Você está na página 1de 29

AUTISME

AUTISME A. PENGERTIAN Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305) Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120) Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305) Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan sadock 2000) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas. B.EPIDEMIOLOGI Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki dari wanita 3-4:1. Penyakit sistemik, infeksi dan neurologi (kejang) dapat menunjukan gejala seperti austik. C.ETIOLOGI Penyebab Autisme diantaranya a.Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara). b.Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil). c.Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti). d.Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan. e.Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsi f.Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak

berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak. Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya. Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh destruktif , marah berlebihan dan akurangnya istirahat. Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual pada orang asing. D.CARA MENGETAHUI AUTISME PADA ANAK Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan: a.Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal. b.Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak. c.Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal. Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya. a.Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri. b.Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya. c.Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

E.MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme : a.Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain sendiri. b.Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh. c.Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak tercenggang dengan objek mekanik. d.Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan . e.Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin. f.Kontak mata minimal atau tidak ada. g.Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain. h.Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional i.Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun. j.Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional. k.Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

Ciri yang khas pada anak yang austik : a.Defisit keteraturan verbal. b.Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik. c.Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan orang lain).

Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah: a.Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal. b.Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal. c.Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak imajinatif. Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun. F.PENGOBATAN Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua harus memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf residen lainnya. Orang tua sadar adanaya scottish sosiety for autistik children dan natinal sosiety for austik children yang dapat membantu dan dapat memmberikan pelayanan pada anak autis. Anak autis memerlukan penanganan multi disiplin yaitu terapi edukasi, terapi perilaku, terapi bicara, terapi okupasi, sensori integasi, auditori integration training (AIT),terapi keluarga dan obat, sehingga memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua , keluarga dan dokter. Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak austik tapi keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. Perilaku destruktif dan agresif dapat diubah dengan menagement perilaku. Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant konditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif). Merupakan metode untuk mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis. Kesabaran diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat. Neuroleptik dapat digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang mengarah pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial. Antagonis opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan menggunakan permainan latihan antar perorangan terstruktur dapt digunakan. Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau melukai diri sendiri dapat diatasi dengan obat klorpromasin atau tioridasin. Keadaan tidak dapat tidur dapat memberikan responsedatif seperti kloralhidrat, konvulsi dikendalikan dengan obat anti konvulsan. Hiperkinesis yang jika menetap dan berat dapat ditanggulangi dengan diit bebas aditif atau pengawet. Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan mendeteksi dini dan tepat waktu serta program terapi yang menyeluruh dan terpadu. Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk: a.Mengurangi masalah perilaku. b.Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa. c.Anak bisa mandiri. d.Anak bisa bersosialisasi. G.PROGNOSIS Anak terutama yang mengalami bicara, dapat tumbuh pada kehidupan marjinal,

dapat berdiri sendiri, sekalipun terisolasi, hidup dalam masyarakat, namun pada beberapa anak penempatan lama pada institusi mrp hasil akhir. Prognosis yang lebih baik adalah tingakt intelegensi lebih tinggi, kemampuan berbicara fungsional, kurangnya gejala dan perilaku aneh. Gejala akan berubah dengan pertumbuhan menjadi tua. kejang-kejang dan kecelakaan diri sendiri semakin terlihat pada perkembangan usia. DAFTAR PUSTAKA

Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta ___,1995, Kesehatan Anak Pedoman Bagi orang Tua, Arcan, Jakarta

ASKEP AUTISME
AUTISME A. PengertianHasil survey yang diambil dari beberapa negara menunjukkan bahwa 2 4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autisme dengan rasio perbandingan 3 : 1 untuk anak laki laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki laki lebih rentan menyandang sindrom autisme dibandingkan anak perempuan (Purwati,2007).Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007).Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006). Anak Autisme mengalami gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensori, dan belajar (Ginanjar, 2001). Gangguan perkembangan organik dan bersifat berat yang dialami oleh anak autis menyebabkan anak mengalami kelainan dalam aspek sosial, bahasa (komunikasi) dan kecerdasan (sekitar 75 80 % retardasi mental) sehingga anak sangat membutuhkan perhatian, bantuan dan layanan pendidikan yang bersifat khusus (Hadis,2006).B. Etiologi AutisAutisme dapat disebabkan

oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu:1. Faktor GenetikFaktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.3. Faktor Kelahiran dan PersalinanProses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan.Seperti gangguan perkembangan lainnya, autisme dipandang sebagai gangguan yang memiliki banyak sebab, sekaligus penyebabnya tidak sama dari satu kasus ke kasus lainnya. Padahal, penyebab-penyebab itu tidak berdiri sendiri, dengan kata lain sangat sulit menentukan penyebab tunggal dari gangguan autisme. Bahkan hingga kini belum bisa ditegakkan penyebab pasti autisme. (Kurniasih, 2002).Banyak pakar telah sepakat bahwa pada otak anak di jumpai suatu kelainan pada otaknya. Ada 3 lokasi di otak yang ternyata mengalami kelainan neuro-anatomis. Dari penelitian yang dilakukan oleh pakar dari banyak negara diketemukan beberapa fakta yaitu adanya kelainan anatomis pada lobus parietalis, cerebellum dan sistem limbik. 43% penyandang autisme mempunyai kelainan pada lobus parietalis otaknya, yang menyebabkan anak cuek terhadap lingkungannya. Kelainan juga ditemukan pada otak kecil (cerebellum), terutama pada lobus VI dan VII. Otak kecil bertanggungjawab atas proses sensoris, daya ingat, berfikir, belajar berbahasa dan proses atensi (perhatian) (Purwati,2007). Pada penelitian terhadap otopsi, ditemukan bahwa sel sel di dalam cerebellum, yang disebut sel purkinye, sangat sedikit jumlahnya, sedangkan sel sel ini mempunyai kandungan serotonin (neurotransmitter yang bertanggung jawab untuk hubungan di antara sel sel otak) yang tinggi (Maulana,2007). Pada 30% penyandang autisme serotonin kadarnya tinggi dalam darah dan dopamin diduga kadarnya rendah dalam darah. Selain itu, pada anak autis juga mengalami penurunan kadar endorphin yang dibutuhkan dalam pengaturan aktifitas otak (Masra,2005). Dengan kata lain ketidakseimbangan antara neurotransmitter di dalam otak akan menyebabkan kacaunya lalu lalang impuls di dalam otak (Maulana,2007).Ditemukan pula kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus dan amygdala. Akibatnya terjadi gangguan fungsi kontrol terhadap agresi dan emosi. Anak kurang dapat mengendalikan emosinya, seringkali terlalu agresif atau sangat pasif. Amygdala juga bertanggungjawab terhadap berbagai rangsang sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, perasa, dan rasa takut. Hippocampus bertanggungjawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Terjadilah kesulitan penyampaian informasi baru (Purwati,2007).C. Tanda dan Gejala Awal AutisGejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak, tanda dan gejala itu sudah ada

sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya bisa melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai 1 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya bahasa atau sangat kurangnya tatap mata. Menurut Judarwanto (2006), berikut adalah tanda-tanda awal mengenali gejala autis:1. Gambaran yang paling umum terjadi, biasanya merupakan bayi yang sangat manis dan baik, namun sangat pasif dan sangat pendiam seperti tidak mempunyai bayi di rumah.2. Sebagian kecil justru sebaliknya, menjerit sepanjang waktu tanpa berhenti, tanpa dapat ditenangkan / dibujuk, orang tua tidak tahu apa sebabnya3. Tidak menunjuk saat usia 1 tahun , tidak mengoceh4. Usia 16 bulan, belum keluar satu katapun5. Usia 2 tahun belum bisa merangkai 2 kata6. Hilangnya kemampuan berbahasa7. Tidak bisa main pura-pura (Pretend Play)8. Kurang tertarik untuk berteman9. Sangat sulit untuk memusatkan perhatian10. Tidak ada respon bila dipanggil namanya11. Kontak mata sangat minim / tidak ada gerakan tubuh yang repetitiveD. Jenis AutismeBerdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi autisme menjadi dua yaitu:1. Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia bayi 6 bulan.2. Autisme RegresifDitandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus, lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya. (Kurniasih, 2002).Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati, 2007) mengelompokkan autisme menjadi 3 kelompok :1. Autisme PersepsiAutisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir2. Autisme ReaksiAutisme ini biasanya mulai terlihat pada anak anak usia lebih besar (6 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan gerakan tertentu berulang ulang dan kadang kadang disertai kejang kejang.3. Autisme Yang Timbul Kemudian .E. Kriteria Diagnosis Anak dengan AutismeDepdiknas (2002) yang dikutip oleh Hadis (2006), mendeskripsikan karakteristik anak autis berdasarkan jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis. Ada 6 jenis masalah atau gangguan yang dialami oleh anak autis, yaitu masalah komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, gangguan pola bermain, gangguan perilaku, dan gangguan emosi. Keenam jenis masalah atau gangguan ini masing masing memiliki karakteristik. Karakteristik dari masing masing jenis masalah/gangguan tersebut dideskripsikan sebagai berikut :1. Masalah/gangguan di bidang komunikasi :a. Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.b. Terkadang kata kata yang digunakan tidak sesuai artinya.c. Mengoceh tanpa arti secara berulang ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain.d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia).e. Bila senang meniru, dapat menghafal kata kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal)

sampai usia dewasa.g. Senang menarik narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.2. Masalah/gangguan di bidang interaksi sosial :a. Anak autis lebih suka menyendirib. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain.c. Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya.d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.3. Masalah/gangguan di bidang sensoris :a. Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.c. Anak autis senang mencium cium, menjilat mainan atau benda benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.4. Masalah/gangguan di bidang pola bermain :a. Anak autis tidak bermain seperti anak anak pada umumnya.b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.c. Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar putar.e. Senang terhadap benda benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan sejenisnya.f. Sangat lekat dengan benda benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana mana.5. Masalah/gangguan di bidang perilaku :a. Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang goyang, mengepakkan tangan seperti burung.c. Berputar putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak balik, dan melakukan gerakan yang diulang ulang.d. Tidak suka terhadap perubahan.e. Duduk bengong dengan tatapan kosong.6. Masalah/gangguan di bidang emosi :a. Anak autis sering marah marah tanpa alasan yang jelas, tertawa tawa dan menangis tanpa alasan yang jelas.b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.c. Kadang agresif dan merusak.d. Kadang kadang menyakiti dirinya sendiri.e. Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya atau didekatnya. Rumusan diagnostik lain yang juga dipakai di seluruh dunia untuk menjadi panduan diagnosis adalah yang disebut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari Amerika (Maulana,2007).Untuk mempermudah pengertian, berikut sedikit pembahasan mengenai DSM-IV:1) Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala di bawah ini :a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai; kontak mata sangat kurang, ekspresi wajah kurang hidup, gerak gerik yang kurang terfokus.b. Tak bisa bermain dengan teman sebaya.c. Tak dapat merasakan dengan apa yang dirasakan orang lain.d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala gejala di bawah ini :a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan di ulang ulang.d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan

kurang bisa meniru.3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala di bawah ini :a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih lebihan.b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas yang tak ada gunanya.c. Ada gerakan gerakan yang aneh yang khas dan diulang ulang.d. Sering kali sangat terpukau pada bagian bagian benda.2) Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang : (1) interaksi sosial, (2) bicara dengan berbahasa, (3) cara bermain yang kurang variatif.3) Bukan disebabkan oleh sindroma Rett Gangguan disintegratif Masa Kanak kanak (Maulana, 2007).F. Hambatan hambatan dan gangguan yang Terjadi pada Anak AutisDari adanya tanda dan gejala yang tampak pada anak autis berdasarkan pendapat Masra (2005), berbagai masalah/gangguan atau hambatan pun muncul, diantaranya yaitu:1. Hambatan kualitatif dalam interaksi sosialInteraksi sosial pada anak autis diatur dibagi dalam 3 kelompok yaitu:a. Menyendiri (aloof) : banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku serta perhatian yang terbatas (tidak hangat)b. Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola permainan disesuaikan dengan dirinya.c. Aktif tetapi aneh : secara spontan akan mendekati anak lain namun seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.Hambatan sosial pada anak autisme akan berubah sesuai dengan perkembangan usia. Biasanya, dengan bertambahnya usia maka hambatan tampak semakin berkurang.2. Hambatan kualitatif dalam komunikasi verbal / non verbal dan dalam bermain.Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa serta berbicara merupakan keluhan yang sering diajukan oleh para orang tua, sekitar 50 % mengalami sebagai berikut :a. Bergumam yang biasanya muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata, mungkin tidak tampak pada anak autis.b. Sering mereka tidak memahami ucapan yang diajukan pada mereka.c. Biasanya mereka tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya ; tetapi dengan mengambil tangan orang tuanya untuk mengambil objek yang dimaksud.d. Mereka mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata serta kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar.e. Bahwa satu kata mempunyai banyak arti mungkin sulit untuk dapat dimengerti oleh makna.f. Anak autisme sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar sebelumnya tanpa maksud untuk berkomunikasi.g. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti saya menjadi kamu.h. Penggunaan bahasa kiasan yang aneh.i. Bahasa monoton, kaku dan menjemukan.j. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan emosi.k. Komunikasi non verbal juga mengalami gangguan Menurut Paul 1987, sekitar 50 % anak-anak autistik tidak pernah belajar bicara sama sekali. Sementara itu, pada mereka yang belajar bicara, bicaranya mencakup berbagai keanehan. Salah satu caranya adalah ekolalia, dimana si anak mengulangi, biasanya dengan ketepatan yang luar biasa, perkataan orang lain yang didengarnya (Masra,2005).Ekolalia dibedakan menjadi 2 yaitu : (1) Ekolalia Langsung; jika si anak menirukan pembicaraan / perkataan orang lain saat itu juga, dan (2) Ekolalia Tertund; apabila si anak mendengar suatu perkataan dari televisi dan beberapa jam kemudian bahkan keesokan harinya si anak dapat

mengulang satu kata atau kalimat dalam program televisi tersebut (Masra,2005).Kata-kata ciptaan atau bahasa yang digunakan dengan cara tidak biasa, merupakan karakteristik dalam pembicaraan anak-anak autistik. Kelemahan komunikasi tersebut dapat menjadi penyebab kelemahan sosial pada anak-anak dengan autisme dan bukan sebaliknya. Meskipun demikian sekalipun mereka telah belajar berbicara, orang-orang dengan autisme seringkali kurang tepat dalam penggunaan bahasanya (Masra,2005).3. Gangguan KognitifHampir 75-80 % anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang. Sebanyak 50 % dari idiot sefants, yakni anak dengan retardasi mental yang menunjukkan kemampuan luar biasa, seperti menghitung kalender, memainkan satu lagu hanya dari sekali mendengar, mengingat nomor-nomor telepon, dan sebagainya.4. Gangguan Perilaku MotorikKebanyakan anak autisme menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan dan menggoyangkan tubuh. Hiperaktif biasanya juga terutama pada usia prasekolah, namun sebaliknya dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga didapatkan gangguan pemusatan perhatian. Juga didapatkan adanya koordinasi motorik yang terganggu, kesulitan belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan dan mengancing baju.5. Respon Abnormal tehadap Perangsangan InderaBeberapa anak menunjukkan Hipersensitivitas terhadap suara dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan, sirine polisi, gonggongan anjing. Mereka mungkin sangat sensitif terhadap sentuhan, ada juga anak yang tidak peka terhadap rasa sakit dan tidak menangis saat mengalami luka yang parah. Anak mungkin tertarik pada rangsangan indera tertentu seperti objek yang berputar.6. Gangguan Tidur dan MakananGangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur, sering terbangun tengah malam. Gangguan makan berupa keengganan terhadap makanan tertentu karena tidak menyukai tekstur atau baunya.7. Gangguan Afek dan MoodBeberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin menangis atau tertawa tanpa alasan yang jelas. Sering tampak tertawa sendiri, dan beberapa anak tampaknya menjadi emosional. Rasa takut yang berlebihan kadangkadang muncul terhadap objek yang sebetulnya tidak menakutkan.8. Perilaku yang Membahayakan Diri Sendiri dan Agresifitas Melawan orang lain.Ada kemungkinan mereka menggigit tangan atau jarinya sendiri sampai berdarah, membentur-benturkan kepala, mencabut, menarik rambutnya sendiri, atau memukul diri sendiri, begitu juga dengan tempertantrums (Masra, 2005).G. Pemeriksaan Medis pada Anak AutisPemeriksaan medis yang dilakukan pada anak autisme adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan neutrologis, tes neutropsikologis, tes pendengaran, tes penglihatan, MRI (Magnetic Resonance Imaging), EEG (Electro Enchepalogram). Pemeriksaan sitogenetik, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan urine (Masra, 2005).Berbagai langkah pemeriksaan tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui penyebabnya sehingga intervensi yang diberikan sesuai atau tepat.H. Diagnosis BandingMenurut Masra (2005), gangguan Autisme harus dibedakan dengan: 1. Retardasi MentalKeterampilan sosial dan komunikasi verbal atau non verbal pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes intelegensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes. Berbeda dengan anak autis yang hasil tesnya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakan anak

dengan saraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas, seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotip dan buruknya kemampuan berkomunikasi.2. SchizofreniaKebanyakan anak dengan schizofrenia secara umum tampak normal pada saat bayi sampai usia 2 -3 tahun, dan baru kemudian muncul halusinasi, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan schizofrenia tidak retardasi mental, sedangkan pada autisme sekitar 75 80 % adalah retaradasi mental.3. Gangguan Perkembangan BahasaKondisi ini menunjukkan adanya gangguan pemahaman dan dalam mengekspresikan pembicaraan, namun komunikasi non verbalnya baik dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotip dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial.4. Gangguan Penglihatan dan PendengaranMereka yang buta dan tuli tidak akan bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.I. Prognosis AutismeWalaupun kebanyakan anak autisme menunjukkan perbaikan dalam hubungan sosial dan kemampuan berbahasa seiring dengan meningkatnya usia, gangguan autisme tetap meninggalkan ketidak mampuan yang menetap. Mayoritas dari mereka tidak dapat hidup mandiri dan membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan perawatan di institusi ataupun membutuhkan supervisi terus (Masra, 2005).J. Penatalaksanaan atau Program Terapi pada AutismeMenurut pendapat Masra (2005), ada banyak terapi yang bisa diterapkan semua bertujuan membantu penyandang autis mengejar ketertinggalannya. Seiring dengan meningkatnya jumlah kaum autis, kian bervariasi pula cara pendekatan yang dilakukan untuk menanggulanginya. Masing - masing pendekatan ini tentu saja tergantung dari profesi sosok yang ditangani si penyandang autisme. Seorang psikologi contohnya, mungkin cenderung melatih terapi tingkah laku. Sementara psikiatri atau dokter menerapkan terapi biomedikasi.Mengingat penyebab pasti autisme belum diketahui dan sifatnya sangat individu, penanganannya tidak diarahkan untuk menghilangkan sumber masalah. Artinya autisme berbeda dengan penyakit TBC misalnya yang harus dibasmi keenam kuman tertentu yang menjadi penyebabnya. Sementara autisme merupakan gangguan kompleks yang tidak bisa semata-mata berpatok pada hasil pemeriksaan laboratorium. Jadi semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat akan dapat tercapai hasil yang optimal.Berbagai macam program terapi yang bisa diterapkan pada anak autisme, diantaranya yaitu :1. Pendekatan EdukatifAnak dengan autisme seharusnya mendapat pendidikan khusus. Rencana pendidikan sebaiknya dibuat secara individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Yang terbaik bagi mereka adalah suatu bentuk pelatihan yang sangat terstruktur, sehingga kecil kesempatan bagi anak untuk melepaskan diri dari teman-temannya, dan guru akan segera bertindak bila melihat anak melakukan aktivitas sendiri. Dalam pelajaran bahasa, anak lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi bila fokus pembicaraan mengenai hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada beberapa anak bisa dicoba dengan melatih bahasa isyarat 2. PsikoterapiPsikoterapi individual dapat membantu mereka mengatasi kecemasan / depresi maupun perasaan tertekan karena merasa dirinya berbeda dengan orang lain. Tepatnya, yang bersangkutan akan diajarkan berperilaku sosial yang tepat.

Dengan demikian, depresi sosialnya yang kaku dan terbatas, diharapkan dapat diatasi secara perlahan. Konseling kelompok ini sebaiknya diberikan ketika diagnosis autisme pertama kali diberikan hingga akan memberi manfaat pada orang tua untuk membantu menerima kenyataan pahit tersebut.3. Terapi Tingkah LakuDasar pemikirannya, perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol / dibentuk dengan sistem reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.Salah satu metode yang berbasis paham behavioristik ini adalah metode lovaas yang aslinya disebut Applied Behavioristik Analysis (ABA) ini adalah metode. Hal penting yang perlu diingat mengenai terapi tingkah laku adalah pendekatan yang bersifat individual. Artinya anak yang akan mengikuti terapi ini harus dianalisis dulu, tingkah laku apa saja yang ditampilkan saat ini. Kelebihannya, terapi ini dapat diberikan pada siapa saja, bahkan pada anak yang masih sangat muda usianya.4. Terapi BiomedikasiTerapi ini menggunaan bantuan obat-obatan untuk mengontrol gejala autisme. Yang jelas terapi ini tidak dimaksudkan untuk mengoreksi kelaian susunan syaraf yang ditemukan pada penyandang autis. Melainkan memanipulasi kerja neurotransmitter agar penyandang autis berperilaku normal. Pemberian obatpun bersifat sementara, artinya hanya digunakan saat perkembangan si anak terganggu. Karena anak penyandang autis masih dalam tahap tumbuh kembang sehingga bila sel otak anak yang baru sudah menggantikan fungsi sel otak yang rusak maka obat-obatan tidak diperlukan lagi.Dosis terendah digunakan untuk mempertahankan terapi dan perlu juga diikuti oleh "drug holiday" yaitu waktuwaktu bebas obat. Tujuannya yaitu untuk mengistirahatkan tubuh dari kerja obat. Selama mengikuti terapi ini tekanan darah, denyut jantung, kandungan obat dalam darah, jumlah sel darah, fungsi liver dan ginjal serta tinggi dan berat badan harus dikontrol. Bila pemberian dengan dosis tertentu menunjukkan perbaikan (improvement) dalam perilaku yang terkontrol obat tertentu maka setelah waktu tertentu dosisnya akan diturunkan. Jika setelah dosisnya diturunkan anak menunjukkan gejala yang meningkat biasanya dosis akan kembali dinaikkan dan harus dipantau Obat-obatan yang digunakan antara lain :a. Antipsikotik : Untuk memblok reseptor dopamin.b. Fenfluramine : Untuk menurunkan serotininc. Nalfresone : Untuk antagoniss opioidad. Simpatomimetik : Untuk menurunkan hiperaktivitase. Clompramine : Untuk anti depresif. Clonidine : Untuk menurunkan aktivitas moradrenergikSelain terapi diatas ada terapi tambahan lainnya yaitu, terapi wicara, terapi sensori integration, terapi musik, terapi diet, dll

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN AUTISME BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG Setiap tahun di seluruh dunia, kasus autisme mengalami peningkatan. Dalam penelitian yang dirangkum Synopsis of Psychiatry awal 1990-an, kasus autisme masih berkisar pada perbandingan 1 : 2.000. Angka ini meningkat di tahun 2000 dalam catatan Sutism Research Institute di Amerika Serikat sebanyak 1 dari 150 anak punya kecenderungan menderita autis. Di Inggris, datanya lebih mengkhawatirkan. Di sana berdasarkan data International Congress on Autism tahun 2006 tercatat 1 dari 130 anak punya kecenderungan autis. Di Indonesia sering kali cukup sulit mendapatkan data penderita auitis, ini karena orangtua anak yang dicurigai mengidap autisme seringkali tidak menyadari gejala-gejala autisme pada anak. Akibatnya, mereka merujuknya ke pintu lain di RS. Misalnya ke bagian THT karena menduga anaknya mengalami gangguan pendengaran dan ke Poli Tumbuh Kembang Anak karena mengira anaknya mengalami masalah dengan perkembangan fisik. Tapi kita memang merasakan makin banyak kasus autisme ini di Indonesia dari tahun ke tahun, papar dia. SASANTI dalam bagian lain tidak bisa menjelaskan apa penyebab makin banyaknya kasus autisme di Indonesia. Yang bisa dilacak adalah faktor yang terkait dengan autisme, misalnya genetis dan biologis. Secara biologis, ada kemungkinan autisme berkaitan dengan gangguan pencernaan, alergi, gangguan kandungan, maupun polusi.(edy).( suarasurabaya.net. 13 desember 2008) 1. TUJUAN 1. Tujuan Instruksional Umum Mampu menerapkan konsep keperawatan pada anak dengan autisme 1.

1. Tujuan Instruksional Khusus 2. DEFINISI PENYAKIT Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305) Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305) Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120) Menurut Isaac, A (2005) autisme merupakan gangguan perkembangan pervasive dengan masalah awal tiga area perkembangan utama yaitu perilaku, interaksi sosial dan komunikasi. Gangguan ini dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas. Autisme adalah kelainan yang mempunyai dampak besar terhadap kehidupan penderita, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kadang keadaan ini membuat kebingungan dan sangat menyakitkan hati orang tua penderita. Definisi Autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang menyebabkan kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncul sebelum anak berusia 3 tahun (Teramihardja, J, 2007). Suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh adanya 3 gejala utama berupa : kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun.

1. ETIOLOGI Sepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan

lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005). Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain: 1. 1. Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel sel saraf dan sel otak 2. Keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi. 3. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak trpenuhi karena faktor ekonomi 4. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri karena zat zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.

1. PATOFISIOLOGI Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan

akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps. kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye. Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.

Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori). Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif. Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain. 6. MANIFESTASI KLINISl Keterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut, muncul sebelum umur 3 tahun. 1. 1. Interaksi sosial. 2. Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial. 3. Bermain simbolik atau imajinatif.

Diagnosis harus memenuhi kriteria DSM IV (Diagnostic And Statistical Of Manual Disorders 1992 Fourth Edition). Diagnosis autisme bisa ditegakkan apabila terdapat enam atau lebih gejala dari (1), (2) dan (3) dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1 dari masing-masing (2) dan (3). 1. 1. Gangguan kualitatif interaksi sosial, muncul paling sedikit 2 dari gejala berikut : 1. Gangguan yang jelas dalam perilaku non verbal (perilaku yang dilakukan tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh dan mimik untuk mengatur interaksi sosial. 2. Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai. 3. Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan mencapai sesuatu hal dengan orang lain. 4. Kurangnya interaksi sosial timbal balik. 2. Gangguan kualitatif komunikasi, paling sedikit satu dari gejala berikut : 1. Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara lain. 2. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau mempertahankan komunikasi dengan orang lain. 3. Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak dapat dimengerti. 4. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain menirukan secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya. 3. Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah (stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut : 1. Minat yang terbatas, stereotipik dan meneetap dan abnormal dalam intensitas dan fokus. 2. Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak fleksibel. 3. Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan jari, gerakan tubuh yang kompleks. 4. Preokupasi terhadap bagian dari benda.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS

Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur. Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi. Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya. Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.

Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi.

1. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN Penatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk: 1. 1. Mengurangi masalah perilaku. Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan agresif. 1. 1. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa. Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman). 1. 1. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi. Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN DITINJAU DARI KEPERAWATAN ANAK Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:

Tidak suka dipegang Rutinitas yang berulang Tangan digerak-gerakkan dan kepala diangguk-anggukan Terpaku pada benda mati

Sulit berbahasa dan berbicara 50% diantaranya mengalami retardasi mental Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan emosi diri sendiri dengan orang lain Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan dengan orang lain Ketidakmampuan untuk membedakan batas-batas tubuh diri sendiri dengan orang lain Mengulangi kata-kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang lain atau gerakkan-gerakkan mimik orang lain Penolakan atau ketidakmampuan berbicara yang ditandai dengan ketidakmatangan stuktur gramatis, ekolali, pembalikan pengucapan, ketidakmampun untuk menamai benda-benda, ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan abstrak, tidak adanya ekspresi nonverbal seperti kontak mata, sifat responsif pada wajah, gerak isyarat.

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Townsend, M.C (1998) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien/anak dengan gangguan perkembangan pervasive autisme antara lain:

Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan:

1. Tugas-tugas perkembangan yang tidak terselesaikan dari rasa percaya terhadap rasa tidak percaya 2. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan 3. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu, fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberkulosa sclerosis, anoksia selama kelahiran dan sindroma fragilis X 4. Deprivasi ibu 5. Stimulasi sensosrik yang tidak sesuai 6. Sejarah perilaku-perilaku mutilatif/melukai diri sebagai respons terhadap ansietas yang meningkat 7. Ketidakacuhan yang nyata terhadap lingkungan atau reaksi-reaksi yang histeris terhadap perubahan-perubahan pada lingkungan

Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan:

1. Gangguan konsep diri 2. Tidak adanya orang terdekat 3. Tugas perkembangan tidak terselsaikan dari percaya versus tidak percaya 4. Perubahan-perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisi-kondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X) 5. Deprivasi ibu 6. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:

1. Ketidakmampuan untuk mempercayai 2. Penarikan diri dari diri 3. Perubahan patofisiologis yang terjadi sebagai respons terhadap kondisikondisi fisik tertentu seperti rubella pada ibu fenilketonuria tidak teratasi, ensefalitis, tuberous sclerosis, anoksia selama kelahiran sindrom fragilis X) 4. Deprivasi ibu 5. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

Gangguan identitas diri/pribadi berhubungan dengan:

1. Fiksasi pada fase prasimbiotik dari perkembangan 2. Tugas-tugas tidak terselesaikan dari rasa percaya versus rasa tidak percaya 3. Deprivasi ihu 4. Stimulasi sensorik yang tidak sesuai

1. PERENCANAAN DAN RASIONALISASI

Menurut Townsend, M.C (1998) perencanaan dan rasionalisasi untuk mengatasi masalah keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan pervasife autisme antara lain: 1. 1. Resiko terhadap mutilasi diri
Tujuan:

Pasien akan mendemonstrasikan perilaku-perilaku alternative (misalnya memulai interaksi antara diri dengan perawat) sebagai respons terhadap kecemasan dengan criteria hasil: 1. Rasa gelisah dipertahankan pada tingkat anak merasa tidak memerlukan perilaku-perilaku mutilatif diri 2. Pasien memulai interaksi antara diri dan perawat apabila merasa cemas

Intervensi

1. Jamin keselamatan anak dengan memberi rasa aman, lingkungan yang kondusif untuk mencegah perilaku merusak diri
Rasional:

Perawat bertanggun jawab untuk menjamin keselamatan

anak) 1. Kaji dan tentukan penyebab perilaku perilaku mutilatif sebagai respon terhadap kecemasan
Rasional

: pengkajian kemungkinan penyebab dapat memilih cara /alternative pemecahan yang tepat

1. Pakaikan helm pada anak untuk menghindari trauma saat anak memukul-mukul kepala, sarung tangan untuk mencegah menarik narik rambut, pemberian bantal yang sesuai untuk mencegah luka pada ekstremitas saat gerakan-gerakan histeris
Rasional

: Untuk menjaga bagian-bagian vital dari cidera

1. Untuk membentuk kepercayaan satu anak dirawat oleh satu perawat


Rasional

: Untuk dapat bisa lebih menjalin hubungan saling percaya dengan pasien

1. Tawarkan pada anak untuk menemani selama waktu waktu meningkatnya kecemasan agar tidak terjadi mutilasi

Rasional

alam upaya untuk menurunkan kebutuhan pada perilakuperilaku mutilasi diri dan memberikan rasa aman

1. Kerusakan interaksi sosial

Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata dalam waktu yang ditentukan dengan criteria hasil: o Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain o Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain o Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain Intervensi o Jalin hubungan satu satu dengan anak untuk meningkatkan keper-cayaan Rasional : Interaksi staf dengan pasien yang konsisten meningkatkan pembentukan kepercayaan o Berikan benda-benda yang dikenal (misalnya: mainan kesukaan, selimut) untuk memberikan rasa aman dalam waktu-waktu tertentu agar anak tidak mengalami distress Rasional : Benda-benda ini memberikan rasa aman dalam waktu-waktu aman bila anak merasa distres o Sampaikan sikap yang hangat, dukungan, dan kebersediaan ketika anak berusaha untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dasarnya untuk meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya Rasional: Karakteristik-karakteritik ini meningkatkan pembentukan dan mempertahankan hubungan saling percaya o Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan memaksakan interaksiinteraksi, mulai dengan penguatan yang positif pada kontak mata, perkenalkan dengan berangsur-angsur dengan sentuhan, senyuman , dan pelukan Rasional : Pasien autisme dapat merasa terncam oleh suatu rangsangan yang gencar pada pasien yang tidak terbiasa o Dengan kehadiran anda beri dukungan pada pasien yang berusaha keras untuk membentuk hubungan dengan orang lain dilingkungannya Rasional :Kehadiran seorang yang telah terbentuk hubungan saling percaya dapat memberikan rasa aman

1. Kerusakan komunikasi verbal

Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang telah ditentukan dengan kriteria hasil: o Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain o Pesan-pesan nonverbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal o Pasien memulai berinteraksi verbal dan non verbal dengan orang lain Intervensi o Pertahankan konsistensi tugas staf untuk memahami tindakantindakan dan komunikasi anak Rasional: Hal ini memudahkan kepercayaan dan kemampuan untuk memahami tindakan-tindakan dan komunikasi pasien o Antisipasi dan penuhi kebutuhan-kebutuhan anak sampai kepuasan pola komunikasi terbentuk Rasional : Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat mengurangi kecemasan anak sehingga anak akan dapat mulai menjalin komunikasi dengan orang lain dengan asertif o Gunakan tehnik validasi konsensual dan klarifikasi untuk menguraikan kode pola komunikasi ( misalnya : Apakah anda bermaksud untuk mengatakan bahwa..? ) Rasional: Teknik-teknik ini digunakan untuk memastikan akurasi dari pesan yang diterima, menjelaskan pengertianpengertian yang tersembunyi di dalam pesan. Hati-hati untuk tidak berbicara atas nama pasien tanpa seinzinnya o Gunakan pendekatan tatap muka berhadapan untuk menyampaikan ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar dengan menggunakan contoh Rasional: Kontak mata mengekspresikan minat yang murni terhadap dan hormat kepada seseorang

1. Gangguan Indentitas Pribadi

Tujuan: Pasien akan menyebutkan bagian-bagian tubuh diri sendiri dan bagian-bagian tubuh dari pemberi perawatan dalam waktu yang ditentukan untuk mengenali fisik dan emosi diri terpisah dari orang lain saat pulang dengan kriteria hasil: o Pasien mampu untuk membedakan bagian-bagian dari tubuhnya dengan bagian-bagian dari tubuh orang lain o Pasien menceritakan kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungannya dengan menghentikan ekolalia (mengulangi katakata yang di dengar) dan ekopraksia (meniru gerakan-gerakan yang dilihatnya) Intervensi:

Fungsi pada hubungan satu-satu dengan anak Rasional : Interaksi pasien staf meningkatkan pembentukan data kepercayaan Membantu anak untuk mengetahui hal-hal yang terpisah selama kegiatan-kegiatan perawatan diri, seperti berpakaian dan makan Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anda terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain Jelaskan dan bantu anak dalam menyebutkan bagian-bagian tubuhnya Rasional : Kegiatan-kegiatan ini dapat meningkatkan kewaspadaan anak terhadap diri sebagai sesuatu yang terpisah dari orang lain Tingkatkan kontak fisik secara bertahap demi tahap, menggunakan sentuhan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan antara pasien dengan perawat. Berhati-hati dengans entuhan sampai kepercayaan anak telah terbentuk Rasional: Bila gerak isyarat ini dapat diintepretasikan sebagai suatu ancaman oleh pasien Tingkatkan upaya anak untuk mempelajari bagian-bagian dari batas-batas tubuh dengan menggunakan cermin dan lukisan serta gambar-gambar dari anak Rasional: Dapat memberikan gambaran tentang bentuk tubuh dan gambaran diri pada anak secara tepat

BAB IV PEMBAHASAN 1. ISSUE DIMASYARAKAT TENTANG AUTIS Semakin hari istilah autis semakin banyak diperbincangkan di mana-mana. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan autis semakin lama semakin meningkat. Namun, yang disayangkan tingkat penyangkalan (denial) orang tua terhadap autis ini masih cukup tinggi. Oleh sebab itu, tidak heran banyak kasus autis menjadi terlambat untuk ditangani. Padahal deteksi dini autis sangat penting untuk membantu tahapan perkembangan anak-anak autis. Salah satu masalah keterlambatan penanganan autis ada beberapa hal, salah satunya adalah banyak orang tua yang belum memahami gejalageala awal autis. Penyebab autis sebenarnya ada banyak tapi belum ada yang bersifat konklusif. Beberapa penyebab autis antara lain, karena dari makanan yang mengandung zat-zat kimia, pengaruh polusi air, udara, dan

sebagainya, serta faktor keturunan atau kelainan gen, tutur Danny Tania, Programme Manger Linguistic Council. Autis tidak dapat dikategorikan sebagai penyakit. Sebab, autis belum dapat disembuhkan, tetapi dapat dibantu dengan terapi, bantuan guru khusus, dan peran serta orang tua yang turut aktif membantu. Bagi para orang tua, gejala autis pada anak sebenarnya sudah dapat terdeteksi mulai dari usia 16 bulan. Salah satu ciri-cirinya adalah tidak adanya kontak mata dan respon berupa senyuman atau gerakan dari si anak ketika orang tua mengajak berinteraksi. Selain itu, perhatikanlah apakah pada usia 18 hingga 36 bulan si anak sudah siap dapat meniru gerakan atau kebiasaan orang tua atau disebut juga pretend-play? Pada usia seperti ini, biasanya anak perempuan akan meniru gerakan ibunya dengan berpura-pura memasak atau bagi anak lakilaki meniru kebiasaan ayahnya dengan membaca Koran atau menggunakan sepatu ayahnya. Nah, jika anak anda tidak dapat melakukan kedua hal di atas, maka ada kemungkinan dia autis. Gejala yang lainnya adalah anak suka melakukan kegiatan yang serupa secara berulang-ulang. Contohnya adalah kebiasaan seorang anak membangun bangunan dari balok-balok yang kemudian dihancurkan. Lalu dia membangun kembali balok-balok tersebut ke dalam bentuk dan urutan yang sama persis. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang dengan urutan dan bentuk bangunan balok yang sama persis seperti di awal. Ini merupakan salah satu kelebihan anak autis. Sebab, mereka mempunyai kelebihan dalam fotografik memori. Kelebihan ini merupakan suatu anugerah yang dapat anda kembangkan melalui terapi yang tepat. Salah satu bentuk terapi yang dapat meningkatkan perilaku anak autis sekaligus mengurangi kesulitan-kesulitannya adalah melalui terapi perilaku atau metode ABA (Applied Behavioural Analysis). Metode ini melatih anak berkemampuan, social, akademis, dan kemampuan membantu diri sendiri. melalui peranan orang tua dan terapi yang tepat, anak autis dapat diarahkan sesuai dengan kelebihannya. Orang tua dapat membantu mengarahkan anak autis untuk mengembangkan kelebihan-kelebihan mereka seperti, kemampuan focus dan konsentrasi yang luar biasa serta melatih mereka untuk mengurangi berbagai kesulitan-kesulitannya. Terbukti, banyak penderita autis yang akhirnya berfungsi dan mampu berkarya dalam kehidupannya. Banyak di antara mereka yang akhirnya menjadi pakar di bidang sains, matematika, computer, dan lain sebagainya. Hal ini tentunya akan membuat mereka tumbuh menjadi anak yang special dengan kelebihan yang special pula. 1. PEMBAHASAN 1. Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan perawat adalah untuk mendapatkan data tentang adanya perilaku yang membahayakan, gejala gejala yang mengganggu perkembangan dan pertumbuhan penderita, dan menentukan masalah masalah yang masih bisa ditangani oleh perawat. 1. 1. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko tinggi terhadip mutilasi ditegakkan agar pasien tidak melakukan tindakan tindakan yang membahayakan diri ketika pasien merasa terancam. Perawat harus mampu menjadi teman bagi pasien, sehingga pasien merasa nyaman bersama perawat 2. Kerusakan interaksi social ditegakkan untuk memberikan stimulasi social yang cukup agar anak mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, anak dengan autis sangat tidak peka terhadap rangsang dari lingkungan, dengan stimulasi yang cukup kuat, diharapkan anak dapat memperhatikan benda benda disekitarnya 3. Kerusakan komunikasi verbal ditegakkan agar pasien dapat melakukan komunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa yang bisa dipahami oleh orang lain, anak dengan autis biasanya menggunakan simbul simbul dalam berkomunikasi, sehingga anak perlu dimotivasi untuk menggunakan tanda atau simbul yang mudah dimengerti, dan dimotivasi untuk menggunakan bahasa seperti yang digunakan orang lain, reward untuk keberhasilan menggunakan kata kata (verbal) sangat baik untuk memotivasi anak menggunakan bahasa verbal. 4. Gangguan identitas pribadi ditegakkan agar anak bisa membedakan bagian bagian tubuhnya sendiri dengan lingkungan dan dengan orang lain, BAB V PENUTUP 1. KESIMPULAN Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh gejala gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab

pasti autis belum diketahui, tetapi beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom, dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak, perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita. Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan cenderung suka mengamati hal hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik, tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik. Terapi perilaku sangat dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti anak pada umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Você também pode gostar