Você está na página 1de 5

Apakah agama itu?

Definisi agamamenurut wikipedia bahasa Indonesia bisa di klikdisini yaitu sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Bisa dilihat bahwa definisinya sangat lebar dan tidak spesifik. Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa latin religio Religio pada masa Romawi sekitar abad ke satu SM mulanya digunakan untuk menggambarkan benda-benda atau tempat yang mempunyai ruh, atau praktek tertentu dengan sanksi berat karena kuasa di luar manusia, atau tabu. Lalu kata religio juga digunakan oleh Jerome ketika menerjemahkan Injil ke bahasa latin untuk menerjemahkan threskeia dalam bahasa Yunani yang terdapat di Perjanjian Baru yang maknanya ketaatan religius, praktik ritual, cara pemujaan. Ketika Calvin menulis tentang Christiana religio pada abad ke 17, mulailah istilah religi digunakan sebagai suatu tatanan dan konsep mengenai religi yang paling benar dari bermacam religi-religi. Dalam masa modern abad ke 19 Marsilio Ficino menerjemahkan karya Plato ke dalam bahasa latin De Christiana Religione (Agama Kristen). Sejak itu ungkapan ini menjadi lazim hingga sekarang tetapi dengan perubahan makna yang hebat dan mendalam. Pemahaman itu lalu berkembang untuk melabeli konsep-konsep keimanan di masyarakat lain dengan penambahan ism, misalnya Hiduism untuk tradisi di India, Taoism, Confucianism dan Buddhism di Cina. Masyarakat yang diberi label itu sendiri tidak mengatakan apa yang dikerjakannya sebagai agama karena padanan kata dalam bahasa asli nya tidak ada. Orang Jawa tidak merasa beragama Jawa, tetapi keyakinan itu bersatu dengan adat istiadat sehari-hari dan tidak bisa dipisahkan menjadi suatu entitas tersendiri bernama agama. Sama halnya dengan bangsa Mesir kuno, Inca, atau Banten. Bahasa Ibrani klasik tidak mempunyai kata yang berarti religi. Perjanjian lama bersih dari konsep dan istilah ini. Dalam Perjanjian Baru kata yang sering muncul adalah pistis, iman. Dalam islam ada kata yang hampir sepadan dengan kata religi yaitu diin. Bentuk jamak diin adalah adyan, tetapi kata ini tidak ada dalam Al Quran. Dalam Al Quran kata Allah muncul 2697 kali sedang kata Islam muncul 8 kali. Islam adalah kata benda verbal dari akar kata aslama yang

artinya menyerah, memasrahkan diri, memberikan diri. Kafara merupakan asal dari kata kafir yang berarti menolak atau menampik. Dari rangkaian pengetahuan diatas yang saya baca dari buku Wilfred C Smith - The Meaning and End of Religion membuat saya mempertanyakan kembali pertanyaan diatas. Apakah agama itu? Apakah dia ada? Kalau istilah agama dengan makna yang sekarang kita fahami diciptakan pada abad ke 19 oleh Ficino, masih pentingkah istilah itu? Kita sudah biasa melabeli sifat rekan kita diam-diam. Kita melabeli mereka sebagai sombong, saleh, lurus, pembohong, sesat, murah hati. Label ini lebih murni dan jujur untuk menggambarkan sebagian iman dari rekan yang kita kenal. Adalah mustahil untuk mengetahui iman seseorang dengan gamblang. Muslim satu dengan yang lainnya bisa berbeda keimanannya juga tingkah lakunya . Keimanan adalah sangat personal sekaligus juga komunal. Tetapi seharusnya tidak ada garis merah perbatasan yang membedakan keimanan seseorang seperti yang sekarang dilakukan oleh agama. Jika istilah agama itu tidak ada, apa konsekwensinya? Jika seseorang meyakini Allah, membaca Al Quran, meyakini Rasul Muhammad sebagai pembawa pesan Allah, dia tidak perlu berkata kepada dunia bahwa dia beragama islam, dan secara otomatis dia akan dikenal sebagai muslim. Masih perlukah pengkotak-kotakan manusia atas nama agama yang bahkan tidak ada dalam kitab suci yang kita baca? Pada hari ini telah Aku sempurnakan diin mu untuk mu dan telah Aku cukupkan nikmat Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai diin mu (sebagian dari AQ5:3)

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :

Karena agama merupakan sumber moral Karena agama merupakan petunjuk kebenaran Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka. Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78 Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya. Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan. Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran. Fungsi Agama Kepada Manusia Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah: - Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT -Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini. - Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia. Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama. Memainkan fungsi kawanan sosial. Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial Fungsi Sosial Agama

Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat. Fungsi Integratif Agama Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompokkelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama. Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain Tujuan Agama Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama

Beberapa tujuan agama yaitu : Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit). Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat. Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah. Menyempurnakan akhlak manusia. Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin) dalam kehidupan kemanusiaan. Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan. Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan. Namun, perlu dicatat, dalam proyek kerja sama ini tentunya para politisi jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi agama.

Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya. Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati. Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran bendera, bukan di relung hati Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya. Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama! Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas. Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama. Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan. Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.

Você também pode gostar