Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
1
1
]
1
,
_
X x
Y y
log
Y
y
) y ( I
j
j j
(3.1)
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas, digunakan model
persamaan regresi linear berganda (Syafrizal, 2008 : 112), yang selanjutnya model ini
dimodifikasi menjadi ( )
LQ P Y I
y
(3.2)
Analisis kualitatif digunakan untuk menjabarkan variabel-variabel yang dihitung
dengan menggunakan rasio-rasio atau perbandingan-perbandingan atau menjelaskan secara
kualitatif terhadap data yang telah disusun dalam tabel.
IV. HASIL PENELITIAN
4.1. Pertumbuhan dan PDRB per Kapita
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang diukur
dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan
(ADHK) tahun 2000 selama periode 1997 2006 menunjukkan kecenderungan yang
menurun. Pertumbuhan terendah dicapai pada tahun 2002 yaitu -0,30 persen dari tahun
2001. Padahal pada periode 1997 2001, pertumbuhan ekonomi NAD berkisar antara 19
hingga 50 persen per tahun. Ini patut diduga bahwa rendahnya pertumbuhan riil selama 5
tahun terakhir disebabkan oleh tingginya inflasi di NAD.
Sektor industri yang selama ini dianggap sebagai sektor yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi, selama periode 2002-2006 hanya mampu memberikan kintribusi
6
berkisar 5 hingga 10 persen. Bahkan kontribusi dari sektor ini menunjukkan kecenderungan
yang menurun. Dari keempat sektor tersebut hanya sektor jasa yang menujukkan
kecenderungan kontribusi yang meningkat, sementara tiga sektor lainnya menunjukkan
kecenderungan yang negatif atau menurun. Sedangkan lima sektor yang tidak ditunjukkan
dalam Gambar 4.2 hanya memberikan kontribusi terhadap PDRB NAD di bawah 9 persen
saja.
PDRB per kapita NAD ADHK 2000 selama periode 2000 2006 berkisar 3,67
juta rupiah hingga 6,92 juta rupiah, dengan kecenderungan yang meningkat. Juga sama
halnya dengan Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Timur juga menunjukkan
kecenderungan yang meningkat. Hanya Kabupaten Aceh Utara yang menunjukkan
kecenderunga menurun walaupun nilainya masih lebih tinggi daripada PDRB per kapita
Kabupaten Aceh Timur. Akan tetapi, PDRB per kapita Kota Banda Aceh lebih tinggi
daripada Provinsi NAD. Kondisi menunjukkan bahwa dari segi pendapatan per kapita telah
adanya ketimpangan pendapatan antar daerah di Provinsi NAD.
4.2. Rasio Ketidakseimbangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita Kota Banda Aceh
memimilik rasio berkisar 1,11 hingga 1,51 dibandingkan PDRB per kapita Provinsi NAD
selam periode 2000 2006. Ini menggambarkan bahwa PDRB per kita Kota Banda Aceh
setara dengan 1,5 kali PDRB per kapita Provinsi NAD pada tahun 2000. Juga untuk tahun-
tahun selanjutnya, PDRB per kapita Kota Banda Aceh lebih dari satu kali lipat PDRB per
kapita Provinsi NAD.
Sementara itu, rasio PDRB per kapita Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur
masing-masing hanya berkisar 0,75 hingga 0,95 dan 0,36 hingga 0,81 selama periode tahun
2000 2006. Ini dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2006, PDRB per kapita Kabupaten
Aceh Utara hanya sebesar 75 persen dari besarnya PDRB per kapita NAD dan seterusnya
untuk tahun-tahun lainnya. Demikian juga halnya Kabupaten Aceh Timur, PDRB per
kapitanya pada tahun 2006 hanya setara dengan 78 persen dari besarnya PDRB per kapita
NAD.
Berdasarkan hasil perhitungan secara parsial menunjukkan bahwa rasio
ketimpangan atau disparitas antar ketiga kabupaten kota tersebut cenderung menurun
7
selama kurun waktu 2000 - 2006. Ini ditunjukkan oleh semakin rendahnya rasio PDRB per
kapita antar daerah, di mana kabupaten dengan PDRB per kapita rata-rata terendah (Aceh
Timur) menjadi penimbang. Kondisi ini menunjukkan telah terjadi perubahan yang sangat
signifikan di dalam pembangunan ekonomi daerah selama 6 tahun terakhir, sehingga
disparitas antar daerah dapat dikurangi.
Pada tahun 2000, Kota Banda Aceh memiliki rasio sebesar 3,24 yang berarti
bahwa PDRB per kapita Kota Banda Aceh setara dengan 3,24 kali PDRB per kapita
Kabupaten Aceh Timur. Juga untuk tahun 2001, PDRB per kapita Kota Banda Aceh masih
di atas 3 kali lipat PDRB per kapita Aceh Timur. Sama halnya juga dengan Kabupaten
Aceh Utara. Untuk tahun 2000 dan 2001, PDRB per kapita Kabupaten Aceh Utara di atas 2
kali lipat PDRB per kapita Kabupaten Aceh Timur.
Akan tetapi, setelah berlakunya otonomi daerah, ternyata disparitas antarwilayah
dapat dikurangi yang ditunjukkan oleh rasio PDRB per kapita yang sudah menurun.
Sayangnya, Kabupaten Aceh Utara pada tahun 2005 dan 2006, ternyata memiliki PDRB
per kapita yang lebih rendah dari Kabupaten Aceh Timur yang setara dengan 0,96 kali
PDRB per kapita Kabupaten Aceh Timur. Ini mengindikasikan bahwa tingkat inflasi di
Kabupaten Aceh Utara relatif tinggi. Secara rata-rata, selama periode 2000 2006, rasio
PDRB per kapita Kota Banda Aceh hampir dua kali lipat Kabupaten Aceh Timur yang
berarti tingkat dispariitasnya hampir mencapai dua kali lipat. Sedangkan untuk Kabupaten
Aceh Utara hanya memiliki rasio sebesar 1,22 yang berarti PDRB per kapita nya lebih
tinggi sekitar 22 persen daripada Aceh Timur.
4.3. Indeks Entropi Theil dan Faktor yang Berpengaruh
Selama kurun waktu 1997 2006, Indeks entropi Theil menunjukkan
kecenderungan yang menurun. Dari tahun 1997 ke 1998 terjadi perbedaan penurunan yang
sangat besar. Namun bila diperhatikan dari angka-angka indeksnya menunjukkan fluktuasi
walau dengan tingkat yang relatif rendah. Artinya, distribusi pendapatan di dalam wilayah
tersebut (interregional) menunjukkan tingkat disparitas yang bervariasi dari satu tahun ke
tahun yang lain.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata Indeks Entropi Theil selama kurun waktu
1997 2006 sebesar 3,33, dengan tingkat signifikansi pada alpha 0,001 dan t rasio sebesar
8
8,168 serta standar error sebesar 0,4079. Ini berarti bahwa dari besarnya indeks rata-rata
menunjukkan adanya disparitas yang cukup berarti di dalam Provinsi NAD .
Hasil penelitian juga menunjukkan indeks yang cenderung menurun. Akan tetapi,
bila diabaikan tahun 1997, indeks menunjukkan kecenderungan yang meningkat. dengan
rata-rata Indeks Entropi Theil selama periode tahun 1998 2006 sebesar 2,96 dengan
tingkat signifikansi pada alpha 0,001 dan t rasio sebesar 16,554, yang berarti juga adanya
disparitas yang sangat berarti secara rata-rata selama periode 1998 2006.
Pada tahun 1998 nilai indeks entropi Theil sebesar 2,44 dan pada tahun 2006
menjadi 3,65. Akan tetapi, hanya tahun 2005 dan 2006 plus 1997 yang menunjukkan
indeks entropi Theil yang berada di atas rata-rata indeks. Kondisi ini menggambarkan
bahwa tahun-tahun tersebut daerah-daerah yang berada di dalam wilayah tersebut
menujukkan tingkat ketimpangan yang relatif tinggi. Hasil regresi menunjukkan bahwa
kedua variabel PDRB per kapita dan indeks keunggulan ekonomi daerah (LQ) berpengaruh
secara signifikan terhadap disparitas dengan tingkat signifikansi pada alpha 1 persen.
PDRB per kapita memiliki peran yang positif di dalam meningkatkan besarnya
indeks entropi Theil dengan koefisien sebesar 0,0205. Ini menjelaskan, bila PDRB per
kapita meningkat akan mendorong pada meningkatnya tingkat disparitas antar daerah.
Sedangkan indeks keunggulan ekonomi menunjukkan peran yang negatif di dalam
meningkatkan besarnya indeks entropi Theil dengan koefisien sebesar -0,0283, yang berarti
bila terjadi peningkatan pada indeks keunggulan ekonomi daerah atau meningkatnya daya
saing ekonomi akan menurunkan tingkat disparitas antar daerah.
Kedua variabel PDRB per kapitan indeks keunggulan ekonomi (LQ) ternyata
mampu menjelaskan variabel disparitas secara bersama-sama sebesar 97,32 persen, yang
ditunjukkan oleh koefisien R
2
sebesar 0,9732.
V. KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan
Selama kurun waktu 2000 2006, Kota Banda Aceh merupakan daerah yang memiliki
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita yang lebih tinggi daripada Provinsi
9
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sedangkan Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur
memiliki PDRB yang lebih rendah daripada Provinsi NAD.
Selama kurun waktu 1997 2006, trend disparitas antar daerah (Banda Aceh,
Aceh Utara dan Aceh Timur) menunjukkan kecenderungan yang menurun, Namun periode
1998 2006, trendnya menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Indeks entropi Theil
rata-rata menunjukkan bahwa walaupun ada kecenderungan menurunnya indeks selama
periode 1997 2006, namun disparitas terjadi secara signifikan.
Dua faktor yang menjelaskan secara siginifikan berpengaruh terhadap tingkat
disparitas yaitu PDRB per kapita dan indeks keunggulan ekonomi daerah, di mana untuk
kasus penelitian ini PDRB per kapita berpengaruh positif. Indeks keunggulan daerah
berpengaruh negatif, yang berarti PDRB per kapita memberikan kontribusi pada
peningkatan disparitas, sedangkan indeks keunggulan daerah memberikan kontribusi pada
menurunnya disparitas.
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut :
1. Perlunya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (penduduk) di daerah
yang masih tertinggal dalam upaya untuk menggali potensi sektor-sektor
ekonomi yang potensial. Dengan demikian, indeks keunggulan ekonomi
daerah akan dapat ditingkat melalui peningkatan indeks sektor-sektor
ekonomi untuk menjadi sektor basis.
2. Pertumbuhan penduduk perlu diimbangkan dengan pertumbuhan ekonomi
daerah, sedapat mungkin pertumbuhan ekonomi lebih tinggi daripada
pertumbuhan penduduk. Dengan demikian pertumbuhahan PDRB per kapita
akan lebih tinggi, sehingga disparitas dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R, 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Ahmad, D, 2003. Mon Mata, Ketimpangan Pendapatan Antar-Daerah dalam Proses
pertumbuhan Nasional Menghadapi Nuansa Globalisasi (Sebuah Studi Kasus di
Indonesia), Volume 5, Nomor 1, Juni 2003, hal. 1-16.
10
Ambardi, U.M dan Socia Prohawantoro (eds), 2002. Pengembangan Ekonomi Wilayah
dan Otonomi Daerah : Kajian Konsep dan Pengembangan, Pusat Pengkajian
Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Jakarta.
Effendi, R, Mon Mata, Analisis Ketidakseimbangan Pendapatan Antar-wilayah di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Vol. 5, Nomor 1, Juni 2003, hal. 33-43.
Ghalib, R, 2005. Ekonomi Regional, Pustaka Ramadhan, Bandung.
Gunarto, T, 2004. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar-
region di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Volume 3, Nomor 1, April 2005,
hal. 113-125.
Isard, W, 1975. Introduction to Regional science, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs,
N.J.
Kuncoro, M, 2002. Analisis Spasial dan Regional : Studi Aglomerasi dan Kluster Industri
Indonesia, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
_______, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan,
Strategi dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta..
_______, 2007. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030?,
Penerbit Andi, Yogyakarta
Masyuri dan Syarif Hidayat, 2001. Menyingkap Akar Persoalan Ketimpangan Ekonomi
di Daerah : Sebuah Kajian Ekonomi Politik, M2 Print Offset Printing, Jakarta.
Nugroho, I dan Rochmin Dahuri, 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi,
Sosial dan Lingkungan, LP3ES, Jakarta.
Richarson, H.W, 1979. Regional Economics, University of Illinois Press, Urbana.
Sugiharto, 2006. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah, USU Press, Medan.
Sukirno, S, 2006. Ekonomi Pembangunan, Edisi Kedua, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Syafrizal, 2008. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi, Praninta Offset, Padang.
11