Você está na página 1de 5

CANDI BOROBUDUR

Sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan +/55.000 m3 batu. Tinggi bangunan ini sampai kepuncak adalah 42m, dengan lebar dasar 123 m. Tegak dan kokoh menjulang keangkasa dan merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan pastinya candi ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya bukti-bukti tertulis menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur dilakukan dengan memperhatikan dasar corak bangunan candi dan ukir-ukirannya yang menunjukkan corak Jawa tengah abad 8 masehi. Sejak dibangun pada abad ke 8, sejarah borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, borobudur menjadi pusat penelitian dan pemngembangan agama budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama budha. Seluruh rangkaian relief borobudur berisi ajaran-ajaran agama budha. Pada jaman itu bangunan borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci. Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya agama budha, borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah dinasti Cailendra (Caila=gunung, Indra=raja) lenyap, borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad borobudur tertutup kegelapan. Tidak ada tulisan ataupun berita tentang borobudur. Seiring dengan berpindahnya pusat kerajaan jawa ke Jawa Timur, praktis borobudur menjadi tak terurus lagi. Bekas abu letusan gunung berapi yang menyelimuti borobudur menjadi media tumbuh bagi rumput dan semak belukar. Pohon-pohon kecil mulai bertumbuhan menjadikan borobudur beralih rupa menjadi gundukan batu yang tertutup semak belukar dan nampak angker sehingga membuat orang takut untuk mendekat. Pada awal abad ke 18, Gubernur Jendral Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles, menerima laporan tentang keberadaan candi besar yang tertutp oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H.C. Cornelius untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah borobudur. Semak belukar dibersihkan, sehinga nampaklahsebuah candi dengan patung-patung budha yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya patah dan lengannya buntung. Sayang pemerintahan Inggirs tidak berlangsung lama. Penelitian dan usaha memperbaiki borobudur menjadi terbengkalai lagi. Namun sejak itu borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh raffles itu, banyak orang mengunjungi borobudur. Pemerintah Belanda yang mulai berkuasa lagi, mulai tertarik. Sayangnya tidak semua orang bermaksud baik. Patung dan bagian-bagian candi yang indah banyak diambil orang atau pejabat pemerintah. Salah satu contoh adalah pada tahun 1896, pemerintah Hindia Belanda, melalui Residen Kedu, mengambil delapan gerobak penuh patung dan bagian borobudur yang indah untuk dihadiahkan kepada Raja Siam. Raja Chulalangkon memang mengunjungi Borobudur dan sangat tertarik akan patung-patung budha dari candi tersebut. Maka diangkutlah hadiah dari Belanda itu ke negaranya. Sampai sekarang benda berharga dari borobudur itu tersimpan di Museum Bangkok, Thailand..

Pada tahun 1907 sampai 1911 borobudur direstorasi besar-besaran. Pimpinan restorasi adalah Ir. Th. Van Erp, seorang insinyur belanda yang berbakat dan memiliki perhatian besar akan nasib borobudur. Biaya yang sangat besar telah tersedia, borobudur yang hampir runtuh dibongkar satu persatu. Kemudian batubatu yang tercecer dikumpulkan. Rangkaian-rangkaian yang terpisah dicari dan disatukan. Percobaan menyusun rangkaian yang sama itu sangat sukar dan lama. Perlu ketelitian dan kesabaran untuk melakukannya dan tidak boleh terjadi kesalahan dalam proses tersebut agar bisa diperoleh bentuk candi seperti semula saat dibangun. Hasil kerja Van Erp akhirnya memuaskan, meskipun banyak bagian yang sudah hilang, namun borobudur tampak luar biasa. Sayangnya proses alam tak bisa dicegah. Hujan dan kotoran selalu menimpa borobudur, menjadikan lumut tumbuh subur dan beberapa bagian candi mulai miring, renggang dan amblas. Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 1973 pemerintah Indonesia, dengan dibantu dana dan tenaga-tenaga ahli dari berbagai penjuru dunia melakukan proses pemugaran besar-besaran terhadap candi borobudur. Pemugaran tersebut berlangsung hampir sempurna, dan hasilnya bisa dinikmati hingga sekarang. (dirangkum dari buku Candi Borobudur oleh Aiaz Rajasa, yang banyak dijual saat mengunjungi lokasi candi) ................................................. Arsitektur candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi.

Suatu hal yang unik, bahwa candi ini ternyata memiliki arsitektur dengan format menarik atau terstruktur secara matematika. setiap bagain kaki, badan dan kepala candi selalu memiliki perbandingan 4:6:9. Penempatan-penempatan stupanya juga memiliki makna tersendiri, ditambah lagi adanya bagian relief yang diperkirakan berkatian dengan astronomi menjadikan borobudur memang merupakan bukti sejarah yang menarik untuk di amati. Salah satu hasil pengkajian mengenai hal ini bisa dibaca pada situs "In Pursuit of Sacred Science: Architectural Survey of the Rectangular Terrace Levels" oleh Mark Long.

TAMAN SARI
Pesanggrahan Taman Sari yang kemudian lebih dikenal dengan nama Istana Taman Sari yang terletak di sebelah barat Keraton Yogyakarta dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana I dan diselesaikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana II. Meskipun demikian, lokasi Pesanggrahan Taman Sari sebagai suatu tempat pemandian sudah dikenal jauh sebelumnya. Pada masa pemerintahan Panembahan Senapati lokasi Taman Sari yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama Umbul (mata air) Pacethokan. Umbul ini dulu terkenal dengan debit airnya yang besar dan jernih. Pacethokan ini menjadi salah satu pertimbangan penting bagi penentuan letak calon Keraton Yogyakarta. Pesanggrahan Taman Sari dibangun setelah Perjanjian Giyanti (1755), yakni setelah Sultan Hamengku Buwana sekian lama terlibat dalam persengketaan dan peperangan. Bangunan tersebut dimaksudkan sebagai bangunan yang dapat dipergunakan untuk meneteramkan hati, istirahat, dan berekreasi. Meskipun demikian, Taman Sari ini juga dipersiapkan sebagai sarana/benteng untuk menghadapi situasi bahaya. Di samping itu, bangunan ini juga digunakan untuk sarana ibadah. Oleh karenanya Peanggrahan Taman Sari juga dilengkapi dengan mushola, tepatnya di bangunan Sumur Gumuling. Nama Taman Sari terdiri atas dua kata, yakni taman 'kebun yang ditanami bungabungaan' dan sari 'indah, bunga'. Dengan demikian, nama Taman Sari dimaksudkan sebagai nama suatu kompleks taman yang benar-benar indah atau asri. Dua Versi Cerita Tentang Pembangunan Pesanggrahan Taman Sari a. Versi Pertama

Pada versi pertama diceritakan bahwa di Mancingan (suatu daerah di pantai selatan Yogyakarta) terdapat orang aneh yang tidak diketahui asal-usulnya. Masyarakat di daerah tersebut banyak yang menduga bahwa orang tersebut termasuk sebangsa jin atau penghuni hutan. Masyarakat beranggapan demikian karena orang tersebut menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang setempat. Orang aneh tersebut kemudian dihadapkan kepada Sultan Hamengku Buwana II yang saat itu masih memerintah. Rupanya Sultan Hamengku Buwana II berkenan mengambil orang tersebut sebagai abdi. Setelah beberapa lama orang itu pun dapat berbahasa Jawa. Berdasarkan keterangannya ia mengaku sebagai orang Portugis yang dalam dialek Jawa sering disebut Portegis. Orang Portegis itu kemudian dijadikan sebagai abdi yang mengepalai pembuatan bangunan (semacam arsitek). Sultan Hamengku Buwana II pun memerintahkan orang tersebut agar membuat benteng. Rupanya Sultan Hamengku

Buwana II amat berkenan atas hasil kerjanya. Orang tersebut kemudian diberi kedudukan sebagai demang, maka orang itu pun terkenal dengan nama Demang Portegis atau Demang Tegis. Demang Tegis inilah yang konon diperintahkan untuk membangun Pesanggrahan Taman Sari. Oleh karena itu pula bangunan Pesanggrahan Taman Sari menunjukkan unsur seni bangunan yang berasal dari Eropa (Portugis). b. Versi Kedua Menurut versi kedua diceritakan bahwa pada suatu ketika bupati Madiun yang waktu itu bernama raden Rangga Prawirasentika, yang telah banyak berjasa kepada Sultan Hamengku Buwana I memohon kepada beliau supaya dibebaskan dari kewajiban membayar pajak daerah yang selama ini dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun. Bupati Madiun hanya menyanggupi bila ada permintaan-permintaan khusus Sultan Hemngku Buwana I untuk kelengkapan hiasan dan kemegahan keraton. Sultan Hamengku Buwana I pun mengabulkan permohonan itu. Oleh Sultan Hamengku Buwana I Bupati Madiun diperintah untuk membuat gamelan Sekaten sebagai pelengkap dari gamelan Sekaten yang berasal dari Surakarta. Semula gamelan tersebut berjumlah satu pasang, tetapi oleh karena palihan nagari (1755) gamelan itu dibagi dua. Satu untuk Kasultanan Yogyakarta dan satu lagi untuk Kasunanan Surakarta. Di samping itu, Sultan Hamengku Buwana I juga memerintahkan kepada Bupati Madiun untuk dibuatkan jempana 'tandu' sebagai kendaraan mempelai putri Sultan Hamengku Buwana I. Pada tahun 1684 Raden Rangga Prawirasentika diperintahkan untuk membuat batu bata dan kelengakapannya sebagai persiapan untuk membangun pertamanan yang indahsebagai sarana untuk menenteramkan hati Sultan Hamengku Buwana I. Sultan menghendaki hal demikian karena baru saja menyelesaikan tugas berat (perang) yang berlangsung cukup lama. Keluarnya perintah Sultan Hamengku Buwana ditandai dengan sengkalan memet yang berbunyi Catur Naga Rasa Tunggal (1684).

Untuk pembuatan pertamanan/pesanggrahan itu atas perkenan Sultan Hemngku Buwana I dikepalai oleh Raden tumenggung Mangundipura dan dipimpin oleh K.P.H. Natakusuma, yang kemudian hari menjadi K.G.P.A.A. Paku Alam I (putra Sri Sultan dengan isteri selir yang bernama Bendara Raden Ayu Srenggara). Pembuatan tempat peraduan dan bangunan urung-urung 'gorong-gorong' yang menuju keraton yang sering juga disebut Gua Siluman dilakukan pada tahun 1687 dan ditandai dengan candra sengkala Pujining Brahmana Ngobahake Pajungutan (1687). Sedangkan pembangunan pintu-pintu gerbang dan tembok selesai pada tahun 1691. Selesainya pembuatan bangungan Pesanggrahan Taman Sari diberi tanda sengkalan memet yang berupa relief pepohonan yang berbunga dan sedang dihisap madunya oleh burungburung. Sengkalan memet tersebut berbunyi Lajering Kembang Sinesep Peksi (1691). Dalam versi kedua ini diceritakan bahwa Raden Rangga Prawirasentika tidak dapat menyelesaikan pembuatan bangunan Pesanggrahan taman Sari. Beliau menyatakan bahwa pembangunan tersebut justru dirasa lebih besar biayanya dibandingkan dengan penyampaian pajak setahun dua kali yang selama ini dilakukannya. Oleh karenaya belilau mohon berhenti pada Sultan dan diperkenankan. Sultan kemudian memerintahkan K.P.H. Natakusuma untuk menyelsaikan bangunan itu atas biaya yang ditanggung Sultan sendiri. Pembangunan Pesanggrahan Taman Sari ini kono banyak melibatkan tenaga kerja tidak saja yang berasal dari sekitar Yogyakarta, tetapi juga dari Madiun, Kedu, Jipang,

dan sebagainya.

Bangunan Taman Sari memiliki 36 buah bagian bangunan penting dengan berbagai nama dan fungsinya.

Você também pode gostar