolom tanggapan yang telah disedia kan atau mengirimkan email secara langsung kepada penulis. Perempuan bukan diciptakan dari tulang ubun-ubun, karena berbahaya jika membiarkannya dalam sanjung puja Bukan pula diciptakan dari tulang kaki , karena nista, diinjak dan diperbudak Melainkan Perempuan diciptakan dari tulang rusuk kiri, dekat di hati untuk dicintai, dekat dg tangan untuk dilindungi.. selama-lamanya...... Salam Hangat, Pan Mohamad Faiz ~ New Delhi Catatan Akhir [1] Kumaralingam Amirthalingam, Women s Rights, International Norms, and Domestic Violence: Asian Perspectives, Human Rights Quarterly 27 (2005), hal. 684. [2] World Health Organization, World Report on Violence and Health 93 (2002), da pat diakses melalui www.who.int/violence_injury_prevention/violence/world_report /en/. [3] Report of the Special Rapporteur on Violence Against Women, Its Causes and C onsequences, Ms. Radhika Coomaraswamy, disampaikan kepada Commission on Human Ri ghts Resolution 1995/85, a Framework for Model Legislation on Domestic Violence, U.N. ESCOR, Comm n on Hum. Rts., 52d Sess., Agenda Item 9(a), addendum, 28, U.N. Doc. E/CN.4/1996/53/Add. 2 (1996).

[4] Helen M. Eigenberg, ed., Societal Change and Change in Family Violence from 1 975 to 1985: As Revealed by Two National Surveys , dalam Woman Battering in the Un ited States: Till Death Do Us Part, 2001, hal. 131. [5] Sally E. Merry, Rights Talk and the Experience of Law: Implementing Women s Hu man Rights to Protection from Violence, 25 HUM. RTS. Q. 343, 350, 2003. [6] Lihat Laporan dari the World Conference to Review and Appraise the Achieveme nts of the United Nations Decade for Women: Equality, Development and Peace, U.N . Doc. A/CONF. 116/Rev.1, U.N. Sales No. E.85.IV.10 (1986). [7] Yuhong Zhao, Domestic Violence in China: In Search of Legal and Social Respo nses, 18 UCLA PAC. BASIN L.J. 211. 2001, hal. 223. Labels: HAM, KDRT, Perbandingan Hukum, Wanita dan Hukum

Você também pode gostar